6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Balita Menurut Marimbi (2010) balita adalah anak di bawah usia 5 tahun. Masa ini merupakan periode kehidupan yang ditandai dengan perkembangan motorik, kognitif dan sosial yang sangat cepat. Bersamaan dengan pesatnya pertumbuhan dan perkembangan pada masa balita, semakin meningkat juga resiko untuk terkena penyakit menular karena karakteristik usia balita adalah tergantung dengan lingkungan (Sunartyo, 2007). Masa ini merupakan dasar periode kehidupan yang sesungguhnya karena pada saat ini banyak pola perilaku, sikap dan pola ekspresi emosi terbentuk. Untuk itu berbagai sistem tubuh yang membantu proses pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini harus diperhatikan, antara lain masalah kesehatan, gizi dan imunitas. Sistem imun pada bayi sangat penting terutama pada satu tahun pertama dikarenakan pada usia ini bayi akan beradaptasi dengan lingkungan eksternal baru ( post natal) yang sebelumnya berada pada lingkungan uterin (pre natal) dan sistem imun yang sebelumnya bergantung pada ibu secara intrauterin. Imunisasi pada bayi digunakan sebagai benteng tubuh dan membuatnya kebal terhadap berbagai penyakit yang membahayakan (Depkes, 2010). Balita terjadi proses pertumbuhan tubuh dan otak yang sangat pesat dalam pencapaian keoptimalan fungsinya. Periode tumbuh kembang anak adalah masa balita, karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan kemampuan berbahasa, kreatifitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya (Supartini, 2004). 6
7 Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan. Disamping masa keemasan, masa balita merupakan masa yang kritis, apabila kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi, sehingga pada masa ini pemenuhan kebutuhan nutrisi merupakan hal yang sangat penting. Dalam mendukung proses tersebut perlu diberikan makanan tambahan (PMT) yang dimulai sejak bayi berusia 6 bulan. Ketentuan PMT harus memenuhi syarat kebutuhan nutrisi balita (Depkes, 2010). 2.2. Posyandu Balita 2.2.1. Pengertian Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan salah satu bentuk Upaya kesehatan bersumber Daya Manusia (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Posyandu yang terintegrasi adalah kegiatan pelayanan sosial dasar keluarga dalam aspek pemantauan tumbuh kembang balita (Kemenkes RI, 2012). Posyandu balita merupakan salah satu wujud peran serta masyarakat dalam pembangunan di bidang kesehatan. Posyandu memiliki peran yang sangat penting dalam sistem penyelenggaraan pelayanan dasar untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan merupakan lini terdepan dari deteksi dini tumbuh kembang balita yang dilakukan oleh masyarakat.
8 2.2.2. Tujuan Menurut Depkes RI (2010) tujuan Posyandu adalah: a. Mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak. b. Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu. c. Mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Dan Sejahtera d. Meningkatkan kemampuan masyarakat mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan lain yang menunjang peningkatan hidup sehat. 2.2.3. Sasaran Sasaran kegiatan Posyandu menurut Depkes (2010) adalah meliputi: a. Bayi berusia kurang dari 1 tahun dan balita (1-5 tahun) b. Ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan Wanita Usia Subur (WUS) 2.2.4. Lokasi a. Berada di tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat b. Ditentukan oleh masyarakat itu sendiri c. Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan di rumah penduduk, balai rakyat, pos RT, RW atau pos lainnya (Zulkifli, 2008). 2.2.5.Penyelenggara a. Pelaksana Kegiatan Posyandu Pelaksana posyandu adalah anggota masyarakat yang telah dilatih menjadi kader kesehatan setempat di bawah bimbingan Puskesmas b. Pengelola Posyandu Pengelola posyandu adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari kader PKK, tokoh masyarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang ada di wilayah tersebut (Depkes, 2010).
9 2.2.6. Langkah Pembentukan Posyandu Langkah pembentukan Posyandu menurut Depkes (2010) meliputi; a. Pertemuan lintas program dan lintas sektoral tingkat kecamatan. b. Survey mawas diri yang dilaksanakan oleh kader PKK di bawah bimbingan teknis unsur kesehatan. c. Musyawarah masyarakat desa membicarakan hasil survey mawas diri, sarana dan prasarana posyandu, serta biaya posyandu. d. Pemilihan, pelatihan, pembinaan dan pengawasan kader Posyandu. 2.2.7. Bentuk Kegiatan Menurut Depkes RI (20 10) kegiatan Posyandu terdiri atas lima kegiatan (Panca Krida Posyandu) sebagai berikut: a. Kesehatan Ibu dan Anak 1) Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, melahirkan dan menyusui, serta bayi, anak balita dan anak prasekolah. 2) Penyuluhan kesehatan meliputi berbagai aspek dalam mencapai tujuan program KIA. 3) Memberikan nasehat tentang makanan guna mencegah gizi buruk karena kekurangan protein dan kalori, serta bila ada pemberian makanan tambahan vitamin dan mineral. 4) Pemberian nasehat tentang perkembangan anak dan cara stimulasinya. b. Bentuk pelayanan; Pemberian pil tambah darah (ibu hamil), pemberian vitamin A dosis tinggi (bulan vitamin A pada bulan Pebruari dan Agustus), Pemberian Makanan Tambahan (PMT), lmunisasi dan penimbangan balita.. c. Keluarga Berencana 1) Pelayanan keluarga berencana kepada Pasangan Usia Subur 2) Cara-cara penggunaan pil, kondom dan sebagainya. 3) Imunisasi
10 d. Peningkatan gizi 1) Memberikan pendidikan gizi kepada masyarakat. 2) Memberikan kapsul vitamin A kepada balita. 3) Memberikan makanan tambahan yang mengandung protein dan kalori cukup kepada balita dan kepada ibu yang menyusui. e. Penanggulangan Diare (pemberian oralit dan pengobatan diare). Lima kegiatan Posyandu dalam pelaksanaannya dikenal dengan istilah lima meja, yaitu; 1) Meja I : pendaftaran 2) Meja II : penimbangan 3) Meja III: pencatatan 4) Meja IV: penyuluhan dan konseling 5) Meja V : pelayanan kesehatan oleh petugas kesehatan Lima program posyandu selanjutnya dikembangkan menjadi tujuh kegiatan Posyandu (Sapta Krida Posyandu), yaitu; 1). Kesehatan Ibu dan Anak; 2). Keluarga Berencana; 3). Immunisasi; 4). Peningkatan Gizi; 5). Penanggulangan Diare; 6). Sanitasi Dasar dan 7). Penyediaan Obat essensial (Zulkifli, 2008). 2.2.8. Kader Posyandu a. Pengertian Banyak para ahli mengemukakan mengenai pengertian kader kesehatan; 1) Gunawan (2008) memberikan batasan tentang kader kesehatan bahwa kader kesehatan dinamakan juga promotor kesehatan desa (Prokes) adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh dan dari masyarakat serta bertugas mengembangkan masyarakat. 2) Direktorat bina peran serta masyarakat Depkes RI (20 12) memberikan batasan kader, yaitu warga masyarakat setempat yang dipilih dan oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela.
11 b. Syarat dan Tugas Kader Bagus ( 2000) sebagaimana dikutip oleh Zulkifli (200 8) berpendapat mengenai persyaratan kader, yaitu; 1) Berasal dari masyarakat setempat (tinggal di desa tersebut) 2) Tidak sering meninggalkan tempat untuk waktu yang lama. 3) Diterima oleh masyarakat setempat. 4) Masih cukup waktu disamping mencari nafkah lain. 5) Sebaiknya bisa baca tulis. 2.3.Indikator Pencapaian Program Posyandu Indikator Keberhasilan Posyandu tergambar melalui cakupan SKDN, yaitu; S : Jumlah seluruh balita yang ada di wilayah kerja Posyandu. K : Jumlah balita yang terdaftar dan memiliki KMS. D : Jumlah balita yang datang dan ditimbang. N : Jumlah balita yang naik berat badannya Indikator cakupan program Posyandu merupakan indikator pokok untuk mengukur keberhasilan kegiatan program posyandu, antara lain : a. Liputan Program ( K/S ) Liputan program merupakan indikator mengenai kemampuan program untuk menjangkau balita yang ada di masing masing wilayah, diperoleh dengan cara menghitung perbandingan antara jumlah balita yang terdaftar dan memiliki KMS dengan seluruh jumlah balita yang ada di wilayah kerja Posyandu. Rumus : Liputan Program = K/S X 100% Target Indonesia Sehat 2010 ( K/S ) = 80 % b. Tingkat Kelangsungan Penimbangan ( D/K ) Indikator ini merupakan kemantapan pengertian dan motivasi orang tua balita untuk menimbangkan anak secara teratur setiap bulannya, yaitu
12 dengan cara menghitung perbandingan jumlah balita yang datang dan di timbang dengan jumlah balita yang terdaftar dan memiliki KMS. Rumus : Tingkat Kelangsungan Penimbangan = D/K X 100% Target Indonesia Sehat 2010 ( D/K ) = 60 % c.partisipasi masyarakat ( D/S ) Indikator ini menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat dalam program kegiatan posyandu, yaitu dengan menghitung perbandingan antara jumlah balita yang datang dan ditimbang dengan jumlah seluruh balita yang ada diwilayah kerja Posyandu. Rumus : Partisipasi masyarakat = D/S X 100% Target Indonesia Sehat 2010 ( D/S ) = 80 % d. Dampak Program ( N/D ) Indikator dampak program dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah balita yang naik timbangannya dengan balita yang datang dan ditimbang. Rumus : Dampak Program = N/D X 100% Target Indonesia Sehat 2010 ( N/D ) = 80 % e.tingkat Pencapaian Program ( N/S ) Indikator ini diartikan sebagai keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai program posyandu. Tingkat pencapaian program dapat di klasifikasikan menjadi dua kategori Posyandu berhasil bila N/S lebih dari atau sama dengan 40% dan Posyandu kurang berhasil bilai nilai N/S kurang dari 40%. Rumus : Tingkat pencapaian program = N/S X 100 Target Indonesia Sehat 2010 ( N/S ) = 40 %
13 Kemenkes (2012) menyatakan : D/S merupakan indikator partisipasi masyarakat, dan N/D merupakan indikator keberhasilan program 2.4. Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Posyandu Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan dalam program kesehatan seperti kepatuhan pengobatan dan kunjungan Posyandu menurut Zulkifli (2008) adalah: 1. Jenis atau Tipe Demografi, seperti usia, jenis kelamin, suku bangsa, status sosio ekonomi, pendapatan dan pendidikan. 2. Indikator Outcome dari Program, seperti keparahan penyakit atau meningkatnya kemampuan peserta posyandu setelah mengikuti kegiatan posyandu. 3. Kinerja Petugas Petugas posyandu (kader maupun tenaga kesehatan) yang bertugas di posyandu akan menentukan angka kunjungan posyandu, dalam hal ini keaktifan, hubungan dengan peserta dan kompetensi petugas menentukan indikator tersebut. 4. Bentuk Program Kegiatan, seperti kompleksitas program dan bentuk keterpaduan program posyandu yang kurang baik akan menentukan tingkat kunjungan posyandu. 5. Psikososial, seperti intelegensia, pengetahuan, sikap, dukungan lingkungan terhadap pelayanan tenaga kesehatan, penerimaan atau penyangkalan terhadap penyakit, keyakinan agama atau budaya dan biaya finansial dan lainnya akan turut mewarnai kepatuhan dalam program kesehatan. 6. Dukungan Posyandu Dukungan dalam kegiatan Posyandu menurut Depkes RI (20 10) meliputi:
14 a. Dukungan Dari Puskesmas atau Petugas Kesehatan Memberikan pelatihan kepada kader yang terdiri dari: 1) Aspek komunikasi. 2) Teknik berpidato. 3) Kepemimpinan yang mendukung Posyandu. 4) Proses pengembangan. 5) Teknik pergerakan peran serta masyarakat. 6) Memberikan pembinaan kepada kader setelah kegiatan Posyandu: a) Cara melakukan pendataan atau pencatatan. b) Cara meningkatkan kemampuan kader dalam menyampaikan pesan kesehatan pada masyarakat. 7) Memotivasi untuk meningkatkan keaktifan kader dalam Posyandu. b. Dukungan dari Masyarakat Masyarakat mempunyai peranan besar dalam upaya peningkatan tarap kesehatan masyarakat di desa, termasuk upaya penurunan masalah yang diupayakan melalui posyandu. Dukungan tersebut meliputi pembentukan, pelaksanaan dan pembinaan (Zulkifli, 2008). 1) Peranan LKMD dalam pelaksanaan Posyandu meliputi: a) Mengingatkan mendorong dan memberi semangat agar kader selalu melaksanakan tugasnya di Posyandu dengan baik. b) Mengingatkan ibu hamil, ibu yang mempunyai bayi dan anak balita serta ibu usia subur agar datang ke Posyandu sesuai jadwal. 2) Peranan LKMD dalam pembinaan Posyandu antara lain: a) Mengamati apakah penyelenggaraan Posyandu telah dilakukan secara teratur setiap bulan, sesuai jadwal yang telah disepakati. b) Mengamati apakah Posyandu telah melaksanakan pelayanan secara lengkap (KIA, KB, Gizi, Immunisasi dan penanggulangan diare). c) Memberikan saran kepada kepala desa dan kader agar Posyandu dapat berfungsi secara optimal (agar buka teratur sesuai jadwal, melakukan pelayanan lengkap). Saran ini dapat diberikan tentang iuran untuk PMT.
15 d) Mengingatkan kader untuk melakukan penyuluhan di rumah-rumah ibu (kunjungan rumah) dengan bahan penyuluhan yang tersedia. e) Bila dipandang perlu, membantu mencarikan jalan agar Posyandu dapat melakukan pemberian makanan tambahan kepada bayi dan anak balita secara swadaya. Faktor kunjungan posyandu mencakup berbagai aspek, menurut Notoatmodjo (2012) dalam ranah psikomotor, kunjungan posyandu ditentukan oleh faktor perilaku kesehatan, yaitu; 1. Menurut Lawrence Green Green (1991) dalam Notoatmodjo (2010) menyatakan konsep dan model rencana pengkajian perilaku kesehatan dengan Konsep PRECEDE yaitu Predisposing, Reinforcing and Enabling Construc in Health Education and Environtmental Diagnosis and Evaluation. Model ini memberi gambaran luas untuk mengkaji perilaku kesehatan dan kualitas hidup serta untuk merencanakan, implementasi dan evaluasi. Dalam mengkaji kesehatan, Green (1991) menyatakan bahwa kesehatan individu dipengaruhi perilaku (behaviour causes) dan di luar perilaku (non behaviour causes). Analisa tentang perilaku kesehatan ditentukan 3 faktor, yaitu; a. Faktor Predisposisi (Predispocing Factor) Yaitu faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan yaitu hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu sehingga memahami dan mampu menginterpretasikan materi yang diterimanya, sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus (objek), persepsi, kepercayaan yaitu objek yang diwariskan oleh leluhur yang dianggap mempunyai nilai atau keistimewaan serta nilai masyarakat atau sesuatu yang dianggap baik dan buruk. b. Faktor Pemungkin (Enabling Factor) Yaitu faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku. Faktor ini adalah faktor yang terwujud dalam lingkungan fisik yang
16 meliputi tersedia atau tidak tersedianya fasilitas kesehatan, ketercapaian pelayanan kesehatan baik dari segi jarak maupun biaya dan sosial serta adanya peraturan dan komitmen masyarakat yang memungkinkan sebuah perilaku (Notoatmodjo, 2010). c. Faktor Penguat (Reinforcing Factor) Yaitu faktor yang memperkuat atau memperlunak terjadinya perilaku. Faktor penguat meliputi pendapatan, dukungan, kritik, baik dari keluarga atau teman, termasuk sikap dan perilaku petugas kesehatan sebagai kelompok referensi masyarakat. Faktor ini memberi dukungan untuk mempertahankan perilaku sehat. Penguatan dapat berasal dari individu atau kelompok dan institusi di masyarakat (Notoatmodjo, 2012). 2. Menurut Rogers Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2012) menuliskan bahwa terbentuknya perilaku melalui proses berurutan (akronim AIETA): a. Awareness (kesadaran); keadaan menyadari untuk mengetahui dan memahami terlebih dahulu tentang stimulus (objek). b. Interest (merasa tertarik); keadaan untuk tertarik terhadap stimulus (objek) yang ada. c. Evaluation (menimbang-nimbang); keadaan menimbang tentang baik dan buruknya stimulus bagi individu. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial; tahap mencoba oleh subjek untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki stimulus. e. Adoption; tahap dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. 2.5. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) 2.5.1. Definisi PMT adalah makanan yang diberikan kepada bayi/anak disamping ASI untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Makanan tambahan adalah makanan untuk bayi selain ASI atau susu botol, sebagai penambah
17 kekurangan ASI atau susu pengganti (Ismawati, 2010). Pemberian makanan tambahan adalah memberi makanan lain selain ASI untuk mengisi kesenjangan antara kebutuhan nutrisi dengan jumlah yang didapat dari ASI (Rosidah, 2010). 2.5.2. Manfaat PMT Manfaat PMT adalah a. Menambah energi dan zat-zat diperlukan karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan balita secara terus menerus. b. Membantu bayi dalam proses belajar makan dan kesempatan untuk menanamkan kebisaan makan yang baik. c. Selama proses belajar, berbagai jenis makanan tambahan harus dikenalkan secara bertahap, mulai makan yang berbentuk cair, semi padat dan padat (Waryana, 2010). 2.5.3. Jumlah dan Frekuensi PMT Pemberian makanan tambahan pada anak dilakukan secara bertahap, karena anak perlu waktu untuk mengenal dan menerima makanan yang baru. Jadi seorang ibu sebaiknya : a. Mulai memberikan makanan satu atau dua sendok teh dua kali sehari. b. Berangsur-angsur tingkatkan jumlah variasinya (seseorang anak sudah harus mengkonsumsi berbagai jenis makanan keluarga pada usia 9 bulan). Sewaktu anak bertambah usianya, anjurkan keluarga agar tetap sering memberikan ASI, meningkatkan jumlah makanan yang diberikan pada waktu makanan dan memberikan sebanyak yang diinginkan anak dengan dorongan aktif, berangsur-angsur menambah jumlah makanan. Memberikan makanan tambahan tiga kali sehari pada usia 6-7 bulan, dan meningkatkan sedikitnya menjadi lima kali (3 kali makan dan 2 kali makan dalam sehari) pada usia 12 bulan, pada awalnya membuat makanan yang lunak yang
18 selanjutnya melumatkan dan memotong makanan menjadi bagian-bagian kecil, dapat membantu dan mendorong anak untuk makan. 2.6. Program PMT di Posyandu Pemantauan tumbuh kembang balita merupakan salah satu kegiatan utama di posyandu, yang meliputi : a. Penimbangan balita setiap bulan b. Pemantauan perkembangan balita Untuk meningkatkan status gizi balita, ada 2 jenis PMT yang diberikan di posyandu, yaitu : a. PMT penyuluhan yaitu pemberian makanan tambahan yang ditujukan untuk memberikan contoh pada orang tua balita bagaimana menyiapkan makanan yang baik dan benar serta bergizi seimbang. PMT diutamakan terbuat dari bahan makanan yang mudah didapat di wilayah masingmasing (bahan makanan lokal). b. PMT pemulihan yaitu makanan yang diberikan bagi kelompok golongan rawan gizi yang telah diperhitungkan nilai gizinya sesuai dengan kebutuhannya agar dapat terpenuhi kebutuhan gizi untuk menambah asupan zat gizi guna memenuhi zat gizi yang kurang dalam tubuhnya 2.7. Berat Badan Naik Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan dan penggunaan makanan (Supariasa, 2002). Indikator perkembangan status gizi balita dapat dilihat dari kenaikan berat badan. Penambahan berat badan merupakan salah satu hasil keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi. Penambahan berat badan merupakan indikator yang baik dari perkembangan status gizi anak.
19 Berdasarkan Soekirman dalam materi Aksi Pangan dan Gizi nasional (Depkes RI, 2000), status gizi balita dipengaruhi oleh : a. Penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. b..penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Menurut Supariasa (2 002) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi, yaitu : a. Faktor penyebab langsung : asupan makan, penyakit infeksi/status kesehatan b. Faktor penyebab tak langsung : pendidikan, pengetahuan gizi, pekerjaan, ketersediaan pangan, pelayanan kesehatan.
20 2.8. Kerangka Teori Faktor Yang Mempengaruhi Kunjungan Posyandu 1. Faktor Predisposisi a. Pengetahuan b. Sikap c. Pendidikan d. Kepercayaan e. Nilai f. Persepsi g. Motivasi 2. Faktor Pemungkin a. Fasilitas Kesehatan b. Sumber Dana 3. Faktor Penguat a. Sikap dan Ketrampilan Petugas Kesehatan b. Sikap dan Perilaku Tokoh Masyarakat c. Dukungan Pemerintah / LKMD Kunjungan Posyandu (D/S) Berat badan Naik (N/D) d. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) a.asupan Gizi Langsung b.infeksi Tidak Langsung : a. Pengetahuan Gizi b. Pendidikan c. Pekerjaan d. Ketersediaan Pangan e. Pelayanan kesehatan f. Pola asuh Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian Sumber : Modifikasi Lawrence Green (1991) dalam Notoatmodjo (2012)
21 2.9.Kerangka Konsep Kunjungan Posyandu (D/S) / Partisipasi Masyarakat Program PMT Berat Badan Naik (N/D) / Keberhasilan Program Gambar 3.2. Kerangka Konsep Penelitian 2.10. Hipotesis a.ada perbedaan tingkat partisipasi masyarakat (D/S) sebelum dan sesudah program PMT di wilayah UPT Puskesmas Rendeng Kabupaten Kudus. b.ada perbedaan tingkat keberhasilan program (N/D) sebelum dan sesudah program PMT di wilayah UPT Puskesmas Rendeng Kabupaten Kudus.
22
23