BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengembangkan potensi siswa secara optimal. senantiasa mengharapkan agar siswa-siswanya dapat belajar serta mencapai hasil

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor terpenting yang menentukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu krisis terhadap masalah, sehingga peserta didik (mahasiswa) mampu merasakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan. Kualitas sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan memang memiliki peranan penting dalam kehidupan umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara peserta didik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam suatu pendidikan tentu tidak terlepas dengan pembelajaran di

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kurikulum yang digunakan saat ini adalah kurikulum 2013 (penjelasan pada Lampiran 1), yang didalamnya

BAB I PENDAHULUAN. mengajar (Pembelajaran). Nilai yang baik menunjukkan bahwa proses

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

pembelajaran yang seperti ini cenderung bersifat monoton dan kaku. Terkadang, aktivitas belajar mengajar juga kurang divariasikan dengan model

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berbicara tentang pendidikan, berarti membicarakan tentang hidup dan kehidupan

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

*Keperluan korespondensi, HP: ,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan yang diberikan di sekolah meliputi beberapa mata pelajaran, salah satunya adalah mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia menurut Faizi (2013) adalah cabang ilmu pengetahuan alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah cita-cita bangsa yang harus terus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN TEKNIK KERJA BENGKEL DI SMKN 4 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dipenuhi. Mutu pendidikan yang baik dapat menghasilkan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang sekolah dasar mata pelajaran Ilmu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

percaya diri siswa terhadap kemampuan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang lebih efektif dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

*Keperluan korespondensi, telp : , ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2015 PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENGETAHUAN SISWA DALAM MATA PELAJARAN IPS SD

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menuntut

2014 PEMBELAJARAN BERMOD EL SIKLUS BELAJAR 7E UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS D AN PENGUASAAN KONSEP SISWA PAD A MATERI HID ROKARBON

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Keterlibatan siswa baik secara fisik maupun mental merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tingkat kemajuan dari suatu bangsa dapat dilihat dari sektor pendidikannya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu penentu kualitas suatu bangsa adalah pendidikan. Selain karena pendidikan dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

III. METODE PENELITIAN. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X 5 SMA Perintis 2 Bandar

2 siswa, diketahui kegiatan belajar mengajar fisika yang berlangsung dikelas hanya mencatat dan mengerjakan soal-soal, hal ini menyebabkan siswa kuran

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Bab I tentang Sistem Pendidikan Nasional: pendidikan adalah usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN. yang telah maju. Pendidikan mepunyai peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam kehidupan, pendidikan memegang peranan penting karena

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iin Indriyanti, 2014

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang cerdas, damai, terbuka, dan demokratis. Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan bangsa. Kemajuan bangsa Indonesia dapat dicapai melalui penataan pendidikan yang baik dengan adanya berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan diharapkan dapat menaikkan harkat dan martabat manusia Indonesia (Pidarta, 2009). Namun kenyataannya, kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat rendah. Ini dapat dilihat berdasarkan observasi peneliti selama PPL pada tahun ajaran 2015/2016 di SMA Negeri 21 Medan dapat dilihat bahwa hasil belajar siswa kelas X khususnya pada mata pelajaran Kimia masih rendah. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata UH mata pelajaran Kimia berada pada rentang nilai 30-60 padahal KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) Kimia adalah 75. Menurut Putri, dkk (2016), Kimia adalah salah satu mata pelajaran wajib di sekolah menengah atas (SMA). Sebagian besar siswa SMA menganggap pelajaran kimia sulit. Kimia merupakan ilmu yang mempelajari tentang materi-materi di alam serta reaksi-reaksi yang terjadi akibat adanya interaksi dari materi-materi tersebut. Hal ini menyebabkan siswa sulit untuk memahami materi kimia. Pokok bahasan Reaksi Redoks merupakan pokok bahasan yang memerlukan pemahaman konsep secara benar terutama pada sub pokok macammacam konsep Reaksi Redoks. Maksud dari pemahaman konsep secara benar disini adalah siswa tidak mengalami kekeliruan dalam memahami masing-masing konsep reaksi reduksi dan oksidasi sehingga dapat menerapkan solusi yang tepat untuk setiap permasalahan yang berbeda pada materi tersebut. Hal ini dikarenakan karakteristik dari materi Reaksi Redoks yaitu terdiri dari materi yang cukup banyak, memerlukan keaktifan siswa untuk berlatih sehingga benar-benar memahami konsep yang sekilas hampir sama antara sub materi dengan yang lain (Wigiani, dkk, 2012).

2 Menurut Heese dan Anderson dalam Gerba Shehu (2015), pengaruh dari oksidasi dan reduksi adalah konsep yang sulit bagi siswa untuk dikonseptualisasikan. Siswa meyakini bahwa oksigen membuat besi berkarat sebelumnya karena air dan besi berkarat memiliki massa yang sama dengan besi yang tidak berkarat. Sedangkan menurut Herron dalam Gerba Shehu (2015), bahasa dalam Kimia membuat pembelajaran sulit karena makna dari beberapa kata dalam Kimia berbeda dari bahasa yang digunakan dalam kehidupan seharihari. Selain hasil belajar Kimia yang rendah, aktivitas belajar siswa juga masih rendah terlihat dari siswa yang cenderung ribut, banyak mengobrol, dan tidak menyimak materi yang disampaikan oleh guru, serta proses timbal balik antara guru dengan siswa kurang terlihat. Karena menurut Baskoro, dkk, (2012) aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah-sekolah tradisional. Aktivitas belajar lebih menekankan pada keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, sehingga dapat mendorong aktivitas siswa dan memperbaiki hasil belajar siswa (Rahardiana, dkk, 2015). Menurut Paul D. Dierich dalam Sadirman (2007), aktivitas siswa dalam belajar tidak cukup hanya dengan mendengarkan dan mencatat tetapi harus dengan melakukan aktivitas yang lain diantaranya membaca, bertanya, menjawab, mengeluarkan pendapat, diskusi, menanggapi, memecahkan soal dan mengambil keputusan dan lain-lain. Aktivitas belajar siswa memiliki peranan penting dalam pembelajaran karena pada prinsipnya belajar adalah melakukan serangkaian kegiatan yang mengubah perilaku sebagai hasil belajar. Rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa dikarenakan pola mengajar yang bersifat teacher centered (berpusat pada guru) ( Nur Basuki, 2015). Padahal tahap pelaksanaan kurikulum 2013 berfokus pada kegiatan aktif siswa melalui suatu proses ilmiah dengan tujuan agar pembelajaran tidak hanya menciptakan peserta didik yang mempunyai kompetensi pengetahuan saja tetapi juga mampu menciptakan peserta didik yang baik dalam sikap dan keterampilan. (Wasonowati, dkk, 2014). Pernyataan tersebut sejalan dengan Sidik, dkk (2016) yang

3 menyatakan bahwa pembelajaran aktif dimaksudkan supaya siswa mampu mencari dan menemukan permasalahan dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran bisa berpusat pada siswa (Student Centered Learning) bukan pembelajaran yang berpusat pada guru (Teacher Centered Learning). Kemudian guru lebih sering terpaku pada buku serta penyajian materi yang bersifat naratif dan tidak memperhatikan efisiensi waktunya sehingga membuat siswa jenuh dan tidak dapat fokus terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung. Selain itu, guru juga jarang sekali menggunakan media pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran. Hal tersebut yang dapat mempengaruhi rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa( Nur Basuki, 2015). Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan tindakan pada tahap eksplorasi untuk memperbaiki kualitas dari proses dan produk belajar siswa agar menjadi lebih baik (Wasonowati, dkk, 2014). Menurut Yensy (2012), paradigma ini menuntut para guru agar lebih kreatif dalam mengembangkan pembelajaran, sehingga memungkinkan siswa dapat berprestasi melalui kegiatankegiatan nyata yang menyenangkan dan mampu mengembangkan potensi siswa secara optimal. Salah satu cara untuk memperbaiki kualitas proses dan hasil belajar tersebut yaitu dengan penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi dan kondisi siswa (Wasonowati, dkk, 2014). Menurut Arends (2008), model pembelajaran PBL adalah pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi masalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyeledikan. Sedangkan Sanjaya (2009), berpendapat bahwa PBL dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Dalam pembelajaran dengan model PBL, siswa dihadapkan pada permasalahan nyata untuk diselesaikan (Nurhayati,dkk, 2013). Menurut Widodo dan Lusi Widayanti (2013), pada model PBL, pembelajaran fokus pada masalah yang dipilih sehingga siswa tidak hanya mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah dalam memecahkan masalah tersebut. Tujuannya untuk

4 memperoleh keampuan dan kecakapan kognitif dalam memecahkan masalah secara rasional, lugas dan tuntas. Selain itu, menurut Anggraheni Putri, dkk (2015), PBL memberikan kesempatan belajar yang bermakna bagi siswa yang aktif terlibat dalam pembelajaran mereka. Oleh sebab itu, siswa tidak hanya memahami konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan keterampilan menerapkan metode ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis (Widodo dan Lusi Widayanti, 2013). Menurut Wen Haw Chen (2013), PBL memiliki karakteristik yaitu pembelajaran dimulai dengan masalah nyata, hubungan antara kognitif dan pengetahuan profesional dari peserta didik dan masalah, pembelajaran dalam kelompok kecil, model pembelajaran berorientasi diri, guru atau ahli membantu dalam pertimbangan bukan pemimpin. Pada penelitian Yussi Pratiwi dkk (2014) diperoleh hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan model PBL 81,25% mencapai KKM pada materi redoks dan 76,25% siswa memiliki aktivitas belajar tinggi. Penggunaan suatu model pembelajaran akan lebih baik jika disertai dengan media. Adanya media yang digunakan dalam pembelajaran dapat mempercepat dan meningkatkan kualitas proses belajar mengajar (Nuryanto, dkk, 2016). Karena materi Reaksi Redoks ini memerlukan pemahaman konsep yang benar, maka digunakan media Peta Konsep. Menurut Arsyad dalam Muslichatun, dkk (2016), peta konsep menurut klasifikasi taksonomi Leshin termasuk dalam media berbasis visual. Media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Sajian visual yang diulangi dan melibatkan siswa akan meningkatkan daya ingat. Penggunaan grafik (bagan/peta konsep) sebelum menyajikan unit demi unit pelajaran berfungsi menggambarkan ikhtisar keseluruhan materi sehingga siswa dapat mengorganisasikan informasi. Peta Konsep merupakan ilustrasi grafis konkret yang mengindikasikan bagaimana sebuah konsep tunggal dihubungkan ke konsep-konsep lain pada kategori yang sama (Trianto, 2009). Menurut Donald dalam Kinchin (2012), peta konsep dapat menggambarkan perbedaan antara pemahaman siswa dan

5 pengetahuan para ahli. Peta konsep adalah teknik yang digunakan untuk mewakili pengetahuan dalam bentuk bagan organisasi, menyediakan jaringan konsep atau ide yang memungkinkan peserta didik untuk mendapatkan wawasan yang detail dari domain pengetahuan terkait (Obomanu dan Balama Joseph, 2011). Pada penelitian Pohan (2013) menyatakan bahwa strategi pembelajaran dengan menggunakan peta konsep dapat memudahkan siswa belajar mandiri dan dapat mengaitkan antara konsep satu dengan konsep lainnya. Sedangkan pada penelitian Mustafa (2013) juga menyatakan bahwa dengan penerapan peta konsep dapat membuat belajar lebih interaktif dan aktif serta dapat memudahkan siswa belajar. Pada penelitian Rina Dwi Rezeki dkk (2015) menunjukkan bahwa suatu model PJBL yang menggunakan media Peta Konsep dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa sebesar 77,78% pada siklus I menjadi 83,33% pada siklus II. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Menggunakan Media Peta Konsep dalam Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Reaksi Redoks. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dapat diidentifikasi permasalahan berikut: 1. Pemahaman siswa terhadap konsep yang diajarkan. 2. Penyajian materi yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa. 3. Penggunaan media pembelajaran kimia dilakukan guru dalam proses belajar mengajar di kelas. 1.3. Rumusan Masalah Untuk memberikan arahan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian maka disusun perumusan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah peningkatan hasil belajar siswa yang mendapat pembelajaran model problem based learning (PBL) menggunakan media Peta Konsep

6 lebih tinggi dibandingkan hasil belajar siswa yang mendapat pembelajaran model l konvensional (ceramah) menggunakan media Peta Konsep pada materi Reaksi Redoks kelas X di SMA Negeri 21 Medan? 2. Apakah aktivitas belajar siswa yang mendapat pembelajaran model problem based learning (PBL) menggunakan media Peta Konsep lebih aktif dibandingkan aktivitas belajar siswa yang mendapat pembelajaran model konvensional (ceramah) menggunakan media Peta Konsep pada materi Reaksi Redoks kelas X di SMA Negeri 21 Medan? 1.4. Batasan Masalah Untuk memfokuskan permasalahan, maka identifikasi masalah yang diteliti dibatasi pada: 1. Subjek penelitian adalah siswa kelas X semester II SMA Negeri 21 Medan. 2. Materi yang diajarkan adalah Reaksi Redoks. 3. Penelitian dilaksanakan dengan model PBL menggunakan media Peta Konsep. 4. Hasil belajar siswa dibatasi pada ranah kognitif Taksonomi Bloom pada ranah C 1 sampai C 4 dan ranah afektif yaitu aktivitas belajar siswa. 1.5. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui apakah peningkatan hasil belajar siswa yang mendapat pembelajaran model problem based learning (PBL) menggunakan media Peta Konsep lebih tinggi dibandingkan hasil belajar siswa yang mendapat pembelajaran model l konvensional (ceramah) menggunakan media Peta Konsep pada materi Reaksi Redoks kelas X di SMA Negeri 21 Medan. 2. Untuk mengetahui apakah aktivitas belajar siswa yang mendapat pembelajaran model problem based learning (PBL) menggunakan media Peta Konsep lebih aktif dibandingkan aktivitas belajar siswa yang mendapat pembelajaran model konvensional (ceramah) menggunakan

7 media Peta Konsep pada materi Reaksi Redoks kelas X di SMA Negeri 21 Medan. 1.6. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian adalah : 1. Bagi peneliti Peneliti mendapatkan banyak pengetahuan mengenai penerapan model pembeljaran PBL untuk meningkatkan kualitas hasil dari proses pembelajaran. 2. Bagi siswa Membantu meningkatkan hasil belajar kimia siswa dalam proses pembelajaran Reaksi Redoks. 3. Bagi guru Memberikan wawasan guru dalam mengajar sehingga dapat meninggalkan cara pembelajaran yang kurang menarik dengan menggunakan media pembelajaran yang inovatif dan sesuai dengan lingkungan belajar siswa. 4. Bagi sekolah Meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan di sekolah tersebut melalui peningkatan hasil belajar siswa. 5. Bagi mahasiswa atau peneliti selanjutnya Sebagai informasi bagi peneliti untuk dapat mengembangkan penelitian selanjutnya sehingga lebih baik. 1.7. Definisi Operasional 1. Model pembelajaran berbasis masalah (PBL) merupakan pembelajaran yang sintaksnya diawali dengan orientasi siswa pada masalah, mengorganisasi siswa belajar, membimbing pengalaman individu/kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah yang akan dibelajarkan pada siswa kelas X di SMA Negeri 21 Medan.

8 2. Peta Konsep merupakan media ilustrasi grafis yang menggambarkan konsep dari reaksi redoks berdasarkan pelepasan atau penangkapan elektron, oksigen dan hidrogen, konsep reduktor dan oksidator, serta bilangan oksidasi unsur dalam senyawa atau ion. 3. Hasil belajar adalah hasil akhir berupa kognitif, afektif dan psikomotorik siswa yang diperoleh setelah pemberian model dengan media pembelajaran di SMA Negeri 21 Medan. 4. Aktivitas belajar meliputi bertanya, mengeluarkan pendapat, antusias dalam belajar, menulis atau mencatat dan melaksanakan percobaan pada materi reaksi redoks yang dilakukan siswa kelas X di SMA Negeri 21 Medan. 5. Reaksi redoks adalah materi yang berhubungan dengan konsep reaksi oksidasi dan reduksi, bilangan oksidasi unsur dalam senyawa atau ion.