BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan banyak hal tentang sisi gelap kehidupan manusia, tidak hanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB I PENDAHULUAN. lagi dan diubah menjadi PMS (penyakit menular seksual) karena seiring dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1987). Penyakit Menular Seksual (PMS) dewasa ini kasuanya semakin banyak

Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi sexual transmitted disease. (STD) atau penyakit menular seksual (Fahmi dkk, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan melalui hubungan kelamin. Dahulu kelompok penyakit ini dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian HIV dan AIDS Di Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB I PENDAHULUAN. uterus. Pada organ reproduksi wanita, kelenjar serviks bertugas sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. resiko penularan HIV melalui hubungan seksual (The United Nations High

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit

3740 kasus AIDS. Dari jumlah kasus ini proporsi terbesar yaitu 40% kasus dialami oleh golongan usia muda yaitu tahun (Depkes RI 2006).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melalui hubungan seksual. PMS diantaranya Gonorrhea, Syphilis, Kondiloma

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. meninggal akibat HIV/AIDS, selain itu lebih dari 6000 pemuda umur tahun

BAB I PENDAHULUAN sebanyak 1,1 juta orang (WHO, 2015). menurut golongan umur terbanyak adalah umur tahun dengan

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

I. PENDAHULUAN. pasangan yang sudah tertular, maupun mereka yang sering berganti-ganti

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dampaknya terus berkembang (The Henry J. Kaiser Family Foundation, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari dua jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang

Dr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI. Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pesan yang akan disampaikan (Azrul & Azwar, 1983). Sedangkan Glanz, dkk.,

BAB I PENDAHULUAN. pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health. diperkirakan sebanyak 1.6 juta orang diseluruh dunia.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan masyarakat yang yang dialami Indonesia saat ini sangat

1. Pendahuluan FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GONORE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. seksual disebut infeksi menular seksual (IMS). Menurut World Health Organitation

TINGKAT PENGETAHUAN SISWA SMA TENTANG HIV/AIDS DAN PENCEGAHANNYA

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 5 ayat 1, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Bali, respon reaktif dan proaktif telah banyak bermunculan dari berbagai pihak, baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus golongan

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

PERAN CERAMAH TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AIDS PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 4 SURAKARTA SKRIPSI

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

BAB I PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Menular Seksual (PMS) disebut juga veneral (dari kata venus yang

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit HIV/ AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acguired Immun Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. suatu pendekatan untuk meningkatkan kemauan (willingness) dan. meningkatkan kesehatannya (Notoatdmodjo, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN. serta proses-prosesnya, termasuk dalam hal ini adalah hak pria dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum memberikan hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hambatan seperti timbulnya resistensi terhadap obat, pengaruh faktor lingkungan yang makin memberikan kemudahan terjadinya penularan atau penyebaran infeksi menular seksual, kesulitan dalam menegakkan diagnosis, pengobatan yang tidak tepat, dan faktor stigma yang masih terus dikaitkan dengan penderita IMS. (Direktorat PPM & PLP, Kemenkes RI 2012). Menurut World Health Organization (WHO, 2011), pencegahan infeksi menular seksual terdiri dari dua bagian, yakni pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer terdiri dari penerapan perilaku seksual yang aman. Sedangkan pencegahan sekunder dilakukan dengan menyediakan pengobatan dan perawatan seksual, pengobatan yang cepat dan tepat pada pasien serta pemberian dukungan atau pelayanan kesehatan pada pasien yang sudah terinfeksi oleh penyakit menular seksual. Menurut Djiwandono (2012) penularan IMS sebagian adalah melalui hubungan seksual (90%), sedangkan cara lainnya yaitu melalui tranfusi darah, jarum suntik, ibu hamil kepada bayi yang dikandungnya, dan lain-lain. Sumber 1

2 penularan utama adalah pekerja seks komersial (80%). IMS sering juga disebut penyakit kelamin, penyakit veneral, ataupun infeksi menular seksual (IMS)/ penyakit kelamin (venereal diseases) telah lama dikenal dan beberapa di antaranya sangat populer di Indonesia, yaitu sifilis dan gonoroe. Dengan semakin majunya peradaban dan ilmu pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru, dan istilah venereal diseases berubah menjadi sexually transmitted diseases atau IMS. Angka kejadian IMS saat ini cenderung meningkat di Indonesia. Ini bisa dilihat dari angka kesakitan IMS di Indonesia pada tahun 2015 adalah sebanyak 19.973 kasus kejadian IMS. Angka kesakitan ini mengalami peningkatan bila dibandingakan dengan hasil survei pada tahun 2012 yaitu sebanyak 16.110 kasus kejadian IMS, dam pada tahun 2010 sebanyak 11.141 kasus Kejadian IMS di Indonesia. Penyebarannya sulit ditelusuri sumbernya, sebab tidak pernah dilakukan registrasi terhadap penderita yang ditemukan. Jumlah penderita yang sempat terdata hanya sebagian kecil dari jumlah penderita sesungguhnya (Kemenkes RI, 2015) Kecenderungan kian meningkatnya penyebaran penyakit kelamin ini akibat perilaku seksual yang berganti-ganti pasangan, berkorelasi pula dengan kecenderungan semakin meningkatnya angka WPS yang tertular IMS, setelah ditutupnya lokalisasi dan sulitnya pemerintah melakukan kontrol karena tidak ada lagi kewenangan. Dilain pihak hubungan seksual pra nikah dan diluar nikah cukup tinggi, sehingga penularan IMS dari para WPS tersebut akan dengan cepat meningkatkan jumlah penderita (Handayani, 2013)

3 Menurut WHO (2011) IMS merupakan salah satu dari sepuluh penyebab kematian akibat penyakit yang tidak menyenangkan pada dewasa muda laki-laki dan penyebab kedua terbesar pada dewasa muda perempuan di negara berkembang. Dewasa dan remaja (15-24 tahun) merupakan 25% dari semua populasi yang aktif secara seksual, tetapi memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus IMS baru yang didapat. Kasus- kasus IMS yang terdeteksi hanya menggambarkan 50-80% dari semua kasus IMS yang ada di Amerika. Berdasarkan laporan triwulan ketiga tahun 2015 Surveilans AIDS Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP & PL) Kemeneks RI, dari jumlah 19.4973 kasus AIDS di Indonesia diketahui persentase berdasarkan jenis kelamin yaitu 74,5% perempuan dan 25,5% laki-laki. Kasus terbanyak ditemukan di Propinsi Jawa Barat dengan jumlah penderita 3.233 orang. Disusul Provinsi lainnya yaitu Jawa Timur 3.133 orang, DKI Jakarta 2811 orang, Papua 2681 orang, Bali 1506 orang, Kalimantan Barat 730 orang, Jawa Tengah 669 orang, Sumatera Utara 485 orang, Riau 371 orang, dan Kepulauan Riau 333 orang. Rate kumulatif kasus AIDS nasional mencapai 8,15 per 100.000 penduduk. Estimasi populasi rawan tertular HIV di Indonesia tahun 2015 sebesar 193.000. Pada tahun 2014 diproyeksikan jumlah infeksi baru HIV usia 15-49 tahun sebesar 79.200 dan proyeksi untuk ODHA usia 15-49 tahun sebesar 501.400 kasus.sampai dengan Desember 2015 terdapat 13.858 ODHA masih menerima pengobatan ARV (60% dari yang pernah menerima ARV). Jumlah ODHA yang masih dalam pengobatan ARV tertinggi dari Propinsi DKI Jakarta (6.135 orang), Jawa Barat (1.724 orang), Jawa Timur (1.145 orang), Bali (811 orang), Jawa

4 Tengah (436 orang), Papua (433 orang), Sumatera Utara (442 orang), Kalimantan Barat (382 orang), Kepulauan Riau (335 orang), dan Sulawesi Selatan (314) (Kemenkes RI, 2015). Industri seks diperkirakan melibatkan 150.000 pekerja seks komersial wanita. Penderita HIV pada wanita berisiko tinggi ini cukup tinggi. Di Merauke, misalnya, 26,5% pekerja seks komersial wanita telah terinfeksi HIV. Penggunaan kondom pada hubungan seksual terakhir dilakukan oleh sekitar 41% pekerja seks komersial. Diperkirakan ada 7-10 juta pelangan seks pria di Indonesia, namun menunjukkan hanya sekitar 10% dari pelanggan yang menggunakan kondom secara konsisten untuk melindungi dirinya dari risiko penularan saat melakukan transaksi seks secara komersial (Daili, 2011). Angka penyakit IMS di kalangan WPS (Pekerja Seks Komersial) tiap tahunnya menunjukkan peningkatan. Saat ini diperkirakan 80%-90% WPS terjangkit IMS seperti : Neisseria gonorrhoeae, herpes simplex vinio tipe 2 dan clamidia. IMS yang berarti suatu infeksi kebanyakkan ditularkan melalui hubungan seksual (oral, anal dan lewat vagina). Harus diperhatikan bahwa IMS menyerang sekitar alat kelamin, tetapi gejalanya dapat muncul dan menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak dan organ tubuh lainnya. Ada beberapa penyakit IMS yang disebabkan oleh virus seperti : HIV, herpes kelamin dan hepatitis B adalah contoh IMS yang tidak dapat disembuhkan. Herpes kelamin memiliki gejala yang muncul hilang dan bisa terasa sangat sakit jika penyakit tersebut sedang aktif. Pada herpes,obat-obatan hanya bisa digunakan untuk mengobati gejala saja, tetapi virus yang menyebabkan herpes tetap hidup di dalam tubuh selamanya (Daili, 2011)

5 Kurangnya pengetahuan pekerja seks komersial sangat berpengaruh terhadap pengetahuan dalam pencegahan infeksi menular seksual. Beberapa temuan fakta memberikan implikasi program, yaitu manakala pengetahuan dari pekerja seks komersial kurang maka penggunaan kondom sebagai pencegahan IMS juga menurun. Penelitian prevalensi IMS pada WPS, yang diselenggarakan oleh Sub Direktorat AIDS dan PMS, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depertemen Kesehatan Indonesia bekerjasama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan pada tahun 2013, melaporkan bahwa 7 kota yang diteliti terdapat 62%-93% WPS jalanan yang terinfeksi IMS, 54%-74% WPS lokalisasi, dan 48%-77% WPS tempat hiburan. Khusus di kota Medan dilaporkan terdapat 57% WPS lokalisasi dan 68% WPS jalanan yang terinfeksi lebih dari satu penyakit IMS, salah satu lokasi yang menjadi tempat transaksi WPS ialah di Medan Johor yang merupakah salah satu kawasan elit di kota Medan. Pada WPS lokalisasi prevalensi IMS tertinggi adalah gonore (31%), klamidia (22%), bacterial vaginosis (16%), infeksi ganda gonore dan klamidia (9%), sifilis laten lanjut (5%), kandidiasis vaginalis (4%) dan trikomoniasis (3%) (Ahnaf dkk, 2013). IMS terus meningkat setiap tahun di kota Medan. Peningkatan penyakit ini terbukti sejak tahun 2010 meningkat 15,4% sedangkan pada tahun 2012 terus menunjukkan peningkatan menjadi 18,9%, sementara pada tahun 2015 meningkat menjadi 22,1%. Setiap orang bisa tertular penyakit menular seksual. Kecenderungan kian meningkatnya penyebaran penyakit ini disebabkan seksual

6 yang bergonta-ganti pasangan, dan adanya hubungan seksual pranikah dan diluar nikah yang cukup tinggi. Kebanyakan penderita penyakit menular seksual adalah remaja usia 15-29 tahun, tetapi ada juga bayi yang tertular karena tertular dari ibunya (Lestari, 2013). Untuk mencegah masalah semakin meningkatnya angka kejadian PMS dan HIV/AIDS khususnya pada pekerja seks komersial, ada beberapa pencegahan yang dapat dilakukan, yaitu : Memutuskan rantai penularan infeksi PMS, Mencegah berkembangnya PMS serta komplikasinya, Tidak melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan, Menggunakan kondom saat berhubungan seksual. Dengan melakukan pencegahan tersebut maka rantai penularan PMS dapat terputus dan komplikasi tidak akan terjadi (Iwan, 2012). Faktor-faktor yang memengaruhi tindakan individu termasuk dalam hal pencegahan IMS yang dilakukan oleh WPS salah satunya ialah dilihat dari faktor umur, menurut Nototmodjo (2010) umur seseorang dapat memengaruhi pengetahuannya akan sesuatu hal, seseorang yang memiliki usia yang lebih dewasa memiliki tingkat pemhaman yang lebih baik akan suatu stimulus yang terjadi. Hasil penelitian Handayanai (2014) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh umur WPS dengan tindakan baik WPS terhadap IMS. Selain pengetahuan jenis pekerjaan dan pendapatan seseorang juga memengaruhi responnya akan stimulus tertentu. Menurut Kartono (2013), hal yang melatar belakangi seseorang menjadi WPS ialah kehidupan perekonomian yang sulit yang menyebabkan seseorang untuk memilihi menjadi seorang WPS.

7 Tingkat pendidikan seseorang juga mampu melatarbelakangi pengetahun dan respon akan stimulus tertentu. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi ditutuntut untuk memiliki tingkat pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik termasuk dalam tindakan tertentu. Menurut hasil penelitian Chandra (2012) menunjukkan bahwa ada hubungan tingkat pendidikan WPS dengan pengetahuan WPS terhadap pencegahan IMS, semakin baik tingkat pendidikan WPS maka akan semakin baik pengetahuannya terhadap pencegahan IMS. Menurut Ahnaf (2013) dukungan rekan sesama WPS juga menjadi salah satu faktor yang mendukung tindakan baik pada WPS terhadap pencegahan IMS, kemauan dan kemampuan WPS untuk mendukung dan mengingatkan sesama rekan WPS untuk memiliki tindakan yang baik terhadap pencegahan IMS, seperti mengingatkan sesama rekan WPS untuk menggunakkan kondom ketika berhubungan seksual, menemani rekan WPS untuk memeriksakan secara rutin kondisi kesehatan ke layanan kesehatan terpadu dan sebagainya. Hasil penelitian Suyandi (2014) menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara dukungan rekan WPS untuk mengingatkan perilaku yang baik terhadap pencegahan IMS dengan periku pencegahan IMS yang dilkukan oleh WPS. Penelitian yang dilaksanakan oleh Suyandi (2014) menunjukkan hasil bahwa pengetahuan WPS sebesar 47,1% ditemukan WPS yang berpengetahuan baik melaksanakan tindakan pencegahan infeksi menular seksual. Uji statistik Chi Square menunjukkan variabel pengetahuan nilai p < 0,05 dengan demikian diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan yang dimiliki oleh WPS dengan tindakan pencegahan HIV-AIDS oleh WPS di

8 Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang. Hasil penelitian sikap WPS yang bersikap positif sebesar 60,8% melakukan tindakan pencegahan infeksi menular seksual. Uji statistik Chi Square menunjukkan variabel sikap nilai p < 0,05 dengan demikian diketahui bahwa sikap berhubungan dengan tindakan pencegahan infeksi menular seksual. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa sikap WPS berhubungan dengan pelaksanaan tindakan pencegahan IMS. Sikap WPS yang positif cenderung melakukan tindakan pencegahan IMS artinya dengan adanya sikap yang positif yang dimiliki WPS terhadap IMS akan memicu WPS tersebut untuk melakukan tindakan pencegahan IMS. Hasil penelitian Handayani (2014) menunjukkan bahwa Dari 50 orang pekerja seks (WPS) terdapat 41 orang (82%) dengan pengetahuan kurang, dengan pengetahuan cukup ada 8 orang (16,0%) dan hanya 1 orang (2%) dengan pengetahuan baik tentang infeksi menular seksual. Sikap responden tentang infeksi menular seksual (IMS) diperoleh bahwa lebih banyak responden memiliki sikap kurang yaitu sebanyak 33 orang (66,0%), dengan sikap cukup ada sebanyak 16 orang (32,0%),dan memiliki sikap baik hanya sebanyak 1 orang (2,0%). Berdasarkan data yang dirilis oleh Komisi penanggulangan AIDS (KPA) Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2015 terhadap jumlah estimasi WPS, di Sumatera Utara terdapat 20.156 orang WPS yang terdata, di kota Medan sendiri terdapat 468 orang WPS berdasarkan estimasi data terbaru pemetaan Desember 2015 yang tersebar di beberapa lokasi yang biasa dijadikan sebagai tempat transaksi WPS di Medan, termasuk salah satunya di Medan Johor sebagai salah satu wilayah elit di kota Medan, fenomena gunung es juga berlaku pada WPS, dalam

9 kenyataannya di masyarakat komunitas ini terselubung dan lebih tertutup keberadaannya, hal ini sangat menjadi kekhawatiran akan dapat meningkatnya risiko seseorang yang berhubungan seks dengannya terkena Infeksi Menular Seksual (IMS). Beberapa lokasi yang sering menjadi tempat transaksi WPS ialah seperti di Medan Baru, Medan Tuntungan, Medan Kota, Medan Petisah, dan Medan Johor. Terdapat beberapa lokasi yang memang menjadi tempat-tempat transaksi WPS di kota Medan dan memang terlihat terbuka di mata masyarakat. Salah satu lokasi yang menjadi tempat transaksi WPS ialah di Medan Johor. Transaksi WPS di Medan Johor cenderung tertutup, salah satu alasan ialah para WPS di Medan Johor cenderung bekerja sendiri dengan memanfaatkan media sosial, tidak terbuka seperti lokasi prostitusi pada umumnya dan melakukan transaksi WPS di perumahan yang ada di Medan Johor. Berdasaskan survey awal yang dilakukan oleh penulis pada bulan Agustus 2016, bahwa terdapat beberapa tempat di Medan Johor yang menjadi lokasi para WPS untuk menjajakan diri. Para WPS juga ternyata memanfaatkan media sosial untuk menjajakan dirinya. Hasil wawancara singkat dengan lima orang WPS yang penulis temui diketahui bahwat empat orang WPS menyadari bahwa perilaku seksual mereka beresiko tinggi terhadap penularan infeksi penyakit menular seksual. Seluruh WPS yng diwawancarai menyatakan bahwa sangat jarang sekali pergi ke fasilitas layanan kesehatan untuk memeriksakan kondisi kesehatannya. Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa lima orang WPS tersebut memiliki pengetahuan yang kurang baik mengenai tindakan pencegahan IMS,

10 seperti tidak tahu adanya layanan khusus yang disediakan oleh fasilitas kesehatan seperti Puskesmas untuk para WPS memeriksakan kondisi kesehatannya atas kemungkinan terkena infeksi IMS, selain itu juga seluruh WPS menyatakan belum pernah mendapatkan sosialisasi kesehatan mengenai pencegahan IMS dari petugas kesehatan. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian mengenai hubungan pengetahuan dan sikap pekerja seks (WPS) terhadap tindakan pencegahan penyakit menular seksual (PMS) di Medan Johor tahun 2016. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah mengenai Bagaimana Hubungan Pengetahuan dan Sikap Wanita Pekerja Seks (WPS) terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS) di Medan Johor tahun 2016?. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap wanita pekerja seks (WPS) terhadap tindakan pencegahan penyakit menular seksual (PMS) di Medan Johor tahun 2016. 1.3.1 Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui gambaran karakteristik responden yang meliputi umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan lama menjadi WPS.

11 2. Mengetahui gambaran pengetahuan responden terhadap tindakan pencegahan penyakit menular seksual (PMS) pada pekerja seks (WPS) di Medan Johor tahun 2016. 3. Mengetahui gambaran sikap responden terhadap tindakan pencegahan penyakit menular seksual (PMS) pada pekerja seks (WPS) di Medan Johor tahun 2016. 4. Mengetahui gambaran tindakan pencegahan terhadap penyakit menular seksual (PMS) yang dilakukan oleh pekerja seks (WPS) di Medan Johor tahun 2016. 5. Mengetahui hubungan pengetahuan responden terhadap tindakan pencegahan penyakit menular seksual (PMS) pada pekerja seks (WPS) di Medan Johor tahun 2016. 6. Mengetahui hubungan sikap responden terhadap tindakan pencegahan penyakit menular seksual (PMS) pada pekerja seks (WPS) di Medan Johor tahun 2016. 1.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Ho : Tidak ada hubungan pengetahuan dan sikap wanita pekerja seks (WPS) terhadap tindakan pencegahan penyakit menular seksual (PMS) di Medan Johor tahun 2016. 2. Ha : Ada hubungan pengetahuan dan sikap wanita pekerja seks (WPS) terhadap tindakan pencegahan penyakit menular seksual (PMS) di Medan Johor tahun 2016.

12 1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi institusi (Dinas Kesehatan kota Medan, Puskesmas Medan Johor, dan petugas/kader kesehatan) sebagai bahan masukan untuk mengembangkan metode terbaru dan pendekatan pendidikan kesehatan yang aplikatif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap sikap pekerja seks l (WPS) dengan tindakan pencegahan penyakit menular seksual (PMS) di Medan Johor 2. Bagi, sebagai literatur kepustakaan di bidang penelitian mengenai hubungan pengetahuan dan sikap wanita pekerja seks (WPS) terhadap tindakan pencegahan penyakit menular seksual (PMS) di Medan Johor tahun 2016. 3. Bagi peneliti lain, diharapkan dapat digunakan sebagai perbandingan atau bahan referensi bagi penelitian dengan objek yang sama di masa mendatang.