BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. merupakan padanan istilah Inggris Acute Respiratory Infections (ARI) yang

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan bakteri termasuk nasofaringitis atau common cold, faringitis akut, uvulitis akut,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

Informasi penyakit ISPA

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis,

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS),

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian balita (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan yang paling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat fisiologis, psikologis, dan bebas dari penularan penyakit.

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia,

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan.

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB I PENDAHULUAN. negara, dan Indonesia menduduki tempat ke-6, dengan jumlah kasus 6 juta kasus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. saluran pernafasan dan akut. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Definisi Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA ) Infections disingkat ARI. Dalam lokakarya ISPA I tersebut ada dua

ABSTRAK RESIKO KEJADIAN ISPA PADA PEROKOK PASIF DAN PENGGUNA KAYU BAKAR DI RUMAH TANGGA

Oleh : Tintin Purnamasari ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal FAKTOR RESIKO KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA POTUGU KECAMATAN MOMUNU KABUPATEN BUOL ABSTRAK

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi ISPA Istilah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) mengandung 3 unsur yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Saluran pernafasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya (sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura), sedang infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari, walaupun beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA dapat berlangsung lebih dari 14 hari, misalnya pertusis. Dengan demikian ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari, dimana secara klinis suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dengan berlangsung tidak lebih dari 14 hari. 12 2.2. Etiologi ISPA Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus, dan riketsia. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan mycoplasma. ISPA bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus,

Streptococcus pyogenes, Stapilococcus aureus, Haemophilus influenzae, dan lainlain. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Influenzae, Adenovirus, Sitomegalo virus. 3 2.3. Gejala ISPA Gejala atau gambaran klinis infeksi saluran pernapasan akut bergantung pada tempat infeksi serta mikroorganisme penyebab infeksi. Semua manifestasi klinis terjadi akibat proses peradangan dan adanya kerusakan langsung akibat mikroorganisme. Manifestasi klinis antara lain: a. Batuk b. Bersin dan kongestal nasal c. Pengeluaran mukus dan rabas dari hidung serta turun ke tenggorokan d. Sakit kepala e. Demam derajat ringan f. Malaise (tidak enak badan). 13 2.4. Cara Penularan Penyakit ISPA Penularan ISPA dapat melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan. Adanya bibit penyakit di udara umumnya berbentuk aerosol yakni suatu suspensi yang melayang di udara, dapat seluruhnya berupa bibit penyakit atau hanya sebagian daripadanya. Adapun bentuk aerosol dari penyebab penyakit tersebut ada 2, yakni: droplet nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan

yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang di udara); dan dust (campuran antara bibit penyakit yang melayang di udara). 12 Cara penularan ISPA lainnya bisa melalui kontak. Penularan melalui kontak bisa langsung dan tidak langsung. Penularan kontak langsung melibatkan kontak langsung antar-permukaan badan dan perpindahan fisik mikro-organisme antara orang yang terinfeksi atau terkolonisasi dan pejamu yang rentan. Penularan kontak tidak langsung melibatkan kontak antara pejamu yang rentan dengan benda perantara yang terkontaminasi (misalnya, tangan yang terkontaminasi), yang membawa dan memindahkan organisme tersebut. 1 2.5. Diagnosa dan Klasifikasi ISPA 3 Berdasarkan usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun, ISPA diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu: a. Bukan pneumonia Bukan pneumonia mencangkup kelompok pasien balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam. Contohnya adalah common cold, faringitis, tonsilitis, dan otitis. b. Pneumonia Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas. Diagnosa gejala ini berdasarkan umur. Batas frekuensi napas cepat pada anak berusia dua bulan sampai < 1 tahun adalah 50 kali per menit dan untuk anak usia 1 sampai < 5 tahun adalah 40 kali per menit.

c. Pneumonia berat Pnumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai sesak napas atau tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam (chest indrawing) pada anak berusia dua bulan sampai < 5 tahun. Untuk anak berusia < 2 bulan, diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke arah dalam (severe chest indrawing). 2.6. Epidemiologi Penyakit ISPA 2.6.1. Distribusi Penyakit ISPA a. Distribusi Penyakit ISPA Berdasarkan Orang Infeksi saluran napas merupakan 40% penyebab penyakit pada anak dibawah 5 tahun dan sebagian besar disebabkan oleh virus. Virus yang sama dapat menyebabkan infeksi pada anggota keluarga lain dengan cara berbeda tetapi pada bayi cenderung lebih berat. Karena kekebalan pasif yang diturunkan dari ibu kepada bayi berkurang dalam beberapa bulan, bayi usia 6-9 bulan menjadi rentan terhadap infeksi. 14 Berdasarkan hasil penelitian Gulo di Kabupaten Nias tahun 2008, didapatkan bahwa proporsi ISPA pada balita untuk usia < 2 bulan sebesar 75%, balita berusia 2-11 bulan sebesar 69,8%, dan balita berusia 12-59 bulan sebesar 84,3%. 7

Berdasarkan hasil penelitian Valentina di Kecamatan Medan Timur tahun 2011, didapatkan bahwa proprosi ISPA pada batita yang berusia 12-24 bulan yaitu 59,3%, dan batita berusia 25-36 bulan yaitu 36,5%. 15 b. Distribusi Penyakit ISPA Berdasarkan Tempat ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah. 1 Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Indonesia pada tahun 2008, kasus pneumonia yang terjadi pada balita berdasarkan laporan 26 provinsi, tiga provinsi dengan cakupan tertinggi berturut-turut adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 56,50%, Jawa Barat sebesar 42,50% dan Kepulauan Bangka Belitung sebesar 21,71%. Sedangkan cakupan terendah adalah Provinsi DI Yogyakarta sebesar 1,81%, Kepulauan Riau sebesar 2,08% dan NAD sebesar 4,56%. 16 c. Distribusi Penyakit ISPA Berdasarkan Waktu Berdasarkan hasil penelitian Sirait di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan tahun 2010 diperoleh insidens infeksi saluran pernapasan atas akut (ISPaA) pada balita sebesar 63,5%. 17 Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia, insidens pneumonia pada bayi di Indonesia tahun 2007 sebesar 35,27 %, tahun 2008 sebesar 34,91%, dan tahun 2008 sebesar 35,19%. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008 menyatakan bahwa jumlah kasus pneumonia pada bayi di Provinsi Sumatera Utara sebesar 15.176 kasus, sedangkan menurut Porfil Kesehatan Indonesia tahun 2010 didapat bahwa jumlah kasus pneumonia pada bayi di Provinsi Sumatera Utara sebesar 19.236 kasus. 2,16

2.6.2. Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ISPA a. Agent ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan mycoplasma. 3 Pneumonia pada balita paling sering disebabkan oleh virus pernapasan dan puncaknya terjadi pada umur 2-3 tahun, sedangkan pada anak umur sekolah paling sering disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumonia. 18 Pada bayi dan anak-anak penyebab paling sering adalah virus syncitial pernapasan, adenovirus, virus influenza, dan virus parainfluenza. Diperkirakan 75% pneumonia pada anak balita di negara berkembang termasuk Indonesia disebabkan oleh Pneumokokus dan Hemophilus influenzae (Hib). 18 b. Manusia b.1. Umur Umur mempunyai pengaruh besar terhadap kejadian ISPA. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia. ISPA yang terjadi pada anak dan bayi akan memberikan gambaran klinik yang lebih jelek bila dibandingkan dengan orang dewasa dan sering kali berakhir dengan kematian. Gambaran klinik yang jelek dan tampak lebih berat tersebut terutama disebabkan oleh infeksi virus pada bayi dan anak yang belum memperoleh kekebalan alamiah. Oleh karena kekebalan alamiah yang diturunkan dari ibu kepada bayi berkurang dalam beberapa bulan, bayi usia 6-9 bulan menjadi rentan terhadap infeksi. Selain itu dikarenakan saluran napas atas jauh lebih sempit sehingga resistensi

terhadap arus udara tinggi walaupun pembengkakan dan sumbatan jalan napas tidak mencolok. 1,13,16,19 Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2007, proporsi pneumonia pada bayi 35,27% dan balita 64,73%. Bila dilihat proporsi pneumonia pada kelompok umur balita, tampak proporsi pneumonia pada bayi dibandingkan balita sekitar 35%. Hal ini menunjukkan bahwa bayi merupakan kelompok usia yang tinggi kejadian pneumonianya. Oleh karena itu pneumonia pada balita dan terutama pada bayi, perlu mendapat perhatian dengan perbaikan gizi dan imunisasi dan meningkatkan upaya manajemen tatalaksana pneumonia. 20 b.2. Jenis Kelamin Menurut beberapa penelitian kejadian ISPA lebih sering didapatkan pada anak laki-laki dibanding anak perempuan, terutama usia muda dibawah 6 tahun. Berdasarkan hasil penelitian Nur di Padang (2004), balita dengan jenis kelamin laki-laki proporsi menderita ISPA sebanyak 56,5% dan balita dengan jenis kelamin perempuan proporsi menderita ISPA sebanyak 38,4%. Hal ini menunjukkan bahwa balita berjenis kelamin laki-laki lebih beresiko dari pada perempuan. 8 Berdasarkan hasil penelitian Valentina di Kelurahan Glugur Darat I Kecamatan Medan Timur (2011), menyatakan bahwa proporsi anak batita yang menderita ISPA yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 49,1%, sedangkan perempuan sebesar 50,9%. 15

b.3. Berat Badan Lahir Berat badan lahir (Birth Weight) adalah berat badan neonatus pada saat kelahiran, ditimbang dalam waktu satu jam sesudah lahir. Bayi berat lahir cukup adalah bayi dengan berat lahir lebih dari 2.500 gram. Bayi berat lahir rendah (BBLR)/Low birthweight infant adalah bayi dengan berat badan lahir 1.500 gram sampai kurang dari 2.500 gram. 21 Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) mempunyai risiko untuk meningkatnya ISPA, dan perawatan di rumah sakit penting untuk mencegah BBLR. 22 Hasil penelitian Wihoho di Kabupaten Blora tahun 2004 dengan desain cross sectional menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara berat badan lahir dengan kejadian ISPA pada bayi (p<0,05). 23 b.4. Status Gizi Asupan gizi yang kurang merupakan risiko untuk kejadian dan kematian balita dengan infeksi saluran pernapasan. Penyakit infeksi dan pertumbuhan yang tercermin dari status gizi, seringkali dijumpai bersama-sama dan keduanya dapat saling mempengaruhi. Infeksi dapat disebabkan dan menyebabkan kekurangan gizi. Sebaliknya kekurangan gizi dapat menurunkan daya tahan tubuh dari serangan penyakit infeksi. Penyakit yang sering diderita bayi dan anak dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan bayi adalah ISPA. Pengukuran status gizi pada balita dan anak dapat dilakukan dengan menggunakan indeks antropometri. Kategori status gizi berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) adalah sebagai berikut:

1. Gizi lebih (> 2,0 SD baku WHO NCHS) 2. Gizi baik (-2,0 SD s/d +2,0 SD) 3. Gizi kurang (<-2,0 SD) 4. Gizi buruk (<-3,0 SD). 24,25 Berdasarkan hasil penelitian Sirait (2010) di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan dengan desain cross sectional didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara status gizi kurang dengan kejadian infeksi saluran pernapasan atas akut (ISPaA) pada anak balita (p<0,05). 17 b.5. Status ASI Eksklusif Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan alami terbaik bagi bayi. Makanan ini telah dirancang begitu sempurna bagi bayi. ASI tidak hanya mengandung berbagai zat gizi yang diperlukan bayi tetapi juga mengandung zat-zat lain yang berfungsi menyehatkan tubuh sepanjang waktu. ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi bayi terhadap berbagai serangan penyakit dan infeksi serta mengurangi berbagai reaksi alergi. 26,27,28 Salah satu contohnya adalah ASI telah terbukti melindungi bayi terhadap infeksi saluran pencernaan dan pernapasan dalam 6 bulan pertama kehidupan. 29 Hasil penelitian Gulo di Kabupaten Nias tahun 2008 dengan desain cross sectional menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara status ASI Ekslusif dengan kejadian ISPA (p<0,05). 7

b.6. Status Imunisasi Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Caranya adalah dengan memberi vaksin. Anak kebal atau resisten terhadap penyakit, tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. 30 Hasil penelitian Valentina di Kelurahan Glugur Darat I Kecamatan Medan Timur tahun 2011 dengan desain cross sectional menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada batita (p<0,05). 15 c. Lingkungan c.1. Ventilasi Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi, yaitu untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar, untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri terutama bakteri patogen dan untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap dalam kelembaban (humudity) yang optimum. 30 Sudah terbukti bahwa ruangan yang dirancang dengan ventilasi yang baik dengan pembuangan efektif udara yang terkontaminasi, penurunan konsentrasi droplet nuklei infeksius di dalam ruangan dapat mengurangi risiko infeksi. 1 Menurut Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999, luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai. Hasil penelitian Saputra di Kelurahan Jabungan Kecamatan Banyumanik Semarang tahun 2011 dengan desain cross sectional menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara luas ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita (p<0,05). 31

c.2. Kepadatan Hunian Rumah Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. 30 Kepadatan hunian rumah yang memenuhi syarat kesehatan adalah 4 m 2 /penghuni. 32 Kepadatan di dalam ruang tidur terutama ruang tidur balita yang tidak sesuai dengan standar akan menimbulkan ruangan penuh sesak sehingga oksigen berkurang dan CO 2 meningkat dalam ruangan tersebut. Hasil penelitian Naria, dkk. di Wilayah Kerja Puskesmas Tuntungan Kecamatan Medan Tuntungan tahun 2008 dengan desain cross sectional menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian ruang tidur dengan kejadian ISPA pada balita. 33 c.3. Penggunaan Anti Nyamuk Bakar Penggunaan obat nyamuk bakar sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat menyebabkan gangguan saluran pernapasan karena menghasilkan asap dan bau yang tidak sedap. Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernapasan. Hasil penelitian Chahaya di Perummnas Mandala tahun 2004 dengan desain cross sectional menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara penggunaan anti nyamuk dengan kejadian ISPA pada balita. 32

c.4. Bahan Bakar Untuk Memasak Gangguan pernapasan pada balita yang tinggal pada rumah yang menggunakan bahan bakar minyak tanah lebih tinggi dari rumah yang menggunakan bahan bakar gas. Hal ini dimungkinkan karena ibu balita pada saat memasak di dapur menggendong anaknya, sehingga asap bahan bakar tersebut terhirup oleh balita. 32 Hasil penelitian Khotimah di Desa Bangetayu Wetan Kecamatan Genuk Kota Semarang tahun 2011 dengan desain cross sectional menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara jenis bahan bakar memasak dengan kejadian ISPA pada balita (p<0,05). 34 c.5. Keberadaan Perokok Merokok diketahui mengganggu efektivitas sebagian mekanisme pertahanan respirasi. Asap rokok mengandung nikotin, tir atau keleket. Dalam tir ini terdapat berbagai oksidan, zat radioaktif, dan 1001 zat-zat kimia lain yang dapat merusak organ-organ tubuh. Bayi dan anak yang terpajan asap rokok sebelumnya atau sesudah kelahiran memperlihatkan peningkatan angka ISPA, infeksi saluran napas bawah misalnya pneumonia, dan asma pada masa kanak-kanak dibandingkan dengan bayi dan anak-anak dari orang tua bukan perokok. 13,35 Hasil penelitian Naria, dkk. di Wilayah Kerja Puskesmas Tuntungan Kecamatan Medan Tuntungan tahun 2008 dengan desain cross sectional menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara keberadaan merokok dengan kejadian ISPA pada balita. 33

2.7. Pencegahan Penyakit ISPA 2.7.1. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention) Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang sehat menjadi sakit. 36 Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pencegahan primer yaitu: a. Penyuluhan kesehatan (health promotion), dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat meningkatkan faktor risiko penyakit ISPA. Kegiatan penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI Eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak, penyuluhan kesehatan lingkungan rumah, penyuluhan bahaya rokok. b. Imunisasi terhadap patogen yang bertanggung jawab terhadap pneumonia merupakan strategi pencegahan spesifik. c. Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik. d. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan. e. Menghindari bayi dan anak dari paparan asap rokok, polusi udara, dan tempat keramaian yang berpotensi penularan. f. Menghindari bayi dan anak dari kontak dengan penderita ISPA g. Membiasakan pemberian ASI. 18 h. Program kesehatan ibu dan anak (KIA) saat melacak kesehatan neonatal, membina bidan/dukun bayi dan memberi pelayanan imunisasi bagi ibu hamil. 12

2.7.2. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention) Pencegahan tingkat kedua merupakan diagnosa dini dan upaya manusia dalam mengobati orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindarkan komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pencegahan sekunder yaitu: a. Bukan pneumonia Bukan pneumonia mencangkup kelompok pasien balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam. Contohnya adalah common cold, faringitis, tonsilitis, dan otitis. Jika anak sakit, anak tidak perlu diberikan obat antibiotik tetapi cukup diberikan perawatan di rumah. Untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan. b. Pneumonia a. Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas. Diagnosa gejala ini berdasarkan umur. Batas frekuensi napas cepat pada anak berusia dua bulan sampai < 1 tahun adalah 50 kali per menit dan untuk anak usia 1 sampai < 5 tahun adalah 40 kali per menit. Jika anak sakit sebaiknya diberi obat antibiotik melalui mulut. Pilihan obatnya Kotrimoksasol, jika terjadi alergi/tidak cocok dapat diberikan Amoksilin, Penisilin, Ampisilin. c. Pneumonia berat Pnumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai sesak napas atau tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam

(chest indrawing) pada anak berusia dua bulan sampai < 5 tahun. Untuk anak berusia < 2 bulan, diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke arah dalam (severe chest indrawing). Bila tanda-tanda diatas terjadi pada anak, anak segera dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur infus, diberi oksigen dan sebagainya. 2.7.3. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention) Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pencegahan tersier yaitu: a. Bukan pneumonia: Jika anak batuk berlangsung selama 30 hari, rujuk untuk pemeriksaan lanjutan. b. Pneumonia: Antibiotik diberikan selama 5 hari dan ibu dianjurkan untuk kontrol anaknya setelah 2 hari atau lebih cepat bila keadaan memburuk. c. Pneumonia berat: jika anak semakin memburuk setelah pemberian kloram fenikol selama 48 jam, periksa adanya komplikasi dan ganti dengan kloksasilin ditambah gentamisin jika diduga suatu pneumonia stafilokokus.