BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Famotidin merupakan salah satu jenis obat histamin H-2 reseptor antagonis

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

FORMULASI TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCl DENGAN MATRIKS METOLOSE 90SH : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI

BAB II SISTEM MENGAPUNG (FLOATING SYSTEM)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGGUNAAN METIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL: STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI

kurang dari 135 mg. Juga tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya lebih dari180 mg dan kurang dari 120 mg.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki beberapa masalah fisiologis, termasuk waktu retensi lambung yang

SKRIPSI. Oleh: HENI SUSILOWATI K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia),

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

dapat digunakan pada krisis hipertensi seperti kaptopril (Author, 2007). Kaptopril mempunyai waktu paruh biologis satu sampai tiga jam dengan dosis

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

zat alc.if dari tablet dapat diatur mtuk tujuan tertentu (Banker &

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

PENGEMBANGAN FORMULASI TABLET MATRIKS GASTRORETENTIVE FLOATING DARI AMOKSISILIN TRIHIDRAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV

merupakan masalah umum yang menimpa hampir 35% dari populasi umum, khususnya pediatri, geriatri, pasien stroke, penyakit parkinson, gangguan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Granul merupakan sediaan multiunit berbentuk agglomerat dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat anti inflamasi non-steroid (AINS) banyak digunakan untuk terapi

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Gambar. Daftar Lampiran. Intisari... BAB I. PENDAHULUAN..1. A. Latar Belakang.1. B. Perumusan Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari.

FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI PENGHANCUR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

SKRIPSI. Oleh: HADI CAHYO K

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENGGUNAAN ETIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ilmu pengetahuan dan tuntutan dalam pemenuhan kesehatan. Maka diperlukan

Tablet Khusus. (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki beberapa keuntungan antara lain: 1) ketepatan dosis, 2) mudah cara

SKRIPSI NOVA YAUNAR SARI K Oleh :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Famotidin merupakan salah satu jenis obat histamin H-2 reseptor antagonis atau H-2 blocker untuk mengurangi sekresi asam lambung berlebih. Famotidin berikatan dengan reseptor H2 pada sel parietal (Katzung, 2002). Pada tablet famotidin konvensional diketahui bahwa bioavailabilitas famotidin oral hanya 40-45%, dengan waktu paruh eliminasi sekitar 2,5-4 jam. Tablet konvensional famotidin juga ditemukan beberapa kekurangan seperti efek samping yang ditimbulkan akibat dari akumulasi obat yang dengan dosis ganda dan juga rendahnya kepatuhan pasien (Rajesh, dkk., 2010). Sediaan tablet floating akan mengapung di lambung, penghantaran lokal ke reseptor yang terdapat pada dinding sel parietal dapat meningkatkan bioavailabilitas dan efikasi famotidin dalam menurunkan sekresi asam lambung (Jaimini, dkk., 2007). Melalui sediaan tablet lepas lambat sistem floating gastroretentive dengan frekuensi penggunaan obat yang lebih sedikit, diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat. Salah satu komponen penting dalam tablet floating yaitu menggunakan matriks yang dapat memperlambat pelepasan zat aktif dari sediaan sehingga dapat diperoleh absorpsi yang lebih lama. Hidroksipropil metilselulosa (HPMC) merupakan polimer hidrofilik nonionik yang dapat berinteraksi dengan air membentuk lapisan gel. Pembentukan gel tersebut dapat menghalangi pelepasan obat dari sediaan. HPMC memiliki kelebihan dalam hal mengendalikan pelepasan 1

2 obat, yaitu HPMC dapat membentuk lapisan gel bila kontak dengan cairan sehingga matriks sulit mengalami erosi dan obat berdifusi keluar dari matriks dengan sangat lambat. Namun HPMC memiliki kekurangan, yaitu sifat alirnya buruk karena sukar membentuk aglomerat (Iskandarsyah, dkk., 2010). Pada umumnya HPMC digunakan sebagai rate-controlling polymer, agen peningkat viskositas dan pengabsorbsi air dalam sediaan lepas lambat (Rowe, dkk., 2009). Natrium alginat merupakan matriks hidrofilik dan mampu mengembang, diikuti oleh erosi dari bentuk gel sehingga obat dapat terdisolusi dalam media air. Dalam penelitian ini, HPMC dikombinasikan dengan natrium alginat untuk memperbaiki sifat alir dari granul sebab natrium alginat memiliki ukuran partikel yang lebih besar. Natrium alginat juga dapat meningkatkan kekerasan tablet karena HPMC bersifat higroskopis sehingga menyerap air dan menyebabkan tablet menjadi lembab. Pada keadaan asam, natrium alginat akan sulit membentuk gel sehingga diperlukan matriks HPMC yang bersifat nonionik untuk membantu pembentukan gel yang dapat menahan pelepasan obat dalam lambung. Sediaan tablet lepas lambat yang dibuat dengan sistem floating effervescent membutuhkan bahan yang dapat menghasilkan gas untuk memberikan kemampuan pada tablet agar dapat mengapung. Hal ini dapat dihasilkan dengan mereaksikan natrium bikarbonat dan asam sitrat sehingga terbentuk gas CO2. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi konsentrasi optimum kombinasi kedua matriks HPMC dan natrium alginat dan pengaruhnya terhadap sifat fisik tablet floating sehingga memenuhi persyaratan yang baik.

3 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Berapakah konsentrasi optimum kombinasi HPMC K100M dan natrium alginat sebagai matriks formula optimum tablet floating famotidin yang memenuhi persyaratan sifat fisik tablet floating? 2. Bagaimanakah pengaruh kombinasi konsentrasi HPMC K100M dan natrium alginat sebagai matriks tablet floating famotidin terhadap sifat fisik tablet floating famotidin? C. Pentingnya Penelitian Dilakukan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula tablet floating famotidin yang optimum sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif obat anti tukak. Penelitian ini juga bermanfaat untuk mengetahui pengaruh kombinasi matriks HPMC K100M dan natrium alginat terhadap sifat fisik dan profil disolusi tablet floating famotidin dengan metode granulasi basah. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi formula optimum tablet floating famotidin dengan matriks kombinasi HPMC dan natrium alginat. 2. Mengidentifikasi pengaruh kombinasi HPMC K100M dan natrium alginat sebagai matriks formula tablet floating famotidin lepas lambat sistem floating gastroretentive.

4 4. Tinjauan Pustaka 1. Sistem penghantaran obat gastroretentive Sistem penghantaran gastroretentive adalah sediaan yang dirancang untuk dapat bertahan di lambung dalam waktu yang cukup lama sehingga dapat memperbaiki pengontrolan penghantaran obat yang memiliki absorbansi baik di lambung, dan meningkatkan bioavailabilitas obat (Garg dan Gupta, 2008). Sistem gastroretentive dapat diterapkan pada obat-obat yang beraksi di lambung atau bagian atas usus kecil seperti pada penyakit tukak lambung. Peningkatan bioavailabilitas diharapkan dapat terjadi pada obat yang dilepaskan di lambung. Berbagai desain sediaan dapat digunakan untuk aplikasi sistem gastroretentive diantaranya adalah sebagai berikut (Garg dan Gupta, 2008): a. Floating drug delivery system Sistem floating didasarkan pada kemampuan tablet untuk mengapung sehingga berada di lambung pada waktu yang lama, terhindar dari keceptan pengosongan lambung. FDDS terbagi atas 2 sistem yaitu sistem noneffervescent dan sistem effervescent. b. Expendable system Sediaan dengan sistem ini dapat ditelan dengan mudah dan membentuk ukuran yang lebih besar di dalam lambung akibat pembengkakan sehingga tidak dapat keluar dari pilorus dan obat akan tertahan di dalam lambung dalam waktu yang lama.

5 c. Muchoadhesive system Sistem mucoadhesive merupakan suatu sistem yang menyebabkan tablet dapat terikat pada permukaan sel epitel lambung atau mucin dan memperpanjang waktu tinggal dilambung dengan peningkatan durasi kontak antara sediaan dan membran biologis. d. High density system Sistem ini mempunyai berat jenis yang besar sehingga akan tenggelam dan tertahan pada rugae yaitu suatu tempat yang berada dekat dengan daerah pilorus lambung sehingga akan bertahan dari gerakan peristaltik lambung. 2. Floating Drug Delivery System Sistem mengapung (floating drug delivery system) merupakan sediaan yang memiliki bobot jenis dengan densitas lebih rendah dibanding cairan lambung sehingga dapat mengapung di lambung dalam waktu yang cukup lama tanpa dipengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Tablet floating dapat meningkatkan waktu retensi obat di lambung. Tablet floating merupakan formulasi yang sesuai untuk jenis obat yang bermasalah dalam hal disolusi dan/atau stabilitasnya dalam cairan usus halus, diharapkan memberikan efek lokal di lambung, serta hanya diabsorbsi di bagian atas intestin (Arunachalam, dkk., 2011). Sistem floating dapat dibagi menjadi 2 sistem, yaitu (Garg dan Gupta, 2008): a. Sistem non-effervescent Sistem ini akan mengembang ketika kontak dengan cairan lambung. Salah satu metode formulasi sistem ini yaitu menggunakan gel yang dapat

6 membengkak ketika kontak dengan cairan lambung saat ditelan dan mempertahankan bentuk dan kerapatan bulk kurang dari satu, udara yang terperangkap oleh polimer yang membengkak memberi daya apung pada sediaan ini. Eksipien yang sering digunakan adalah bahan yang memiliki kemampuan untuk mengembang yang tinggi seperti HPMC, karbopol, polivinil asetat, natrium alginat, kalsium klorida, polietilen oksida, dll. b. Sistem effervescent Sistem ini memanfaatkan reaksi effervescent yang terjadi antara asam (asam sitrat ataupun cairan asam lambung-hcl) dan basa (NaHCO3) sehingga menghasilkan gas CO 2 yang dapat menurunkan densitas tablet. Perbandingan komponen asam sitrat dan natrium bikarbonat yang optimal adalah 0,76:1 (Shah dkk., 2009). Pembentukan sistem mengapung dalam sistem effervescent dikendalikan oleh 2 komponen yaitu gas-generating agent dan pembentuk gel penghambat. Sistem ini menggunakan polimer yang dapat mengembang seperti HPMC. Ketika sediaan bertemu dengan cairan lambung yang bersifat asam, matriks polimer akan mengembang membentuk lapisan gel, cairan lambung akan menembus lapisan gel dan bereaksi dengan basa yang terdispersi pada matriks yang telah mengembang sehingga menghasilkan gas CO2. Gas CO2 akan terperangkap oleh lapisan gel sehingga menurunkan densitas sediaan menjadi lebih rendah dibanding densitas cairan lambung dan menyebabkan sediaan dapat mengapung dalam cairan lambung. Mekanisme sistem floating dapat dilihat pada gambar 1.

7 Gambar 1. Tablet floating dengan sistem effervescent (Arunachalam, dkk., 2011) Bentuk sistem floating banyak diformulasi dengan menggunakan matriks-matriks hidrofilik karena saat polimer berhidrasi, intensitasnya menurun akibat matriks yang mengembang, dan dapat menjadi gel penghalang dipermukaan bagian luar (Sulaiman, dkk., 2007). 3. Tablet lepas lambat Tablet lepas lambat dirancang untuk melepaskan zat aktif dengan cara yang telah ditentukan selama periode yang diperpanjang (Allen, dkk., 2011). Sediaan lepas lambat yang digunakan peroral dapat dikelompokkan menjadi beberapa yaitu (Shargel dan Yu, 2016): a. Extended release drug products Extended release merupakan bentuk sediaan yang memungkinkan pengurangan frekuensi pemberian dosis sebanyak dua kalinya dibandingkan sediaan konvensional. Sediaan extended release dapat dibagi beberapa yaitu: 1) Sustained release Dirancang untuk melepaskan suatu dosis terapi awal obat (loading dose) secara tepat yang diikuti pelepasan obat yang lebih lambat dan

8 konstan. Kecepatan pelepasan obat dirancang sedemikian rupa agar jumlah obat yang hilang dari tubuh karena eliminasi diganti secara konstan. Keunggulannya adalah dihasilkan kadar obat dalam darah yang merata tanpa perlu mengulangi pemberian dosis. 2) Prolonged action Dirancang untuk melepaskan obat secara lambat dan memberi suatu cadangan obat secara terus-menerus selama selang waktu yang panjang, mencegah absorbsi yang sangat cepat yang dapat mengakibatkan konsentrasi puncak obat dalam plasma yang sangat tinggi. 3) Controlled release Menunjukkan bahwa pelepasan obat dari sediaan terjadi sesuai dengan yang direncanakan, dapat diramalkan dan lebih lambat dari biasanya. Kurva hubungan antara kadar obat dalam darah terhadap waktu dari berbagai sistem pelepasan obat dapat dilihat pada gambar 2. Obat konvensional hanya memberikan kadar puncak tunggal dan sementara, kemudian akan tereleminasi dalam waktu yang cepat. Pada sistem sustained release memberikan pelepasan yang lebih bertahan lama. Pada sistem prolonged action, obat dilepaskan secara lambat, dan lebih terprediksi dengan waktu yang lebih lama.

9 Gambar 2. Kurva konsentrasi obat untuk obat konvensional, sustained release, dan controlled release (Karna, dkk., 2015) b. Delayed release drug products Delayed release drug products merupakan bentuk sediaan yang melepaskan obat pada beberapa waktu yang terpisah. Pelepasan yang berurutan ini diatur oleh suatu time barier atau enteric coating. c. Targeted release drug products Targeted release drug products merupakan bentuk sediaan yang dapat menempatkan obat dekat pada daerah reseptor. d. Orally disintegrating tablets (ODTs) ODT merupakan bentuk sediaan yang dapat dengan segera pecah dalam air liur setelah pemberian, obat terdispersi dalam air liur dan ditelan sedikit demi sedikit tanpa air. 4. Matriks Matriks merupakan pembawa yang terdapat di dalam obat dan tercampur secara merata. Matriks dibagi menjadi 3, yaitu (Lachman, dkk., 1994): a. Matriks tidak larut (inert) Polimer inert yang tidak larut seperti polietilen, polivinil klorida, kopolimer akrilat, dan etilselulosa digunakan sebagai dasar untuk banyak

10 formula di pasaran. Pelepasan obat tergantung kemampuan penetrasi cairan ke dalam matriks untuk mendorong permease matriks oleh air yang menyebabkan disolusi dan difusi obat dari saluran-saluran yang dibentuk dalam matriks tersebut. b. Matriks tidak larut (terkikis) Matriks ini mengontrol pelepasan obat melalui difusi pori dan erosi. Bahan yang termasuk dalam golongan matriks tidak larut yang terkikis adalah asam stearat, stearil, alkohol, malam carnauba dan polietilen glikol. c. Matriks hidrofilik Sistem ini mampu mengembang dan diikuti oleh erosi dari bentuk gel sehingga obat dapat terdisolusi dalam media air. Matriks hidrofilik diantaranya adalah metil selulosa, hidroksietil selulosa, hidroksipropil metilselulosa, natrium karboksimetilselulosa, natrium alginat, xanthan gum dan karbopol. Bila bahan-bahan tersebut kontak dengan air, maka akan terbentuk lapisan matriks terhidrasi. Bagian luar dari lapisan tersebut akan mengalami erosi sehingga menjadi terlarut. 5. Metode pembuatan tablet Metode pembuatan tablet ada 3 metode yaitu metode kempa langsung, metode granulasi basah, dan metode granulasi kering (Allen, dkk., 2011). a. Metode kempa langsung Metode cetak langsung digunakan untuk bahan-bahan yang memiliki sifat alir yang baik sebagaimana juga sifat-sifat kohesifnya yang

11 memungkinkan untuk langsung dikompresi dalam mesin tablet tanpa memerlukan granulasi basah atau kering. b. Metode granulasi basah Granulasi basah adalah proses dimana suatau cairan ditambahkan pada serbuk dalam sebuah bejana yang dilengkapi pengaduk yang akan menghasilkan aglomerat atau granul. Dalam granulasi basah, bahan pengikat umumnya cukup untuk mengikat dalam penambahan yang sedikit (Bandelin, 1980). Metode granulasi basah merupakan metode yang paling sering digunakan dalam memproduksi tablet kompresi. Teknik ini membutuhkan larutan, suspensi, atau bubur yang mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan ke campuran serbuk. Metode granulasi basah digunakan untuk memperbaiki sifat alir dari granul. c. Metode granulasi kering Metode granulasi kering adalah dengan slugging, granul dibentuk oleh pelembaban atau penambahan bahan pengikat ke dalam campuran serbuk obat tetapi dengan cara memadatkan massa yang jumlahnya besar dari campuran serbuk, kemudian memecahkannya menjadi granul yang lebih kecil. Metode ini khususnya untuk bahan-bahan yang tidak dapat diolah dengan metode granulasi basah karena kepekaannya terhadap uap air dan suhu. Pada pembuatan tablet floating famotidin ini digunakan metode granulasi basah yang diharapkan dapat memperbaiki kualitas sifat alir granul.

12 6. Verifikasi metode analisis Verifikasi metode uji adalah konfirmasi ulang dengan cara menguji suatu metode dengan melengkapi bukti-bukti yang obyektif, apakah metode tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan. Verifikasi sebuah metode uji bermaksud untuk membuktikan bahwa laboratorium yang bersangkutan mampu melakukan pengujian dengan metode tersebut dengan hasil yang valid. Beberapa parameter yang diuji dalam verifikasi metode adalah akurasi, presisi, LoD dan LoQ (Riyanto, 2014). a. Presisi Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Presisi ditentukan melalui nilai standar deviasi relatif (RSD) atau koefisien variasinya (CV) (Riyanto, 2014). Standar deviasi relatif umumnya dinyatakan dalam persen. RSD dirumuskan dengan persamaan 1. b. Akurasi RSD = Keterangan: RSD = Relative Standard Deviation (%) SD = Standard Deviation = rata-rata Akurasi menyatakan kedekatan nilai pengukuran dengan nilai sebenarnya. Akurasi metode analisis famotidin dilihat dari nilai perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Riyanto, 2014). Persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang

13 sebenarnya. Perhitungan persentase perolehan kembali dapat dilihat pada persamaan 2. % Perolehan kembali = Keterangan: A = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan baku B = konsentrasi sampel sebelum penambahan baku C = konsentrasi baku yang ditambahkan c. LoD (limit of detection) dan LoQ (limit of quantification) LoD atau batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Perhitungan batas deteksi dapat dilihat pada persamaan 3. LoQ atau batas kuantitasi adalah konsentrasi terendah analit dalam sampel yang dapat diterima dibawah kondisi yang disepakati. Uji batas kuantitasi dilakukan dengan menghitung data dari kurva kalibrasi. Perhitungan batas kuantitasi dapat dilihat pada persamaan 4. Batas deteksi = Batas kuantitasi = Keterangan: S(y/x) = simpangan baku residual b = slope 7. Pemeriksaan kualitas granul a. Uji pengetapan Pengukuran sifat alir dengan metode pengetapan dilakukan dengan menggunakan tapping device. Hasil uji pengetapan didapatkan dengan mengamati perubahan volume sebelum pengetapan (Vo) dan volume setelah

14 konstan (Vt) (Sulaiman,2007). Perhitungan indeks pengetapan dapat dilihat dari persamaan 5. T (%) = (5) Keterangan: T = Indeks pengetapan (%) Vo = Volume awal serbuk sebelum perlakuan (ml) Vt = Volume serbuk akhir (ml) b. Uji daya serap granul Daya serap granul berpengaruh pada waktu hancur tablet. Faktor yang mempengaruhi penetrasi medium adalah porositas tablet dimana tergantung pada kompresi dan kemampuan penyerapan air dari material yang dipakai. Bahan penghancur berfungsi diantaranya melalui proses pengembangan, reaksi kimia maupun secara enzimatis setelah air masuk ke dalam tablet (Boyland, 2002). 8. Pemeriksaan kualitas fisik tablet a. Uji keragaman bobot Untuk menjamin konsistensi satuan sediaan, masing-masing satuan dalam bets harus mempunyai kandungan zat aktif dalam rentang sempit yang mendekati kadar yang tertera pada etiket. Keseragaman sediaan didefinisikan sebagai derajat keseragaman jumlah zat aktif dalam satuan sediaan. Uji keseragaman sediaan ditetapkan dengan salah satu dari dua metode, yaitu keragaman bobot dan keseragaman kandungan (Departemen Kesehatan, 2014). Dihitung jumlah zat aktif dari tablet yang dinyatakan dalam persen jumlah yang tertera pada etiket dari hasil penetapan kadar masing-masing tablet, lalu dihitung nilai penerimaan yang dinyatakan pada persamaan 6.

15 (6) Tablet dapat dinyatakan seragam ketika memenuhi syarat bahwa nilai penerimaan 10 unit sediaan tidak kurang atau sama dengan L1%. Jika nilai NP maka dilakukan pengujian pada 20 sediaan tambahan dan dihitung nilai penerimaan. Memenuhi syarat jika nilai penerimaan akhir dari 30 unit sediaan lebih kecil atau sama dengan L1% dan tidak ada satu unit pun kurang dari [1- (0,01)(L2)]M atau tidak satu unit pun lebih dari [1+(0,01)(L2)]M. Kecuali dinyatakan lain L1 adalah 15,0 dan L2 adalah 25,0 (Departemen Kesehatan, 2014). b. Uji kekerasan tablet Kekerasan merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadinya keretakan tablet selama pembungkusan, pengangkutan dan pemakaian. Alat penguji kekerasan tablet yang digunakan adalah Hardness Tester. c. Uji kerapuhan tablet Keregasan atau kerapuhan tablet merupakan tolak ukur ketahanan tablet terhadap abrasi permukaan selama penanganan dan pengemasan. Persentase kerapuhan dilihat dari selisih bobot tablet sebelum dan sesudah dilakukan uji pada alat friability tester. Nilai friabilitas yang dikehendaki adalah sebesar 1% atau kurang untuk tablet konvensional. Perhitungan persentase kerapuhan dapat dilihat pada persamaan 7.

16 7) Keterangan: M1 = bobot tablet rata-rata awal M2 = bobot tablet rata-rata akhir d. Uji disolusi Disolusi adalah proses pelarut memasuki suatu zat solid sehingga menghasilkan suatu larutan. Bentuk sediaan farmasetik solid akan terlepas dari sediaannya dan mengalam disolusi dalam medium biologis, diikuti dengan absorbsi zat aktif ke dalam sirkulasi sistemik dan menghasilkan respon klinis (Siregar dan Wikasa, 2010). Uji disolusi digunakan untuk mengetahui profil obat secara in-vitro, dimana tablet dimasukkan dalam alat dissolution tester berisi medium disolusi. Melalui uji disolusi, dapat diketahui profil farmakokinetik obat dalam tubuh. Alat yang digunakan dalam uji ini didasarkan pada metode yang terdapat pada USP yang mencakup monografi volume yang dipakai, kecepatan (rpm) dan batas waktu (Lachman dkk., 1994). Beberapa alat disolusi yang umum digunakan yaitu (Departemen Kesehatan, 2014): 1) Alat 1 (tipe keranjang) Alat terdiri dari sebuah wadah bertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, sebuah motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor, dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai, berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu di dalam wadah pada 37 o ±0,5 o

17 selama pengujian berlangsung dan menjaga agar pergerakan air dalam tangan air halus dan tetap. 2) Alat 2 (tipe dayung) Sama seperti Alat 1, kecuali pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai diputar. Pemberat (sinker) dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan. 3) Alat 3 (silinder kaca bolak-balik) Alat terdiri dari satu rangkaian labu kaca beralas rata bebentuk silinder, rangkaian silinder kaca yang bergerak bolak balik, penyambung inert dari baja tahan karat dan kaca polipropilen yang terbuat dari bahan yang sesuai, inert dan tidak mengabsorbsi, dirancang untuk menyambungkan bagian atas dan alas silinder yang bergerak bolak- balik. 4) Alat 4 (sel yang dapat dialiri) Alat terdiri dari sebuah wadah dan sebuah pompa untuk media disolusi, sebuah sel yang dapat dialiri, sebuah tangas air yang dapat mempertahankan suhu media disolusi pada 37 o ±0,5 o. Ukuran sel dinyatakan dalam masing-masing monografi. Untuk mengetahui kecepatan pelarutan suatu zat atau sediaan dapat dilakukan uji disolusi dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut:

18 1) Metode klasik Metode ini menunjukkan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu t. Karena metode ini hanya menyebutkan 1 titik saja, maka proses yang terjadi di luar titik tersebut tidak diketahui. Titik tersebut menyatakan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu tertentu. 2) Metode Khan (Khan, 1975) Metode ini dikenal dengan konsep dissolution efficiency (DE). Disolusi efisiensi dapat diasumsikan sebagai rentang nilai terhadap interval waktu untuk diinterpretasikan, sehingga dapat diketahui seberapa efektif proses disolusi berlangsung dengan asumsi bahwa zat terlarut selanjutnya akan mengalami proses penyerapan, maka DE juga menggambarkan efektifitas penyerapan obat dalam tubuh. Nilai DE dapat dihitung menggunakan persamaan 8. DE =...(8) 3) Metode Wagner Metode ini dapat menghitung tetapan kecepatan pelarutan (k) dengan berdasarkan pada asumsi bahwa kondisi percobaan dalam keadaan sink, proses pelarutan mengikuti orde satu, luas permukaan spesifik turun secara eksponensial terhadap waktu. Pada sediaan sustained release dilakukan pegamatan pelepasan obat di berbagai waktu yaitu pada menit ke-120, 240, dan 480. L 120 menyatakan jumlah persentase obat yang terdisolusi pada menit ke-120. L240 menyatakan jumlah persentase obat yang terdisolusi pada menit ke-240. L480 menyatakan jumlah

19 persentase obat yang terdisolusi pada menit ke-480. Pelepasan dapat dinyatakan baik jika L120 berada pada rentang 20-50%, L240 pada rentang 45-75% dan L480 lebih besar dari 75% (Akbar, dkk., 2012) Similarity factor (f 2) dapat menggambarkan kedekatan antara dua formulasi dan merupakan metode paling sederhana untuk menginvestigasi perbandingan profil disolusi, reliable, dan merupakan metode yang telah disetujui oleh badan regulator internasional, misalnya Food and Drug Administration (FDA) dan European Medicines Agency (EMEA) (Sulaiman, 2014). Jika nilai f2 sebesar 50 atau lebih (50-100) maka kedua formula memiliki profil disolusi yang sebanding atau ekivalen. Jika nilai f 2 = 100 maka dapat dikatakan bahwa kedua formula memiliki profil disolusi yang identik. Perhitungan f2 dapat dilihat pada persamaan 9. Keterangan: f 2 = kesebandingan profil disolusi Rt = persen obat terlarut innovator Tt = persen obat terlarut selain innovator e. Uji swelling index Swelling merupakan suatu sistem dimana tablet membengkak jika kontak dengan cairan lambung. Polimer yang digunakan adalah polimer yang dapat mempertahankan sediaan untuk tetap di lambung dengan jangka waktu yang lama dan melepaskan obat secara perlahan tanpa mempengaruhi sediaan. Uji daya mengembang dilakukan untuk mengetahui kekuatan mengembang sediaan dengan polimer tertentu dalam medium asam sehingga

20 dapat membentuk lapisan gel yang bulk (Lhodiya, dkk., 2009). Kemampuan mengembang dihitung dengan persamaan 10. ) Keterangan: S = Daya mengembang (%) W1 = Berat tablet sebelum mengembang W2 = Berat tablet sesudah mengembang f. Uji floating lag time dan total floating time Uji floating lag time menggambarkan kecepatan mengapung tablet pada medium disolusi sesuai dengan kondisi tablet di dalam lambung. Total floating time adalah lamanya suatu tablet dapat mengapung. Semakin lama sediaan mengapung, maka semakin lama sediaan dapat bertahan di lambung (Abdul dan Lila, 2011). 9. Pemerian bahan a. Famotidin Famotidin juga dikenal dengan nama [1-Amino-3[[[2- [(diaminometilen)amino]-4-tiazolil]-metil]tio]propiliden]sulfamida [76824-35-6] dengan rumus molekul C 8H 15N 7O 2S 3. Struktur famotidin ditunjukkan pada gambar 3. Gambar 3: Struktur molekul Famotidin

21 Famotidin mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0% C8H15N7O2S3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Departemen Kesehatan, 2014). Famotidin merupakan antagonis histamin reseptor H2 yang yang kuat dan sangat selektif di permukaan sel-sel parietal, sehingga efektif dalam mengurangi sekresi asam lambung. Famotidin digunakan untuk pengobatan tukak lambung atau usus dan keadaan hipersekresi yang patologis, misalnya sindrom Zollinger Ellison, juga mengurangi kekambuhan tukak duodenum (Katzung, 2002). Dosis famotidin secara oral adalah 40 mg sekali sehari pada waktu tidur atau 20 mg dua kali sehari. Panjang gelombang maksimum spektrum UV famotidin dalam asam encer adalah 265 nm dan dalam basa adalah 286 nm (Moffat, 1986). Bioavailibilitas pemakaian oral famotidin memiliki bioavailibilitas yang rendah (40-45%) dengan waktu paro eleminasi yang pendek (2,5-4 jam). Pengobatan oral penyakit lambung dengan antagonis H2 seperti famotidin memungkinkan penghantaran lokal ke reseptor yang terdapat pada dinding sel parietal. Penghantaran lokal akan meningkatkan bioavailibilitas obat pada daerah reseptor di dinding asam lambung dan meningkatkan efikasi obat dalam menurunkan sekresi asam lambung (Jamini, dkk., 2007). b. Hidroksipropil metilselulosa (HPMC) HPMC merupakan turunan dari metilselulosa yang memiliki ciri-ciri serbuk atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa. Sangat sukar larut dalam

22 eter, etanol atau aseton. Dapat mudah larut dalam air panas dan akan segera menggumpal membentuk koloid (Rogers, 2009). HPMC merupakan polimer glukosa yang panjang dan tersubtitusi dengan hidroksipropil dan metil pada gugus hidroksinya, sehingga HPMC dapat berinteraksi dengan air membentuk gel. Semakin panjang rantai polimer dapat menyebabkan pembentukan lapisan gel yang makin tebal, sehingga penghalang yang harus dilewati zat aktif obat dalam berdifusi keluar dari matrik semakin sulit (Buang, 2006). Struktur HPMC dapat dilihat pada gambar 4. Gambar 4. Struktur HPMC (Rogers, 2009) Sifat swelling dan kelarutan HPMC tergantung pada berat molekul, derajat substitusi cross-linking dan grafting. Pembentukan lapisan gel adalah hal yang penting untuk pelepasan obat dari sistem HPMC. Pada keadaan awal HPMC membentuk seperti kaca (glassy state), akibat penetrasi air kedalam sediaan maka terjadi penurunan tegangan HPMC. Pada suatu konsentrasi air tertentu maka polimer mengalami transisi dari glassy state menjadi rubbery state sehingga terjadi peningkatan mobilitas cincin makromolekul sehingga koefisien difusi obat lebih besar (Bodmeier dan Siepmann, 1999). Untuk mempercepat pembasahan tablet diperlukan eksipien yang bersifat hidrofilik

23 (HPMC) yang akan mempercepat kontak dengan medium sehingga meningkatkan kecepatan pelarutan. HPMC terdiri dari berbagai jenis dengan viskositas yang berbeda. Beberapa HPMC yang dapat ditemui di pasaran misalnya HPMC E50LV, K100LV, K4M, K15M, dll. Angka tersebut menunjukkan nilai viskositas seperti dapat dilihat pada HPMC K100M berarti memiliki viskositas 100.000 cps. c. Natrium alginat Natrium alginat memiliki rumus molekul (C6H7O6Na)n. Natrium alginat mempunyai pemerian halus, berwarna putih hingga kekuningan, berbentuk tepung atau serat, hamper tidak berbau dan berasa dengan kadar abu yang tinggi, disebabkan adanya unsur natrium. Kandungan air yang tinggi disebabkan oleh pengaruh garam yang bersifat higroskopis. Kandungan air dalam alginat bervariasi bergantung pada kelembapan relative dari lingkungannya (Yunizal, 2004). Natrium alginat larut dalam air dan mengental (larutan koloid), tidak larut dalam alkohol dan larutan hidroalkoloid dengan kandungan alkohol lebih dari 30%, dan tidak larut dalam khloroform, eter dan asam dengan ph kurang dari 3 (National Research Council, 1981) Natrium alginat merupakan polisakarida alami yang dapat diperoleh dari ekstraksi ganggang coklat. Natrium alginat sebagai matriks hidrofilik pada sediaan lepas lambat mampu membentuk gel dengan viskositas yang tinggi sehingga dapat menjadi suatu rintangan alami untuk terjadinya difusi obat dari tablet dan pada akhirnya menyebabkan pelepasan obat menjadi lambat.

24 d. Natrium bikarbonat Natrium bikarbonat memiliki rumus molekul NaHCO3 dengan pemerian serbuk putih atau hablur monoklin kecil, tidak berbau, rasa asin, memiliki bobot molekul sebesar 84,01. Natrium bikarbonat larut dalam 11 bagian, praktis tidak larut dalam etanol (95%) P. Natrium bikarbonat merupakan zat pengalkali yang memberikan ion bikarbonat. Bikarbonat merupakan komponen basa konjugat dari buffer ekstraselular yang penting dalam tubuh yaitu buffer asam karbonat dan bikarbonat (Departemen Kesehatan, 2014). e. Asam sitrat Asam sitrat atau juga bisa dikenal dengan nama acidum citricum, memiliki pemerian berupa hablur bening tidak berwarna atau serbuk hablur granul sampai halus, putih, tidak berbau atau praktis tidak berbau, rasa sangat asam, bentuk hidrat mekar dalam udara kering. Kelarutan sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol, sukar larut dalam ester. Asam sitrat berbentuk anhidrat atau mengandung satu molekul air. Mengandung tidak kurang dari 99,5 % dan tidak lebih dari 100,5 % C 6H 8O 7, dihitung terhadap zat anhidrat (Departemen Kesehatan, 2014). f. Magnesium stearat Magnesium stearat merupakan senyawa magnesium dengan campuran asam-asam organik padat yang diperoleh dari lemak, terutama terdiri dari magnesium stearat dan magnesium palmitat dalam berbagai perbandingan. Mengandung setara dengan tidak kurang dari 6,8% dan tidak lebih dari 8,3%

25 MgO. Magnesium stearat memiliki pemerian berupa serbuk halus, putih, licin dan mudah melekat pada kulit, bau lemah khas. Kelarutan praktis tidak larut dalam air, dalam etanol (95%) P dan dalam eter P (Departemen Kesehatan, 2014). Magnesium stearat banyak digunakan pada bidang makanan, kosmetik, serta formulasi sediaan farmasi sebagai pelicin pada konsentrasi 0,25 5% w/w (Allen dan Luner, 2009). g. Avicel PH 102 Avicel merupakan mikrokristalin selulosa dengan pemerian berupa serbuk kristalin berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa, tersusun atas partikel-partikel berpori dan bersifat higroskopis. Avicel digunakan sebagai bahan pengisi untuk memenuhi bobot tablet yang diharapkan. Avicel yang digunakan yaitu avicel PH 102, karena avicel PH 102 berbentuk granul dengan sifat alir yang baik sehingga menghasilkan tablet dengan kekerasan yang memenuhi syarat. h. Amilum manihot Amilum manihot memiliki pemerian berupa serbuk halus, putih, tidak berbau, tidak berasa, dengan kelarutan yaitu praktis tidak larut dalam air dingin dan etanol 95% dingin. Amilum mengembang cepat dalam air pada suhu 37 C. Amilum adalah jenis polisakarida yang banyak terdapat di alam, yaitu sebagian besar tumbuhan terdapat pada umbi, daun, batang, dan biji-bijian (Departemen Kesehatan, 2014).

26 F. Landasan Teori Famotidin merupakan salah satu jenis obat histamin antagonis reseptor H-2 atau H-2 blocker. Famotidin umumnya diresepkan pada penderita tukak lambung, sindrom Zollinger-Ellison, untuk mengurangi sekresi asam lambung berlebih dengan cara mem-blok kerja dari histamin atau berkompetisi dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 pada sel parietal. Pengobatan efektif umumnya membutuhkan 20 mg Famotidin dan dikonsumsi sebanyak 2 kali dalam sehari, tablet konvensional famotidin dengan dosis 20 mg hanya dapat menghambat sekresi dari asam lambung selama 5 jam, tetapi tidak untuk 10 jam. Famotidin dengan dosis 40 mg dapat mengakibatkan fluktuasi dari plasma. Juga diketahui bahwa bioavailabilitas famotidin oral hanya 40-45%, dengan waktu paruh eliminasi sekitar 2,5-4 jam, sehingga sediaan lepas lambat famotidin diharapkan dapat memberikan solusi yang baik (Sankar, dkk., 2011). Sediaan tablet floating akan mengapung di lambung dan dapat digunakan untuk meningkatkan efikasi famotidin dalam mengobati penyakit lambung (Jaimini, dkk., 2007). Matriks hidroksipropil metilselulosa (HPMC) merupakan polimer hidrofilik yang dapat membentuk lapisan hidrogel yang viskositasnya tinggi bila kontak dengan medium sehingga menyebabkan tablet dapat mengapung, juga dapat memperlambat penetrasi air dan bertindak sebagai penghalang untuk melepaskan obat (Saigal, dkk., 2009). Natrium alginat yang merupakan matriks hidrofilik mampu mengembang dan diikuti oleh erosi dari bentuk gel sehingga obat dapat terdisolusi dalam media air.

27 Natrium alginat jika dikombinasikan dengan HPMC akan mengakibatkan viskositas dari gel meningkat dan mampu menghambat difusi zat aktif melalui matriks (Choi, dkk., 2002). Natrium alginat memiliki ukuran partikel yang besar sehingga dapat memperbaiki sifat alir dari HPMC. HPMC yang bersifat higroskopis sehingga dapat menarik air dan menyebabkan tablet menjadi lembab, oleh karena itu diperlukan natrium alginat untuk meningkatkan kekerasan tablet. Natrium alginat sulit terbentuk bentuk gel pada suasana asam dengan ph dibawah 3,7, sehingga diperlukan matriks HPMC yang bersifat nonionik untuk membantu pembentukan gel yang menjadi barrier penghalang agar obat dapat terlepas secara lambat dalam lambung (McHugh, 2003). Menurut Rowe (2009), HPMC dapat digunakan sebagai matriks yang dapat menghambat pelepasan obat jika digunakan pada jumlah 10-80% dari bobot total tablet. HPMC pernah diteliti pada formulasi tablet floating ofloxacin, dalam penelitian tersebut penggunaan HPMC pada konsentrasi 30% menghasilkan floating lag time 5 detik dan pelepasan obat bertahap selama kurang dari 10 jam. Jumlah kumulatif obat yang terlepas sebesaar 80% (Padmavathy, dkk., 2011). Penelitian pada tablet floating lamivudine menyimpulkan bahwa kombinasi HPMC dengan konsentrasi 40% dan natrium alginat 20% memberikan fomula optimum yang menghasilkan floating lag time kurang dari 50 detik dan total floating time lebih dari 24 jam (Rao, dkk., 2013). Penelitian pada tablet floating metoprolol succinate menyimpulkan bahwa kombinasi HPMC K100M dengan konsentrasi 20% dan natrium alginat dengan konsentrasi 10% memberikan fomula optimum yang menghasilkan floating lag

28 time antara 20 hingga 80 detik dan melepaskan obat sebesar 100% pada jam ke-12 (Thulluru, dkk., 2015). Sediaan tablet lepas lambat yang dibuat dengan sistem floating effervescent membutuhkan bahan yang dapat menghasilkan gas untuk memberikan kemampuan pada tablet agar dapat mengapung. Hal ini dapat dihasilkan dengan menambahkan bahan berupa gabungan natrium bikarbonat dan asam sitrat. Metode yang digunakan dalam membuat sediaan tablet floating adalah granulasi basah. Dalam metode granulasi basah, diharapkan dapat memperbaiki sifat alir dari granul sehingga dapat diperoleh tablet yang homogen. G. Hipotesis 1. Kombinasi HPMC dan natrium alginat pada jumlah HPMC 20-40% dan natrium alginat 10-20% dari bobot tablet dapat menghasilkan formula optimum tablet floating famotidin dengan metode Simplex Lattice Design. 2. Peningkatan jumlah HPMC akan menurunkan floating lag time dan meningkatan total floating time dan menghambat pelepasan obat, peningkatan natrium alginat akan menurunkan kerapuhan meningkatkan kekerasan. Kombinasi konsentrasi HPMC dan natrium alginat sebagai matriks dapat memperbaiki sifat alir granul.