VARIASI TEMPORAL KONSENTRASI KARBON DIOKSIDA (CO 2 ) DAN TEMPERATUR DI INDONESIA BERBASIS DATA OBSERVASI AQUA-AIRS

dokumen-dokumen yang mirip
VARIABILITAS TEMPERATUR UDARA PERMUKAAN WILAYAH INDONESIA BERDASARKAN DATA SATELIT AIRS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PROFIL VERTIKAL OZON, ClO DAN TEMPERATUR DI BANDUNG DAN WATUKOSEK BERBASIS OBSERVASI SENSOR MLS SATELIT AURA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA OZON DENGAN TEMPERATUR (STUDI KASUS DATA WATUKOSEK )

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

KAJIAN PENGARUH UAP AIR TERHADAP PERUBAHAN IKLIM

ANALISIS SPASIAL KONDISI KARBON DIOKSIDA DI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN DATA AIRS

APA & BAGAIMANA PEMANASAN GLOBAL?

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini.

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034%

DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP KENAIKAN TEMPERATUR GLOBAL

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

ANALISIS ANGIN ZONAL DI INDONESIA SELAMA PERIODE ENSO

BAB III DATA DAN METODOLOGI

PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HUJAN DI YOGJAKARTA, SEMARANG, SURABAYA, PROBOLINGGO DAN MALANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH TOPOGRAFI TERHADAP CURAH HUJAN MUSIMAN DAN TAHUNAN DI PROVINSI BALI BERDASARKAN DATA OBSERVASI RESOLUSI TINGGI

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

Keterkaitan Variasi Sinar Kosmik dengan Tutupan Awan Riza Adriat 1)

Kementerian PPN/Bappenas

KAJIAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGI UNTUK MENGUKUR KONSENTRASI CO2 DI ATMOSFER

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair

Di zaman modern seperti sekarang ini, semakin sering. DNB/VIIRS: Menatap Bumi di Malam Hari AKTUALITA

PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HU]AN DI DAERAH ACEH DAN SOLOK

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

FIsika PEMANASAN GLOBAL. K e l a s. Kurikulum A. Penipisan Lapisan Ozon 1. Lapisan Ozon

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana?

ANALISIS FENOMENA PERUBAHAN IKLIM DAN KARAKTERISTIK CURAH HUJAN EKSTRIM DI KOTA MAKASSAR

PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGAMATAN GAS RUMAH KACA MENGGUNAKAN WAHANA SATELIT

ANALISIS KUALITAS UDARA STASIUN GLOBAL ATMOSPHERE WATCH (GAW) BUKIT KOTOTABANG KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT

PENGARUH KARBON MONOKSIDA TERHADAP OZON PERMUKAAN

IDENTIFIKASI PERUBAHAN DISTRIBUSI CURAH HUJAN DI INDONESIA AKIBAT DARI PENGARUH PERUBAHAN IKLIM GLOBAL

ANALISIS STATISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI INDONESIA UNTUK EVALUASI PERUBAHAN IKLIM

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

PERUBAHAN PENGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN IKLIM KOTA MALANG

Alberth Christian Nahas dan Budi Setiawan Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai peristiwa meningkatnya suhu rata-rata pada lapisan

FENOMENA GAS RUMAH KACA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini menemukan empat jenis burung madu marga Aethopyga di

Geografi. Kelas X ATMOSFER IV KTSP & K-13. I. Angin 1. Proses Terjadinya Angin

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS HUJAN ASAM DAN CO 2 ATMOSFER

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

Oleh : Irman Sonjaya, Ah.MG

PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI

lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA ANOMALI SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN CURAH HUJAN DI JAWA

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global

BAB VII TATA SURYA. STANDAR KOMPETENSI : Memahami Sistem Tata Surya dan Proses yang terjadidi dalamnya.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR

Udara & Atmosfir. Angga Yuhistira

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

3. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian. Lokasi pengamatan konsentrasi klorofil-a dan sebaran suhu permukaan

PERKEMBANGAN ENERGI DI INDONESIA SEBAGAI DAMPAK KEBIJAKAN IKLIM GLOBAL INDONESIAN ENERGY DEVELOPMENT AS IMPACT OF GLOBAL CLIMATE POLICY

Jurnal Sains Dirgantara Vol. 10 No. 2 Juni 2013 :

Perubahan iklim dan dampaknya terhadap Indonesia

Angin Meridional. Analisis Spektrum

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu

ATMOSFER BUMI A BAB. Komposisi Atmosfer Bumi

I. INFORMASI METEOROLOGI

HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS.

Atmosfer Bumi. Meteorologi. Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita. Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni.

Gambar C.16 Profil melintang temperatur pada musim peralihan kedua pada tahun normal (September, Oktober, dan November 1996) di 7 O LU

Optimalisasi informasi perubahan iklim dalam rangka membangun kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA AQUA MODIS

Transkripsi:

VARIASI TEMPORAL KONSENTRASI KARBON DIOKSIDA (CO 2 ) DAN TEMPERATUR DI INDONESIA BERBASIS DATA OBSERVASI AQUA-AIRS Ninong Komala Bidang Pengkajian Ozon dan Polusi Udara, Pusfatsatklim LAPAN Jl. Dr. Djundjunan 133 Bandung 40173 ninongk@yahoo.com Abstract Global CO 2 troposphere at 500 hpa has been observed since 2002 by AIRS (Atmospheric Infra Red Sounder) instrument. Trend and the increasing of tropospheric CO 2 based on AQUA AIRS for Indonesian region (10 o N to 10 o S, and 95 o E to 140 o E) for the period of 2002 to February 2010 has been analyzed. Tropospheric CO 2 (at 500 hpa level) in Indonesia region show 337 ppm in 2002and recently almost reach 390 ppm. CO 2 troposphere in Indonesia reaching maximum in June minimum in September. Contribution of tropospheric CO 2 to surface (1000 hpa) temperature increasing was analyzed by correlating the CO 2 troposphere data with temperature at 1000 hpa in the same data period (2002 to February 2010). The time series analysis of tropospheric CO 2 in Indonesian region show a linear trend of CO 2 increment. Following the equation of y = 2.0072x - 3646.8 with r = 0.992. The Temperature at 1000 hpa in Indonesian region reaching maximum on May and minimum on September, while temperature at 1000 hpa trend following the equation of y = 0.1084x + 82.927 with r = 0.373. Key words: temporal variation, Carbon dioxide (CO 2 ), temperature, AIRS Abstrak Konsentrasi CO 2 troposfer pada 500 hpa dalam skala global telah diamati sejak tahun 2002 dengan instrument AIRS (Atmospheric Infra Red Sounder). Data CO 2 dari AQUA AIRS untuk wilayah Indonesia (10 o LU sampai dengan 10 o LS, 95 o BT- sampai dengan 140 o BT) dari tahun 2002 sampai dengan Februari tahun 2009 telah dianalisis kecenderungan kenaikan konsentrasinya. Konsentrasi CO 2 troposfer (pada ketinggian 500 hpa) di Indonesia pada tahun 2002 bernilai 337 ppm, sedangkan saat ini konsentrasi CO 2 di troposfer Indonesia hampir mencapai 390 ppm. Konsentrasi CO 2 troposfer mencapai maksimum pada bulan Juni dan minimum pada bulan September. Kontribusi konsentrasi CO 2 troposfer terhadap kenaikan temperatur di permukaan bumi (1000 hpa) dianalisis dengan mengkorelasikan data konsentrasi CO 2 troposfer dengan temperatur pada 1000 hpa dalam periode yang sama (2002 sampai dengan Februari 2010). Hasil analisis time series konsentrasi CO 2 troposfer memperlihatkan adanya trend kenaikan yang linier, mengikuti persamaan y = 2.0072x - 3646.8 dengan r = 0.992. Temperatur pada 1000 hpa mencapai maksimum pada bulan Mei dan minimum pada September, sedangkan trend temperatur pada 1000 hpa mengikuti persamaan y = 0.1084x + 82.927 dengan r = 0.373. Kata Kunci: variasi temporal, karbon dioksida (CO 2 ), temperatur, AIRS 1. PENDAHULUAN CO 2 adalah satu-satunya gas rumah kaca penting yang diemisikan umat manusia ke atmosfer dengan kontribusi 63.5 % terhadap pengaruh radiasi global. Pada dekade yang lalu kontribusi CO 2 terhadap pengaruh meningkatnya radiasi global adalah 85% dan pada lima tahun terkhir adalah 86%. Pada masa 10000 tahun sebelum revolusi industri, kondisi CO 2 di atmosfer hampir konstan ~ 280 ppm. Kondisi ini menunjukkan kesetimbangan antara atmosfer, lautan dan biosfer. Sejak 1750, CO 2 di atmosfer meningkat 38%, terutama karena emisi dari pembakaran bahan bakar fosil yang mencapai 8.62 Gt karbon pada tahun 345

2007, deforestasi dan perubahan tata guna lahan yang mencpai 0.5-2.5 Gt karbon per tahun selama periode tahun 2000-2005. Pengukuran CO 2 di atmosfer dengan presisi tinggi telah dimulai pada tahun 1958, memperlihatkan kenaikan rata-rata CO 2 di atmosfer sekitar 55% adalah dari emisi bahan bakar fosil. Sisa CO 2 di atmosfer yang berasal dari bahan bakar fosil ini lepas ke laut dan ke biosfer terrestrial. Secara global, rata-rata kosentrasi CO 2 global di atmosfer pada tahun 2008 adalah 385.2 ppm dan peningkatan dari tahun sebelumnya adalah 2.0 ppm. Laju pertumbuhan pada tahun 2008 ini lebih besar dari ratarata pada tahun 1990-an yang mencapai ~ 1.5 % per tahun yang penyebab utamnya emisi CO 2 dari pembakaran bahan bakar fosil. (MWO, 2009) Gambar 1.1. Rata-rata global CO 2 (a) dan laju pertumbuhannya (b) dari tahun 1983 sampai tahun 2008. (WMO,2009) Telah terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer sejak dimulainya revolusi industri karena pertumbuhan pesat aktivitas manusia. Saat ini telah cukup bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa meningkatnya konsentrasi CO 2 di atmosfer adalah penyebab utama perubahan global dan perubahan iklim (IPCC, 2007). IPCC (2007) memperkirakan peningkatan CO 2 akan menyebabkan kenaikan temperatur antara 2 C sampai 4.5 C. Konsentrasi CO 2 pada umumnya mempunyai siklus musiman yang bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Siklus di ekosistem bumi tersebut bisa berasal dari perubahan musim dan amplitudonya meningkat seperti yang dirasakan pada dekade sekarang ini. Hal ini bisa juga sebagai refleksi dari meningkatnya konsentrasi CO 2 dengan dampak meningkatnya temperatur rata-rata global Fluktuasi antar tahun berkaitan dengan berubahnya upwelling dari air laut di tropik yang kaya dengan CO 2 dan berubahnya ekosistem di bumi yang terkait dengan iklim regional karena adanya EL Nino dan letusan gunung berapi (Keeling et al., 1989). Crevoisier dkk (2009) telah melakukan penelitian tentang siklus musiman CO 2, trend dan pola geografis di Lautan Pasifik pada 8 latitudinal band masing-masing 5 o dari Januari 2008 sampai Desember 2008 untuk lapisan troposfer tengah sampai troposfer atas dengan menggunakan the Infrared Atmospheric Sounding Interferometer (IASI) dan the Advanced Microwave Sounding Unit (AMSU) secara simultan. Salah satu hasil untuk daerah utara tropik dan selatan tropik dapat dilihat pada gambar 1.2. 346

Gambar 1.2. Siklus musiman CO 2 di troposfer tengah sampai troposfer atas dari IASI di atas laut Pasifik pada 8 latitudinal band masing-masing 5 o dari Januari 2008 sampai December 2008. Gambar atas untuk daerah utara tropik dan gambar bawah untuk daerah selatan tropik. Garis hitam menunjukkan rata-rata dari semua band. (Crevoisier, et al, 2009) Penelitian keterkaitan konsentrasi CO 2 dan temperatur permukaan di Indonesia masih belum banyak dilakukan, dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat diungkap kondisi, karakteristik dan tendensi kenaikan konsentrasi CO 2 dan temperatur di atmosfer Indonesia secara temporal. 2. DATA DAN METODE Data Karbon dioksida dari AIRS dalam format file HDF adalah data level 3 midtroposfer (500 mbar) yang dibawa oleh satelit AQUA. Data berupa data bulanan dengan ukuran grid sel 2.5 derajat lintang x 2 derajat bujur. Data CO 2 ini dalam satuan fraksi mol (ppm). Fraksi mol didefinisikan sebagai jumlah molekul karbon dioksida dibagi jumlah semua molekul di udara (termasuk molekul CO 2 itu sendiri). Fraksi mol dinyatakan dalam part per million (ppm). Contoh:0.000375 dinyatakan dengan 375 ppm. Data CO 2 2.5 x 2 grid sel ini cakupannya dari -180.0 sampai +180.0 bujur dan dari lintang -60.0 sampai +90.0 dengan ketelitian data sampai dengan 1.2 ppm. Data temperatur pada 1000 hpa dari AIRS digunakan juga dalam penelitian ini dengan 1 x 1 grid dengan cakupan dari -180.0 sampai +180.0 bujur dan dari lintang -90.0 sampai +90.0. Analisis hanya dilakukan untuk data CO 2 dan temperature wilayah Indonesia (10 LU sampai dengan 10 LS, 90 BT sampai dengan 140 BT). Inventarisasi data CO 2 global dan temperatur pada 1000 hpa dari AIRS dari September 2002 sampai dengan Februari 2010. Mengkonversi data konsentrasi CO 2 dari format HDF dan kroping data untuk wilayah Indonesia (10 LU 10 LS, 90 BT 140 BT). Dilakukan analisis data time series CO 2 dan temperatur pada 1000 hpa wilayah Indonesia tahun 2002-2010 serta karakterisasi pola musimannya. Di analisis pula keterkaitan antara trend CO 2 dan temperatur pada 1000 hpa. 347

AIRS (Atmospheric Infra Red Sounders) merupakan bagian dari Earth Observing System (EOS) dan merupakan satu dari enam instrument yang ditempatkan pada satelit AQUA milik NASA yang diluncurkan pada 4 Mei 2002. AIRS dirancang untuk mendukung riset tentang iklim dan mengembangkan prediksi cuaca secara global. AIRS beroperasi bersamaan dengan microwave instrument the Advanced Microwave Sounding Unit (AMSU-A), AIRS mengamati siklus global air dan energi, variasi iklim dan kecenderunganya serta respon sistem iklim terhadap meningkatnya gas rumah kaca. AIRS menggunakan teknologi infra merah untuk membuat peta udara dan temperatur permukaan, uap air dan sifat awan. AIRS juga dapat mengukur trace gases dan gas rumah kaca seperti ozon, karbon monoksida, karbon dioksida dan metana. Gambar 1.3 Instrument AIRS pada satelit AQUA (http://jpl.nasa/gov) AIRS juga merupakan spektrometer dengan resolusi spektral yang tinggi dengan 2378 band pada infra merah (3.7 µm-15.4 µm) dan 4 band pada daerah visibel (0.4 µm-1.0 µm). Range ini dipilih secara spesifik untuk dapat menentukan temperatur atmosfer dengan ketelitian 1 C pada lapisan dengan ketebalan 1 km, dan kelembapan dengan ketelitian 20% pada ketebalan lapisan 2 km di troposfer. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Kondisi CO 2 Troposfer di Indonesia dari data AIRS Data CO 2 tahun 2002-2010 untuk wilayah Indonesia (rata-rata 10 LU sampai dengan10 LS, 90 BT sampai dengan 140 BT) dibuat analisis time seriesnya dengan memplot data rata-rata wilayah Indonesia setiap bulan, seperti yang terlihat pada gambar 3.1. Analisis time series konsentrasi CO 2 di Indonesia menunjukkan peningkatan yang terus menerus.trend peningkatan konsentrasi CO 2 troposfer (pada ketinggian 500 hpa) di Indonesia mengikuti persamaan regresi linier dengan persamaan y = 2.0072x - 3646.8 dengan r = 0.992. Konsentrasi CO 2 di Indonesia pada September 2002 adalah 371.70 ppm dan meningkat terus menjadi 387.39 ppm pada bulan Februari 2010. 348

Gambar 3.1. Konsentrasi CO 2 pada 500 hpa di Indonesia dari September 2002 sd.februari 2010 (Sumber data: AIRS) Berdasarkan persamaan regresi linier yang diperoleh, laju pertumbuhan CO 2 troposfer Indonesia adalah 0.167 ppm/bulan atau hampir 2.01 ppm/tahun. Rata-rata konsentrasi CO 2 di Indonesia saat ini adalah 380.65 ppm, nilai ini lebih rendah dari konsentrasi global pada tahun 2008 yang mencapai 385.2 ppm, tetapi laju pertumbuhan konsentrasi CO 2 di Indonesia lebih tinggi 0.1 ppm/tahun dibandingkan dengan yang dikemukakan WMO (2009). Pada Gambar 3.2 dapat dilihat rata-rata pola variasi musiman konsentrasi CO 2 troposfer di Indonesia dari tahun 2002-Februari 2010. Pola variasi musiman secara umum menunjukkan nilai konsentrasi CO 2 maksimum pada bulan Mei dan minimum pada bulan September. Deviasi variasi musiman terhadap variasi rata-rata 2002 sampai dengan 2010 menunjukkan bahwa pola musiman konsentrasi CO 2 di troposfer Indonesia pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 lebih kecil dari pola musiman rata-rata (nilai deviasi negatif) dan pola musiman pada tahun 2007 sampai dengan saat ini menunjukkan nilai deviasi positif hampir ~ 6 ppm. Pola variasi musiman konsentrasi CO 2 troposfer di Indonesia polanya hampir mirip dengan hasil penelitian Crevoisier, et al, 2009 walaupun konsentrasinya lebih rendah tetapi kondisi maksimum dan minimumnya berbeda yaitu maksimum pada bulan Juli dan minimum pada bulan Oktober untuk daerah utara tropik, sedangkan untuk selatan tropik CO 2 maksimum pada bulan Agustus dan minimum pada bulan September 349

Gambar 3.2. Pola rata-rata variasi musiman CO 2 troposfer (pada 500 hpa) di Indonesia (kiri) dan deviasi pola musiman CO 2 troposfer Indonesia dari September tahun 2002 sampai dengan Februari 2010 (kanan). (Sumber data: AIRS) Pola musiman CO 2 troposfer Indonesia dari September 2002 sampai Februari 2010 untuk musim basah (DJF), peralihan (MAM), musim kering (JJA) dan peralihan (SON) dapat dilihat pada Gambar 3.3. Gambar 3.3. Variasi musiman konsentrasi CO 2 troposfer untuk DJF, MAM. JJA dan SON dari data 2002-2010 (Sumber data:airs). Range konsentrasi CO 2 Indonesia pada DJF adalah 379.5 ppm ~ 381.5 ppm. Konsentrasi CO 2 di Sumatra, Kalimantan dan Papua lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi CO2 di Pulau Jawa dan Sulawesi. Range konsentrasi CO 2 Indonesia pada MAM adalah 379.5 ppm ~ 382.5 ppm. Hampir sama dengan kondisi pada DJF, konsentrasi 350

CO 2 di Sumatra, Kalimantan dan Papua lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi CO 2 di Pulau Jawa dan Sulawesi. Range konsentrasi CO 2 Indonesia pada JJA sama dengan range pada MAM yaitu 379.5 ppm ~ 382.5 ppm. Konsentrasi CO 2 di Sumatra, Kalimantan dan Papua lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi CO 2 di Pulau Jawa dan Sulawesi. Sedangkan range konsentrasi CO 2 Indonesia pada SON sedikit lebih rendah dibanding dengan kondisi DJF yaitu 379.0 ppm ~ 381.0 ppm. Pada musim ini konsentrasi CO 2 di Pulau Jawa dan Sulawesi, jauh lebih tinggi dibanding dengan di Sumatra, Kalimantan dan Papua sebelah timur. Pada Gambar 3.4 dapat dilihat rata-rata variasi musiman DJF, MAM, JJA dan SON konsentrasi CO2 di Indonesia untuk rata-rata longitude (kiri) dan rata-rata lintang (kanan). Rata-rata longitude menunjukkan range konsentrasi 379 ppm-383 ppm dengan semakin ke utara semakin tinggi pada MAM dan JJA, SON dan DJF agak terbalik. Pada pola musiman rata-rata lintang, MAM dan JJA polanya sama, sedangkan DJF dan SON semakin ke timur konsentrasi CO 2 lebih tinggi Gambar 3.4. Rata-rata variasi musiman DJF, MAM, JJA dan SON konsentrasi CO 2 di Indonesia rata-rata longitude (kiri) dan rata-rata lintang (kanan). (Sumber data:airs). Mengingat Indonesia terdiri dari 30% daratan dan 70% lautan, variasi spasial dan temporal konsentrasi CO 2 di atmosfer Indonesia juga mengandung informasi tentang sifat dasar dan karakteristik dari proses pertukaran CO 2 antara atmosfer dan biosfer daratan serta lautan (Machida et al; 2007). 3.2. Temperatur pada 1000 hpa di Indonesia dari AIRS Time series temperatur pada 1000 hpa di Indonesia dari AIRS pada September 2002 sampai dengan Februari 2010 memperlihatkan adanya trend kenaikan (dapat dilihat pada Gambar 3.5). Trend temperatur pada 1000 hpa mengikuti persamaan y = 0.1084 x + 82.927 dengan r = 0.373. 351

Gambar 3.5. Trend temperatur pada 1000 hpa di Indonesia dari September 2002 sampai dengan Februari 2010 (Sumber data: AIRS) Pola musiman temperatur pada 1000 hpa dari data September 2002 sampai dengan Februari 2010 menunjukkan temperatur maksimum pada bulan Mei dan minimum pada bulan September, dan deviasi variasi musiman temperatur terhadap variasi temperatur ratarata mempunyai range 1.5 o sampai dengan + 1.5 o (Gambar 3.6). Deviasi pola musiman temperatur tahun 2006 untuk bulan Oktober menunjukkan minimum tidak seperti bulan Oktober pada tahun lainnya yang menunjukkan nilai deviasi yang positif. Gambar 3.6. Pola musiman rata-rata (tahun 2002 sampai 2010) temperatur pada 1000 hpa di Indonesia (kiri), dan deviasi variasi musiman temperatur masingmasing tahun terhadap pola musiman rata-rata (Sumber data: AIRS). Rata-rata variasi musiman DJF, MAM, JJA dan SON temperatur pada 1000 hpa di Indonesia rata-rata longitude (kiri) dan rata-rata lintang (kanan) dapat dilihat pada Gambar 3.7. Variasi musiman DJF, MAM, JJA dan SON temperatur pada 1000 hpa berdasarkan rata-rata longitude menunjukkan range temperatur antara 298 o K - 301.5 o K, semua musim menunjukkan maksimum tepat di ekuator dan 3 o LS. Pada pola musiman rata-rata lintang, range temperatur adalah antara 298 o K - 302.5 o K pola musiman DJF, MAM, JJA dan SON hampir sama yaitu menunjukkan peak di 117 o BT dan minimum pada 95 o BT dan 130 o BT. Temperatur pada musim MAM lebih tinggi dari musim lainnya. 352

Gambar 3.7. Rata-rata variasi musiman DJF, MAM, JJA dan SON temperatur pada 1000 hpa di Indonesia rata-rata longitude (kiri) dan rata-rata lintang (kanan). (Sumber: AIRS). 3.3. Korelasi Temperatur pada 1000 hpa dan CO 2 Troposfer Untuk melihat hubungan antara CO 2 troposfer dan temperatur pada 1000 hpa dibuat plotting antara konsentrasi CO 2 troposfer dan temperatur pada 1000 hpa untuk Indonesia dari September 2002 sampai Februari 2010. Korelasi antara kenaikan konsentrasi CO 2 troposfer dengan temperatur pada 1000 hpa menunjukkan hubungan yang linier mengikuti persamaan y = 0.0613x + 277.15 dengan koefisien korelasi 0.42 (dapat dilihat pada Gambar 3.8) Gambar 3.8. Plotting konsentrasi CO 2 dan temperatur (kiri) dan korelasi kenaikan temperatur karena meningkatnya konsentrasi CO 2 di Indonesia untuk data September 2002 - sampai dengan Februari 2010 Menurut persamaan y = 0.0613x + 277.15 dengan koefisien korelasi 0.42, pada saat CO 2 390 ppm maka temperaturnya menjadi 301.057 o K, dari perhitungan ini setiap kenaikan 1 ppm CO 2 akan meningkatkan temperatur sebesar 0.061 o K. Seandainya pada suatu saat CO 2 menjadi 400 ppm, maka temperatur akan menjadi 301.670 o K. 353

4. KESIMPULAN Data CO 2 dan Temperatur pada 1000 hpa dari AIRS untuk wilayah Indonesia dari tahun 2002 sampai Februari 2010 telah dianalisis secara temporal. Hasil analisis menunjukkan konsentrasi CO2 di Indonesia mengalami peningkatan dari 370 ppm menjadi ~ 390 ppm pada Februari 2010. Secara umum konsentrasi CO 2 di Indonesia mencapai maksimum pada bulan Mei dan minimum pada bulan bulan September. Pola musiman temperatur pada 1000 hpa mencapai maksimum pada bulan Mei dan minimum pada bulan September. Korelasi kenaikan konsentrasi CO 2 dengan T pada 1000 hpa memperlihatkan hubungan yang linier dengan persamann y = 0.0613x + 277.15 dan koefisien korelasi ~ 0.42. Dengan mengiktui persamaan yang diperoleh dari hasil penelitian ini, kenaikan konsentrasi CO 2 dengan T pada 1000 hpa ada keterkaitan yaitu kenaikan 1 ppm CO 2 akan meningkatkan temperatur pada 1000 hpa sebesar 0.061 o K. DAFTAR RUJUKAN AIRS homepage at JPL (http://airs.jpl.nasa.gov/) Crevoisier, C, A. Ch edin, H. Matsueda, T. Machida, R. Armante, and N. A. Scott, 2009, First year of upper tropospheric integrated content of CO2 from IASI hyperspectral infrared observations, Atmos. Chem. Phys. Discuss., 9, 8187 8222. IPCC Climate Change 2007, The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change [Solomon, S., D. Qin, M. Manning, Z. Chen, M. Marquis, K.B. Averyt, M. Tignor and H.L. Miller (eds.)]. Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, NY, USA, 996 pp. Keeling et al., 1989 Machida, T, H. Matsueda and Y. Sawa, A new JAL project: CONTRAIL Comprehensive ObservationNetwork for TRace gases by AIrLiner, Igactivities, No 37, November 2007, page 23-30. WMO, Green House Gas Bulletin, No. 5: 23 November 2009. 354