BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Enkapsulasi merupakan proses fisik pelapisan bahan inti (bahan aktif), yaitu bahan yang memiliki sifat rentan terhadap kerusakan oleh lingkungan luar dengan menggunakan bahan lain yang tidak bereaksi dengan bahan inti yang disebut sebagai bahan sekunder (penyalut). Tujuan dari proses ini adalah mempertahankan kondisi bahan inti (bahan aktif) ketika disimpan, sehingga pada saat dibutuhkan bahan inti dilepaskan kembali dari penyalut tanpa mengalami kerusakan. Prinsip dasar enkapsulasi berasal dari sel, yaitu permeabilitas selektif membran sel memberikan perlindungan terhadap inti sel dari kondisi lingkungan yang berubah-ubah. Enkapsulasi yang berkembang saat ini menggunakan prinsip yang sama untuk melindungi bahan aktif dari kondisi lingkungan yang tidak mendukung (Rosenberg et al., 1990). Proses enkapsulasi banyak diaplikasikan pada industri, terutama industri minuman bubuk, industri atsiri, dan obat-obatan. Banyaknya aplikasi tersebut menyebabkan permintaan terhadap penyalut (enkapsulan) dan bahan dasarnya menjadi semakin tinggi, khususnya pada enkapsulan yang bersifat larut air. Sifat larut air enkapsulan ditentukan oleh komponen penyusunnya, jika ingin mendapatkan enkapsulan larut air maka komponen penyusunnya harus bersifat larut air juga. Salah satu komponen larut air yang mudah didapat adalah karbohidrat, namun, sifat larut hanya didapat jika komponen penyusunnya adalah 1
monosakarida dan oligosakarida yang bersifat larut air dan juga merupakan komponen salah satu enkapsulan berupa dekstrin. Dekstrin dapat dihasilkan dari pati melalui proses hidrolisa parsial. Dekstrin berbentuk tepung halus dan berwarna putih sampai agak kekuningan. Dalam pembuatan dekstrin 2 jenis rantai panjang pati dipotong oleh enzim atau katalis asam menjadi molekul rantai pendek dengan jumlah unit glukosa antara 6 sampai 10 unit. Proses ini mengakibatkan terjadinya perubahan sifat-sifat di antaranya menjadi larut pada air dingin, kurang menyerap air, tekstur menjadi lembut, dan daya rekat meningkat (Soekarto et al., 1991). Pembuatan pati menjadi dekstrin dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan metode hidrolisis asam. Metode hidrolisis asam memiliki beberapa keunggulan, antara lain penerapan proses yang terbilang mudah, akses bahan baku yang mudah didapat dan harga bahan baku terbilang rendah yaitu: pati, HCl, dan air. Dalam metode hidrolisis asam, prosesnya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu waktu hidrolisis dan konsentrasi asam yang digunakan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi nilai Dextrose Equivalent (DE) dan juga kelarutan dari produk dekstrin yang dihasilkan. Nilai DE sendiri digunakan untuk membedakan jenis-jenis dekstrin yang dihasilkan. Nilai DE yang rendah akan menghasilkan produk akhir yang mudah mengalami retrogradasi, sementara nilai DE terlalu tinggi akan menghasilkan produk dengan kadar glukosa yang tinggi, sehingga akan menyebabkan bahan penyalut mudah menyerap air dan menjadi lengket karena bersifat higroskopis. Garut (Maranta arundinacea) merupakan salah satu tanaman umbi penghasil 2
pati. Umbi garut mampu tumbuh di lahan keras dan mampu beradaptasi dengan baik di lingkungan yang keras, namun pembudidayanya hanya dilakukan sebagai tanaman tumpangsari, sehingga sangat jarang ditemukan di pasaran pada musimmusim tertentu sehingga harga umbi dan produk patinya kadang cendrung fluktuatif. Produktivitas umbi garut yang cukup tinggi, yaitu 12.5-30 ton per hektar / tahun (Deptan, 2012). Dari data tersebut umbi garut sangat potensial untuk dikembangkan, khususnya pada pemanfaatan produk pati yang dihasilkan dari umbi garut. Dalam penelitian ini pati garut akan dicoba dikonversi menjadi dekstrin agar dapat digunakan sebagai enkapsulan dalam proses mikroenkapsulasi. Hal ini juga dimaksudkan untuk membantu pemenuhan kebutuhan dekstrin dalam negri yang sebagian besar masih bergantung pada impor. Asap cair merupakan salah satu hasil pirolisis tanaman atau kayu pada suhu sekitar 400oC (Soldera et al., 2008). Asap cair telah banyak digunakan oleh industri pangan sebagai bahan pemberi aroma, tekstur, dan citarasa yang khas pada produk pangan, seperti daging, ikan, dan keju (Soldera et al., 2008). Selain dapat memberikan sensasi asap dalam produk pangan, asap cair juga dapat berfungsi sebagai antioksidan dan antibakteri. Hal ini dikarenakan asap cair memiliki senyawa aktif, seperti fenol, karbonil, dan asam. Akan tetapi senyawasenyawa ini mudah hilang selama proses penyimpanan. Karena itu, metode mikroenkapsulasi pada asap cair dibutuhkan untuk meminimalisasi kehilangan senyawa-senyawa tersebut saat dilakukan penyimpanan. Penelitian ini akan membahas mengenai kecocokan produk dekstrin dari garut sebagai enkapsulan dan metode hidrolisis asam untuk digunakan dalam 3
pembuatannya, karena kebanyakan dekstrin yang dihasilkan saat ini merupakan hasil dari hidrolisis enzimatis yang cendrung lebih memakan banyak biaya. Dengan demikian, diharapkan bahwa dekstrin dari pati garut cocok untuk digunakan sebagai enkapsulan dalam proses mikroenkapsulasi dan metode hidrolisis asam (HCl) yang digunakan dapat menjadi solusi penghematan produksi bahan penyalut. 1.2. Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dilihat bahwa permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Berapa lama waktu dan konsentrasi asam paling optimum untuk proses hidrolisis pati garut? 2. Seperti apakah karakteristik dekstrin yang dihasilkan melalui proses hidrolisis asam menggunakan HCl, yaitu meliputi kadar air, kelarutan dalam air dingin, dan nilai Dekstrose Equivalent (DE)? 3. Seberapa baik dekstrin hasil hidrolisis asam tersebut melindungi bahan inti dalam proses mikroenkapsulasi asap cair (meliputi kadar asam, fenol, karbonil) dan juga sifat-sifat mikrokapsul yang dihasilkan (waktu relase dan ukuran partikel)? 4. Berapa perbandingan antara enkapsulan dan asap cair yang paling optimum untuk digunakan pada proses mikroenkapsulasi? 4
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh lama waktu hidrolisis dan konsentrasi asam klorida terhadap karakteristik enkapsulan berupa % kelarutan dalam air dingin dan nilai dextrose equivalent (DE). 2. Mengetahui berapa lama waktu dan konsentrasi asam yang paling optimum pada proses hidrolisis pati garut agar menghasilkan enkapsulan yang sesuai untuk proses mikroenkapsulasi asap cair. 3. Mempelajari pengaruh perbandingan antara enkapsulan dan asap cair terhadap karakteristik mikrokapsul yang dihasilkan meliputi efisiensi angka asam, efisiensi kadar fenol, efisiensi angka karbonil, waktu release, serta ukuran partikel mikrokapsul yang dihasilkan. 5