BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data terbaru yang dikeluarkan World Health Organization (WHO) menunjukkan 1,2 juta jiwa meninggal setiap tahun akibat kecelakaan lalu lintas, sebagian besar kematian ini terjadi di negara-negara penghasilan rendah dan menengah (World Health Organization (WHO), 2013). Hal ini sering terjadi disebabkan oleh kurangnya kemampuan manajemen gawat darurat dan keterbatasan infrastruktur yang ada serta kualitas pelayanan kesehatan masih kurang, namun kemampuan tenaga kesehatan merupakan faktor utama dalam pemberian pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. Kecelakaan lalu lintas telah muncul sebagai masalah kesehatan yang utama karena dapat menyebabkan kematian, cedera dan hilangnya produktivitas. Hal ini menempatkan beban yang tidak semestinya pada sistem pelayanan kesehatan yang sedang berjuang mengatasi masalah kesehatan penyakit menular dan penyakit tidak menular lainnya (Kar et al. 2015). Perlu upaya dan kebijakan disemua bidang yang terkait seperti keselamatan jalan, penegakkan hukum, pendidikan dan pelayanan kesehatan yang diberikan (Radha, 2015). Pendekatan sistem untuk pencegahan kecelakaan lalu lintas juga menjadi perhatian penting untuk mengkoordinasikan kegiatan pencegahan dan perubahan sikap dan perilaku semua stakeholder terhadap kecelakaan lalu lintas. Fokus dari semua kegiatan harus dilakukan pada keselamatan pengguna jalan (Khorasani-Zavareh et al. 2009). Cedera dan kematian akibat kecelakaan lalu lintas sebenarnya dapat diprediksi, dikurangi atau dicegah dengan berbagai usaha perbaikan dalam bidang pelayanan kesehatan (Sánchez-Mangas et al. 2010). Cakupan sarana kesehatan yang telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pelayanan gawat darurat sesuai standar dan dapat diakses oleh masyarakat dalam kurun waktu tertentu (Sulaeman, 2014). 1
2 The Institute of Medicine (IOM) menggambarkan enam tujuan kualitas pelayanan yaitu perawatan yang aman, efektif, berpusat pada pasien, tepat waktu, efisien dan merata. Manajemen Unit Gawat Darurat (UGD) harus mendesain sumber daya manusia yang spesifik, fasilitas dan peralatan yang berfungsi untuk memastikan kualitas perawatan yang tepat, efektif dan terkoordinasi pada pemberian layananan kesehatan dalam kondisi gawat darurat khususnya pelayanan kesehatan pada pasien kecelakaan lalu lintas (El Sayed, 2012). Karakteristik UGD dapat didefinisikan sebagai fasiltas kesehatan yang didedikasikan untuk manajemen perawatan darurat dan spontanitas serta kondisi patologis traumatis yang membutuhkan perawatan dan pengobatan sesegera mungkin. Karena kedatangan pasien kecelakaan lalu lintas di unit gawat darurat tidak dapat diprediksi dan direncanakan maka kebijakan pelayanan harus berbasis prioritas pada pasien yang kondisinya dapat mengancam jiwa atau kematian (Leo et al. 2016). Identifikasi pasien pada saat masuk harus cermat, dengan tujuan akan tercapai sistem penomoran oleh unit sesuai dengan nomor rekam medis, pencatatan rekam medis harus disimpan agar dapat digunakan dalam pelaporan dan statistik. Semua pasien yang masuk harus melalui triase, yang dilakukan sebelum identifikasi. Triase adalah suatu sistem seleksi dan pemilihan pasien untuk menentukan tingkat kegawatan dan prioritas penanganan pasien. Sistem triase merupakan salah satu penerapan sistem manajemen resiko di unit gawat darurat. Triase harus dilakukan oleh dokter atau perawat senior yang berijazah. Triase sangat penting untuk penilaian kegawatan pasien dan pemberian pertolongan sesuai dengan derajat kegawatan dan kedaruratan yang dihadapi. Petugas triase juga bertanggung jawab dalam organisasi dan pengawasan penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu (Vatnøy et al. 2013). Keberhasilan pertolongan penderita kecelakaan lalu lintas yang mengalami kondisi gawat darurat tidak hanya ditentukan oleh kualitas dari pelayanan gawat darurat di Unit gawat darurat namun juga keberhasilan pertolongan yang diberikan sebelum pasien berada di ruang unit gawat darurat, diantaranya yaitu kecepatan menemukan korban, kecepatan minta pertolongan,
3 kualitas pertolongan ditempat kejadian dan penanganan dalam perjalanan ke rumah sakit (Prehospital) (Tazarourte et al. 2013). Pemerintah daerah wajib menjamin terselenggaranya pelayanan publik dan membangun manajemen publik dengan mengacu pada asas-asas pelayananan publik berdasarkan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah (UU No.23 tahun 2014). Undang-undang ini memberikan tanggung jawab besar kepada pemerintah daerah untuk merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014). Salah satu upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama adalah palayanan gawat darurat, khusunya pelayanan gawat darurat pada pasien kecelakaan lalu lintas. Puskesmas Paruga merupakan satu-satunya puskesmas perawatan yang ada pada wilayah Kota Bima. Puskesmas Paruga terletak di Kelurahan Dara Kecamatan Rasanae Barat Kota Bima dengan luas wilayah 10,15 Km2. Batas wilayah puskesmas paruga, sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Melayu, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Panda Kabupaten Bima, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Monggo Nao, sebelah barat berbatasan dengan Teluk Bima. Puskesmas Paruga mewilayahi 6 Kelurahan, yaitu Kelurahan Dara, Kelurahan Paruga, Kelurahan Tanjung, Kelurahan Sarae, Kelurahan Pane, Kelurahan Nae, dengan jumlah jumlah penduduk sebanyak 32.487 jiwa, fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di wilayah Puskesmas Paruga terdiri dari 1 gedung
4 puskesmas, 3 puskesmas pembantu, 5 poskesdes dan 32 posyandu, serta 2 unit mobil puskesmas keliling dan 1 unit ambulance (Puskesmas Paruga, 2015). Jumlah kunjungan pasien Puskesmas Paruga pada tahun 2015 sebanyak 28.453 pasien, yang mencakup kunjungan pasien di ruang UGD Puskesmas Paruga sebanyak 5.809 pasien, diantaranya kunjungan pasien kecelakaan lalu lintas sebanyak 608 pasien, atau rata-rata kunjungan pasien kecelakaan lalu lintas 51 pasien perbulan, angka kunjungan kecelakaan lalu lintas ini sangat tinggi. Luas ruangan UGD Puskesmas Paruga yaitu 36 m², dalam melaksanakan kegiatannya UGD Puskesmas Paruga memiliki sumber daya manusia kesehatan sebanyak 1 orang dokter umum sebagai kepala Puskesmas, 4 orang tenaga dokter umum, 14 orang tenaga perawat serta 1 unit ambulans untuk merujuk pasien. Manajemen UGD secara garis besarnya harus merencanakan dan mengevaluasi ketersediaan fasilitas serta sumber daya manusia yang ada di ruang UGD untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat, pelayanan informasi medis darurat serta pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan pelayanan intensif (Azwar, 1996). Berdasarkan studi awal yang dilakukan oleh peneliti tentang manajemen UGD pada pelayanan pasien kecelakaan lalu lintas di Puskesmas Paruga Kota Bima, didapatkan pelayanan pasien kecelakaan lalu lintas dilayani oleh petugas yang masih kurang miliki kualitas pengetahuan dan pengalaman. Keterlambatan penanganan disebabkan menunggu kehadiran tenaga medis, keterbatasan peralatan medis serta lemahnya manajemen di unit gawat darurat khususnya pelaksanaan pelayanan gawat darurat. Permasalahan lain yang muncul adalah keterbatasan ambulans untuk merujukan pasien dan tidak adanya sistem penanggulangan gawat darurat terpadu seperti penanganan awal pada tempat kejadian kecelakaan lalu lintas yang merupakan faktor yang utama untuk mengurangi resiko cedera dan kematian. Berdasarkan permasalahan di atas, menjadi sebuah kajian menarik bagi peneliti untuk melihat sejauh mana gambaran penanganan kasus kegawat daruratan pada pasien kecelakaan lalu lintas yang telah dilakukan oleh Puskesmas
5 Paruga serta mengidentifikasi masalah medis dan non-medis yang menyebabkan keterlambatan penanganan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu kurangnya kemampuan manajemen unit gawat darurat di Puskesmas Paruga Kota Bima dalam pelaksanaan penanganan kasus kedawat daruratan pasien kecelakaan lalu lintas yang dapat menyebabkan cedera yang parah dan kematian. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui manajemen pelayanan unit gawat darurat di Puskesmas Paruga Kota Bima dalam pelaksanaan pelayanan gawat darurat pada kasus kegawat daruratan pasien kecelakaan lalu lintas yang dapat mengakibatkan cedera yang lebih parah dan kematian. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengelolaan pasien kecelakaan lalu lintas di unit gawat darurat Puskesmas Paruga Kota Bima. b. Untuk mengetahui pengelolaan rujukan pasien kecelakaan lalu lintas di unit gawat darurat Puskesmas Paruga Kota Bima. c. Untuk mengetahui kebijakan struktur organisasi pimpinan unit gawat darurat dalam penanganan kegawat daruratan pasien kecelakaan lalu lintas di Puskesmas Paruga Kota Bima. d. Untuk mengetahui pelaksanaan pengembangan staf dan program pendidikan pengendalian mutu pelayanan di unit gawat darurat dalam penanganan kegawat daruratan pasien kecelakaan lalu lintas di Puskesmas Paruga Kota Bima. e. Untuk mengetahui sarana dan fasilitas penunjang medis dalam penanganan kegawat daruratan pasien kecelakaan lalu lintas di Puskesmas Paruga Kota Bima.
6 D. Manfaat Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian, maka dapat dirumuskan manfaat penelitian sebagai berikut : 1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pihak manajemen puskesmas untuk pengembangan manajemen unit gawat darurat, khususnya penanganan kasus kegawat daruratan pasien kecelakaan lalu lintas. 2. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan di tingkat pemerintah daerah dalam mengembangkan sistem penanggulangan gawat darurat terpadu di Kota Bima. 3. Sebagai sumbangan pemikiran dalam pelaksanaan pelayanan dan pengambilan kebijakan yang berhubungan dengan penanganan pasien kecelakaan lalu lintas di ruang unit gawat darurat puskesmas. 4. Memberikan pengalaman dan pengetahuan serta wawasan yang berharga bagi peneliti dalam penelitian di bidang kesehatan. E. Keaslian Penelitian 1. (Yuniari 2011), manajemen penanganan kasus kecelakaan lalu lintas korban napza di RSUD Kota Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi penyalah gunaan napza pada korban kecelakaan lalu lintas, manajemen pelayanan medis dan standar pelayanan medis terhadap korban napza pada kecelakaan lalu lintas di RSUD Kota Yogyakarta. Rancangan penelitian menggunakan observasional dan cross sectional dengan pengumpulan data secara retrospektif pada pengendara sepeda motor korban kecelakaan lalu lintas baik mati maupun hidup, data yang diambil dari rekam medis yang dilaporkan pada bulan januari 2008 sampai desember 2008 yang diperiksa di RSUD Kota Yogyakarta. Analisa data menggunakan analisa secara kualitatif dan kuantitatif dengan analisa statistik deskriptif dan uji beda proporsi chi square. Kesamaan dengan peneliti adalah sama-sama meneliti tentang kasus kecelakaan lalu lintas. Perbedaannya adalah metode analisa yang digunakan dan lokasi penelitian berbeda.
7 2. (Purwanti 2015), Tingkat pengetahuan perawat prehospital dalam penanganan korban kecelakaan lalu lintas di Kota Yogyakarta, Tujuan Penelitian Untuk mengetahui tingkat pengetahuan perawat ambulance yes 118 dalam memberikan pertolongan kepada korban kecelakaan lalu lintas kota Yogyakarta. Metode yang digunakan adalah diskriptif kuantitatif non eksperimental. Subjek penelitian adalah perawat yang tergabung dalam ambulance yes 118 Kota Jogyakarta.. Kesamaan dengan peneliti adalah samasama meneliti tentang kasus kecelakaan lalu lintas. Perbedaannya adalah metode analisa yang digunakan dan lokasi penelitian berbeda.