BAB II TINJAUAN PUSTAKA. : kristal putih tidak berbau atau serbuk kristalin dengan. rasa pahit. Jarak lebur 169 o sampai 172 o C.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibuat dengan penambahan bahan tambahan yang sesuai. Tablet dapat berbedabeda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Ditjen POM RI, 1995).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau diagnosis suatu penyakit, kelainan fisik, atau gejala-gejalanya pada manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK., (2014) uraian tentang parasetamol sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan penambahan bahan tambahan yang sesuai. Tablet dapat berbeda-beda

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membantu diagnosis dan sebagai peringatan tentang adanya sesuatu yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masih terdapat dalam produk ruahan (Siregar,2010).

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kelompok 2: Kromatografi Kolom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN KIMIA DALAM EKSTRAK n-heksan DARI BUAH TANAMAN KAYU ULES (Helicteres isora L.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHUUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

pada penderita tukak lambung dan penderita yang sedang minum antikoagulan (Martindale, 1982). Pada penelitian ini digunakan piroksikam sebagai

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Sedangkan ibuprofen berkhasiat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. metilselulosa atau bahan lain yang cocok (Anief, 1994).

turunan oksikam adalah piroksikam (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Piroksikam mempunyai aktivitas analgesik, antirematik dan antiradang kuat.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat influenza. PCT merupakan analgesik-antipiretik, dalam

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. HCl. Tablet piridoksin mengandung piridoksin hidroklorida, C 8 H 11 NO 3.HCl tidak

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

banyak digunakan tanpa resep dokter. Obat obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimiawi. Walaupun demikian obatobat ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sediaan pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan

Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba 2015 ISSN

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman

Analisis Fisiko Kimia

BAB VII Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi (KCKT) (High Performance Liquid Chromatography)HPLC

LAPORAN PRAKTIKUM Praktikum HPLC, Analisa Tablet Vitamin C

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Parasetamol dan Propifenazon merupakan obat yang secara luas digunakan

parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI

AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET

Laporan Praktikum Analisis Sediaan Farmasi Penentuan kadar Asam salisilat dalam sediaan Bedak salicyl

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO

PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA

2. Menentukan kadar berbagai tablet Vitamin C menggunakan metoda HPLC. HPLC(HighPerfomance Liquid Cromatografi)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sediaan Topikal. Sediaan topikal adalah sediaan yang penggunaannya pada kulit dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

),parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. kembali pada awal tahun 1920-an. Pada tahun 1995-an, metode kromatografi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

Cara Pengklasifikasian Kromatografi :

Transkripsi:

2.1 Asetaminofen (Parasetamol) BAB II TINJAUAN PUSTAKA Gambar 2.1. Rumus Bangun Parasetamol Sifat-sifat fisika : kristal putih tidak berbau atau serbuk kristalin dengan rasa pahit. Jarak lebur 169 o sampai 172 o C. Kelarutan : 1 g dapat larut dalam kira-kira 70 ml air pada suhu 25 o C, 1 g larut dalam 20 ml air mendidih, dalam 7 ml alkohol, dalam 13 ml aseton, dalam 50 ml kloroform, dalam 40 ml gliserin, dan dalam 9 ml propilen glikol. Tidak larut dalam benzen dan eter, dan larut dalam larutan alkali hidroksida. Larutan jenuh mempunyai ph kira-kira 6 dimana pk a adalah 9,51 (Connors dkk, 1986). Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang telah digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Parasetamol di Indonesia dikenal sebagai antipiretik, dan tersedia sebagai obat bebas. Efek anti-inflamasi parasetamol hampir tidak ada (Wilmana, 2007). Analgetik non narkotik sering pula disebut analgetik-antipiretik atau Non Steroidal Anti-Inflamantory Druds (NSAID). Analgetik non narkotik bekerja pada perifer dan sentral sistem syaraf pusat. Obat golongan ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat, untuk menurunkan suhu badan pada keadaan panas badan yang tinggi dan sebagai anti radang untuk

pengobatan rematik. Analgetik-antipiretik digunakan untuk pengobatan simptomatik, yaitu hanya meringankan gejala penyakit, tidak menyembuhkan atau menghilangkan penyebab penyakit. Antipiretik non narkotik menimbulkan kerja antipiretik dengan meningkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu badan tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi pembuluh darah perifer dan mobilisasi air hingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat. Pengaruh obat pada suhu badan normal relatif kecil (Siswandono dan Bambang, 2000). Analgetik adalah obat yang menghilangkan rasa nyeri dengan cara meningkatkan nilai ambang nyeri di sistem syaraf pusat tanpa menekan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menekan suhu tubuh pada keadaan demam. Analgetik-antipiretik adalah kelompok non narkotika, artinya obat ini tidak menimbulkan adiksi pada penggunaan jangka panjang ( Djamhuri, 1990). 2.1.1 Farmakodinamik Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai radang. Menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral. Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintetis prostaglandin yang lemah. Efek iritasi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa (Wilmana, 2007). 2.1.2 Farmakokinetik Parasetamol diserap cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu setengah jam, masa

paruh dalam plasma antara 1-3 jam. Obat ini tarsebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma terikat 25% oleh protein plasma (Wilmana, 2007). Obat ini mengalami metabolisme oleh enzim-enzim mikrosom dalam hati, 80% parasetamol dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil dengan asam sulfat dalam hati. Selain itu obat ini juga dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis ertrosit. Obat ini diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi (Wilmana, 2007). 2.1.3 Penetapan Kadar Parasetamol Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya dengan cara yang hampir sama dengan asetofenetidin yakni dengan titrimetri dengan metode diazotasi, spektrofotometri (baik UV maupun dengan cara spektrofotometri visibel) dan dengan kromatografi (Sudjadi dan Abdul, 2008). 1. Metode titrimetri a. Diazotasi Metode analisis parasetamol dalam tablet dengan metode ini mirip dengan penetapan kadar asetofenetidin (fenasetin) yakni melibatkan hidrolisis parasetamol untuk menghasilkan amin aromatis primer lalu diikuti dengan titrasi menggunakan larutan baku natrium nitrit dalam suasana asam (Sudjadi dan Abdul, 2008). b. Titrasi dengan N,N-dibromo dimetilhidantoin Suatu metode titrimetri yang sederhana dan akurat telah dikembangkan oleh Kumar dan Letha untuk analisis parasetamol baik untuk parasetamol murni atau parasetamol dalam sediaan farmasi

menggunakan titran N,N-dibromo dimetilhidantoin (DBH). Larutan N,Ndibromo dimetilhidantoin (DBH) disiapkan dengan brominasi dimetilhidantoin. Suatu larutan baku DBH dengan konsentrasi ± 0,01 M disiapkan dalam air (Sudjadi dan Abdul, 2008). Parasetamol murni disiapkan dalam larutam asam asetat 10 % dalam air. Sebagai indikator digunakan larutan amaranth 0,2 % dalam etanol lalu dititrasi dengan larutan baku DBH. Titik akhir titrasi ditandai dengan hilangnya warna pink (Sudjadi dan Abdul, 2008). 2. Spektrofotometri UV Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofometri UV karena parasetamol mempunyai kromofor yang mampu menyerap sinar UV. Parasetamol dalam etanol mempunyai panjang gelombang maksimal 249 1 % nm dengan nilai 1 cm sebesar 900. Cara penetapan parasetamol dengan spektrofotometri UV adalah 100 mg parasetamol ditimbang dengan cara seksama lalu dilarutkan dalam etanol. Larutan dimasukkan dalam labu takar 100 ml dan ditambah etanol sampai tanda batas. Sebanyak 0,5 ml larutan diatas diambil dan dimasukkan kedalam labu takar 100 ml, dan ditambah etanol sampai tanda batas. Larutan ini selanjutnya dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 249 nm terhadap blanko yang berisi etanol sehingga akan didapatkan absorbansi larutan blanko (A b ). Untuk sampel dilakukan hal yang sama sehingga didapatkan absorbansi sampel (A s ) (Sudjadi dan Abdul, 2008). 3. Spektrofotometri visibel

Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya dengan spektrofometri visibel menggunakan metode Bratton-Marshall dan metode amonium molibdat (Sudjadi dan Abdul, 2008). a. Metode Bratton-Marshall Metode Bratton-Marshall untuk parasetamol dilakukan dengan cara menghidrolisis parasetamol dengan asam sehingga terbentuk amin aromatis primer yang selanjutnya didiazotasi dengan asam nitrit (berasal dari natrium nitrit dalam suasana asam) membentuk garam diazonium, lalu direaksikan dengan naftil etilen diamin (Sudjadi dan Abdul, 2008). b. Metode Amonium molibdat Metode spektrofotometri visible yang mendasarkan pada reaksi antara parasetamol dengan amonium molibdat dengan medium asam kuat menghasilkan molibdenum biru telah dikembangkan oleh Morelli. Hukum Beer s dipenuhi sampai pada konsentrasi parasetamol 6 µg/ml dan nilai absorbtivitas molarnya pada panjang gelombang 670 nm sebesar 2,6 x 10 4 L/mol (Sudjadi dan Abdul, 2008). 4. Metode spektrofluorometri Metode spektrofluorometri dengan batas deteksi yang rendah telah disusulkan untuk penetapan kadar parasetamol. Karena parasetamol bukan suatu senyawa yang berfluoresensi maka parasetamol dapat ditetapkan sacara tidak langsung dengan mereaksikannya menggunakan Ce (IV) sebagai agen pengoksidasi dan mengukur intensitas fluoresensi relatif Ce (III) yang berasal dari Ce (IV) (Sudjadi dan Abdul, 2008).

Penetapan kadar parasetamol dengan spektrofluometri secara langsung sebelumnya membutuhkan tahap derivatisasi. Reagen-reagen seperti fluoresamin dan dansil klorida telah diusulkan oleh Bosch dkk. sebagai agen penderivat parasetamol (Sudjadi dan Abdul, 2008). 5. Metode Kromatografi Dalam sediaan farmasi, parasetamol biasanya bercampur dengan bahan obat lain sehingga membutuhkan teknik pemisahan, misal dengan kromatografi lapis tipis, kromatografi cair kinerja tinggi, kromatografi gas dan diikuti dengan kuantikasinya untuk menentukan berapa kadar masingmasing bahan obat dalam sediaan farmasi (Sudjadi dan Abdul, 2008). a. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Metode KLT-Densitometri telah digunakan untuk analisis parasetamol dan klorsoksazol secara simultan. Keuntungan KLT- Densitometri dibandingkan dengan spektrofotometri adalah kemampuan KLT untuk memisahkan komponen-komponen dalam sampel yang dianalisis sehingga meghilangkan adanya kemungkinan saling mengganggu antar komponen (Sudjadi dan Abdul, 2008). b. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Metode KCKT yang sederhana, cepat, dan sesuai telah dikembangkan untuk penetapan kadar secara simultan parasetamol dan senyawa-senyawa terkait (4-aminofenol dan 4-klorasetanilid) dalam sediaan farmasi. Fase gerak yang digunakan adalah campuran asetonitrilbufer kalium fosfat 0,05 M (ph 5,5) (80:20 v/v) dan dihantarkan secara

isokratik. Detektor yang digunakan adalah spektrofotometer UV pada panjang gelombang 244 nm (Sudjadi dan Abdul, 2008). 2.2 Bahan Baku Obat Bahan (zat) aktif adalah tiap bahan atau campuran bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dan apabila digunakan dalam pembuatan obat menjadi zat aktif obat tersebut. Dalam arti lain, bahan (zat) aktif adalah bahan yang ditujukan untuk menciptakan khasiat farmakologi atau efek langsung lain dalam diagnosis, penyembuhan, pengobatan atau pencegahan penyakit, atau untuk memengaruhi struktur dan fungsi tubuh (Dirjen POM, 2006). Semua bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan resmi farmakope atau persyaratan lain yang disetujui oleh regulator atau oleh industri farmasi yang bersangkutan. Selain itu, bahan bahan yang dibeli harus sesuai dengan spesifikasi hasil uji praformulasi agar diperoleh mutu obat yang konsisten dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, stabilitas, dan ketersediaan hayati (Siregar, 2010). Setiap bahan obat memiliki ciri-ciri kimiawi dan fisika tersendiri yang menjadikannya unik. Ciri-ciri ini digunakan dalam menyusun standar identifikasi bahan dan untuk pengujian (Ansel, 2005). 2.3 High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase yaitu fase tetap (stationary) dan fase bergerak (mobile), dimana pemisahan-pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fase ini. Pemisahan dengan kromatografi terjadi karena senyawa-senyawa yang dipisahkan terdistribusi sendiri diantara

fase-fase bergerak dan tetap perbandingan yang sangat berbeda-beda dari satu senyawa yang lain (Sastrohamidjojo, 1985). Kemajuan teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sensitif telah menyebabkan perubahan kromatografi kolom cair menjadi suatu sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Metode ini dikenal sebagai Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Ditjen, 1995). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau biasa disebut dengan HPLC ( high perfomance liquid chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an (Rohman, 2009). Kegunaan umum Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidakmurnian (impurities), analisis senyawa yang mudah menguap (non-volatil), analisis senyawa yang tidak ionik maupun zwitter, isolasi dan pemurnian senyawa, pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama, pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit (trace elements), dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif (Rohman, 2009). Salah satu konsep penting KCKT ialah mengusahakan volum pelarut antara penjerap dan detektor atau fraksinator sekecil mungkin untuk mencegah pencampuran kembali fraksi-fraksi setelah terpisahkan (Gritter dkk, 1991). Tiga bentuk kromatografi cair kinerja tinggi yang paling banyak digunakan penukar ion, partisi dan adsorbsi (Ditjen, 1995). a. Kromatografi Penukar Ion

Kromatografi penukar ion terutama digunakan untuk pemisahan zat-zat larut dalam air yang ionik atau yang dapat terionisasi dengan bobot molekul kurang dari 1500 (Ditjen, 1995). Kromatografi pertukaran ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation atau anion yang berada dalam fase gerak. Pertukaran ionnya bolak-balik dan terjadi antara fase diam penukaran ion dengan fase gerak cair. Pemisahan terjadi karena perbedaan kekuatan interaksi elektrostatik dari zat terlarut dengan fase diam (Munson, 1991). b. Kromatografi Partisi Pada kromatografi partisi digunakan fase gerak dan fase dengan polaritas yang berbeda. Jika fase gerak bersifat polar dan fase diam nonpolar, dikenal sebagai kromatografi fase balik, maka senyawa nonpolar yang larut dalam hodrokarbon, dengan bobot molekul kurang dari 1000, dapat dipisahkan berdasarkan atas afinitasnya terhadap fase diam (Ditjen, 1995). c. Kromatografi Adsorbsi Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase normal dengan menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun demikian sekitar 90% kromatografi ini memakai silika sebagai fase diamnya (Rohman, 2009). 2.3.1 Alat Utama HPLC Alat utama HPLC adalah tandon pelarut, pipa, pompa, suntikan, kolom, detektor, penguat sinyal dan perekam. a. Tandon pelarut

Tandon pelarut atau fase gerak harus mempunyai beberapa ciri. Bahan tandon harus tahan terhadap fase gerak berair dan tidak berair. Sehingga baja anti karat dan gelas menjadi bahan terpilih. Daya tampung tandon harus lebih besar dari 500 ml, yang dapat digunakan selama 4 jam untuk kecepatan alir yang umumnya 1-2 ml/menit. Kecermatan harus diperhatikan untuk menghindari pecahnya tandon gelas supaya tidak tumpah (Munson, 1991). b. Pipa Sifat pipa penyambung seluruh bagian sistem harus diperhatikan. Garis tengah dalam pipa sebelum penyuntikan tidak berpengaruh, dapat tahan tekanan serta mampu dilewati pelarut dengan volume yang memadai (Munson, 1991). c. Pompa Berdasarkan dari cara kerjanya pompa untuk HPLC dapat digolongkan dalam dua kelompok yaitu pompa kecepatan tetap dan pompa tekanan tetap. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan dan tidak satu pun dapat dipakai secara menyeluruh (Munson, 1991). d. Penyuntik / Sistem Penyuntik Cuplikan Teknik penyuntikan harus dilakukan dengan cepat untuk mencapai ketelitian maksimum analisis kuantitatif. Yang terpenting sistem harus dapat mengatasi tekanan balik yang tinggi tanpa kehilangan cuplikan. Pada saat pengisian cuplikan, cuplikan dialirkan melewati lingkaran cuplikan dan kelebihannya dikeluarkan kepembuangan. Pada saat penyuntikan, katup

diputar sehingga fase gerak mengalir melewati lingkar cuplikan ke kolom (Munson, 1991). e. Kolom Kolom merupakan jantung kromatografi, keberhasilan atau kegagalan analisi bergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Dianjurkan untuk memasang penyaring 2 μm dianjurkan antara penyuntik dan kolom, untuk menahan partikel yang dibawa fase gerak dan cuplikan. Hal ini dapat memperpanjang umur kolom. (Munson, 1991). Kolom kromatografi untuk pengaliran oleh gaya tarik bumi (Gravitasi) atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi kran jenis tertentupada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut. Salah satu konsep penting KCKT adalah mengusahakan volum pelarut antara penjerap dan detektor atau farksinator sekecil mungkin untuk mencegah pencampuran kembali fraksi-fraksi setelah terpisah. (Gritter, 1991). f. Detektor Detektor harus memberi tanggapan pada cuplikan, tanggapan yang dapat diramal, peka, hasil yang efisien dan tidak terpengaruh oleh perubahan suhu atau komposisi fasgerak. Detektor yang dipakai pada Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) biasanya adalah UV 254 nm. Bila tanggapan detektor lebih lambat dari elusi sampel timbullah pelebaran jalan pita yang memburuk pemisahan. Pemilihan detektor Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) tergantung pada sifat sampel, fase gerak dan kepekaan yang tinggi dicapai (Munson, 1991).

g. Penguat sinyal Pada umunya sinyal yang berasal dari detektor diperkuat terlebih dahulu sebelum disampaikan pada alat perekam potensiometrik. Dapat pula sinyal dikirimkan kepada suatu integrator digital elektronik untuk mengukur luas puncak kromatogram secara otomatik (Munson, 1991). h. Perekam Perekam merupakan salah satu dari bagian peralatan yang berfungsi untuk merekam atau menunjukkan hasil pemeriksaan suatu senyawa berupa peak (puncak). Dari daftar tersebut secara kualitatif kita dapat menentukan atau mengetahui senyawa apa yang diperiksa, luas dan tinggi puncak berbanding lurus dengan konsentrasi. Dari data ini dapat pula dipakai untuk memperoleh secara kuantitatif. Sebagai perekam biasanya dipakai bersamasama dengan integrator (Munson, 1991).