Senja Valentine By : Cintya Dwiyanti Arsari Hahaha, jadi lo ditolak lagi? Tara mengukir sesuatu di pohon besar di pinggir danau dekat rumahnya ini. Laki-laki yang duduk dibawah pohon besar itu mengangguk lesu sambil merobekrobek daun yang telah berguguran. Tara mendekati orang itu, dan duduk di sebelah laki-laki yang menggunakan jaket cokelat tersebut. Tara terkekeh pelan. Rama, Rama, kasian banget, ya, hidup lo. Ditolak cewek melulu, hahaha, ledek Tara ke laki-laki yang bernama Rama. Ah, lo mah gitu, ngeledekin sahabat sendiri. Rama melemparkan kerikil kearah Tara. Tara lalu melempar balik kerikil itu. Asal lo tau, ya, dia itu nyuruh gue tanding basket sama sepupunya yang jelas-jelas mantan atlet nasional. Dan akhirnya ya Lo kalah. Tara beranjak dari duduknya dan berjalan mengelilingi pohon besar dipinggir danau itu. Udah deh, mendingan lo cari cewek yang mau nerima lo apa adanya. Dan, itu elo, kata Rama. Tara tersentak, diam-diam ia melirik Rama yang berjalan mendekati danau.
Cinta Tidak Memandang Derajat By: Kirana Khesy Khairunisa Ma, Wira berangkat dulu, ya. Iya, hati-hati, Nak. Wira segera memasuki mobil Alphard-nya. Bergegas ke SMP kesayangannya, untuk menuntut ilmu. Tak perlu waktu lama sebenarnya. Dengan menaiki sepeda gayung saja, Wira bisa mencapai sekolahnya itu hanya dengan waktu 10 menit. Yah, tapi inilah Wira. Wira, anak kedua dari pasangan Glen dan Natalie. Orang tua Wira sungguh kaya. Dan karena itulah, Wira terbiasa dengan keadaan yang sangat mewah itu. Bahkan, Wira pernah dinobatkan menjadi anak terkaya di satu SMP oleh teman-teman se-angkatannya. Anak bos dateng, nih. Hahaha. Haha, ngelebih-lebihin banget lo, Ga. Haha. Eh, iya. Katanya Bu Nadine, di kelas kita mau ada murid baru. Apa? Kita udah kelas 9, masa ada murid baru? Ah ngaco lo. Ih, nggak. Gue serius. Hm, katanya juga sih, murid beasiswa. Beasiswa? Gue baru tau di SMP kita nerima murid beasiswa. Memang ada, ya? Ada kali. Gue sih, gak begitu tau. Tanya Nadya coba. Kan dia akrab banget tuh, sama guru-guru. Ah, males gue. Lihat aja nanti.
Nadia dan Anisa By: Cintya Dwiyanti Arsari Hujan deras membasahi permukaan bumi siang itu. Radit anak panti asuhan yang baru saja pulang dari sekolah, kaget melihat seorang anak kecil menangis yang kira-kira berumur dua tahun ada di depan gerbang panti. Di sebelah anak itu ada sebuah box besar, ketika Radit membukanya terlihat seorang bayi mungil tertidur didalam box itu. Bundaaaa! teriakan Radit sontak membuat Bunda Putri dan Bunda Amel pemilik panti keluar dari rumah dan menghampiri Radit yang seragam nya basah. Beberapa anak panti lain menengok dari dalam jendela. Radit menunjuk kearah box dan anak kecil itu. Tanpa pikir panjang, Bunda Amel dan Bunda Putri menggendong dua anak kecil yang basah kuyup tersebut dan membawanya kedalam panti. Bunda Putri menduga bahwa mereka kakak-adik. Memang tidak ada bukti jelas bahwa mereka kakak-adik, tetapi mereka ditemukan pada hari yang sama dan ditempat yang sama. Bisa sajakan orang tua mereka juga sama, pikir Bunda Putri. Mbak, si kakak nya kita kasih nama Nadia Anandita dan adiknya Anisa Nadila. Gimana? tanya Bunda Amel. Boleh. Bagus juga namanya. Bunda Putri tersenyum menatap dua anak kecil lugu itu. Sambil terus berpikir, siapa orang tua yang tega membuang dua orang anak kecil selucu ini didepan sebuah panti asuhan sederhana.
Love Is Sister By: Kirana Khesy Khairunisa Sinar rembulan malam menyinari mata Caren. Matanya bersinar terang bak kunang kunang yang sedang berterbangan di taman. Caren! Apa? Caren! Tugas lo belum selesai. Oh, ini. Gue nggak tau cara ngerjain. Astaga Caren, ini cuma soal pecahan sama perbandingan. Coba lo ngafalin rumus phytagoras. Pasti lo bakal pusing banget. Wanita dihadapan Caren ini terus mengoceh. Ayolah Caren, lo udah kelas 8. Hilangin kelakuan anak-anak lo! Stef! Gue muak sama semua omongan lo. Gue selalu salah! Bukan Bukan apa!? Setiap hari aja lo marahin gue. Dan alasan yang selalu lo lontarin adalah Caren, ini hanya soal pecahan dan blablabla. Selalu begitukah? pergi dari sini. Caren melemparkan bukunya dan membanting pintu kamarnya. Oh ya? Aku ingin *** Caren?
Tidak Semanis Cokelat Valentine By : Cintya Dwiyanti Arsari Cynara mempercepat langkahnya ketika sudah sampai di depan gerbang sekolah, ia pergi menuju kelasnya yang terletak dilantai 2 gedung timur SMA Jaya Utama. Dengan langkah yang sedikit tergesa-gesa, Cynara memasuki kelasnya, lalu duduk dibangku nomor dua dari depan. Tepat disebelah Alika. Alika adalah sahabat Cynara sejak kecil. Mereka sudah saling mengenal sejak masih kelas satu SD. Selain karena faktor satu sekolah selama beberapa tahun ini, kedekatan Cynara dan Alika juga karena orang tua mereka yang sudah bersahabat sejak lama. Walaupun bersahabat dekat, Cynara dan Alika memiliki sungguh banyak perbedaan, namun mereka mampu mengimbanginya. Persahabatan mereka tetap terjalin kuat dibalik semua perbedaan itu. Cie yang habis jadian datengnya malah telat, ucap Clara menghampiri Cynara. Clara juga merupakan sahabat Cynara, walau tak sedekat Alika. Hih, apaan, sih, Ra. Alika melepas earphone nya. Jadian? Sambil menaikan satu alisnya, ia melirik kearah Cynara. Jadian sama Dimas?
Pernah Menjadi Bintang kursi kayu tua. By : Cintya Dwiyanti Arsari Jadi, kamu beneran mau pergi? Seorang pria setengah baya duduk di sebuah Iya, Paman. Gadis berambut sepunggung ini menoleh pada pria yang dipanggilnya Paman tersebut. Beasiswa yang aku dapetin kan dari universitas ternama di kota, masa mau di sia-siain gitu aja. Hm, iya, Paman tau Sekalian aku mau cari Ayah. Jauh-jauh meninggalkan kampung halaman hanya untuk mencari pria itu? Hahaha, lebih baik nggak usah pergi kalau gitu, Putri. Gadis yang bernama Putri itu mengangkat tas berukuran sedang miliknya. Paman nggak usah khawatir, tujuan utama aku ke kota untuk melanjutkan sekolah kok. Mencari Ayah cuma sambilan aja. Lalu kamu akan tinggal dimana nanti? Nanti aku cari kost di deket kampus. Uangnya darimana? Putri tersenyum kearah Paman Tony sambil mengatakan, Aku udah bukan anak kecil lagi, Paman. Aku bisa kuliah sambil kerja kok. Putri. Ya udahlah. Paman nggak usah terlalu khawatir, aku pasti baik-baik aja, lanjut Kamu berangkat sekarang? Putri mengangguk. Iya. Kalau agak siang, nanti terminalnya ramai.
Ya udah Paman Tony beranjak dari kursi kayu yang perlahan mulai lapuk. Tunggu disini!
Valentine Terakhir By: Kirana Khesy Khairunisa Hangatnya sinar matahari di pagi hari terasa di seluruh tubuh Sam. Keringat yang jatuh dari pelipisnya sudah mulai banyak. Sudah hampir 15 menit Sam menunggu kedatangan seorang gadis, Reina. Aduh, mana lagi sih ini anak? Lemot bener. Apa tinggal aja ya? Akhirnya, Sam memutuskan untuk meninggalkan Reina. Daripada Sam terkena omelan Bu Heri yang terkenal seperti singa itu? SAAMMMM!!! Sam berhenti mengkayuh sepedanya dan menoleh ke asal suara itu. Nyaris jatuh. Terlihat sesosok wanita memakai seragam Putih-Merah dengan kaos kaki putih panjang di kakinya. Rambutnya dikuncir dua. Imut sekali, seperti bintang iklan shampoo di TV-TV. Aduh, Rei! Kamu lama sekali, nanti kita bisa kena marah Bu Heri! Jangan sampai terulang lagi, aku malu sekali waktu itu, Cuma gara-gara nungguin kamu! Hehe, maaf, Sam. Aku kasih makan Mocci ku dulu, kasian dia. Kucing, aja diurusin. Aku enggak gitu? Bukan gitu.., ah sudahlah. Ayo kita berangkat! *** Aku, Sammy Arialando. Aku akan menceritakan, kisah hidupku bersama belahan jiwaku selama ini, Reina Resithava.