1 BAB II PENDAHULUANN 1.1 Latar Belakangg Humann Immunodeficiencyy Viruss (HIV) / Acquired Immuno Deficiency Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di dunia, dimana jumlah kasus HIV/AIDS yang ditemukan secara global sekitar 34 juta, 2,55 juta diantaranya merupakan infeksi baruu dan 1,7 juta kasus kematian yang terjadi di tahun 2012. Periode 10 tahun terakhir, infeksi baru dan kematian HIV cenderung menurun di sebagian besar negara, terutama di Negara Bagian Sub-Sahara Afrika, namun epidemi dilaporkan meningkat di Bangladesh, Indonesia, Filipina dan Srilanka (UNAIDS, 2012). Indonesia merupakann salah satu negara di Asia yang mengalamii peningkatan kasus AIDS cukup signifikan dengan jumlah kasus sebanyak 380.000 pada tahun 2012 dan menduduki peringkat ketiga tertinggi di Asia setelah Tiongkok dan Thailand (UNAIDS, 2012). Berdasarkan laporan Kemenkes RI perkembangan HIV-AIDS sampai dengan Juni 2014 dilaporkan kumulatif kasus HIV di Indonesia sebanyak 142.961 dan kasus AIDS sebanyak 55.623. Namun angka kematian AIDS mengalami penurunan dari 3,79% pada tahun 2012 turun menjadi 0,04% pada Juni 2014. Provinsi Bali menduduki urutan kelima dengan kasus HIV sebanyak 9.051 dan urutan keempat kasus AIDS tertinggi dengan jumlah kasus 4.261 (Kemenkes RI, 2014).Berdasarkan laporan perawatan HIV dan terapi antiretroviral sampai dengan Juni 2014 odha yang menggunakan 1
2 regimen lini pertama sejumlah 32.728 (74,93%) dan yang mengalami substitusi sebanyak 9.666 (22,13%). Berdasarkan pengunaan regimen awal ARV untuk lini pertama sejumlah 74.9%, penggunaan lini dua sejumlah 2.9% dan jumlah substitusi yaitu 22% (Kemenkes RI, 2014). Kabupaten Badung merupakan kabupaten ketiga dengan jumlah pasien HIV/AIDS tertinggi setelah Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng. RSUD Badung memiliki cakupan layanan yang luas untuk wilayah Bali Selatan khususnya Kabupaten Badung dengan dua satelit yaitu Klinik Bali Medika yang fokus pada layanan untuk kelompok LSL (lelaki seks lelaki) dan RSUD Negara. Data pasien juga tercatat dengan lengkap pada rekam medis yang tersimpan tersendiri di Layanan VCT sehingga lebih mudah untuk memperoleh data. Jumlah kumulatif odha sampai periode Juli 2014 yang menggunakan ARV 644 orang dimana 322 orang yang mendapatkan regimen awal zidovudin. Kejadian substitusi dengan awal pemakaian zidovudin sejumlah 77 (24.5%), substitusi stavudin (10%), dan tenofofir (0,5%) dimana substitusi zidovudin merupakan substitusi tertinggi diantara regimen lainnya yang disebabkan oleh karena efek samping obat. Pemberian obat antiretroviral (ARV) merupakan langkah yang efektif dalam perawatan orang dengan HIV/AIDS. Terapi ARV mampu menghentikan progresif virus HIV dengan menekan viral load (replikasi virus HIV), mengurangi terjadinya infeksi oportunistik dan meningkatkan kualitas hidup odha. Walaupun ARV belum dapat membunuh virus dan menambah tantangan dalam hal terjadinya efek samping serta resisten terhadap obat, pemberian ARV dapat
3 menurunkan angka kesakitan dan kematian pada odha (Depkes RI, 2006). Pemberian ARV di Indonesia berdasarkan anjuran Kemenkes RI dibagi menjadi dua yaitu pemberian pada lini pertama dan kedua, pada lini pertama ARV diberikan kombinasi tiga jenis obat. Untuk Jumlah CD4 berdasarkan pedoman ARV sebelum tahun 2011 pemberian ARV diberikan dengan CD4 < 200 sel/mm 3 kemudian berkembang setelah tahun 2011 pemberian ARV mulai diberika npada CD4 < 350 sel/mm 3 terlepas dari ada tidaknya gejala klinis.tentu hal ini dapat berdampak pada kejadian substitusi zidovudin.(kemenkes. RI, 2011) Zidovudin merupakan obat pertama yang digunakan secara klinis dalam pengobatan AIDS. Zidovudin sekarang ini masih merupakan komponen regimen HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy). Di Indonesia obat ini di awal sering digunakan dimana obat ini aman digunakan pada ibu hamil dan anak yang positif-hiv (Kemenkes, 2011), dengan kombinasi regimen lini pertama yang digunakan adalah 2 NRTI + 1 NNRTI ( zidovudin atau stavudin + lamivudin + nevirapin atau efaviren). Terkait kebijakan pemberian regimen di RSUD Badung zidovudin pada awal tahun 2006 sudah diberikan dalam bentuk kombinasi,untuk tenofofir tahun 2009 sudah tersedia namun terbatas dan mulai banyak diberikan pada tahun 2011 diserta dilanjutkan dengan pemberian FDC tahun 2013. Efekk samping merupakannsalah satu aspek yang perluu diperhatikan dalam pemberian ARV. Efek samping menjadi alasan medis untuk mengganti (substitusi) dan menghentikan pengobatan. Bila efek samping obat tidak ditangani secara dini maka efek samping dapat bertambah beratt dan menimbulkan resistensi obat yang berakibat pada menurunnya kualitas
4 pengobatan. Efek samping yang sering timbul pada awal pengobatan zidovudin adalah anemia (Kemenkes RI, 2011). Beberapa hasil penelitian yang dilakukan di beberapa negara terkait prediktor yang berhubungan dengan substitusi zidovudin pada pasien dengan HIV / AIDS yaitu : jenis kelamin dimana penggunaan zidovudin dengan efek samping anemia tertinggi lebih rentan dialami oleh wanita (Phe et al., 2013), Jumlah CD4 saat memulai terapi, berhubungan dengan substitusi penggunaan AZT dengan CD4 + T- cell awal perhitungan < 50 cell/ul (Boulle et al., 2007; Wisaksana et al., 2011; Taisheng et al., 2014;), berdasarkan risiko penularan didapatkan adanya peningkatan substitusi ARV pada kelompok pengguna narkoba suntik (Jarrett et al., 2013), variabel umur menyatakan bahwa umur lebih tua berhubungan dengan terjadinya substitusi (Ridana,et al, 2010; Boulle et al., 2007; Taisheng et al., 2014), untuk kadar hemoglobin yang rendah yang dibawah 10 gr% lebih berisiko untuk pemberhentian terapi AZT (Ridana et al, 2010; Wisaksana et al., 2011; Taisheng et all., 2014; Phe et al., 2013; Taisheng et al., 2014). Penelitian mengenai status TB menyatakan bahwa pengobatan TB berhubungan dengan kejadian Anemia pada odha didapatkan nilai p < 0,001 (Wisaksana et al., 2011). Namun ada penelitian mengenai prediktor berat badan yang menunjukkan hasil yang tidak konsisten (Willig et.al, 2010 ; Phe et al., 2013). Hasil penelitian yang membahas tentang substitusi zidovudin di Indonesia belum terlalu mendalam, beberapa penelitian terkait yang pernah dilakukan di Indonesia sebagian besar dengan studi cross-sectional serta masih terbatasnya penelitian yang membahas mengenai waktu terjadinya substitusi zidovudin.
5 Penelitian terdahulu juga belum ada yang membahas mengenai variabel status TB, kepatuhan minum obat, tempat pelayanan ARV dan kombinasi regimen dimana variabel ini secara tidak langsung berhubungan dengan substitusi zidovudin. Penelitian ini dilakukan dengan studi longitudinal menggunakan data kohort retospektif dengan analisis survival, sehingga dapat diketahui waktu kritis terhadap terjadinya penggantian obat ARV yang telah berlangsung, khususnya yang berhubungan dengan substitusi zidovudin yang tidak hanya terbatas pada pada populasi umum namun juga pada populasi berisiko terutama LSL. Penelitian mengenai substitusi zidovudin juga belum pernah dilakukan di RSUD Badung. Mengingat cukup tingginya kejadian substitusi serta efek samping yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan kualitas hidup odha, sehingga penting dilakukan penelitian lebih lanjut yang membahas tentang prediktor substitusi zidovudin serta lamanya waktu untuk terjadinya substitusi zidovudin pada odha di Indonesia dan khususnya di RSUD Badung. 1.2 Rumusan Masalahh Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitiann ini yaitu 1.2.1 Berapakah median time untuk terjadinya substitusi zidovudin? 1.2.2 Berapakah insiden rate untuk terjadinya substitusi zidovudin? 1.2.3 Bagaimana karakteristik demografi, karakteristik klinis, risiko penularan dan tempat pelayanan ART dengan substitusi AZT?
6 1.2.4 Bagaimana kondisi klinis pasien pada akhir pengamatan dengan substitusi zidovudin? 1.2.5 Adakah hubungan antara karakteristik demografi pasien meliputi umur dan jenis kelamin terhadap kejadian substitusi zidovudin? 1.2.6 Adakah hubungan antara karakteristik klinis pasien saat mulai terapi yang meliputi berat badan, kadar hemoglobin, Jumlah CD4, stadium klinis, status tuberkulosis, kombinasi regimen NNRTI (NEV dan EFV) dengan substitusi zidovudin? 1.2.7 Adakah hubungan antara karakteristik risiko penularan dan tempat pelayanan ARV dengan substitusi zidovudin? 1.2.8 Adakah hubungan antara kebijakan CD4 sebelum tahun 2011 dan setelah tahun 2011 dengan substitusi zidovudin? 1.3 Tujuan Penelitiann 1.3.1 Tujuan umumm Mengetahui prediktor substitusi Zidovudin pada pasien HIV/AIDS yang berkunjung di layanan VCT Sekar Jepun RSUD Badung tahun 2006-2014. 1.3.2 Tujuan khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Median time terjadinya substitusi zidovudin 2. Insiden rate terjadinya substitusi zidovudin 3. Karakteristik demographi, karakteristik klinis, dan karakteristik sosial pada pasien ARV?
7 4. Kondisi klinis pasien pada akhir pengamatan terhadap substitusi zidovudin? 5. Hubungan antara karakteristik demografi pasien meliputi umur dan jenis kelamin dengan substitusi zidovudin? 6. Hubungan antara karakteristik klinis pasien saat mulai terapi yang meliputi berat badan, kadar hemoglobin, Jumlah CD4, stadium klinis, status tuberkulosis, kombinasi regimen NNRTI (NEV dan EFV) dengan substitusi zidovudin? 7. Hubungan antara karakteristik sosial pasien yang meliputi faktor risiko penularan dan tempat pelayanan ARV dengan substitusi zidovudin? 8. Hubungan antara pedoman kebijakan ARV sebelum tahun 2011 dan setelah 2011 dengan substitusi zidovudin? 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritiss 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan pengetahuan tentang prediktor yang berhubungan dengan substitusi regimen zidovudin pada odha yang pelayanan terapi ARV. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Sebagai bahan masukan dalam monitoring layanan VCT di RSUD Badung melalui indikator substitusi zidovudin dan penggunaan regimen dalam pengobatan ARV. 2. Memberi informasi bagi pemegang kebijakan dalam membuat kebijakan dalam pemberian ARV. 3. Menjadi acuan bagi peneliti berikutnya dalam hal yang berkenaan dengan substitusi regimen zidovudin.