BAB IV HASIL ANALISA

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Setting Relay Proteksi Pengaman Arus Lebih Pada Generator (Studi Kasus di PLTU 2X300 MW Cilacap)

BAB IV SISTEM PROTEKSI GENERATOR DENGAN RELAY ARUS LEBIH (OCR)

BAB II LANDASAN TEORI

Perencanaan Koordinasi Rele Pengaman Pada Sistem Kelistrikan Di PT. Wilmar Gresik Akibat Penambahan Daya

STUDI KOORDINASI RELE ARUS LEBIH DAN PENGARUH KEDIP TEGANGAN AKIBAT PENAMBAHAN BEBAN PADA SISTEM KELISTRIKAN DI PT. ISM BOGASARI FLOUR MILLS SURABAYA

BAB IV 4.1. UMUM. a. Unit 1 = 100 MW, mulai beroperasi pada tanggal 20 januari 1979.

Rifgy Said Bamatraf Dosen Pembimbing Dr. Ir. Margo Pujiantara, MT Dr. Dedet Chandra Riawan, ST., M.Eng.

STUDI KOORDINASI RELE ARUS LEBIH DAN PENGARUH KEDIP TEGANGAN AKIBAT PENAMBAHAN BEBAN PADA SISTEM KELISTRIKAN DI PT. ISM BOGASARI FLOUR MILLS SURABAYA

BAB II LANDASAN TEORI

Analisa Stabilitas Transien dan Koordinasi Proteksi pada PT. Linde Indonesia Gresik Akibat Penambahan Beban Kompresor 4 x 300 kw

Pengaturan Ulang Rele Arus Lebih Sebagai Pengaman Utama Compressor Pada Feeder 2F PT. Ajinomoto Mojokerto

Studi Koordinasi Proteksi Sistem Kelistrikan di Project Pakistan Deep Water Container Port

KOORDINASI PROTEKSI TEGANGAN KEDIP DAN ARUS LEBIH PADA SISTEM KELISTRIKAN PT. WILMAR NABATI, GRESIK JAWA TIMUR

BAB III PLTU BANTEN 3 LONTAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bambang Prio Hartono, Eko Nurcahyo, Lauhil Mahfudz Hayusman 1

1 BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus. Sistem tenaga listrik dikatakan memiliki keandalan yang baik jika

BAB IV ANALISIA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Koordinasi Proteksi Pada Gardu Induk Wonosobo. Gardu induk Wonosobo mempunyai pengaman berupa OCR (Over Current

BAB III PENGAMANAN TRANSFORMATOR TENAGA

BAB 1 PENDAHULUAN. Tahun-tahun belakangan ini, terjadi peningkatan penggunaan komponen

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang memiliki kapasitas 4 X 425 MW dan 3 X 600 MW. PLTU ini. menggunakan bahan bakar batubara dalam prosesnya.

Pengujian Relay Arus Lebih Woodward Tipe XI1-I di Laboratorium Jurusan Teknik Elektro

DAFTAR ISI BAB II DASAR TEORI

ANALISIS PENYEBAB KEGAGALAN KERJA SISTEM PROTEKSI PADA GARDU AB

BAB IV ANALISIS DATA LAPANGAN. Ananlisi ini menjadi salah satu sarana untuk mencari ilmu yang tidak

BAB IV ANALISA DATA. Berdasarkan data mengenai kapasitas daya listrik dari PLN dan daya

Pertemuan ke :2 Bab. II

SIMULASI OVER CURRENT RELAY (OCR) MENGGUNAKAN KARATERISTIK STANDAR INVERSE SEBAGAI PROTEKSI TRAFO DAYA 30 MVA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Studi Koordinasi Proteksi PT. PJB UP Gresik (PLTGU Blok 3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sidang Tugas Akhir (Genap ) Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro ITS

ABSTRAK Kata Kunci :

Presentasi Sidang Tugas Akhir (Ganjil 2013) Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro ITS. Nama : Rizky Haryogi ( )

STUDI PROTEKSI PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO (PLTM) SILAU 2 TONDUHAN KABUPATEN SIMALUNGUN

Perhitungan Setting Rele OCR dan GFR pada Sistem Interkoneksi Diesel Generator di Perusahaan X

Hendra Rahman, Ontoseno Penangsang, Adi Soeprijanto

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik

STUDI KOORDINASI RELE PROTEKSI PADA SISTEM KELISTRIKAN PT. BOC GASES GRESIK JAWA TIMUR

dalam sistem sendirinya dan gangguan dari luar. Penyebab gangguan dari dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkitan terdistribusi dapat mengurangi rugi-rugi energi pada transmisi

BAB IV ANALISA GANGGUAN DAN IMPLEMENTASI RELAI OGS

Analisis Kestabilan Transien dan Pelepasan Beban Pada Sistem Integrasi 33 KV PT. Pertamina RU IV Cilacap akibat Penambahan Beban RFCC dan PLBC

BAB I PENDAHULUAN. mentransmisikan dan mendistribusikan tenaga listrik untuk dapat dimanfaatkan

Analisis Kestabilan Transien dan Mekanisme Pelepasan Beban di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit (RU) VI Balongan

2.2.6 Daerah Proteksi (Protective Zone) Bagian-bagian Sistem Pengaman Rele a. Jenis-jenis Rele b.

BAB V RELE ARUS LEBIH (OVER CURRENT RELAY)

Studi Koordinasi Proteksi di PT. Ajinomoto, Mojokerto Oleh : Arif Andia K

BAB III KRONOLOGI & DAMPAK GANGGUAN

Pembimbing : 1. Prof. Ir. Ontoseno Penangsang, MSc,PhD 2. Ir. R. Wahyudi

Analisa Koordinasi Over Current Relay Dan Ground Fault Relay Di Sistem Proteksi Feeder Gardu Induk 20 kv Jababeka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Analisa Koordinasi Rele Pengaman Transformator Pada Sistem Jaringan Kelistrikan di PLTD Buntok

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. c. Memperkecil bahaya bagi manusia yang ditimbulkan oleh listrik.

Analisis Studi Rele Pengaman (Over Current Relay Dan Ground Fault Relay) pada Pemakaian Distribusi Daya Sendiri dari PLTU Rembang

SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No 1, (2013) 1-6

PENGESAHAN PUBLIKASI HASIL PENELITIAN SKRIPSI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA

GT 1.1 PLTGU Grati dan Rele Jarak

Oleh : Thomas Lugianto Nurdin ( ) : Dr. Eng. I Made Yulistya Negara, ST., M.Sc.

EVALUASI KOORDINASI RELE PENGAMAN PADA JARINGAN DISTRIBUSI 20 KV DI GARDU INDUK GARUDA SAKTI, PANAM-PEKANBARU

BAB II LANDASAN TEORI

Analisa Rele Proteksi pada Sistem Kelistrikan Industri Peleburan Nikel PT. Aneka Tambang Operasi Pomaala ( Sulawesi Tenggara )

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini menggunakan data plant 8 PT Indocement Tunggal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANG BANGUN SIMULASI PENGAMAN BEBAN LEBIH TRANSFORMATOR GARDU INDUK MENGGUNAKAN PROGRAMMABLE LOGIC CONTROLLER

Perencanaan Koordinasi Rele Pengaman Pada Sistem Kelistrikan Di PT. Wilmar Gresik Akibat Penambahan Daya

KOORDINASI RELE ARUS LEBIH DI GARDU INDUK BUKIT SIGUNTANG DENGAN SIMULASI (ETAP 6.00)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Analisis Rele Pengaman Peralatan dan Line Transmisi Switchyard GITET Baru 500kV PT PLN (PERSERO) di Kediri

STUDI KOORDINASI RELE PENGAMAN PADA SISTEM KELISTRIKAN PT. WILMAR NABATI INDONESIA, GRESIK JAWA TIMUR. Studi Kasus Sistem Kelistrikan PT.

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV RELAY PROTEKSI GENERATOR BLOK 2 UNIT GT 2.1 PT. PEMBANGKITAN JAWA-BALI (PJB) MUARA KARANG

Rimawan Asri/ Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Margo Pujiantara, MT. Dimas Fajar Uman Putra ST., MT.

D. Relay Arus Lebih Berarah E. Koordinasi Proteksi Distribusi Tenaga Listrik BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN B. SARAN...

KOORDINASI PROTEKSI TEGANGAN KEDIP DAN ARUS LEBIH PADA SISTEM KELISTRIKAN INDUSTRI NABATI

EVALUASI SETTING RELAY PROTEKSI GENERATOR DAN TRAFO GENERATOR DI PLTGU TAMBAK LOROK BLOK 1

Institut Teknologi Padang Jurusan Teknik Elektro BAHAN AJAR SISTEM PROTEKSI TENAGA LISTRIK. TATAP MUKA X&XI. Oleh: Ir. Zulkarnaini, MT.

Gambar 2.1 Skema Sistem Tenaga Listrik (3)

STUDI KOORDINASI RELE PENGAMAN PADA SISTEM KELISTRIKAN PLTU EMBALUT, PT. CAHAYA FAJAR KALTIM

Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Analisis Koordinasi Sistem Pengaman Incoming dan Penyulang Transformator 3 di GI Sukolilo Surabaya

Analisis Studi Rele Pengaman (Over Current Relay Dan Ground Fault Relay) pada pemakaian distribusi daya sendiri dari PLTU Rembang

2014 ANALISIS KOORDINASI SETTING OVER CURRENT RELAY

Pendekatan Adaptif Multi Agen Untuk Koordinasi Rele Proteksi Pada Sistem Kelistrikan Industri

ANALISIS ARUS INRUSH TERHADAP PENGARUH KINERJA RELAI DIFERENSIAL PADA TRANSFORMATOR 150 KV

Ground Fault Relay and Restricted Earth Faulth Relay

Pemodelan dan Simulasi Sistem Proteksi Microgrid

Studi Koordinasi Proteksi PT. PJB UP Gresik (PLTGU Blok 3)

BAB I PENDAHULUAN. Semakin bertambahnya permintaan konsumen terhadap energi listrik dari

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Koordinasi Proteksi Tegangan Kedip dan Arus Lebih pada Sistem Kelistrikan Industri Nabati

III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

TUGAS AKHIR ANALISIS STABILITAS TRANSIEN DAN PELEPASAN BEBAN DI PT. WILMAR NABATI GRESIK AKIBAT ADANYA PENGEMBANGAN SISTEM KELISTRIKAN FASE 2

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup manusia. Dapat dikatakan pula bahwa energi listrik menjadi

Jurnal Teknik Mesin UNISKA Vol. 02 No. 02 Mei 2017 ISSN

Transkripsi:

BAB IV HASIL ANALISA Pada pembahasan tugas akhir ini yang menjadi topik utama pembahasan adalah mengenai penyebab sebenarnya dari trip unit karena over eksitasi, apakah sistem proteksi telah bekerja dengan benar berdasarkan nilai setting, apakah sistem proteksi telah bekerja dengan nilai setting yang benar, Root Cause Failure Analysis(RCFA) dan upaya pengembangan untuk meminimalisir unit trip karena Over Excitation dimana salah satunya adalah penambahan perhitungan dan monitoring parameter V/Hz Generator pada DCS serta manfaat yang didapat setelah dilaksanakannya pengembangan. 4.1 Identifikasi Masalah Sejak pertama kali sinkron dengan sistem jaringan 150 KV sampai Januari 2015, PLTU Banten 3 Lontar Unit 1 telah mengalami trip karena Over Excitation sebanyak tiga kali. Detail kondisi unit pada saat trip ditunjukkan pada tabel 1

Tabel 4.1. Kondisi Detail pada Saat Unit Trip Berdasarkan tabel diatas dapat diperoleh kesimpulan Nilai Parameter tegangan dibanding frekuensi Generator pada Ketiga Kejadian Trip karena Over Eksitasi.

Untuk menentukan besarnya nilai tegangan generator dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Tp = Ts x rasio PT x...(4.1) Keterangan : Tp : Tegangan Primer Generator Ts : Tegangan Sekunder Generator Rasio PT : Perbandingan jumlah belitan pada Potensial Transformator (PT) Selanjutnya untuk menentukan berapa nilai perbandingan tegangan generator dengan frekuensi generator memakai rumus sebagai berikut :...(4.2) Keterangan : V/Hz : nilai perbandingan antara tegangan dan frekuensi V : tegangan primer generator (aktual) Vn : tegangan nominal generator F : frekuensi primer generator (aktual) Fn : frekuensi nominal generator

Berikut ini adalah perhitungan analisa trip unit yang terjadi sebanyak tiga kali sampai 1 januari 2015 a. 12 September 2011 Tp = Ts x rasio PT x = 61,76 x 200 x 1,732 = 21393 V = 21,393 KV Sehingga didapatkan nilai = = 1,074 b. 7 November 2011 Tp = Ts x rasio PT x = 61,3 x 200 x 1,732 = 21234 V = 21,234 KV

Sehingga didapatkan nilai = = 1,063 c. 2 Februari 2012 Tp = Ts x rasio PT x = 62,21 x 200 x 1,732 = 21549 V = 21,549 KV Sehingga didapatkan nilai = = 1,076 Dari hasil perhitungan diatas apabila dilihat pada tabel nilai setting proteksi Inverse Time Over Excitation maka ketiga perhitungan diatas telah melewati batas nilai yang telah ditentukan. dapat dilihat bahwa nilai tegangan dibandingkan dengan frekuensi generator telah melampaui nilai setting proteksi generator terendah yaitu Over Excitation (1,05 selama 23 detik).

Hal ini berarti apabila nilai perbandingan antara tegangan dengan frekuensi generator lebih dari 1,05 dan nilai tersebut bertahan sampai 23 detik maka proteksi generator akan bekerja yaitu proteksi generator Inverse Time Over Excitation maka proteksi generator akan memerintahkan generator untuk trip sehingga memicu pembangkit listrik untuk trip guna mengamankan unit. 4.2 Analisa 4.2.1 Analisa Penyebab Trip Kejadian trip unit pada 12-9-2011, 7-11-2011 dan 2-2-2012 disebabkan oleh bekerjanya proteksi inverse time over eksitasi. Berdasarkan penjelasan prinsip kerja dari proteksi over eksitasi pada technical instruction G-T protection device RCS-958, dijelaskan bahwa kurva karakteristik inverse time over excitation protection action dihasilkan oleh delapan grup dari nilai setting, dimana nilai setting tersebut adalah nilai dari parameter V/Hz generator. Delapan grup nilai setting ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 4.2. Nilai Setting Proteksi Inverse time Over Excitation NO. Name U/F setting Time delay(s) 1 Upper limit 1.40 1.073 2 Setting 1 1.35 1.463 3 Setting 2 1.30 2.793 4 Setting 3 1.25 4.769 5 Setting 4 1.20 6.831 6 Setting 5 1.15 9.756 7 Setting 6 1.10 18.893 8 Setting 7 1.05 23.892

Berikut ini adalah kurva karakteristik Proteksi Inverse time Over Excitation. Dapat diamati bahwa semakin tinggi nilai V/Hz, semakin singkat time delay kerja proteksi. Gambar 4.1 Kurva Karakteristik Proteksi Inverse Time Over Excitation 4.2.2 Analisa Kelayakan Kerja Sistem Proteksi Generator Penyebab trip unit karena over eksitasi pada 12 September 2011, 7 November 2011 dan 2 Februari 2012. dikarenakan bekerjanya sistem proteksi over eksitasi pada generator. Ketika unit mengalami trip karena sistem proteksi bekerja, berikut adalah pertanyaan yang muncul : o Apakah proteksi bekerja berdasarkan setting yang benar? Dalam upaya perlindungan suatu peralatan yang mempunyai sistem kontrol, maka yang harus dipastikan adalah apakah koordinasi antara sistem kontrol dan sistem proteksi sudah tepat. Generator PLTU Lontar mempunyai AVR sebagai sistem kontrolnya sehingga perlu dipastikan apakah sistem kontrol tersebut telah dikoordinasikan dengan baik dengan sistem proteksi overeksitasi. Untuk memastikan kesesuaian koordinasi setting antara sistem kontrol dan sistem proteksi generator, selanjutnya akan dibandingkan kondisi menurut standar referensi internasional dengan kondisi aktual di PLTU Banten 3 Lontar. - Koordinasi Setting berdasarkan Standar Referensi pada IEEE/ANSI :

Gambar 4.2 Bagan Urutan Koordinasi Setting antara Sistem Kontrol dan Sistem Proteksi Generator Dengan contoh perhitungan koordinasi yang diberikan oleh IEEE/ANSI sebagai berikut : o Sistem kontrol AVR (contoh : V/Hz Limiter) V/Hz Limiter disetting pada nilai 1,05 artinya limiter akan mulai bekerja setelah nilai rasio V/Hz mencapai nilai tersebut. o Sistem proteksi Over eksitasi (V/Hz) Generator Terdiri dari Definite Time dan Inverse Time. Definite Time : V/Hz = 1,18 pu dengan time delay 2-6 second (1 st set point) V/Hz = 1,1 pu dengan time delay 45-60 second (2 nd set point) Inverse Time : Minimum pick up V/Hz = 1,1 pu set dengan time delay yang lebih besar daripada Definite Time. - Koordinasi Setting berdasarkan Kondisi Aktual PLTU Banten 3 Lontar : Berikut adalah kondisi aktual koordinasi setting antara sistem kontrol dan sistem proteksi overeksitasi pada PLTU Banten 3 Lontar : i. Sistem kontrol AVR (contoh : V/Hz Limiter)

V/Hz Limiter disetting pada nilai 1,1 artinya limiter akan mulai bekerja setelah nilai rasio V/Hz mencapai nilai tersebut. ii. Sistem proteksi Over eksitasi Generator Lontar, terdiri dari Definite Time dan Infinite Time. Definite Time : V/Hz = 1,3 pu dengan time delay 1 second (1 st stage) V/Hz = 1,1 pu dengan time delay 0,5 second (2 nd stage) Alarm stage, V/Hz = 1,05 pu dengan time delay 10 second. Inverse Time : Tabel 4.3. Nilai setting Proteksi Inverse time Over Excitation NO. Name U/F setting Time delay(s) 1 Upper limit 1.40 1.073 2 Setting 1 1.35 1.463 3 Setting 2 1.30 2.793 4 Setting 3 1.25 4.769 5 Setting 4 1.20 6.831 6 Setting 5 1.15 9.756 7 Setting 6 1.10 18.893 8 Setting 7 1.05 23.892

- Perbandingan Koordinasi Setting Sistem Kontrol Generator (V/Hz Limiter) dan Sistem Proteksi Over Eksitasi antara Kondisi Aktual PLTU Lontar dengan Standar Referensi IEEE/ANSI Berikut adalah grafik yang menggambarkan contoh perhitungan koordinasi setting yang direkomendasikan oleh IEEE/ANSI : Gambar 4.3 Kondisi Koordinasi Setting antara Sistem Kontrol dengan Sistem Proteksi Generator (Standar IEEE/ANSI) Dapat diamati pada gambar grafik 3.3, bahwa antara sistem kontrol generator dan sistem proteksi generator tidak terjadi irisan. Sehingga sistem proteksi generator hanya akan bekerja setelah sistem kontrol generator tidak mampu lagi mengontrol. Pada kondisi dengan koordinasi setting seperti ini, ketika terjadi kenaikan V/Hz, maka yang pertama kali bekerja untuk menormalkan kondisi adalah V/Hz Limiter. Sistem proteksi over eksitasi tidak akan langsung bekerja, tetapi akan bekerja hanya setelah V/Hz Limiter tidak mampu mengontrol kenaikan parameter V/Hz. Sehingga unit tidak mudah trip karena kenaikan parameter V/Hz.

Kondisi aktual PLTU Banten 3 Lontar dapat digambarkan dengan grafik berikut ini : Gambar 4.4 Kondisi Aktual Koordinasi Setting antara Sistem Kontrol dengan Sistem Proteksi Generator Dapat diamati bahwa ada daerah dimana terjadi irisan antara waktu dimana proteksi mulai bekerja (garis biru) dengan waktu dimana V/Hz limiter (garis merah) mulai bekerja. Artinya ada kondisi dimana sistem kontrol (V/Hz Limiter) belum bekerja sedangkan sistem proteksi generator sudah bekerja. Kondisi ini terjadi pada daerah yang diarsir pada gambar 3.4. tiga kali kejadian trip karena over eksitasi terjadi pada daerah itu. Kondisi sistem kita pun akan rawan karena setiap kali terjadi kenaikan parameter V/Hz, maka yang bekerja terlebih dahulu adalah sistem proteksinya, bukan V/Hz Limiter. Sehingga rawan terjadi trip karena kenaikan parameter V/Hz. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat penyimpangan jika dibandingkan dengan Standar Referensi pada IEEE/ANSI. Namun, yang perlu menjadi catatan di sini adalah bahwa nilai-nilai setting pada gambar 3.3 bukanlah suatu keharusan untuk dijadikan pedoman, akan tetapi yang dijadikan pedoman adalah tidak adanya irisan antara daerah kerja sistem kontrol dan sistem proteksi generator.

Pembahasan trip unit akibat over eksitasi telah dibahas sebelumnya, pada saat ini membahas mengenai langkah apa yang diambil agar trip unit akibar over eksitasi tidak terulang kembali. 4.3 Root Cause Failure Analysis (RCFA) Root Cause Failure Analysis merupakan metode dalam menentukan akar masalah yang kemudian ditentukan pula solusi atau pemecahan masalahnya. Gambar 4.5 Root Cause Failure Analysis ( RCFA ) Dari hasil RCFA, didapatkan tiga Failure Defense Task untuk meminimalisir resiko unit trip karena over eksitasi. 1. Setting ulang koordinasi V/Hz Limiter dan proteksi Over Excitation generator dimana telah diajukan proposal ke PLN dan DNC terkait hal ini. 2. Dilakukan knowledge sharing terkait parameter V/Hz kepada operator. 3. Dilakukan penambahan monitoring parameter V/Hz di DCS karena tidak adanya monitoring menyebankan operator sulit untuk mengontrol parameter tersebut.

4.4 Upaya Pengembangan untuk Meminimalisir Unit Trip karena Over Excitation Berdasarkan analisa yang telah dilakukan maka dirumuskan rekomendasi terkait untuk meminimalisir resiko unit trip karena over eksitasi. Berikut dijelaskan rekomendasi tersebut : 1. Setting ulang koordinasi kerja V/Hz limiter dan proteksi over excitation Nilai setting V/Hz Limiter seharusnya disetting di bawah nilai setting terendah dari proteksi Over Excitation. Direkomendasikan untuk mengubah nilai setting V/Hz Limiter dari 1,1 menjadi 1,05. Pemilihan nilai setting 1,05 diambil berdasarkan standar IEEE, bahwa pada nilai 1,05 ke atas generator akan mengalami kondisi over eksitasi. Perubahan setting ini akan menyebabkan tidak adanya irisan antara kerja sistem kontrol (V/Hz Limiter) dengan sistem proteksi generator. Sehingga akan terjadi koordinasi yang tepat antara system kontrol (V/Hz Limiter) dengan sistem proteksi generator berdasarkan rekomendasi standar IEEE. Kondisi sekarang (sebelum dilakukan perubahan setting), tampak pada gambar 3.3 bahwa V/H Limiter disetting pada 1,1 sehingga terjadi irisan antara V/Hz Limiter dengan sistem proteksi over eksitasi. Setelah dilakukan perubahan, kondisi koordinasi setting akan seperti ditunjukkan pada gambar 3.4. Tidak terjadi irisan antara V/Hz Limiter dengan sistem proteksi.

Gambar 4.6 Kondisi Setelah Perubahan Setting V/Hz Limiter Akan tetapi, setting ulang koordinasi setting ini tidak cukup. Berdasarkan standar internasional, ada kondisi dimana V/Hz Limiter mengalami kegagalan fungsi (failure) sehingga upaya pengembangan untuk meminimalisir kondisi tersebut diperlukan. Upaya pengembangan untuk meminimalisir resiko V/Hz Limiter failure dilakukan dengan monitoring V/Hz di DCS. Berdasarkan RCFA, operator sulit untuk mengontrol parameter tersebut karena tidak adanya monitoring V/Hz di DCS. Oleh karena itu, penambahan monitoring parameter V/Hz Generator sangat diperlukan. 2. Penambahan perhitungan dan monitoring parameter V/Hz generator pada DCS PLTU Lontar. Selain tidak tepatnya nilai seting V/Hz limiter, faktor lain yang menjadi sebab trip unit karena over eksitasi ialah karena operator tidak dapat memantau nilai parameter V/Hz dikarenakan tidak adanya display monitoring parameter V/Hz pada DCS. Dengan alasan tersebut maka diperlukan adanya suatu pengembangan yaitu penambahan Perhitungan dan Monitoring Parameter V/Hz Generator pada DCS PLTU Lontar. Sehingga setelah dilakukan penambahan monitoring parameter V/Hz diharapkan operator dapat memantau nilai parameter V/Hz secara kontinyu, serta

dapat mengantisipasi kenaikan parameter V/Hz bahkan sebelum Sistem Kontrol (V/Hz Limiter) bekerja. 3. Penyusunan Instruksi Kerja (IK) dan knowledge sharing mengenai prosedur operasi monitoring parameter V/Hz Penambahan monitoring parameter pada DCS harus disertai dengan instruksi kerja mengenai monitoring parameter tersebut. Instruksi kerja tersebut akan menjadi pedoman bagi operator dalam pemantauan dan selanjutnya mengambil tindakan berdasarkan hasil pantauan. Pada saat terjadi kenaikan parameter V/Hz, dengan berdasarkan rumus : V/Hz = (V/Vn)/(f/fn) Dengan adanya Instruksi Kerja dan pemasangan parameter V/Hz maka operator dapat memantau dan mengatur sistem eksitasi sebagai berikut : - Menaikkan frekuensi, dengan salah satu cara adalah menaikkan beban unit. Akan tetapi hal ini tidak efektif untuk dilakukan, karena jika dibandingkan dengan power grid, sistem PLTU Lontar terlalu kecil. - Menurunkan tegangan generator, dengan cara menaikkan arus eksitasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mudah karena telah ada fasilitas untuk melakukan itu di DCS. Sehingga ketika terjadi kenaikan parameter V/Hz adalah menurunkan tegangan generator dengan cara menaikkan arus eksitasi. Pada aktual kondisi di lapangan, lembar IK ini ditempel di meja operasi unit 1, 2 dan 3 sehingga dapat membantu kinerja operator. Detail dari instruksi kerja tersebut terlampir dalam lampiran.

IK (instruksi kerja) monitoring V/Hz yang ditempel di meja operasi : Gambar 4.7 IK monitoring V/Hz yang ditempel di meja operasi Berdasarkan RCFA, salah satu faktor yang berkontribusi adalah belum adanya pengetahuan operator mengenai parameter V/Hz generator. Sehingga dilakukan knowledge sharing berupa IHT (In House Training).

4.5 Manfaat Setelah Dilaksanakan Pengembangan 1. Manfaat Finansial Jika kehandalan unit tidak tercapai dan unit trip, berikut ini adalah kerugian yang didapatkan : a. Kerugian produksi Kejadian trip unit akan mengakibatkan berkurangnya jumlah waktu produksi selama kegagalan itu belum teratasi. Perhitungan mengenai kerugian produksi adalah sebagai berikut : Produksi 1 unit PLTU Banten 3 Lontar = 315 MW = 315.000 KW Harga pokok produksi per KWH = Rp 470,00 Jadi kerugian produksi per unit tiap jamnya adalah = 315.000 x Rp 470,00 = Rp 148.050.000,00 /jam b. Kerugian biaya start up unit Kejadian unit trip akan mengakibatkan start up unit perlu dilakukan. Dengan asumsi kebutuhan HSD untuk pembakaran air guna memperoleh steam adalah 224.000 Liter. Harga 1 liter HSD adalah Rp 9.000,00 Jadi kerugian untuk biaya start up per unit adalah = 223.000 x Rp 9.000,00 = Rp 2.007.000.000,00 Total kerugian akibat trip karena Over Excitation yang bisa dihindari yaitu sebesar Rp 148.050.000,00 / jam untuk 1 jam stop produksi dan Rp 2.007.000.000,00 untuk biaya start up unit menggunakan HSD, belum termasuk kerugian-kerugian yang lain.

2. Manfaat Non Finansial i. Memudahkan kerja operator dalam pemantauan parameterparameter yang berpengaruh terhadap trip. Ketersediaan tampilan parameter dalam display DCS akan memudahkan kerja operator dalam pemantauan parameterparameter yang berpengaruh terhadap trip dan melakukan tindak lanjut berdasarkan kondisi parameter tersebut. ii. Meningkatkan kehandalan unit Salah satu ukuran keandalan unit adalah tingkat frekuensi trip. Semakin sering suatu unit mengalami trip, maka dikatakan tingkat keandalannya rendah. Dengan implementasi saran pengembangan, maka trip unit karena over eksitasi dapat diminimalisir, sehingga keandalan unit meningkat. iii. Meningkatkan ketersediaan unit Semakin sering suatu unit mengalami trip, maka dikatakan tingkat ketersediaannya rendah. Dengan implementasi saran pengembangan, maka trip unit karena over eksitasi dapat diminimalisir, sehingga ketersediaan unit meningkat. iv. Meningkatkan citra PT Indonesia Power Tingkat kehandalan dan ketersediaan pembangkit yang tinggi akan meningkatkan citra PT Indonesia Power, baik sebagai perusahaan pembangkit tenaga listrik maupun sebagai perusahaan jasa operasi dan pemeliharaan pembangkit.