BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penderitadiabetes mellitus (DM) baru di seluruh dunia meningkat secara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. (DM) yang telah berlangsung lama (InaDRS, 2013; Agni, dkk., 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Leber Hereditary Optic Neuropathy (LHON) merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakaan lebih dari 360 juta orang dan diperkirakan akan naik lebih dari dua kali

BAB I PENDAHULUAN. Terminologi kebutaan didefenisikan berbeda beda di setiap negara seperti

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit yang. ditandai dengan kenaikan kronik kadar gula darah di

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Menurut Global Data on Visual Impairment 2010, WHO 2012, estimasi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. berbagai kegiatan. Apabila mata menderita kelainan atau gangguan seperti low vision

BAB I PENDAHULUAN. Mata adalah organ tubuh yang menentukan kualitas hidup. seseorang, walaupun kerusakan pada mata tidak langsung berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. penglihatan, terlebih jika melibatkan fovea. Beberapa survei epidemiologi

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah mata merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia karena mata

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. hampir 80 % prevalensi diabetes melitus adalah DM tipe 2 (

PENURUNAN CONTRAST SENSITIVITY PADA RETINOPATI DIABETIKA NONPROLIFERATIF DIABETES MELLITUS TIPE 2 DIBANDING NON DIABETES MELLITUS

PREVALENSI RETINOPATI DIABETIKA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUP SANGLAH DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin secara efektif. Menurut International Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik optik neuropati yang berhubungan dengan menyempitnya lapang

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Abstrak Kata kunci: Retinopati Diabetik, Laser Fotokoagulasi, Injeksi Intravitreal Anti VEGF.

Diabetes dan Penyakit Mata

Retinopati Bisa Dicegah Dengan Obat Sakit Diabetes Retinopati nonproliferatif

KECENDERUNGAN PENDERITA RETINOPATI DIABETIK

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74

PERBEDAAN KADAR HbA1c PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II DENGAN RETINOPATI DIABETIKA DAN TANPA RETINOPATI DIABETIKA. Artikel Karya Tulis Ilmiah

BAB 1 PENDAHULUAN. diabetes retinopati (1%), penyebab lain (18%). Untuk di negara kita, Indonesia

PERBEDAAN QUALITY OF LIFE PADA PENDERITA PROLIFERATIVE DIABETIC RETINOPATHY DENGAN DAN TANPA LASER PANRETINAL PHOTOCOAGULATION

PREVALENSI RETINOPATI DIABETIK PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI BALAI KESEHATAN MATA MASYARAKAT (BKMM) PROPINSI SULAWESI UTARA PERIODE JANUARI JULI

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisai membawa pengaruh yang sangat besar tidak hanya dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit umum yang ditandai. menyertai, misalnya hipertensi dan nefropati.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Sembilan puluh persen dari 285 juta penderita gangguan penglihatan tinggal

BAB I PENDAHULUAN UKDW. masyarakat. Menurut hasil laporan dari International Diabetes Federation (IDF),

BAB I PENDAHULUAN. modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu pengobatan tidak hanya dipengaruh i oleh. kesehatan, sikap dan pola hidup pasien dan keluarga pasien, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (lebih dari 60 tahun) diperkirakan mengalami peningkatan pada tahun 2000 hingga

Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penebalan atau edema yang berisi cairan dan konstituen plasma di lapisan

BAB I PENDAHULUAN. kebutaan dan 3,65% atau 246 juta orang mengalami low vision. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada

BAB I PENDAHULUAN. penderita kebutaan dari 285 juta penderita gangguan penglihatan di dunia. Sepertiga

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pelaku pembangunan dapat merasakan dan menikmati hasil dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya di masyarakat. 1 Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

ABSTRAK PROFIL RETINOPATI DIABETIK DI DIVISI VITREO RETINA RSUP SANGLAH DENPASAR 1 JANUARI 30 JUNI 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH SENAM KAKI DIABETIK TERHADAP NYERI KAKI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DELANGGU

BAB I PENDAHULUAN. insulin secara relatif maupun absolut (Hadisaputro & Setyawan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. global yang harus segera ditangani, karena mengabaikan masalah mata dan

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun di antara orang terdapat seorang penderita baru katarak (Kemenkes RI,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akhir-akhir ini prevalensinya meningkat. Beberapa penelitian epidemiologi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu diteliti dan diatasi (Suyono, 2005). Namun tidak demikian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sekian banyak penyakit degeneratif kronis (Sitompul, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikumpulkan melalui indera penglihatan dan pendengaran.

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) akibat kekurangan atau resistensi insulin (Bustan, 2007). World

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. panjang, sehingga fokus akan terletak di depan retina (Saw et al., 1996). Miopia

I. PENDAHULUAN. adekuat untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal (Dipiro et al, 2005;

BAB I PENDAHULUAN. jumlah pengidap diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan. membengkak menjadi 300 juta orang (Suyono, 2014).

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut Global Report On Diabetes yang dikeluarkan WHO pada tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat, lemak dan protein kronik yang disebabkan karena kerusakan atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB I PENDAHULUAN. hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat

KEBERHASILAN TERAPI FOTOKOAGULASI LASER PADA PASIEN RETINOPATI DIABETIK DI RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG PERIODE JANUARI 2004 DESEMBER 2004

BAB 1 PENDAHULUAN. sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin (Soegondo,

I. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit

BAB I PENDAHULUAN. diabetes mellitus semakin meningkat. Diabetes mellitus. adanya kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia)

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Penelitian. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. menurun dan setelah dibawa ke rumah sakit lalu di periksa kadar glukosa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. juta dan diprediksikan meningkat hingga 1,5 miliar pada tahun Lebih dari

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penderitadiabetes mellitus (DM) baru di seluruh dunia meningkat secara drastis, dari 150 juta penderita pada tahun 2009 dan diperkirakan mencapai 300 juta penderita pada tahun 2025 (Curtis et al., 2009). Salah satu komplikasi mikrovaskular yang paling sering terjadi dari penyakit diabetes tersebut adalah retinopati. Retinopati merupakan kasus klinis mayor bagi para ophthalmologist (Curtis et al., 2009). Retinopati diabetika/diabetic retinopathy (DR) adalah suatu mikroangiopati pada retina yang progresif akibat DM yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus, meliputi arteriol prekapiler retina, kapiler-kapiler dan vena-vena (Vaughan, 2000; Nema, 2002). DR merupakan penyulit dan komplikasi mayor dari DM yang paling ditakuti, karena insidensinya yang cukup tinggi dan prognosisnya yang kurang baik bagi penglihatan sertamerupakan penyebab utama kebutaan pada populasi kerja di negara berkembang (Nema, 2002; Curtis et al., 2009). Berdasarkan riset kesehatan dasar 2007, prevalensi nasional kebutaan di Indonesia adalah 0,9 % dengan penyebab utama adalah katarak. Penyebab kebutaan terbesar yang lain adalah glaukoma (0.5 %), diikuti kelainan refraksi dan penyakit mata degeneratif termasuk DR (Kingman, 2004). Berdasarkan The DiabCare Asia 2008 Study, 42% penderita DM di Indonesia mengalami komplikasi retinopati (Soewondo, 2010). Angka tersebut berbeda di berbagai daerah di Indonesia. Di RS M. Djamil Padang, sekitar 50,7% pasien DM mengalami DR, baik non proliferatif ataupun proliferatif (Rahman, 2002) 1

Menurut Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS), DR dibagi menjadi Non Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR) dan Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR). NPDR dibagi menjadi mild, moderate, severe dan very severe, sedangkan PDR dibagi menjadi early, high risk dan advanced. Lama perjalanan penyakit DM merupakan faktor risiko yang bermakna terhadap perkembangan retinopati. Hal ini telah dibuktikan oleh Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) dan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) (Frank, 2001). Sesudah menderita DM selama 20 tahun, hampir semua penderita DM tipe I maupun lebih dari 60% penderita DM tipe II mempunyai retinopati dengan berbagai stadium (Aiello, 1994). Penyebab gangguan penglihatan paling banyak pada pasien NPDR kelompok umur 20-60 tahun adalah diabetic macular edema (DME). Winconsin Epidemologic Study of Diabetic Retinopathy memastikan bahwa setelah 15 tahun menderita DM, prevalensi terjadinya DME sebesar 20% pada diabetes tipe I dan 25% pada diabetes tipe II yang menggunakan insulin dan sebesar 14% pada diabetes tipe II yang tidak menggunakan insulin (Kleinet al., 1984). Komplikasi lain dari DR lanjut yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan adalah terbentuknya neovaskularisasi pada retina dan diskus optikus yang berakibat perdarahan di dalam bola mata, neovaskularisasi di sekitar iris yang berakibat neovascular glaucoma serta ablasi retina karena tarikan jaringan fibrovaskuler yang terbentuk. Bukti ilmiah berupa penelitian klinik selama lebih dari 30 tahun menyatakan bahwa dengan penanganan yang adekuat, lebih dari 90% kebutaan akibat DM dapat dicegah. Penanganan adekuat adalah : 1. Deteksi dini DR dan 2. Fotokoagulasi laser yang tepat waktu dan adekuat (Taylor et al., 2001). Hasil penelitian membuktikan bahwa DR dapat dicegah atau ditunda terjadinya dengan penanganan kadar gula darah yang adekuat, dan pengendalian tekanan darah (Eliott, 2007). Pencegahan DR hanya dapat dilakukan 2

dengan pengendalian kadar gula darah serta menghindari faktor-faktor risiko yang lain. DR dapat terjadi tanpa adanya gejala penurunan ketajaman penglihatan yang dirasakan oleh penderita, sehingga memenuhi kriteria World Health Organization (WHO) untuk suatu keadaan yang memerlukan suatu penapisan. Penapisan sangat penting dilakukan untuk dapat mendeteksi DR secara dini yang kemudian dapat dilakukan fotokoagulasi laser secara tepat waktu. Adanya kondisi presimtomatik pada DR tersebut serta ketidaktahuan pasien DM terhadap risiko kebutaan yang dapat terjadi akan berpengaruh pada kesadaran pasien DM untuk menjalani penapisan. Di Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat 23,8% penderita diabetes di perkotaan dan 33,9% penderita diabetes di pedesaan yang tidak mengetahui bahwa penyakit diabetes dapat mengakibatkan kebutaan (Agni et al., 2004). Deteksi dini adalah sangat penting karena terapi yang tepat bukan penyembuhan tetapi lebih kearah memelihara penglihatan. Untuk meningkatkan deteksi dini, kebanyakan individu harus dilakukan penapisan untuk diabetes dan untuk penderita diabetes harus dilakukan penapisan untuk DR (Meyer et al.,2005) Gangguan penglihatan pada penderita DR dapat mempengaruhi kondisi kualitas hidup yang terkait dengan kesehatan mata (Health-Related Quality of Life/HRQL). Kehilangan produktifitas dan kualitas kehidupan pasien DM akan menyebabkan beban sosio-ekonomi masyarakat (Viswanath and McGavin, 2003). Adanya kondisi presimtomatik serta penyebab gangguan penglihatan yang berbeda pada masing-masing tingkatan DR (NPDR dan PDR) mendorong kami untuk menganalisis seberapa besar pengaruh DR pada kualitas hidup pasien berdasarkan tingkatan klasifikasinya. 3

B. Pertanyaan Penelitian Berdasar latar belakang yang telah diuraikan diatas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : Apakah ada perbedaan kualitas hidup yang berhubungan dengan gangguan penglihatan pada penderita NPDR dan PDR? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup yang berhubungan dengan gangguan penglihatan pada penderita NPDR dan PDR. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Menambah wawasan tentang kualitas hidup yang berhubungan dengan gangguan penglihatan pada penderita NPDR dan PDR. 2. Memberi pengetahuan tentang tingkat klasifikasi DR yang paling banyak memberi pengaruh pada kualitas hidup pasien. 3. Dapat digunakan sebagai dasar edukasi bagi penderita DM untuk mengelola penyakitnya secara baik serta mencegah progresivitas lebih lanjut sehingga mampu terhindar dari kondisi penurunan kualitas hidup yang lebih buruk. 4. Dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya. 4

E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai kualitas hidup pada penderita DR antara lain : 1. Klein et al. (2001), melakukan studi cohort berbasis populasi untuk meneliti hubungan dari 25 item nilai skala NEI-FVQ-25 (National Eye Institute Visual Fungtion Questionare) secara keseluruhan dan spesifik dengan ketajaman penglihatan, DR dan karakteristik lain pada penderita DM tipe I dan mendapatkan bahwa ke 25 item pertanyaan pada NEI VFQ menunjukkan keterkaitan yang kuat dengan visus, tidak tergantung pada derajat keparahan dari retinopati dan komplikasi lain terkait dengan diabetes tipe 1. Oleh karena itu NEI VFQ-25 mungkin sangat berguna dalam pengukuran HRQL, dalam hal ini berhubungan dengan visus pada studi epidemiologi dan percobaan klinik pada pasien diabetes. 2. Sharma et al. (2005) melakukan tinjauan terhadap bukti terbaru pada evaluasi efek DR dan DME pada kualitas hidup terkait kesehatan, dan mendapatkan bahwa dari pencarian literatur, dari beberapa artikel terbaru dapat ditunjukkan bahwa terjadi penurunan baik secara kualitatif maupun kuantitatif pada kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien dengan DR dan dengan berbagai pengobatan baru banyak dieksplorasi untuk pengelolaan DR dan DME. Pengukuran HRQL mungkin akan memainkan peran penting baik dalam keputusan untuk menawarkan pengobatan dan dalam memantau keuntungan kesehatan yang relevan yang mungkin berasal dari intervensi. 3. Hariprasad et al.(2007) melakukan studi prospective, consecutive, non comparative case series untuk menentukan dampak DME pada kualitas hidup pada pasien diabetes tipe 2, dan mendapatkan bahwa pasien diabetes tipe 2 dengan riwayat edema makula mengalami penurunan pada Vision Related Quality of Life 5

(VR-QOL) dibandingkan dengan pasien diabetes tipe 1 dengan retinopati diabetes, glaukoma atau katarak. Namun, VR-QOL pada pasien diabetes tipe 2 dengan edema makula mirip dengan pasien ARMD. 4. Mazhar et al.(2011) melakukan studi cross sectional berbasis populasi masyarakat Latin untuk mengetahui dampak DR dan tingkat keparahannya pada HRQoL pada penderita diabetes tipe 2, dan melaporkan bahwa keparahan yang lebih tinggi dari DR dikaitkan dengan nilai HRQoL umum dan HRQoL spesifik visus yang lebih rendah. Orang dengan NPDR moderat bilateral memiliki penurunan paling besar dalam kualitas hidup dibandingkan dengan orang dengan DR yang kurang parah. Pencegahan kejadian DR serta yang lebih penting adalah pencegahan perkembangan DR dari NPDR unilateral menjadi bilateral harus dianggap sebagai tujuan penting dalam penanganan penderita DM karena cenderung berdampak pada HRQoL seseorang. 5. Flavio et al. (2011) melakukan penelitian prospective cohort study untuk meneliti perubahan ketajaman penglihatan terkait kualitas hidup (vision related quality of life) selama periode 10 tahun pada populasi diabetes tipe 1 dengan menggunakan kuesioner NEI-VFQ-25, dan melaporkan bahwa kehilangan tiga baris pada bagan/chart ETDRS merupakan faktor yang paling penting terkait dengan perubahan negatif dalam skor NEI-VFQ-25 dalam penelitian tersebut setelah mengendalikan faktor confounders. Perubahan yang paling penting diamati pada sub skala seperti visus umum (-6,46 poin), kesehatan mental (-10,19 poin); kesulitan berperan (-6,06 poin), dan mengemudi (-10,43 poin). Pengangguran dan perkembangan komplikasi jangka panjang seperti nefropati juga dikaitkan dengan perubahan negatif dalam beberapa skor sub skala NEI-VFQ-25. Di sisi lain, 6

perubahan status DR tidak terkait dengan perubahan dalam beberapa sub skala setelah 10 tahun. 6. Rositawati et al. (2005) melakukan penelitian cross sectional tentang kualitas hidup terkait dengan gangguan visus sentral pada kelompok ARMD (age related macular degeneration) dan non ARMD dengan menggunakan kuesioner IVI (impact of vision impairment) dan mendapatkan hasil bahwa kualitas hidup yang berhubungan dengan gangguan penglihatan sentral pada kelompok ARMD lebih rendah dibandingkan dengan kelompok non ARMD (p<0.005). Penelitian mengenai perbedaan kualitas hidup yang berhubungan dengan gangguan penglihatan pada penderita NPDR dan PDR di RS.DR.Sardjito Yogyakarta belum pernah dilakukan. Penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya, dalam hal ini pada penelitian ini akan membandingkan kualitas hidup yang berhubungan dengan gangguan penglihatan pada NPDR dan PDR menggunakan instrument kuesioner National Eye Institute Visual Functioning Questionare -25 (NEI VFQ-25). 7