ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI PROVINSI JAWATIMUR PRADILA MAULIA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI. berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan kementrian terkait. Data yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. berupa data panel terdiri dari dua bagian yaitu : (1) time series dan (2) cross

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

BAB III METODE PENELITIAN. Utara. Series data yang digunakan dari tahun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI PULAU JAWA OLEH NILA FRIDHOWATI H

III. METODE PENELITIAN. series dan (2) cross section. Data time series yang digunakan adalah data tahunan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan

III. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series)

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dalam penelitian ini adalah Kontribusi Usaha Kecil Menengah (UKM)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementrian Keuangan. Data

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. PAD dari masing-masing kabupaten/kota di D.I Yogyakarta tahun

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. per fungsi terhadap pertumbuhan ekonomi 22 kabupaten tertinggal dengan

3. METODE. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. tahun mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur.

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. perbedaan dari varian residual atas observasi. Di dalam model yang baik tidak

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui pengaruh belanja daerah, tenaga kerja, dan indeks pembangunan

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Tengah, Jawa Barat, DI.Yogyakarta, Banten dan DKI Jakarta).

BAB III METODOLOGI. Kerangka pikir konseptual yang digunakan dalam studi ini secara rinci tergambarkan dalam Gambar 3.1 berikut ini: LATAR BELAKANG

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diambil dari BPS dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah) di seluruh wilayah Kabupaten/Kota Eks-Karesidenan Pekalongan

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini menganalisis pengaruh UMK (Upah Minimum Kabupaten), TPT

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Regional Bruto tiap provinsi dan dari segi demografi adalah jumlah penduduk dari

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kuantitatif.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. wisata, jumlah wisatawan dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, penulis akan melaksanakan langkah-langkah sebagai

BAB IV DESAIN DAN METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data).

METODE PENELITIAN. tingkat migrasi risen tinggi, sementara tingkat migrasi keluarnya rendah (Tabel

III. METODOLOGI PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder berupa data

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

III. METODE PENELITIAN. data sudah dikompilasi ke dalam bentuk digital file, publikasi, buku, laporan dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELTIAN. Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur,

III. METODE PENELITIAN. yaitu infrastruktur listrik, infrastruktur jalan, infrastruktur air, dan tenaga kerja.

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. untuk menganalisis pengaruh PMDN dan Tenaga Kerja terhadap Produk

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Sleman dan Kota

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. mengetahui hubungan antara variabel bebas net profit margin, return on asset,

BAB III METODE PENELITIAN. data PDRB, investasi (PMDN dan PMA) dan ekspor provinsi Jawa Timur.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil objek di seluruh provinsi di Indonesia, yang berjumlah 33 provinsi

III. METODE PENELITIAN. topik penelitian secara keseluruhan. Dalam kaitannya dengan hal ini, metode

BAB I PENDAHULUAN. penghambat adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi. Melonjaknya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi/Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Pemilihan Provinsi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dibandingkan dengan produksi sub-sektor perikanan tangkap.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keahlian-keahlian, kemampuan untuk berfikir yang dimiliki oleh tenaga

BAB IV METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam bab ini adalah dengan menggunakan

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung yang berupa cetakan atau publikasi

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Thailand, India, Vietnam, Malaysia, China, Philipines, Netherlands, USA, dan Australia 9 2 Kentang (HS )

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data time series tahunan Data

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

ANALISIS FAKTOR PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI, EKSPOR, DAN KONSUMSI PEMERINTAH TERHADAP PDRB KALIMANTAN BARAT DENGAN MODEL DATA PANEL INTISARI

BAB 3 METODE PENELITIAN

5. PENGARUH BELANJA PEMERINTAH, INFRASTRUKTUR, DAN TENAGA KERJA TERHADAP PDRB

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Bangsa dan Negara Indonesia

IV METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. sekunder yang merupakan data deret waktu mulai dari tahun

METODE PENELITIAN. Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian

BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA PROVINSI DI PULAU JAWA TAHUN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam

III METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

BAB III METODE PENELITIAN

APLIKASI REGRESI DATA PANEL UNTUK PEMODELAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Abstrak. Abstract. Pendahuluan

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, jenis data yang

BAB III MODEL REGRESI DATA PANEL. Pada bab ini akan dikemukakan dua pendekatan dari model regresi data

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Provinsi yang memiliki jumlah tenaga kerja yang tinggi.

BAB III METODE PENELITIAN. Variabelnya dapat diidentifikasi dan diukur dengan alat-alat yang objektif.

Transkripsi:

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI PROVINSI JAWATIMUR 2001-2011 PRADILA MAULIA DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Provinsi JawaTimur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantukan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014 Pradila Maulia H14100003

ABSTRAK PRADILA MAULIA. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Provinsi Jawa Timur 2001-2011. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri di Provinsi JawaTimur dengan menggunakan data panel 37 kabupaten di Jawa Timur dari tahun 2001-2011. Variabel bebas yang digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) riil sektor industri, Upah minimum Kabupaten (UMK), dan jumlah industri di setiap kabupaten yang dianalisis. Sedangkan variabel terikat adalah jumlah tenaga kerja sektor industri. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis regresi berganda data panel dengan Fix Effect Model (FEM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa UMK dan jumlah industri berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri di Jawa Timur, sedangkan PDRB riil sektor industri tidak berpengaruh signifikan. UMK berhubungan negatif dengan jumlah tenaga kerja sektor industri, sedangkan jumlah unit industri berhubungan positif. Kata kunci: Fix Effect Model (FEM), PDRB riil, sektor industri, tenaga kerja, UMK ABSTRACT PRADILA MAULIA. The Analysis of factors Affecting Employment of Industries Sector in East Java Province 2001-2011. Supervised by DEDI BUDIMAN HAKIM. The aim of this reasearch is to anlyze the factors affecting Employment of Industries Sector in East Java Province using panel data from 37 regencies in east java from 2001 to 2011. The independent variable used the real Regional Gross Domectic Product (GDP) of industries sector, minimum wages, and the total of industries in east java. The employment of industries sector were used as dependent variable. The methode used descriptive analysis and regression of panel data using Fixed Effect Model (FEM). The result indicate that minimum wage and the total of industries influence the employment of Industries Sector in East Java Province significantly, while the real regional GDP of industries sector unsignificantly. Minimum wage has negatif relation and the total of industries has positive relation to dependent variable. Keywords: Fixed Effect Model (FEM), Real Regional GDP, Industries sector, Employment, Minimum wage

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI PROVINSI JAWATIMUR 2001-2011 PRADILA MAULIA Skripsi sebagai salahsatu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

PRAKATA Segala puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wata ala atas karunia dan anugerah-nya, sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi salahsatu persyaratan untuk menyelesaikan Program Studi Strata Satu (S1) di Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan beasiswa Bidik Misi kepada penulis, sehingga penulis dapat menempuh pendidikan Program Studi Strata Satu (S1) di Institut Pertanian Bogor sampai selesai. 2. Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. yang telah memberikan bimbingan dari awal hingga akhir dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. 3. Seluruh petugas Pusat Data dan Informasi Badak Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, BPS Jakarta, Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertransduk) Jawa Timur yang telah banyak membantu dalam proses pengumpulan data. 4. Bapak (M. Syafii), Ibu (Sari Sini), Nenek (Leama), kakak (Sri Yuhana dan Ina Maryana), adik (Pradita Maulia) dan seluruh keluarga atas doa, dukungan dan kasih sayangnya selama ini. 5. Teman-teman Genetika, Forces, Formasi, Inovasia, Wisma Sari, Tim PKM dan seluruh pihak yang telah banyak memberikan semangat dan motivasi bagi saya untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap Allah Subhanahu Wata ala berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu dimasa yang akan datang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2014 Pradila Maulia

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 Hipotesis dan Kerangka Pemikiran 3 TINJAUAN PUSTAKA 4 Industri 4 Penyerapan Tenaga Kerja 5 PDRB 8 Upah Minimum 9 Penelitian Terdahulu 11 METODE 12 Jenis dan Sumber Data 12 Metode Analisis 12 Definisi Variabel Operasional 18 PEMBAHASAN 19 Tenaga Kerja Sektor Industri di Provinsi JawaTimur 19 Pertumbuhan Ekonomi Sektor Industri di Provinsi JawaTimur 22 Perkembangan Investasi Sektor Industri di Jawa Timur 24 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Provinsi JawaTimur 25 SIMPULAN DAN SARAN 32 Simpulan 32 Saran 32 DAFTAR PUSTAKA 33 LAMPIRAN 35 RIWAYAT HIDUP 48 vi vi vi

DAFTAR TABEL 1. Kondisi Ketenagakerjaan Jawa Timur 2011 2013 19 2. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Kerja Utama 2011 2013 (Ribu Orang) 20 3. Peranan Provinsi dalam Pembentukan PDB Nasional (persen) 22 4. Perkembangan Realisasi Investasi PMA dan PMDN Jawa Timur 2010-2012 24 5. Hasil Uji Multikolinearitas 27 6. Hasil Uji-t 28 DAFTAR GAMBAR 1. Kerangka Pemikiran 4 2. Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Tetap 6 3. Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Menurun 7 4. Keseimbangan Pasar tenaga kerja 10 5. Kriteria pengujian autokorelasi dengan uji Durbin Watson 15 6. Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi JawaTimur 21 7. Jumlah Penduduk Miskin Menurut Provinsi (Ribu), tahun 2004 dan 2012 22 8. Perbandingan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dengan nasional (%) tahun 2004-2013 23 9. Pertumbuhan sektor industri Jawa Timur 2006-2013 23 10. Perbandingan nilai investasi sektor industri Provinsi JawaTimur 2010 25 11. Hasil Uji Normalitas 26 DAFTAR LAMPIRAN 1. Data yang Digunakan 36 2. Hasil Estimasi Penyerapan Tenaga Kerja dengan e-views 6 46 3. Hasil Uji menggunakan e-views 6 47

PENDAHULUAN Latar Belakang Jawa Timur merupakan salahsatu provinsi yang memiliki letak strategis di pulau jawa. Hal ini dikarenakan letak Jawa Timur yang menjadi pintu gerbang perdagangan antara kawasan barat dengan kawasan timur Indonesia. Posisi strategis ini menjadikan kegiatan perekonomian di Jawa Timur berkembang dengan baik. Hal ini dibuktikan oleh tingkat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur yang tinggi dan menjadi penyumbang terbesar ke-2 terhadap Produk Domestik Briuto (PDB) Nasional tahun 2013 setelah Provinsi DKI Jakarta. Jawa Timur berkontribusi sebesar 15,02% sedangkan Jakarta sebesar 16,58% (BPS 2013). Selain memiliki tingkat PDRB yang tinggi, Jawa Timur juga memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, bahkan melebihi pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada tahun 2011, 2012, dan 2013 berturut-turut tumbuh sebesar 7.22%, 7.27%, dan 6.97%. sedangkan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2011, 2012, dan 2013 tumbuh sebesar 6.46%, 6.3%, dan 5.78% (BPS 2014). Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada tiga tahun terakhir selalu lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional. Table 1 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan Nasional Tahun 2009 2013 Provinsi Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 DKI Jakarta 5,02 6,50 6,73 6,53 5,63 Jawa Barat 4,19 6,20 6,48 6,21 6,06 Jawa Tengah 5,14 5,84 6,03 6,34 5,80 Jawa Timur 5,01 6,68 7,22 7,27 6.97 Banten 4,71 6,11 6,39 6,15 5,86 Nasional 4,77 6,14 6,35 6,30 5.78 Sumber: Badan Pusat Statistik RI 2014 Sektor industri merupakan sektor utama (leading sector) yang memiliki kontribusi terbesar kedua setelah sektor perdagangan terhadap PDRB Jawa Timur. Data BPS Jawa Timur (2013) menyebutkan bahwa sektor industri berkontribusi sebesar 26,24% terhadap PDRB Jawa Timur, sedangkan sektor perdagangan berkontribusi sebesar 31,08%. Hukum Okun menyebutkan bahwa terdapat hubungan negatif antara PDB atau PDRB dengan pengangguran (Mankiw, 2007). Artinya, semakin tinggi tingkat PDRB suatu daerah maka tingkat pengangguran di daerah tersebut akan semakin menurun. Tingkat PDRB yang semakin tinggi menggambarkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah yang semakin meningkat. Pertumbuhan

2 ekonomi yang semakin tinggi akan meningkatkan penyediaan lapangan pekerjaan dengan meningkatnya kegiatan investasi, sehingga peningkatan investasi ini dapat menurunkan jumlah pengangguran di Jawa Timur. Akan tetapi, berdasarkan data statistik sosial BPS Jawa Timur disebutkan bahwa pada kurun waktu antara agustus 2012 sampai agustus 2013 terjadi peningkatan pengangguran terbuka sebesar 0,21%. Sektor industri yang memiliki kontribusi besar terhadap PDRB Jawa Timur diharapkan mampu menyerap banyak tenaga kerja dan menurunkan tingkat pengangguran. Namun, tingginya kontribusi sektor industri terhadap PDRB Jawa Timur belum diimbangi dengan penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut. sektor industri ternyata hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 14.4% dari total tenaga kerja di Jawa Timur. Penyerapan tenaga kerja terbesar di Jawa Timur masih didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan. Menurut Haryani (2002) Jumlah tenaga kerja yang diminta di pasar tenaga kerja ditentukan oleh faktor-faktor seperti: tingkat upah, teknologi, produktivitas, kualitas tenaga kerja, fasilitas modal, produk domestik regional bruto, dan tingkat suku bunga. Terdapat banyak faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri, khususnya di daerah Jawa Timur. Oleh karena itu, relevan dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri di Jawa Timur. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat menjadi acuan dalam upaya meningkatkan penyerapan tenaga kerja di sektor industri Provinsi JawaTimur. Rumusan Masalah Provinsi JawaTimur terdiri dari 29 Kabupaten dan 9 kota dengan 662 Kecamatan dan 8.503 Desa/Kelurahan, provinsi ini merupakan salahsatu provinsi besar di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk terbesar kedua setelah Jawa Barat yakni sebanyak 37.476.757 jiwa (BKPM Jawa Timur 2013). Besarnya jumlah penduduk menjadi indikator tersedianya tenaga kerja yang memadai, namun apabila jumlah tenaga kerja yang besar ini tidak diimbangi dengan tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai akan menimbulkan masalah pengangguran. Oleh karena itu, penyediaan kesempatan kerja melalui sektor perekonomian yang ada menjadi hal yang sangat penting guna mengatasi permasalahan pengangguran di Provinsi JawaTimur. Jawa Timur menjadi barometer perekonomian nasional karena besarnya kontribusi PDRB Jawa Timur terhadap PDB nasional dengan ditopang tiga sektor utama, yakni pertanian, perdagangan dan industri. Sektor industri merupakan sektor yang menjadi perhatian utama pemerintah Provinsi JawaTimur, dimana visi pembangunan industri Jawa Timur adalah menjadikan Jawa Timur sebagai pusat industri dan perdagangan terkemuka dengan salahsatu misinya adalah meningkatkan pembinaan dan pengembangan industri. Ketersediaan infrastruktur, Sumber Daya Manusia, dan kejelasan administrasi menjadi faktor penting penentu pertumbuhan sektor industri di Jawa Timur. Kontribusi sektor industri yang besar terhadap perekonomian Jawa Timur belum mampu menyerap tenaga kerja yang tersedia secara optimal. Hal ini tidak terlepas dari pola kinerja sektor industri di Jawa Timur dan faktor yang

mempengaruhinya. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, terdapat beberapa rumusan masalah dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran perkembangan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi dan investasi pada sektor industri di Jawa Timur? 2. Faktor apa sajakah yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri di Jawa Timur? Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Menganalisis gambaran perkembangan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi dan tingkat investasi sektor industri di Jawa Timur. 2. Menganalisis berbagai faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri di Jawa Timur. 3 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini dapat menjadi sumber referensi bagi pemerintah daerah Provinsi JawaTimur dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja sektor industri. Bagi peneliti selanjutnya, Dapat menjadi sumber referensi untuk melakukan penelitian sejenis dengan objek tempat yang berbeda, atau untuk penelitian lanjutan dengan data terbaru dan metode yang lebih akurat. Hipotesis dan Kerangka Pemikiran Hipotesis dari penelitian ini antara lain: 1. PDRB riil sektor industri berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri di Provinsi JawaTimur 2. UMK berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri di Provinsi JawaTimur 3. Jumlah industri berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri di Provinsi JawaTimur Sektor industri merupakan sektor unggulan yang juga menjadi salahsatu dari tiga penyumbang utama terhadap PDRB jawa timur bersama sektor pertanian dan sektor perdagangan. Sektor industri merupakan penyusun 26.24% PDRB Provinsi Jawatimur. Tingginya jumlah angkatan kerja sebagai akibat dari tingginya Jumlah penduduk di Jawa Timur diharapkan mampu diserap secara optimal pada sektor industri. Sehingga Tingkat Pengangguran Terbuka di Jawa Timur yang cukup tinggi (4.33%) dapat diatasi melalui penciptaan lapangan kerja di sektor unggulan ini. Berdasarkan latar belakang permasalahan dijelaskan bahwa banyak faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri, antara lain tingkat PDRB riil sektor industri, tingkat upah minimum, dan investasi. PDRB riil sektor industri menggambarkan total seluruh output yang dihasilkan pada sektor industri atas dasar harga konstan. Semakin tinggi tingkat PDRB riil sektor industri menjelaskna bahwa total output yang dihasilkan semakin banyak, sehingga tingkat

4 penyerapan tenaga kerja juga akan semakin tinggi. Upah yang semakin tinggi dapat menurunkan tingkat penyerapan tenaga kerja. Hal ini disebabkan karena kenaikan tingkat upah akan meningkatkan biaya produksi perusahaan dan dapat menurunkan tingkat keuntungan perusahaan. Kondisi ini akan menyebabkan penyerapan tenaga kerja akan semakin menurun. Kegiatan investasi pada sektor industri dapat digambarkan melalului jumlah total perusahaan yang bergerak dalam sektor ini. semakin banyak jumlah perusahaan yang bergerak dalam bidang industri, maka akan semakin banyak pula jumlah pekerja yang dibutukan pada kegiatan industri dalam perusahaan tersebut. Sehingga semakin banyak jumlah industri akan semakin meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Apabila diketahui faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri di Jawa Timur, rekomendasi kebijakan kepada pemerintah Provinsi JawaTimur terkait penyerapan tenaga kerja sektor industri dapat diberikan. Alur kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut: PDRB Jawa Timur Sektor Pertanian Sektor Industri Sektor Perdagangan Penyerapan Tenaga Kerja PDRB Riil UMK Jumlah Industri Analisis Regresi Data Panel Rekomendasi kebijakan Pemerintah Prov.Jatim Gambar 1 Kerangka Pemikiran TINJAUAN PUSTAKA Industri Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen, atau barang-barang yang mempunyai sifat saling mengganti yang erat. Secara makro, industri adalah

kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah yakni semua produk, baik barang maupun jasa. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian industri secara luas adalah suatu unit usaha yang melakukan kegiatan ekonomi yang mempunyai tujuan untuk menghasilkan barang dan jasa yang terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu serta mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta ada seseorang atau lebih yang bertanggungjawab atas resiko usaha tersebut (Hasibuan, 1993). Menurut Dumairy (1996) istilah industri memiliki dua arti, yaitu: pertama, industri dapat berarti himpunan perusahaan-perusahaan sejenis, dan kedua, industri dapat pula merujuk ke suatu sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. Sektor industri digolongkan menjadi industri besar, sedang dan kecil serta industri rumah tangga dilihat dari jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Apabila tenaga kerja yang digunakan diatas 99 orang maka termasuk dalam industri besar, antara 20-99 orang termasuk dalam industri sedang, dan untuk industri kecil tenaga kerja yang digunakan antara 5-19 orang, sedangkan untuk industri rumah tangga maka jumlah tenaga kerja yang digunakan ialah kurang dari 5 orang (BPS, 2000). Negara-negara berkembang berkeyakinan bahwa sektor industri mampu mengatasi masalah perekonomian, dengan asumsi bahwa sektor industri dapat memimpin sektor-sektor perekonomian lainnya menuju pembangunan ekonomi. Oleh karena itu selain akan mendorong perkembangan industri yang terkait dengannya, di Indonesia sektor industri perlu dipersiapkan agar mampu menjadi sektor pemimpin dan penggerak terhadap perkembangan sektor perekonomian lainnya. (Saragih, 2004). Penyerapan Tenaga Kerja Tenaga kerja menurut BPS (2010) adalah Penduduk usia 15 tahun ke atas yang sedang bekerja, yang memiliki pekerjaan namun sementara tidak bekerja, seseorang yang tidak memiliki pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan dikategorikan bekerja. Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan tujuan memperoleh nafkah atau membantu memperoleh nafkah paling sedikit satu jam secara terus menerus selama seminggu yang lalu. Penduduk yang terserap dalam lapangan pekerjaan biasanya tersebar di berbagai sektor perekonomian. Sektor yang memengerjakan banyak orang umumnya menghasilkan barang dan jasa yang relatif besar. Akan tetapi setiap sektor mengalami laju pertumbuhan yang berbeda. Demikian pula dengan kemampuan setiap sektor dalam menyerap tenaga kerja. Perbedaan laju pertumbuhan tersebut mengakibatkan dua hal. Pertama, terdapat perbedaan laju peningkatan produktivitas kerja di masing-masing sektor. Kedua, secara berangsur-angsur terjadi perubahan sektoral, baik dalam penyerapan tenagakerja maupun dalam kontribusinya dalam pendapatan nasional (Simanjuntak, 1998). Teori permintaan tenaga kerja adalah teori yang menjelaskan seberapa banyak suatu perusahaan akan memengerjakan tenaga kerja dengan berbagai tingkat upah pada suatu periode tertentu. Fungsi permintaan tenaga kerja biasanya didasarkan kepada teori neoklasik, dimana dalam ekonomi pasar diasumsikan bahwa seorang pengusaha tidak dapat mempengaruhi harga (price taker). Dalam 5

6 hal memaksimalkan laba, pengusaha hanya dapat mengatur berapa jumlah karyawan yang dapat dipekerjakan. Fungsi permintaan suatu perusahaan akan tenaga kerja didasarkan pada : (1) tambahan hasil marjinal yaitu tambahan hasil (output) yang diperoleh pengusaha dengan penambahan seorang pekerja. Tambahan hasil tersebut dinamakan tambahan hasil marjinal atau marjinal physical product dari tenaga kerja (MPP L ), (2) penerimaan marjinal yaitu jumlah uang yang akan diperoleh pengusaha dengan tambahan hasil marjinal tersebut. Jumlah uang ini dinamakan penerimaan marjinal atau marjinal revenue (MR). Penerimaan marjinal disini merupakan besarnya tambahan hasil marjinal dikalikan dengan harga per unit, sehingga MR = VMPP L = MPP L. P, dan (3) biaya marjinal yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan pengusaha dengan memengerjakan tambahan seorang karyawan, dengan kata lain upah karyawan tersebut. Apabila tambahan penerimaan marjinal lebih besar dari biaya marjinal, maka memengerjakan orang tersebut akan menambah keuntungan pengusaha, sehingga pengusaha akan terus menambah jumlah karyawan selama MR lebih besar dari tingkat upah (w) (Simanjuntak, 1998). Peningkatan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang dikonsumsinya. Semakin tinggi permintaan masyarakat akan barang-barang yang dihasilkan oleh sektor industri, maka jumlah tenaga kerja yang diminta oleh suatu perusahaan akan semakin meningkat dengan asumsi tingkat upah tetap. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2 berikut. Gambar 2 Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Tetap Keterangan : VMPP = Value Marginal Physical Product (Nilai Pertambahan Hasil Marjinal Tenaga Kerja) P = Harga jual barang per unit = Permintaan tenaga kerja D L W L = Upah = Tenaga Kerja Peningkatan jumlah tenaga kerja oleh perusahaan tidak dilakukan untuk jangka pendek, walaupun permintaan masyarakat terhadap produk yang dihasilkan tinggi. Dalam jangka pendek, perusahaan akan lebih mengoptimalkan jumlah tenaga kerja yang ada dengan penambahan jam kerja atau penggunaan mekanisasi,

sedangkan dalam jangka panjang, kenaikan jumlah permintaan masyarakat akan direspon oleh perusahaan dengan menambah jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Hal ini berarti terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja baru. Suatu perusahaan akan melakukan penyesuaian penggunaan tenaga kerja tergantung dari tingkat upahnya. Jika w mengalami penurunan, maka perusahaan akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Penurunan tingkat upah ini dapat dilihat pada Gambar 3 berikut. 7 Gambar 3 Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Menurun Pada Gambar 3, kurva D L melukiskan besarnya nilai hasil marjinal tenaga kerja (VMMP L ) untuk setiap penggunaan tenaga kerja. Artiya, menggambarkan hubungan antara tingkat upah (W) dan penggunaan tenaga kerja yang ditunjukkan oleh titik L 1, dan L*. Pada Gambar 3, terlihat bahwa pada kondisi awal tingkat upah berada pada W 1 dan jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah L 1. Apabila tingkat upah di suatu perusahaan diturunkan menjadi W*, maka jumlah tenaga kerja yang diminta meningkat menjadi L*. Hukum Permintaan tenaga kerja pada hakikatnya adalah semakin rendah upah dari tenaga kerja maka semakin banyak permintaan terhadap tenaga kerja tersebut. Apabila upah yang diminta besar, maka perusahaan akan mencari tenaga kerja lain yang upahnya lebih rendah dari yang pertama. Hal ini karena dipengaruhi oleh banyak faktor, yang diantaranya adalah besarnya jumlah penduduk, harga dari tenaga kerja (upah) dan skill yang dimiliki oleh tenaga kerja tersebut. Selain itu, faktor-faktor eksternal seperti terjadinya krisis moneter juga sangat mempengaruhi struktur penyerapan tenaga kerja dalam suatu perekonomian (Galbraith dan Darity dalam Fudjaja, 2002). Menurut Fudjaja (2002), jumlah perusahaan industri menjadi salahsatu faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat ketika setiap terjadi peningkatan jumlah perusahaan yang bergerak di bidang industri akan menyebabkan terjadinya peningkatan penyerapan tenaga kerja untuk sektor industri itu sendiri. Berdasarkan teori yang telah disebutkan sebelumnya maka variabel-variabel yang dianggap memengaruhi penyerapan tenaga kerja dalam penelitian ini adalah besarnya Upah mimimum yang diterima pekerja, besarnya PDRB riil sektor industri, dan Jumlah perusahaan industri yang ada di Kabupaten/Kota di Jawa Timur untuk setiap tahunnya.

8 PDRB Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salahsatu indikator untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu daerah dalam periode tertentu. Baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkna oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukka nilai tambah barang dan jasa tersebut dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Untuk menghitung angkaangka PDRB, ada tiga pendekatan yang digunakan, yaitu: a. Pendekatan produksi PDRB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (biasanya dalam satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha (sektor), antara lain: 1. Pertanian; 2. Pertambangan dan penggalian; 4.listrik, gas dan air bersih; 5. Konstruksi; 6. Perdagangan, hotel dan restoran; 7. Pengangkutan; 8. Keuangan, Real Estat dan jasa perusahaan; 9. Jasa-jasa. Setiap sektor tersebut dirinci lagi menjadi sub-sub sektor. b. Pendekatan Pendapatan PDRB merupakan balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi pada jangka waktu tertentu (dalam satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan. Semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto. c. Pendekatan Pengeluaran PDRB adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari: 1. Pengeluarab konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, 2. Pengeluaran konsumsi pemerintah, 3. Pembentukan modal tetap domestik bruto, 4. Perubahan inventori, 5. Ekspor neto (ekspor dikurangi impor). Secara konsep, ketiga pendekatan tersebut akan menghasilkan angka yang sama. Jadi, jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang akan dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksi. PDRB yang dihasilkan dengan cara ini disebut sebagai PDRB atas dasar harga pasar, karena di dalamnya sudah dicakup pajak tak langsung neto. Penelitian Okun (1980) membuktikan bahwa tingkat pengangguran akan turun sebesar 0,4 persen setiap laju pertumbuhan PDB riil sebesar 1 persen per tahun. Hukum Okun ini merupakan hasil dari penelitian empiris sehingga hukum tersebut bukan merupakan hukum yang tetap, karena angka estimasi atas hubungan antara trend laju pertumbuhan output dan tingkat pengangguran akan berubahdari waktu ke waktu.

Pertumbuhan ekonomi yang meningkat memerlukan tenaga kerja tambahan sebagai faktor produksi untuk memenuhi permintaan agregat yang meningkat. Kondisi seperti ini terutama akan terjadi pada struktur perekonomian yang memiliki corak padat karya (labour intensive). Apabila struktur perekonomian suatu wilayah adalah capital intensive (padat modal), maka pertumbuhan ekonomi hanya akan meningkatkan kebutuhan modal dan tidak akan menyerap banyak tenaga kerja. 9 Upah Minimum Terdapat beberapa teori yang menjelaskan proses penentuan upah dan faktor-faktor yang mempengaruhi upah pekerja yang terdapat dalam buku berjudul Labor Market, Unions and Government Policies yang ditulis oleh Burtt (1963), diantaranya yaitu: 1. Teori Kebutuhan Hidup (Subsistence Theory) Teori yang dikemukakan David Ricardo ini secara sederhana mengemukakan bahwa tingkat upah yang diterima oleh tenaga kerja yang tidak memiliki keterampilan (unskilled worker) hanya dipengaruhi oleh kepentingan untuk menutup biaya hidup kebutuhan pekerja dan keluarganya. Keadaan upah di pasar tenaga kerja akan berfluktuasi di sekitar subsistence level. Penawaran tenaga kerja tidak akan meningkat atau menurun dalam hubungan jangka panjang (long run). Jika tingkat upah naik diatas biaya hidup minimum pekerja, maka akan meningkatkan penawaran tenaga kerja dan akan menurunkan tingkat upah. Apabila tingkat upah berada di bawah biaya hidup minimum maka hal ini akan menurunkan kekuatan penawaran tenaga kerja (labor force) dan kemudian tingkat upah akan naik menuju subsistence level kembali. 2. Teori Upah Besi (Iron Wage Theory) Teori yang dikemukakan oleh Ferdinand Lassalle ini menyatakan bahwa dengan adanya subsistence theory kepentingan pekerja tidak terlindungi. Oleh karena itu peran serikat pekerja dalam melindungi kepentingan pekerja menjadi hal yang sangat penting. Dengan adanya serikat pekerja tersebut, pekerja akan berusaha menuntut upah yang melebihi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya. Teori iron wage ini cenderung merugikan kepentingan pengusaha dan pekerja yang belum mendapatkan pekerjaan. Kenaikan upah akibat desakan serikat pekerja akan menurunkan permintaan tenaga kerja sehingga para penganggur akan semakin sulit mendapatkan pekerjaan dan para pengusaha akan disulitkan dengan kenaikan biaya produksi. 3. Wage Fund Theory Menurut teori yang dikemukakan oleh John Stuart Mill ini tingkat upah tergantung pada permintaan dan penawaran tenaga kerja. Penawaran tenaga kerja tergantung pada jumlah dana upah yaitu jumlah modal yang disediakan perusahaan untuk pembayaran upah. Peningkatan tabungan akan meningkatkan nilai investasi pada sektor-sektor ekonomi sehingga sektorsektor ekonomi tersebut berupaya meningkatkan kapasitsas produksinya, yaitu dengan meningkatkan jumlah tenaga kerja. Peningkatan modal (capital)

10 ini berakibat meningkatnya upah pekerja karena permintaan tenaga kerja semakin meningkat. Teori ini juga menjelaskan bahwa peningkatan jumlah penduduk akan mendorong tingkat upah cenderung turun, karena tidak sebanding antara jumlah tenaga kerja dengan penawaran tenaga kerja. Menurut teori ini tingkat upah dapat ditingkatkan hanya dengan mengurangi penawaran tenaga kerja dan dengan meningkatkan tabungan. 4. Marginal Productivity Theory Teori ini menyatakan bahwa dalam rangka memaksimumkan keuntungan, tiap-tiap pengusaha menggunakan faktor-faktor produksi sedemikian rupa sehingga tiap faktor produksi yang dipergunakan menerima atau diberi imbalan sebesar nilai pertambahan hasil marginal dari faktor produksi tersebut. Pengusaha memengerjakan sejumlah karyawan sedemikian rupa sehingga nilai pertambahan hasil marginal seorang pekerja sama dengan upah yang diterima pekerja tersebut. Teori ini menyatakan bahwa karyawan memperoleh upah sesuai dengan produktivitas marginalnya terhadap pengusaha. Kegagalan upah dalam melakukan penyesuaian sampai penawaran tenaga kerja sama dengan permintaannya merupakan indikasi adanya kekakuan upah (wage rigidity). Kekakuan upah merupakan salahsatu penyebab terjadinya pengangguran. Untuk memahami kekakuan upah dan pengangguran struktural, maka penting untuk memahami mengapa pasar tenaga kerja tidak berada pada tingkat keseimbangan penawaran dan permintaan. Hal ini dapat dilihat berdasarkan Gambar 4, saat upah riil melebihi tingkat ekuilibrium dan penawaran pekerja melebihi permintaannya, maka perusahaan-perusahaan diharapkan akan menurunkan upah yang akan dibayar kepada para pekerja. Namun pada kenyataannya, hal ini tidak terjadi. Pengangguran struktural kemudian muncul sebagai implikasi karena perusahaan gagal menurunkan upah akibat kelebihan penawaran tenaga kerja (Mankiw 2007). Gambar 4. Keseimbangan Pasar tenaga kerja Sumber: Mankiw 2007 Menurut Mankiw (2007) kekakuan upah riil menyebabkan penjahatan pekerjaan. Jika upah riil tertahan di atas tingkat ekuilibrium (pada W 1 ), maka penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya akibatnya adalah pengangguran. Kekakuan upah ini terjadi sebagai akibat dari undang-undang upah minimum atau

kekuatan monopoli serikat pekerja. Berbagai faktor tersebut berpotensi menjadikan upah tertahan di atas tingkat upah keseimbangan. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan pengangguran. Undang-undang upah minimum menetapkan tingkat upah minimal yang harus dibayar perusahaan kepada para karyawannya. Kebijakan upah minimum ditengarai akan lebih banyak berdampak pada penganggur dengan usia muda (Mankiw 2007). Alasannya yaitu pekerja dengan usia lebih muda termasuk anggota angkatan kerja yang kurang terdidik dan kurang berpengalaman, maka mereka cenderung memiliki produktivitas marginal yang rendah. Penelitian Terdahulu Ferdinan (2011) menganalisis bahwa faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja di sumatera barat antara lain adalah pengeluaran pemerintah, PDRB, dan upah riil. Faktor yang paling dominan dalam memengaruhi penyerapan tenaga kerja di sumatera barat adalah PDRB yang dianalisis sebagai pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja akan semakin meningkat apabila jumlah output meningkat, atau sektor-sektor yang memengerjakan banyak orang tumbuh dengan baik. Tambunan (2011) menyatakan bahwa disamping sisi permintaan (konsumsi), dari sisi penawaran, pertumbuhan penduduk juga membutuhkan pertumbuhan kesempatan kerja (sumber pendapatan). Pertumbuhan ekonomi tanpa disertai dengan penambahan kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian dalam pembagian dari penambahan pendapatan tersebut (ceteris paribus), yang selanjutnya akan menciptakan suatu kondisi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan kemiskinan. Pemenuhan kebutuhan konsumsi dan kesempatan kerja itu sendiri hanya bisa dicapai dengan peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau PDRB yang terus-menerus. Dalam pemahaman ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDRB. Dimas dan Woyanti (2009) dalam penelitiannnya yang berjudul Penyerapan Tenaga Kerja di DKI Jakarta menyatakan bahwa tingkat upah secara signifikan berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja. Peningkatan tingkat upah tanpa disertai peningkatan pendapatan perusahaan akan direspon oleh perusahaan dengan mengurangi jumlah tenaga kerja. Sehingga jumlah pengangguran akan semakin meningkat. Teori yang signifikan untuk menjelaskan keadaan perekonomian di suatu daerah khususnya di Indonesia adalah mengenai teori kekakuan upah. Kekakuan upah (Wage rigidity) adalah gagalnya upah melakukan penyesuaian sampai penawaran tenaga kerja sama dengan permintaannya. Dalam hal ini aspek upah menjadi penting, karena penghargaan (upah) akan menjadi efektif jika dihubungkan dengan kinerja secara nyata. Strategi upah yang efektif diharapkan dapat memberikan sumbangan pada terpeliharanya kelangsungan hidup satuan kerja, terwujudnya visi dan misi dan untuk pencapaian sasaran kerja melalui produktivitas yang tinggi yang pada akhirnya akan mengurangi tingkat pengangguran yang ada. Prihartanti (2007) menjelaskan tentang pengaruh jumlah unit usaha industri terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri di kota bogor. Dalam 11

12 penelitiannya dijelaskan bahwa peningkatan jumlah perusahaan baru di sektor industri akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut. Peningkatan jumlah perusahaan dapat tercapai melalui kegiatan investasi. Investasi dapat dilakukan melalui investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA). Teori Harord Domar tentang investasi menjelaskan bahwa kenaikan tingkat output dan kesempatan kerja dapat dilakukan dengan adanya akumulasi modal (investasi) dan tabungan. Penelitian ini menganalisis tentang faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri di Provinsi Jawa Timur pada periode tahun 2001-2011. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada penggunaan data panel yang terdiri dari data cross section dan time series dalam jumlah besar. Data cross section terdiri dari 37 kabupaten dan time series selama 10 tahun dari tahun 2001-2011. Penelitian ini juga lebih mengkhususkan pada satu sektor analisis, yakni sektor industri. Jumlah data cross section dan time series yang besar serta pengkajian pada satu sektor dapat menghasilkan analisis yang semakin akurat dan mendekati kondisi yang sebenarnya terjadi. METODE Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari 37 kabupaten/kota di Jawa Timur tahun 2011-2011 yang berasal dari BPS RI, BPS Jawa Timur dan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertransduk) Jawa Timur. Data yang bersumber dari BPS adalah data tenaga kerja sektor industri, PDRB riil, dan jumlah industri tahun 2001-2011. Data upah minimum kabupaten diperoleh dari Disnakertransduk Jawa Timur. Cakupan wilayah yang diteliti adalah Provinsi JawaTimur. Metode Analisis Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan analisis sederhana yang digunakan untuk memaparkan perkembangan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, upah minimum provinsi dan investasi di Provinsi JawaTimur. Analisis Regresi untuk Data Panel Data panel menurut Gujarati (2004) merupakan suatu data cross-section (individu/sektor) yang disusun berdasarkan runtun waktu (time series). Struktur data panel menggabungkan antara data sektoral atau individu dan runtun waktu yang biasanya berdiri sendiri menjadi sebuah satu kesatuan data. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan data panel antara lain: 1. Semakin banyak jumlah observasi akan memperbesar derajat kebebasan (degree of freedom) dan menurunkan kemungkinan kolinearitas antar variabel bebas.

2. Penggunaan data panel memberikan kemungkinan untuk menganalisis karakteristik baik antar sektor atau individu maupun menurut waktu secara terpisah dengan proses estimasi yang simultan. Dengan kata lain, secara simultan akan dapat diestimasi karakteristik individu yang mencerminkan dinamika antar waktu dari masing masing variabel yang dianalisis. Analisis terhadap hasil estimasi menjadi lebih komprehensif dan mencakup hal-hal yang lebih mendekati realita. 13 Bentuk Model Regresi dengan Data Panel Data panel adalah satu set observasi yang terdiri dari beberapa individu pada suatu periode tertentu. Observasi tersebut merupakan pasangan yit (variabel terikat) dengan xit (variabel bebas) dimana i menunjukkan individu, t menunjukkan waktu, dan j menunjukkan variabel bebas yang dinyatakan dalam sebuah persamaan berikut: y it = α + βxj it + ε it... (1) i = urutan kabupaten t = tahun Selain harus memenuhi asumsi klasik seperti non-autokorelasi, homoskedastisitas, dan non-multikolinearitas, terdapat beberapa asumsi tambahan untuk model regresi data panel, yaitu tidak terdapatnya hubungan (korelasi) antara: (1) Individu satu dengan individu lainnya; (2) α dan ε it ; dan (3) ε it dan x it. Ada tiga macam model estimasi data panel yaitu Pooled Model, Fixed Effect Model, Random Effect Model. 1. Pooled Model Jika semua asumsi tersebut terpenuhi maka metode Ordinary Least Square (OLS) dapat digunakan untuk mengestimasi model untuk data panel yang disebut dengan Pooled Estimation. Metode ini mengasumsikan bahwa intersept a dan slope ß konstan, berlaku untuk seluruh individu. Persamaan pada estimasi menggunakan pooled least square dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut: y it = α + β j x jit + μ it... (2) i = urutan kabupaten t = tahun j = urutan variabel independen 2. Fixed Effect Model Fixed Effects Model memasukkan unsur variabel dummy sehingga intersept α bervariasi antar individu maupun antar unit waktu. Fixed effects model lebih tepat digunakan jika data yang diteliti ada pada tingkat individu atau apabila syarat (3) dilanggar, yaitu terdapat korelasi antara ε it dan xit. Spesifikasi Fixed effects model yang dibahas pada penelitian ini yaitu: y it = β 1t + β 2 X 2it + β 3 X 3it + μ it... (3) yang menggambarkan bahwa intercept dari individu berbeda-beda, tetapi model masih memiliki koefisien slope sama 3. Random Effect Pada Random Effect, intersept a diintegrasikan ke dalam komponen error ε it sehingga menjadi cross section error ctime series error (αt), dan combination error (αit). Random effect akan lebih tepat digunakan jika

14 memang benar bahwa tidak ada hubungan antara ε it dan x it.. Karena jika ε it dan x it berkorelasi maka estimasi menggunakan random effect model akan bias. (Judge, 1998). Model ini sering disebut sebagai juga Error Correction Model (ECM) dengan ide dasar: y it = β 1t + β 2 X 2it + β 3 X 3it + μ it... (4) β 1i = β 1 + ε it i = 1,2,3,... N... (5) y it = β 1 + β 2 X 2it + β 3 X 3it + ε i + μ it = β 1 + β 2 X 2it + β 3 X 3it + w it (6) w it = ε i + μ it... (7) ε i ~ N(0, δε 2 ) = komponen cross section error μ it ~ N(0, δµ 2 ) = komponen time series error E(u it u is ) = E(u it u jt ) = E(u it u js ) = 0 (i j; t s) Error secara individual dan error secara kombinasi diasumsikan tidak berkolerasi. Penyimpangan terhadap Asumsi Model Regresi Tiga masalah yang seringkali muncul sehingga mengakibatkan asumsi dasar model regresi tidak terpenuhi yaitu multikolinearity, heteroskedastisity, dan autocorrelation. 1. Multikolinearity Salahsatu asumsi dasar model regresi adalah tidak ada hubungan linear antara variabel-variabel bebas dalam model. Cara untuk mendeteksi multicolinearity adalah dengan menghitung korelasi-korelasi antara dua variabel bebas. Jika korelasi lebih besar dari 0,8 maka multicolinearity merupakan masalah. 2. Heteroskedastisity Asumsi dasar lainnya adalah varians dari error yang dihasilkan adalah konstan. Dampak heteroskedastisity adalah hasil uji t dan F dapat menjadi tidak berarti (tidak ada gunanya). Mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat dilakukan melalui paket program Eviews 6.0 dengan membandingkan sum square resid pada hasil estimasi weighted dan unweighted. Masalah heteroskedastisitas dapat diatasi dengan menggunakan metode whiteheteroskedastisity. Pada paket program Eviews 6.0 juga terdapat opsi yang memungkinkan untuk menghasilkan penduga yang dapat mengatasi masalah heteroskedastisity dan korelasi error antar individu dalam data yaitu opsi Cross Section SUR. Cross Section SUR akan melakukan koreksi terhadap keberadaan heteroskedastisity dan korelasi error antar individu (Zellner s dalam Hecth dan Haye, 2009). 3. Autocorrelation Asumsi yang terakhir adalah tidak adanya korelasi antar error yang dihasilkan. Autocorrelation dapat memengaruhi efisiensi model. Cara mendeteksi Autocorelation adalah dengan uji Durbin Watson. Hipotesis dalam pengujian autokorekasi adalah: H 0 : tidak ada Otokorelasi positif atau negatif H 1 : terdapat masalah Otokorelasi positif atau negatif. Kriteria pengujian: Tolak H0 bila

Nilai d hitung atau nilai Durbin Watson Model lebih besar daripada nilai Durbin Watson table batas bawah (dl) yang berarti terdapat masalah otokorelasi positif (dw < dl) Atau, nilai d hitung ataunilai Durbin Watson Model terletak antara nilai (4 dl < dw < 4) yang berarti terdapat masalah otokorelasi negatif Tidak tolak H 0 bila Nilai d hitung atau nilai Durbin Watson Model terletak antara nilai (du < dw < 4-dU) 15 Gambar 5 Kriteria pengujian autokorelasi dengan uji Durbin Watson Sumber: Yamin 2010 Pemilihan Model Terbaik Berdasarkan asumsi model yang sudah dijelaskan sebelumnya akan dilakukan pemilihan model terbaik dengan menggunakan Uji Chow untuk memilih antara Pooled Model dan Fixed Effects Model (FEM) serta Uji Hausman untuk menentukan apakah Random Effects Model (REM) atau Fixed Effect Model yang lebih tepat digunakan. 1. Chow Test Chow Test atau beberapa buku menyebutnya pengujian F Statistics adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed Effect. Seperti yang kita ketahui, terkadang asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan saja setiap unit cross section memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: H0 : Model Pooled Least Square H1 : Model Fixed Effect Dasar penolakan terhadap hipotesa nol adalah dengan menggunakan F- Statistik seperti yang dirumuskan oleh Chow: Dimana: RRSS URSS N T K... (8) = Restricted Residual Sum Square = Unrestricted Residual Sum Square = Jumlah data cross section = Jumlah data time series = Jumlah variabel penjelas

16 Chow Test ini mengikuti distribusi F-statistik yaitu FN-1, NT-N-K. Jika nilai CHOW Statistics (F-Stat) hasil pengujian lebih besar dari F Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah fixed effect model, begitu juga sebaliknya. Pengujian ini disebut sebagai Chow Test karena kemiripannya dengan Chow Test yang digunakan untuk menguji stabilitas dari parameter (stability test). 2. Hausman Test Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita dalam memilih apakah menggunakan fixed effect model atau random effect model. Seperti yang kita ketahui bahwa penggunaan model fixed effect model mengandung suatu unsur trade off yaitu hilangnya derajat kebebasan dengan memasukkan variabel dummy. Namun, penggunaan metode random effect model pun harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat. Hausman Test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: H0 : Random Effects Model H1 : Fixed Effects Model. Sebagai dasar penolakan Hipotesa nol maka digunakan statistik hausman dan membandingkannya dengan chi square. Statistik hausman dirumuskan dengan: m = (β B) (M 0 M 1 ) -1 (β b) ~ X 2 (K)... (9) dimana β adalah vektor untuk statistik variabel fixed effect, b adalah vektor statistik variabel random effect, (M 0 ) adalah matriks kovarians untuk dugaan FEM dan (M 1 ) adalah matriks kovarians untuk dugaan REM. Uji Statistik Pengujian Koefisien Regresi Secara Simultan (Uji F-Statistik) Uji-F digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh variabel bebas secara serentak terhadap variabel tidak bebas. Adapun pengujiannya dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Gujarati, 2004):... (10) F = Nilai F hitung R 2 = Koefisien determinan (R-Square) k = Banyaknya variabel dalam penelitian n = Banyaknya sampel Dengan derajat kebebasan (df) = (k-1)(n-1) dan tingkat keyakinan 95% atau α=0,05. Hipotesis Statistik: a. Ho: b i = 0 (i = 0,1,..., n) artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara bersamasama tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable) b. Ho : b i 0 (i = 0,1,..., n) atau sekurang-kurangnya satu koefisien variabel bebas tidak sama dengan nol artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara bersamasama berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable)

Kriteria Pengujian: a. H0 diterima jika F hitung = F tabel, artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara bersama-sama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable) b. H0 ditolak jika F hitung > F tabel, artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable) Pengujian Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t-statistik) Uji-t digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Adapun pengujiannya dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Gujarati, 2004):... (11) t = nilai t hitung bi = koefisien regresi variabel bebas ke-i Sbi = Kesalahan baku regresi/standar eror koefisien regresi variabel bebas ke-i Dengan derajat kebebasan (df) = (n-k) dan tingkat keyakinan 95% (α = 0,05). Hipotesis Statistik: a. H0: bi = 0 (i = 0,1,...,n) artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau individu tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable) b. H0: bi 0 (i = 0,1,...,n), atau sekurang-kurangnya satu koefisien variabel bebas tidak sama dengan nol, artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau individu berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable) Kriteria Pengujian: a. H0 diterima jika t hitung negatif = t tabel = t hitung positif, artinya variabel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau individu tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable) b. H0 ditolak jika t hitung negatif = t tabel atau t hitung positif = t tabel, artinya varibel bebas (independent variable) yang bekerja secara parsial atau individu berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebasnya (dependent variable) Spesifikasi Model Rancangan model yang akan diajukan adalah model regresi linear berganda dengan empat variabel bebas. Variabel independennya adalah jumlah tenaga kerja terserap pada sektor industri. Data yang diperoleh pada variabelvariabel tersebut memiliki satuan yang berbeda. Oleh karena itu, untuk memudahkan dalam mengolah data dan interpretasi hasil akhirnya, keempat variabel ini akan diubah bentuknya sehingga menjadi bentuk satuan yang sama, yaitu dalam persentase. Beberapa variabel akan diubah menjadi bentuk log natural sehingga koefisien hasil regresi diinterpretasikan sebagai elastisitas. Dengan 17

18 model tersebut, diharapkan bahwa hasil regresi yang diperoleh akan lebih efisien dan mudah untuk diinterprestasikan. Sesuai dengan keterangan di atas, maka model tersebut secara ekonometrika akan menjadi: Ln(TK_IND it ) = α + β 1 ln(umk it ) + β 2 ln(pdrb_ind it ) + β 3 ln (Unit_IND it ) + ε it Dimana: TK_IND it = Jumlah tenaga kerja terserap pada sektor industri kabupaten i padatahun ke-t (orang) UMK it = Upah Minimum Provinsi Riil kabupaten i tahun t Rp/bulan) PDRB_IND it = Nilai PDRB riil sektor industri pada kabupaten i tahun t (Rp Juta) Unit_IND it = Jumlah industri pada kabupaten i tahun t (unit). Definisi Variabel Operasional Definisi variabel operasional yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1. TK_IND Variabel ini merupakan gambaran dari penyerapan tenaga kerja sektor industri di Jawa Timur. Nilai variabel TK_IND merupakan jumlah tenaga kerja yang terserap pada sektor industri di kabupaten i pada tahun t di Provinsi JawaTimur yang diperoleh dari Survei Angakatan Kerja Nasional (SAKERNAS) Badan Pusat Statistik Provinsi JawaTimur dan Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2. UMK Variabel ini menggambarkan tingkat upah minimun kabupaten i pada tahun t di Provinsi JawaTimur. Tingkat upah munimum kabupaten yang digunakan merupakan tingkat upah minimum nominal yang diperoleh dari Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan (DISNAKERTRNASDUK) Provinsi Jawatimur. 3. PDRB_IND Variabel PDRB_IND merepresentasikan total output sektor industri di kabupaten i pada tahun t di Provinsi JawaTimur. Nilai variabel PDRB_IND merupakan nilai PDRB riil sektor Industri Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun 2000 yang diperoleh melalui Badan Pusat Statistik Provinsi JawaTimur. 4. Unit_IND Variabel Unit_IND menggambarkan jumlah industri yang terdapat di kabupaten i pada tahun t di Provinsi JawaTimur yang diperoleh dari Data Makro dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Badan Pusat Statistik Provinsi JawaTimur.

19 PEMBAHASAN Tenaga Kerja Sektor Industri di Provinsi JawaTimur Berdasarkan data sensus penduduk BPS tahun 2010, jumlah penduduk Jawa Timur mencapai 37.476.757 jiwa. Jumlah penduduk Jawa Timur menduduki urutan terbanyak kedua setelah Provinsi JawaBarat. Jumlah penduduk yang besar menggambarkan bahwa Provinsi JawaTimur memiliki jumlah tenaga kerja yang memadai. Namun, banyaknya jumlah tenaga kerja juga harus diimbangi dengan penyediaan lapangan pekerjaan, sebab apabila ketersediaan lapangan pekerjaan tak mampu menyerap para pencari kerja yang semakin bertambah dapat menimbulkan masalah pengangguran. Angka pengangguran yang tinggi dapat menimbulkan berbagai permasalahan, baik di bidang ekonomi maupun dalam bidang sosial seperti kemiskinan dan kerawanan sosial. Selain memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di Indonesia, Provinsi JawaTimur diprediksikan akan menjadi provinsi yang angkatan kerjanya terbesar diposisikan akan mengalami bonus demografi. Bonus demografi merupakan suatu kondisi dimana ketika jumlah penduduk produktif (usia 15 64 tahun) mendominasi populasi penduduk. Bonus demografi tersebut menggambarkan ketersediaan tenaga kerja yang cukup memadai di Jawa Timur disertai dengan usia produktif yang diharapkan juga memiliki tingkat produktivitas yang tinggi dalam kegiatan perekonomian di Provinsi JawaTimur. Tahun 2013 jumlah penduduk usia 15 tahun keatas Provinsi JawaTimur sebanyak 28.800.000 jiwa dengan angkatan kerja sebanyak 69.92%, dengan persentase penduduk yang bekerja sebanyak 95.67% sedangkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebanyak 4.33%. Tabel 1 menjelaskan bahwa angkatan kerja di Provinsi JawaTimur selalu mengalami peningkatan dari tahun 2011 sampai 2013 dengan persentase penduduk yang bekerja lebih mendominasi daripada penduduk yang menganggur. Tingkat Pengangguran terbuka mengalami sedikit penurunan dari tahun 2011 ke tahun 2012 dari 4,16% menjadi 4,12%. Namun pada tahun 2013, TPT di Provinsi JawaTimur mengalami peningkatan yang cukup tinggi sebesar 0,21% menjadi 4,33%. Tabel 1 Kondisi Ketenagakerjaan Jawa Timur 2011 2013 No Uraian Agustus 2011 Agustus 2012 1 Angkatan kerja - Bekerja - Menganggur 2 Tingkat Pengangguran 19.761.886 18.940.340 821.546 19.901.558 19.081.995 819.563 Agustus 2013 20.137.000 19.266.000 871.000 Terbuka TPT 4,16% 4,12% 4,33% 3 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 69,49% 69,62% 69,92% Sumber: BPS Provinsi JawaTimur 2013 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah penah berkerja), atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena

20 merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Proporsi atau jumlah pengangguran terbuka dari angkatan kerja berguna sebagai acuan pemerintah bagi pembukaan lapangan kerja baru. Disamping itu, trend indikator ini akan menunjukkan keberhasilan progam ketenagakerjaan dari tahun ke tahun (BPS RI). Ketersediaan tenaga kerja yang cukup memadai di Jawa Timur diharapkan dapat terserap secara optimal terutama di sektor industri yang mejadi leading sector dalam perekonomian Jawa Timur. Jumlah tenaga kerja yang terserap pada masing-masing sektor ekonomi dapat menjadi salahsatu indikator untuk mengukur penyerapan tenaga kerja. tabel 2 menggambarkan komposisi tenaga kerja yang terserap berdasarkan lapangan usaha utama di Provinsi JawaTimur. Berdasarkan data pada tabel 2, dijelaskan bahwa tenaga kerja yang terserap Tabel 2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Kerja Utama 2011 2013 (Ribu Orang) Lapangan Pekerjaan Utama 2011 Agustus % 2012 Agustus % 2013 Agustus % Pertanian 7.520,07 39,7 7.472,20 39,16 7.214,22 37,44 Industri 2.665,47 14,07 2.834,94 14,86 2.774,50 14,40 Konstruksi 1.158,53 6,12 1.251,74 6,56 1.046,96 5,43 Perdagangan 3.908,29 20,63 3.834,31 20,09 4.047,44 21,01 Transportasi & Komunikasi 709,84 3,75 674,37 3,53 674,88 3,50 Jasa 2.458,84 12,98 2.492,98 13,06 3.010,92 15,63 Lainnya* 519,30 2,74 521,46 2,73 497,53 2,58 Jumlah 18.940,34 100 19.081,99 100 19.266,46 100 *) Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik Gas dan Air, Keuangan Sumber: BPS Provinsi JawaTimur, Hasil Sakernas 2011-2013 pada sektor industri hanya sekitar 14% dari total tenaga kerja yang tersedia di Jawa Timur. Sektor yang banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian (37-39 %) dan sektor perdagangan (20%). Kebijakan dari pihak pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam penciptaan lapangan pekerjaan. Berbagai kebijakan pemerintah sangat memengaruhi perkembangan sektor industri dan pola penyerapan tenaga kerjanya. Pemerintah Provinsi JawaTimur terus berupaya untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi sektor industri mengingat sektor ini merupakan 3 sektor utama penyumbang PDRB Jawa Timur. Salahsatu kebijakan yang memiliki pengaruh penting terhadap perkembangan industri di Jawa Timur adalah penetapan Upah Minimum, baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten. Menurut permen No.1 tahun 1999 pasal 1 ayat 1, upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Upah ini berlaku bagi mereka yang lajang dan memiliki pengalaman kerja 0 1 tahun, berfungsi sebagai jaring pengaman, ditetapkan melalui keputusan Gubernur berdasarkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan dan berlaku selama 1 tahun berjalan. Penerapan kebijakan upah minimum dilakukan pemerintah untuk melindungi para pekerja, namun di sisi lain kebijakan upah minimum ini justru

menjadi beban bagi pengusaha. Semakin tinggi tingkat upah, maka biaya produksi juga akan semakin tinggi. Akibatnya, perusahaan akan mengambil tindakan untuk mengurangi jumlah pekerja agar biaya produksi tidak semakin besar. Hal ini berarti jumlah pengangguran akan semakin meningkat pula. 21 Gambar 6 Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi JawaTimur Sumber: BPS Jawa Timur, Hasil Sakernas 2011-2013 Indikasi tentang penduduk usia kerja yang termasuk kedalam pengangguran diukur dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). TPT merupakan persentase jumlah penganggur terhadap jumlah angkatan kerja. Gambar 6 menunjukkan tren TPT yang menurun dari bulan februari 2012 sampai februari 2013, namun mengalami kenaikan yang tajam pada agustus 2013. Hal ini diduga karena banyak terjadi pengurangan tenaga kerja pada beberapa perusahaan besar. P.T.Gudang Garam Kediri merumahkan sebanyak kurang lebih seribu orang karyawannya pada bulan Juli 2013, kemudian banyak terjadi unjukrasa buruh untuk menuntut kenaikan upah minimum menyebabkan sentimen negatif tentang jaminan keamanan dan investasi biaya tinggi yang akhirnya menyebabkan investor memindahkan investasinya ke tempat lain. Oleh karena itu, kenaikan upah minimum yang terlalu tinggi dapat memicu timbulnya pengangguran. Salahsatu isu penting dalam ketenagakerjaan disamping angkatan kerja (economically active population) dan struktur ketenagakerjaan adalah isu pengangguran. Hal ini disebabkan karena tingkat pengangguran yang tinggi di suatu daerah dapat mengganggu kestabilan perekonomian dan menimbulkan masalah sosial, seperti kemiskinan. Jawa timur merupakan provinsi yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak di Indonesia apabila dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia (Gambar 7). Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur tahun 2012 memang mengalami penurunan dibandingkan tahun 2004, namun jumlah tersebut masih tergolong tinggi apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin di provinsi lainnya. Kemiskinan erat kaitannya dengan ketenagakerjaan, artinya salahsatu solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kemiskinan adalah dengan penciptaan lapangan pekerjaan yang memadai bagi penduduk. Sehingga penyediaan lapangan pekerjaan perlu menjadi perhatian penting bagi pemerintah Provinsi JawaTimur.

22 Gambar 7 Jumlah Penduduk Miskin Menurut Provinsi (Ribu), tahun 2004 dan 2012 Pertumbuhan Ekonomi Sektor Industri di Provinsi JawaTimur Pertumbuhan ekonomi daerah dicerminkan oleh laju pertumbuhan PDRB. PDRB merupakan seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu wilayah dalam periode satu tahun. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang semakin tinggi diharapkan mampu menarik para investor baik dari dalam maupun luar negeri untuk melakukan investasi dan menyerap banyak tenaga kerja. PDRB Jawa Timur memiliki peran yang sangat penting terhadap tingkat PDB nasional. Tabel 3 menggambarkan provinsi-provinsi di Indonesia yang memiliki kontribusi terbesar terhadap PDB nasional. Tabel 3 Peranan Provinsi dalam Pembentukan PDB Nasional (persen) Provinsi Tw III/2012 Tw III/2013 Tw I/ 2014 DKI Jakarta 16.20 16.58 16.72 Jawa Timur 14.86 15.02 15.06 Jawa Barat 14.24 14.26 14.23 Jawa Tengah 8.24 8.27 8.42 Riau 7.00 6.83 6.87 Kalimantan Timur 6.11 5.33 5.47 Sumatera Utara 5.23 5.30 5.36 Sumber: Berita Resmi Statistik, BPS RI 2012-2014 Tabel 3 menjelaskan bahwa Provinsi JawaTimur menjadi penyumbang terbesar kedua terhadap PDB nasional setelah DKI Jakarta. Secara berturut-turut sejak tahun 2012 sampai 2014, Provinsi JawaTimur berkontribusi sebesar 14.86%, 15.02%, dan 15.06%. sedangkan DKI Jakarta berkontribusi sebesar 16.20%, 16.58% dan 16.72% terhadap PDB nasional. Sehingga, karena peran yang cukup besar terhadap PDB nasional ini,maka tak heran apabila Jawa Timur menjadi baromater perekonomian nasional. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur juga menduduki possisi yang paling tinggi, bahkan melebihi pertumbuhan ekonomi nasional. Gambar 8 menggambarkan perbandingan pertumbuhan ekonomi nasional dengan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dari tahun 2004 sampai tahun 2013. Dimana ditunjukkan pada gambar bahwa pertumbuhan ekonomi Jawa Timur Selalu

23 Gambar 8 Perbandingan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dengan nasional (%) tahun 2004-2013 Sumber: Jatim Dalam Angka 2014 memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional. Struktur perekonomian Provinsi JawaTimur didominasi oleh 3 sektor utama (leading sector), yakni sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 31,08%, sektor industri sebesar 26,24% dan sektor pertanian sebesar 15.75% (Bappeda Jatim 2013). Sektor industri menempati posisi kedua leading sector di Jawa Timur. Selain itu, sektor industri Jawa Timur juga memiliki tren pertumbuhan yang cukup baik dari tahun ke tahun. Pola pertumbuhan (dalam %) sektor industri ditunjukkan pada gambar 9. Gambar 9 Pertumbuhan sektor industri Jawa Timur 2006-2013 Sumber: Jatim Dalam Angka 2014 Gambar 9 menunjukkan pertumbuhan sektor industri yang mengalami tren meningkat dari tahun 2006-2007. Kemudian dari tahun 2007-2009 mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pada rentang tahun 2008 terjadi krisis keuangan global, negara-negara yang menjadi tujuan ekspor produk industri indonesia banyak yang terkena dampak krisis tersebut, seperti negara-negara di AS dan Eropa. Akibatnya, negara-negara tersebut mengurangi jumlah impor produk industri dari Indonesia, termasuk produk industri dari Jawa Timur. Hal inilah yang menyebabkan tren pertumbuhan industri pada rentang tahun tersebut menurun. Namun, pada tahun 2009-2013 ketika kondisi perekonomian global mulai stabil, pertumbuhan sektor industri mulai mengalami kenaikan yang cukup

24 signifikan, yakni dari 2.62% menjadi 5.71%. Mengacu pada potensi Jawa Timur sebagai pusat pertumbuhan ekonomi utama di Indonesia timur, maka sektor industri merupakan sektor yang perlu mendapat perhatian lebih dari pihak pemerintah. Melalui sektor industri, diharapkan Jawa Timur mampu mengembangkan koridor ekonomi yang potensial dan mampu memberikan sumbangan yang besar bagi perekonomian nasional untuk mencapai visi Indonesia menjadi negara terkuat ke-12 dunia pada tahun 2025. Perkembangan Investasi Sektor Industri di Jawa Timur Jawa Timur diproyeksikan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi Indonesia bagian timur. Kunci penting penentuan lokasi pusat pertumbuhan ekonomi utama adalah aspek peningkatan efisiensi produksi yang tak hanya digambarkan oleh rendahnya biaya produksi. Faktor penting lain yang juga ikut menentukan adalah fasilitas perdagangan yang efisien, tersedianya peran penyedia jasa, dan kepastian hukum. Bedasarkan aspek keunggulan komparatif yang dimilki, Jawa Timur memiliki kesiapan untuk menjadi pusat ekonomi indonesia bagian timur. Penanaman investasi baru maupun pemindahan investasi ke Jawa Timur akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Perkembangan realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Jawa Timur dalam tiga tahun terakhir meningkat, realisasi investasi tahun 2012 nilai PMDN sebesar 21.520,27 miliar rupiah meningkat dari nilai PMDN 2011 (9.687,54 miliar rupiah) dengan jumlah proyek sebanyak 287 proyek. sedangkan realisasi nilai investasi Penanaman Modal Asing (PMA) Provinsi JawaTimur dalam tiga tahun terakhir cenderung meningklat. Realisasi PMA tahun 2012 tercatat sekitar 2.298,78 juta US$ meningkat dibandingkan tahun 2011 (1.312,04 juta US$) atau sekitar 6,74 persen dari total PMA nasional dengan jumlah proyek sebanyak 403 proyek. Tabel 4 Perkembangan Realisasi Investasi PMA dan PMDN Jawa Timur 2010-2012 PMDN PMA Tahun Juta US $ Proyek Growth % Juta US $ Proyek Growth % 2010 8.084,06 89-1.769,23 110-2011 9.867,54 157 76.4 1.312,04 208 89.1 2012 21.520,27 289 84.1 2.298,78 403 93.7 Sumber: BPS 2012 Selain mengalami peningkatan pada setiap realisasi PMA dan PMDN, Jawa Timur juga memiliki peranan penting terhadap investasi nasional. Pada tahun 2013, kontribusi PMDN Jawa Timur terhadap nasional adalah Rp 34.85 Triliun atau sekitar 27.2% dari total PMDN nasional. Sedangkan kontribusi PMA Jawa Timur terhadap nasional adalah US$ 3.4 M atau sekitar 11.9% dari total PMA nasional (BPM Jatim 2014).

Nilai investasi untuk sektor industri dibagi menjadi tiga bagian, yakni nilai investasi untuk industri besar, sedang, dan kecil. Nilai investasi sektor industri di Jawa Timur masih didominasi oleh industri kecil. Sedangkan untuk industri besar dan sedang, perbandingannya seimbang. Gambar 10 berikut merupakan gambar dari nilai investasi sektor industri di perovinsi Jawa Timur tahun 2010. 25 Gambar 10 Perbandingan nilai investasi sektor industri Provinsi JawaTimur 2010 Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur, 2011 Pelaksanaan kebijakan pembangunan industri Jawa Timur oleh dinas perindustrian dan perdagangan Jawa Timur dilakukan dengan mengembangkan industri prioritas melalui pengembangan 5 klaster industri. Yakni klaster industri alas kaki, industri perhiasan, industri perkapalan, industri tebu/gula, dan industri makanan dan minuman. Perkembangan sektor industri di Jawa Timur akan semakin maju apabila didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Salahsatu sarana yang penting adalah proses perizinan yang efisien. Badan Penanaman Modal Provinsi JawaTimur telah menyelenggarakan pelayanan perizinan terpadu sebagai upaya untuk terwujudnya pelayanan perizinan yang cepat, efektif, efisien, transparan dan memberikan kepastian hukum serta terwujudnya hak-hak masyarakat dan penanam modal untuk mendapatkan pelayanan di bidang perizinan. Tujuan Pelayanan Perizinan Terpadu adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan perizinan di daerah. Pelayanan publik yang diberikan unit Pelayanan Perijinan Terpadu (P2T) Pemprov Jatim setara pelayanan World Class karena proses penyelesaian setara dengan pelayanan luar negeri, seperti di Singapura, yaitu maksimal 17 hari selesai (BPM Jatim 2014). Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Provinsi JawaTimur PDRB Riil Sektor Industri setiap kabupaten di Jawa Timur (PDRB_IND), Upah Minimum Kabupaten di Provinsi JawaTimur (UMK) dan Jumlah industri di setiap kabupaten di Jawa Timur (UNIT_IND) merupakan variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini. Software yang digunakan untuk pengolahan data penelitian adalah eviews 6. Peyusunan data panel dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, uji chow digunakan untuk membandingkan pooled model dengan fixed

26 effects model (FEM). Kedua, uji Hausmant digunakan untuk membandingkan random effects model (REM) dengan fixed effects model. Ketiga, membuat estimasi model atau persamaan dengan menentukan koefisien masing-masing variabel bebas. Pemilihan Model Terbaik Hasil dari Chow test menunjukkan nilai probability (0.0000) < alpha 5% maka tolak H0 artinya model yang terpilih adalah FEM. Sedangkan untuk hasil Hausmant test menunjukkan nilai probability (0.1439) > alpha 5% maka terima H0 artinya model yang terpilih adalah REM. Sehingga berdasarkan dua hasil uji tesebut, belum dapat disimpulkan model terbaik yang akan digunakan. Namun, dilihat dari ukuran goodness of fit yang lain yaitu nilai R-square adj (FEM = 0.941912, REM = 0.228116) dan nilai Durbin Watson (FEM = 1.604341, REM = 1.384623) maka model terbaik yang terpilih untuk penelitian ini adalah FEM. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data residual penelitian menyebar normal atau tidak. Dengan asumsi kenormalan ini, maka akan didapatkan koefisien regresi yang bersifat Best Linear Unbiased Estimated (BLUE). Asumsi normalitas dibutuhkan untuk tujuan penaksiran dan pengujian hipotesis. Berdasarkan hasil jarque-bera test didapatkan Nilai probability (0.051637) > apha 5% maka terima H0 sehingga disimpulkan bahwa data residual menyebar normal. Gambar 11 Hasil Uji Normalitas 2. Uji Multikolinearitas Salahsatu asumsi dasar model regresi adalah tidak adanya hubungan linier antar variabel bebas dalam model. Cara untuk mengetahui adanya multikolinearitas antar variabel bebas dalam model adalah dengan melihan nilai cerrelation matrix antar variabel bebas. Model dinyatakan terbebas dari masalah multikolinearitas adalah apabila nilai cerrelation matrix antar variabelnya tidak lebih besar dari 0,8. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan (tabel 5), diperoleh nilai coefisien matrix antar variabel bebas

kurang dari 0,8. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah multikolinearitas antar variabel yang diteliti. Tabel 5 Hasil Uji Multikolinearitas Variabel PDRB_IND UMK UNIT_IND PDRB_IND 1 0.427203 0.777743 UMK 0.427203 1 0.358226 UNIT_IND 0.777743 0.358226 1 Sumber: Hasil pengolahan e-views 6 3. Uji Heteroskedastisitas Asumsi heteroskedastisitas adalah asumsi dalam regresi dimana varians dari residual tidak sama untuk pengamatan satu ke pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas dapat dilihat dengan membandingkan nilai sum squared resid pada weighted statistics dan unweight statistics. Nilai sum squared resid pada weighted statistics yang lebih kecil dari sum squared resid pada unweighted statistics maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh nilai Sum squared resid weighted (40.98233) < Sum squared resid unweighted (43.90648) maka dapat disimpulkan bahwa pada persamaan yang diteliti tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. 4. Uji Autokorelasi Asumsi yang terakhir adalah tidak adanya korelasi antar error yang dihasilkan. Cara mendeteksi adanya Autokorelasi adalah dengan uji Durbin Watson (DW). Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai statistik DW sebesar 1.604341, nilai DW lebih dekat dengan 2. Dengan demikian secara statistik dapat dinyatakan bahwa pada model yang digunakan tidak ada pelanggaran asumsi autokorelasi. 27 Uji Statistik Nilai R 2 yang diperoleh dari hasil perhitungan sebesar 0.9475, artinya penyerapan tenaga kerja sektor industri Provinsi JawaTimur dapat dijelaskan oleh PDRB riil sektor Industri, UMK, dan jumlah Unit Industri sebesar 94.75%. sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Pada tingkat kepercayaan 95 persen (taraf nyata 5 persen), nilai probabilitas F-statistic yaitu 0,000000 lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap jumlah tenaga kerja sektor industri sebagai variabel terikat. Hasil uji t (dalam tabel 6) menunjukkan bahwa tingkat signifikansi pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Uji t menggunakan t-statistik dengan taraf nyata 5 persen yang dibandingkan dengan nilai mutlak t-statistik dari hasil estimasi. Hasil uji yang dilakukan diperoleh bahwa nilai probability dari variabel UMK dan jumlah unit Industri lebih kecil dari 5%, artinya variabel UMK dan unit industri berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri Provinsi JawaTimur dengan tingkat kepercayaan 95%. Sedangkan PDRB riil sektor industri tidak berpengaruh nyata. Hasil uji t terhadap PDRB riil sektor industri diperoleh bahwa variabel bebas ini tidak berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja (nilai probability 0.8628 > 5%). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hukum Okun

28 yang menyatakan bahwa peningkatan PDRB akan menurunkan tingkat pengangguran. Hal ini disebabkan karena data jumlah tenaga kerja yang digunakan memiliki kategori yang bebeda antara sebelum tahun 2001-2006 dengan tahun 2007-2011. Rentang sebelum 2006, BPS mengelompokkan kategori angkatan kerja adalah penduduk berusia 10 tahun keatas. Sedangkan untuk rentang setelah tahun 2007, kategori angkatan kerja berubah menjadi 15 tahun keatas. Sehingga, hal ini menyebabkan hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis dan hasil dan penelitian terdahulu. Tabel 6 Hasil Uji-t Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. PDRB_IND 0.014361 0.083031 0.172961 0.8628 UMK -0.216552 0.063363-3.417617 0.0007 UNIT_IND 0.400536 0.079059 5.066280 0.0000 C 11.63643 0.586779 19.83102 0.0000 Sumber: Hasil pengolahan e-views 6 Model Penduga Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Jawa Timur Berdasarkan hasil uji yang dilakukan, maka persamaan model penduga untuk penyerapan tenaga kerja sektor industri Provinsi JawaTimur adalah sebagai berikut: Ln(TK_IND) = 11.63 + 0.014 *Ln(PDRB_IND) 0.216 Ln(UMK) + 0.4 Ln(UNIT_IND) Keterangan *tidak berpengaruh signifikan Nilai koefisien regresi pada variabel UMK adalah -0.216, artinya peningkatan UMK sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan penyerapan tenaga kerja sektor industri sebesar 0.216 persen, dengan asumsi variabel bebas lain dalam keadaan konstan/tetap. UMK dan penyerapan tenaga kerja berhubungan negatif disebabkan karena upah dapat menyebabkan inefisiensi pada perusahaan. Kenaikan upah akan menyebabkan beban biaya produksi perusahaan semakin meningkat, biaya produksi yang semakin tinggi akan menurunkan keuntungan perusahaan. Sehingga kondisi ini akan direspon perusahaan dengan menggunakan faktor produksi yang padat modal seperti mesin-mesin untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Penggunaan mesin-mesin yang padat modal akan mengurangi penggunaan tenaga kerja, sehingga peningkatan jumlah pengangguran tidak dapat dihindarkan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya, yakni Ferdinan (2011) menunjukkan bahwa upah riil berhubungan negatif terhadap penyerapan tenaga kerja sumatera utara. Artinya peningkatan upah riil di Sumatera Utara akan menurunkan penyerapan tenaga kerja. Sebab upah bagi pekerja merupakan pendapatan, sedangkan bagi perusahaan merupakan beban (biaya). Sehingga memang terdapat kepentingan yang saling bertolak belakang. Pekerja akan menuntut kenaikan upah untuk meningkatkan kesejahteraan, sedangkan di sisi lain perusahaan akan menekan beban (biaya) serendah mungkin untuk meningkatkan keuntungan. Kenaikan upah yang terlalu cepat akan mendorong perusahaan untuk menggunakan lebih banyak tenaga kerja terampil dalam produksi. Hal ini akan