BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penderitadiabetes mellitus (DM) baru di seluruh dunia meningkat secara drastis, dari 150 juta penderita pada tahun 2009 dan diperkirakan mencapai 300 juta penderita pada tahun 2025 (Curtis et al., 2009). Salah satu komplikasi mikrovaskular yang paling sering terjadi dari penyakit diabetes tersebut adalah retinopati. Retinopati merupakan kasus klinis mayor bagi para ophthalmologist (Curtis et al., 2009). Retinopati diabetika/diabetic retinopathy (DR) adalah suatu mikroangiopati pada retina yang progresif akibat DM yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus, meliputi arteriol prekapiler retina, kapiler-kapiler dan vena-vena (Vaughan, 2000; Nema, 2002). DR merupakan penyulit dan komplikasi mayor dari DM yang paling ditakuti, karena insidensinya yang cukup tinggi dan prognosisnya yang kurang baik bagi penglihatan sertamerupakan penyebab utama kebutaan pada populasi kerja di negara berkembang (Nema, 2002; Curtis et al., 2009). Berdasarkan riset kesehatan dasar 2007, prevalensi nasional kebutaan di Indonesia adalah 0,9 % dengan penyebab utama adalah katarak. Penyebab kebutaan terbesar yang lain adalah glaukoma (0.5 %), diikuti kelainan refraksi dan penyakit mata degeneratif termasuk DR (Kingman, 2004). Berdasarkan The DiabCare Asia 2008 Study, 42% penderita DM di Indonesia mengalami komplikasi retinopati (Soewondo, 2010). Angka tersebut berbeda di berbagai daerah di Indonesia. Di RS M. Djamil Padang, sekitar 50,7% pasien DM mengalami DR, baik non proliferatif ataupun proliferatif (Rahman, 2002) 1
Menurut Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS), DR dibagi menjadi Non Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR) dan Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR). NPDR dibagi menjadi mild, moderate, severe dan very severe, sedangkan PDR dibagi menjadi early, high risk dan advanced. Lama perjalanan penyakit DM merupakan faktor risiko yang bermakna terhadap perkembangan retinopati. Hal ini telah dibuktikan oleh Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) dan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) (Frank, 2001). Sesudah menderita DM selama 20 tahun, hampir semua penderita DM tipe I maupun lebih dari 60% penderita DM tipe II mempunyai retinopati dengan berbagai stadium (Aiello, 1994). Penyebab gangguan penglihatan paling banyak pada pasien NPDR kelompok umur 20-60 tahun adalah diabetic macular edema (DME). Winconsin Epidemologic Study of Diabetic Retinopathy memastikan bahwa setelah 15 tahun menderita DM, prevalensi terjadinya DME sebesar 20% pada diabetes tipe I dan 25% pada diabetes tipe II yang menggunakan insulin dan sebesar 14% pada diabetes tipe II yang tidak menggunakan insulin (Kleinet al., 1984). Komplikasi lain dari DR lanjut yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan adalah terbentuknya neovaskularisasi pada retina dan diskus optikus yang berakibat perdarahan di dalam bola mata, neovaskularisasi di sekitar iris yang berakibat neovascular glaucoma serta ablasi retina karena tarikan jaringan fibrovaskuler yang terbentuk. Bukti ilmiah berupa penelitian klinik selama lebih dari 30 tahun menyatakan bahwa dengan penanganan yang adekuat, lebih dari 90% kebutaan akibat DM dapat dicegah. Penanganan adekuat adalah : 1. Deteksi dini DR dan 2. Fotokoagulasi laser yang tepat waktu dan adekuat (Taylor et al., 2001). Hasil penelitian membuktikan bahwa DR dapat dicegah atau ditunda terjadinya dengan penanganan kadar gula darah yang adekuat, dan pengendalian tekanan darah (Eliott, 2007). Pencegahan DR hanya dapat dilakukan 2
dengan pengendalian kadar gula darah serta menghindari faktor-faktor risiko yang lain. DR dapat terjadi tanpa adanya gejala penurunan ketajaman penglihatan yang dirasakan oleh penderita, sehingga memenuhi kriteria World Health Organization (WHO) untuk suatu keadaan yang memerlukan suatu penapisan. Penapisan sangat penting dilakukan untuk dapat mendeteksi DR secara dini yang kemudian dapat dilakukan fotokoagulasi laser secara tepat waktu. Adanya kondisi presimtomatik pada DR tersebut serta ketidaktahuan pasien DM terhadap risiko kebutaan yang dapat terjadi akan berpengaruh pada kesadaran pasien DM untuk menjalani penapisan. Di Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat 23,8% penderita diabetes di perkotaan dan 33,9% penderita diabetes di pedesaan yang tidak mengetahui bahwa penyakit diabetes dapat mengakibatkan kebutaan (Agni et al., 2004). Deteksi dini adalah sangat penting karena terapi yang tepat bukan penyembuhan tetapi lebih kearah memelihara penglihatan. Untuk meningkatkan deteksi dini, kebanyakan individu harus dilakukan penapisan untuk diabetes dan untuk penderita diabetes harus dilakukan penapisan untuk DR (Meyer et al.,2005) Gangguan penglihatan pada penderita DR dapat mempengaruhi kondisi kualitas hidup yang terkait dengan kesehatan mata (Health-Related Quality of Life/HRQL). Kehilangan produktifitas dan kualitas kehidupan pasien DM akan menyebabkan beban sosio-ekonomi masyarakat (Viswanath and McGavin, 2003). Adanya kondisi presimtomatik serta penyebab gangguan penglihatan yang berbeda pada masing-masing tingkatan DR (NPDR dan PDR) mendorong kami untuk menganalisis seberapa besar pengaruh DR pada kualitas hidup pasien berdasarkan tingkatan klasifikasinya. 3
B. Pertanyaan Penelitian Berdasar latar belakang yang telah diuraikan diatas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : Apakah ada perbedaan kualitas hidup yang berhubungan dengan gangguan penglihatan pada penderita NPDR dan PDR? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup yang berhubungan dengan gangguan penglihatan pada penderita NPDR dan PDR. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Menambah wawasan tentang kualitas hidup yang berhubungan dengan gangguan penglihatan pada penderita NPDR dan PDR. 2. Memberi pengetahuan tentang tingkat klasifikasi DR yang paling banyak memberi pengaruh pada kualitas hidup pasien. 3. Dapat digunakan sebagai dasar edukasi bagi penderita DM untuk mengelola penyakitnya secara baik serta mencegah progresivitas lebih lanjut sehingga mampu terhindar dari kondisi penurunan kualitas hidup yang lebih buruk. 4. Dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya. 4
E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai kualitas hidup pada penderita DR antara lain : 1. Klein et al. (2001), melakukan studi cohort berbasis populasi untuk meneliti hubungan dari 25 item nilai skala NEI-FVQ-25 (National Eye Institute Visual Fungtion Questionare) secara keseluruhan dan spesifik dengan ketajaman penglihatan, DR dan karakteristik lain pada penderita DM tipe I dan mendapatkan bahwa ke 25 item pertanyaan pada NEI VFQ menunjukkan keterkaitan yang kuat dengan visus, tidak tergantung pada derajat keparahan dari retinopati dan komplikasi lain terkait dengan diabetes tipe 1. Oleh karena itu NEI VFQ-25 mungkin sangat berguna dalam pengukuran HRQL, dalam hal ini berhubungan dengan visus pada studi epidemiologi dan percobaan klinik pada pasien diabetes. 2. Sharma et al. (2005) melakukan tinjauan terhadap bukti terbaru pada evaluasi efek DR dan DME pada kualitas hidup terkait kesehatan, dan mendapatkan bahwa dari pencarian literatur, dari beberapa artikel terbaru dapat ditunjukkan bahwa terjadi penurunan baik secara kualitatif maupun kuantitatif pada kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien dengan DR dan dengan berbagai pengobatan baru banyak dieksplorasi untuk pengelolaan DR dan DME. Pengukuran HRQL mungkin akan memainkan peran penting baik dalam keputusan untuk menawarkan pengobatan dan dalam memantau keuntungan kesehatan yang relevan yang mungkin berasal dari intervensi. 3. Hariprasad et al.(2007) melakukan studi prospective, consecutive, non comparative case series untuk menentukan dampak DME pada kualitas hidup pada pasien diabetes tipe 2, dan mendapatkan bahwa pasien diabetes tipe 2 dengan riwayat edema makula mengalami penurunan pada Vision Related Quality of Life 5
(VR-QOL) dibandingkan dengan pasien diabetes tipe 1 dengan retinopati diabetes, glaukoma atau katarak. Namun, VR-QOL pada pasien diabetes tipe 2 dengan edema makula mirip dengan pasien ARMD. 4. Mazhar et al.(2011) melakukan studi cross sectional berbasis populasi masyarakat Latin untuk mengetahui dampak DR dan tingkat keparahannya pada HRQoL pada penderita diabetes tipe 2, dan melaporkan bahwa keparahan yang lebih tinggi dari DR dikaitkan dengan nilai HRQoL umum dan HRQoL spesifik visus yang lebih rendah. Orang dengan NPDR moderat bilateral memiliki penurunan paling besar dalam kualitas hidup dibandingkan dengan orang dengan DR yang kurang parah. Pencegahan kejadian DR serta yang lebih penting adalah pencegahan perkembangan DR dari NPDR unilateral menjadi bilateral harus dianggap sebagai tujuan penting dalam penanganan penderita DM karena cenderung berdampak pada HRQoL seseorang. 5. Flavio et al. (2011) melakukan penelitian prospective cohort study untuk meneliti perubahan ketajaman penglihatan terkait kualitas hidup (vision related quality of life) selama periode 10 tahun pada populasi diabetes tipe 1 dengan menggunakan kuesioner NEI-VFQ-25, dan melaporkan bahwa kehilangan tiga baris pada bagan/chart ETDRS merupakan faktor yang paling penting terkait dengan perubahan negatif dalam skor NEI-VFQ-25 dalam penelitian tersebut setelah mengendalikan faktor confounders. Perubahan yang paling penting diamati pada sub skala seperti visus umum (-6,46 poin), kesehatan mental (-10,19 poin); kesulitan berperan (-6,06 poin), dan mengemudi (-10,43 poin). Pengangguran dan perkembangan komplikasi jangka panjang seperti nefropati juga dikaitkan dengan perubahan negatif dalam beberapa skor sub skala NEI-VFQ-25. Di sisi lain, 6
perubahan status DR tidak terkait dengan perubahan dalam beberapa sub skala setelah 10 tahun. 6. Rositawati et al. (2005) melakukan penelitian cross sectional tentang kualitas hidup terkait dengan gangguan visus sentral pada kelompok ARMD (age related macular degeneration) dan non ARMD dengan menggunakan kuesioner IVI (impact of vision impairment) dan mendapatkan hasil bahwa kualitas hidup yang berhubungan dengan gangguan penglihatan sentral pada kelompok ARMD lebih rendah dibandingkan dengan kelompok non ARMD (p<0.005). Penelitian mengenai perbedaan kualitas hidup yang berhubungan dengan gangguan penglihatan pada penderita NPDR dan PDR di RS.DR.Sardjito Yogyakarta belum pernah dilakukan. Penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya, dalam hal ini pada penelitian ini akan membandingkan kualitas hidup yang berhubungan dengan gangguan penglihatan pada NPDR dan PDR menggunakan instrument kuesioner National Eye Institute Visual Functioning Questionare -25 (NEI VFQ-25). 7