BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perwujudan kualitas sumber daya manusia merupakan proses jangka panjang yang harus dimulai sejak janin dalam kandungan hingga berusia lanjut, sehingga diperoleh manusia sehat, produktif, mandiri dan tangguh menghadapi tantangan jaman. Terciptanya manusia yang berkualitas ditentukan oleh satus gizi yang baik. Status gizi yang baik dapat terwujud bila makanan yang dikonsumsi dapat memenuhi kecukupan yang diperlukan baik dalam jumlah maupun mutu makanan. Untuk merealisasikan hal tersebut, salah satunya diawali dengan pemberian Air Susu Ibu kepada bayi (Depkes, 2000). ASI (Air Susu Ibu) memegang peranan penting dalam menjaga kesehatan dan mempertahankan kelangsungan hidup bayi. Bayi umur di bawah 6 bulan dianjurkan hanya diberikan ASI tanpa makanan pendamping ASI (ASI eksklusif). Dalam Kepmenkes No 450 / 2004, pemerintah menganjurkan bahwa pemberian hingga 6 bulan (Budi, 2004). Setelah 6 bulan bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberikan ASI sampai bayi berumur 2 tahun (Purwanti, 2004). Program Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (PP-ASI) khususnya ASI Eksklusif merupakan program prioritas, karena dampaknya yang luas
terhadap status gizi dan kesehatan bayi dan Balita. Program prioritas ini berkaitan juga dengan kesepakatan global antara lain: deklarasi innocenti (Italia) tahun 1990 tentang perlindungan, promosi, dan dukungan terhadap penggunaan ASI, disepakati pula untuk pencapaian pemberian sebesar 80% pada tahun 2010 (Roesli, 2009). Secara nasional cakupan pemberian di Indonesia pada bayi usia 0-6 bulan, mulai dari tahun 2007 yaitu (28,6%) kemudian menurun pada tahun 2008 menjadi (24,3%) namun pada tahun 2009 meningkat menjadi (34,3%). Cakupan pemberian ini dipengaruhi beberapa hal, terutama masih sangat terbatasnya tenaga konselor ASI (BPS, Susenas 2009). Berdasarkan data Susenas 2009, dari 33 provinsi di Indonesia Provinsi Jawa Tengah (52,2%) merupakan peringkat kedua terendah dalam cakupan pemberian 0-6 bulan yaitu 52,2%. Rendahnya cakupan pemberian dapat disebabkan karena masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang manfaat dan pentingnya pemberian. Dari hasil rekapitulasi laporan di Dinas Kesehatan Kota Semarang, bayi yang diberikan tahun 2006 (40.07%) kemudian menurun pada tahun 2007 (38,44%) dan menurun lagi pada tahun 2008 (15,33%) kemudian naik pada tahun 2009 (24,63%) dan menurun lagi pada tahun 2010 (20,06%). Data yang didapat dari Puskesmas Bandarharjo pada bulan Desember 2010 dari 521 bayi usia 0-6 bulan, hanya 91 bayi (17,4%) yang diberi ASI eksklusif, sedangkan yang lainnya tidak diberi ASI secara eksklusif, hal ini juga
masih jauh dari Standar Pelayanan Minimal (SPM) yaitu 70%. Puskesmas Bandarharjo mempunyai empat kelurahan sebagai wilayah kerja. Pemberian ASI eksklusif terendah pertama adalah Kelurahan Bandarharjo dengan total jumlah bayi (0-6 bulan) sebanyak 132 bayi hanya 15 bayi (11,3%) yang diberi ASI eksklusif. Hal ini memperlihatkan masih rendahnya pemberian di kelurahan tersebut. Dari informasi petugas kesehatan bahwa dari 91 bayi yang diberi semuanya barasal dari ibu yang tidak bekerja (laporan tahunan Puskesmas). Hasil penelitian Pranajaya (2000) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian dibagi atas tiga besar, yaitu faktor ibu (umur, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, sosial ekonomi), faktor pendukung (dukungan keluarga, dukungan petugas kesehatan), dan faktor lainnya seperti kondisi kesehatan fisik ibu, psikologis ibu serta kondisi kesehatan fisik bayi. Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa didahului oleh stimulus yang berupa materi sehingga menimbulkan pengetahuan baru, selanjutnya menimbulkan respon batin berupa sikap yang akhirnya menimbulkan respon yang lebih jauh yaitu berupa tindakan. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha penyampaian pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok, atau individu.
Dengan adanya pesan tersebut maka diharapkan masyarakat, kelompok, atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik (Notoatmodjo, 2003). Menurut Istiarti (2005) yang dikutip dari buku Notoatmodjo (2005), mengatakan bahwa sumber pengetahuan seseorang dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, salah satunya yaitu dari petugas kesehatan. Pengetahuan akan meningkat jika ada pendidikan kesehatan dan dukungan petugas kesehatan. Data yang diperoleh dari bidan Kelurahan Bandarharjo, pada bulan April 2011 total jumlah bayi usia 0-6 bulan yang ada di Kelurahan Bandarharjo sebanyak 43 bayi, tapi yang mendapat hanya 12 bayi (27%). Berdasarkan data ini dilihat dari geografis tempat yang akan dijadikan penelitian merupakan daerah industri, yang terdiri dari banyak pabrik, sebagian penduduknya termasuk para wanita beraktifitas sehari-hari di luar rumah yaitu bekerja sebagai buruh pabrik kurang lebih sekitar 8 jam/hari sehingga menarik untuk diteliti. Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan pada tanggal 15 April 2011 pada 35 pekerja wanita yang memiliki bayi usia 0-6 bulan, 26 orang diantaranya memiliki bayi usia 0-2 bulan dan ibu masih mempunya masa cuti bersalin sehingga masih bisa memberikan ASI secara eksklusif, kemudian setelah bayi berusia lebih dari 2 bulan ibu sudah kembali bekerja seperti biasa, sehingga pemberian ASI mulai berkurang bahkan ada yang tidak diberi ASI sama sekali dengan berbagai macam alasan. Dari hasil wawancara yang dilakukan pada 10
responden yang mempunyai bayi usia lebih dari 2 bulan di dapatkan ibu yang baralasan terlalu lelah 1 orang (10%), tidak ada waktu untuk menyusui 4 orang (40%) dan bayi tidak mau menyusu 5 orang (50%). Penulis juga memberikan pertanyaan tentang pengertian dan manfaat. 4 orang (40%) mengerti tentang pengertian, dan 3 orang (30%) yang mengerti tentang manfaat. Kurangnya pengetahuan ibu tentang karena keterbatasan informasi akan menimbulkan masalah antara lain ibu tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya dan bayi akan mudah terserang penyakit. (Suradi & Kristina (Ed), 2004 ). Berdasarkan latar belakang di atas bahwa pemberian di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang masih rendah sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perbedaan pengetahuan ibu bekerja tentang sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan di Kelurahan Bandarharjo tahun 2011. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka peneliti mengambil suatu rumusan masalah yaitu Apakah ada perbedaan pengetahuan ibu bekerja tentang sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui perbedaan pengetahuan ibu bekerja tentang sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan pengetahuan tentang pada ibu bekerja di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang sebelum dilakukan pendidikan kesehatan. b. Mendiskripsikan pengetahuan tentang pada ibu bekerja di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang setelah dilakukan pendidikan kesehatan. c. Menganalisis perbedaan pengetahuan tentang sebelum dilakukan pendidikan kesehatan dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktik a. Untuk Masyarakat Dapat memberikan informasi pada masyarakat terutama pada ibu-ibu yang bekerja mengenai dan pentingnya ASI bagi bayi
b. Untuk Bidan Dapat meningkatkan penyuluhan atau konseling tentang pentingnya ASI eksklusif 2. Manfaat Teoritis a. Untuk Pengembangan IPTEK Sebagai bahan ajar dalam perkuliahan dan standart acuan dalam pemberian b. Untuk Metode Penelitian Dapat digunakan sebagai acuan pengembangan penelitian lebih lanjut. E. Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No Judul, Nama, Tahun Sasaran Variabel yang diteliti Metode Hasil 1 Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dengan praktik pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di wilyah kerja Puskesmas Candi Lama Kota Semarang (Witta Wulandani, 2009) Ibu yang mempunyai bayi usia lebih dari 6 bulan di wilyah kerja Puskesmas Candi Lama Kota Semarang Tingkat Pengetahuan tentang ASI eksklusif dan praktik pemberian pada bayi usia 0-6 bulan Crossectional Hasil penelitian diperoleh bahwa ada hubungan antara 1tingkat pengetahuan ibu te ntang ASI eksklusif dengan praktik pemberian pada bayi usia 0-6 bulan 2 Beberapa faktor yang berhubungan dengan Semua ibu yang menyusui dengan usia Faktor yang berhubungan dengan pemberian Crossectional Hasil penelitian dari 40 responden diperoleh hasil bahwa ada
3 pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di Desa Karangawen wilayah kerja Puskesmas Karangawen I Kabupaten Demak (Purwaningsih, 2009) Hubungan tingkat pengetahuan ibu bekerja tentang dengan rendahnya pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Rembang (Khikmatus Syifaiyah, 2007) bayi 0-6 bulan sebanyak 45 orang Semua ibu bekerja yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan (umur, pendidikan, pekerjaan) dan tingkat pengetahuan Tingkat pengetahuan ibu bekerja tentang ASI eksklusif dan rendahnya pemberian ASI Eksklusif. crossectional hubungan antara umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dengan pemberian Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan tingkat pengetahuan ibu bekerja tentang dengan rendahnya pemberian ASI eksklusif. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian di atas yaitu pada penelitian ini digunakan metode eksperimen berupa pendidikan kesehatan. Variabel dalam pendidikan kesehatan ini adalah pengetahuan ibu bekerja tentang, yang diukur sebelum dan sesudah pemberian intervensi (perlakuan).