BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. untuk dikonsumsi. Maka dari itu, dalam hal ini higienitas sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologi pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Makanan jajanan (street food)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan (food borne diseases) dan kejadiankejadian

BAB 1 : PENDAHULUAN. aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan lain yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan media untuk dapat berkembang biaknya mikroba atau kuman.

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk manusia melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 48 telah. kesehatan keluarga, perbaikan gizi, pengawasan makanan dan minuman,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia biasanya dibuat melalui bertani, berkebun, ataupun

BAB 1 : PENDAHULUAN. bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini. Setiap penyedia jasa penyelanggara makanan seperti rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. Keadaan higiene dan sanitasi rumah makan yang memenuhi syarat adalah merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi alternatif makanan dan minuman sehari-hari dan banyak dikonsumsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan, dan keturunan. Berdasarkan ke empat faktor tersebut, di negara yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai

BAB I PENDAHULUAN. serta dilindungi dari ancaman yang merugikannya (Depkes RI, 1999). Memenuhi kebutuhan makhluk hidup membutuhkan bermacam-macam

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

I. PENDAHULUAN. Pada era globalisasi keadaan gizi masyarakat yang baik menjadi salah satu cara

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI, DAN PERAN PETUGAS TERHADAP KONDISI HYGIENE

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin. penyebab utama kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%,

BAB 1 : PENDAHULUAN. disebut penyakit bawaan makanan (foodborned diseases). WHO (2006)

BAB 1 PENDAHULUAN. utama di daerah perkotaan ( Media Aeculapius, 2007 ). Menurut American Hospital Association (AHA) dalam Herkutanto (2007),

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu dijaga dari hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat dengan inti yaitu pelayanan medis melalui pendekatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk proses

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

ABSTRAK DUKUNGAN SEKOLAH BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTEK KEAMANAN PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DI KANTIN SEKOLAH DASAR KECAMATAN GIANYAR

BAB I PENDAHULUAN. bersih. 4 Penyakit yang menonjol terkait dengan penyediaan makanan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan sebagainya (Depkes RI, 2000).

Keywords: The behavior of food handlers, Figures Germs

BAB 1 PENDAHULUAN. mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda-benda yang

DAFTAR PUSTAKA. Almatsier, S Prinsip dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan pada periode adalah program Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal diselenggarakan. makanan dan minuman (UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh globalisasi perdagangan pangan sudah mulai meluas ke berbagai

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

sebagai vector/ agen penyakit yang ditularkan melalui makanan (food and milk

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia (Sumantri, 2010).

HYGIENE SANITASI PENJAMAH MAKANAN TERHADAP KANDUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman sehingga bisa

I. PENDAHULUAN. terkontaminasi baik secara bakteriologis, kimiawi maupun fisik, agar

BAB I PENDAHULUAN. bisa melaksanakan rutinitasnya setiap hari(depkesri,2004).

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

Isu Pengelolaan Higiene Sanitasi

BAB I PENDAHULUAN. harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Rancangan sistem..., Putih Sujatmiko, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

BAB I PENDAHULUAN. (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan Case Fatility Rate (CFR) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. diseduh dengan teh ditambah gula dan es. Minuman es teh banyak digemari oleh

BAB I PENDAHULUAN. makanan (foodborne illnesses) pada orang yang mengonsumsinya. Lebih dari 250

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Anak usia sekolah merupakan kelompok masyarakat yang mempunyai

ABSTRACT. Keywords: Food Handler s Hygiene Sanitation Practice, Escherichia coli RINGKASAN

BAB I PENDAHULUAN juta kematian/tahun. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN, FREKUENSI KONSUMSI DAN SUMBER MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

INSPEKSI SANITASI TEMPAT-TEMPAT UMUM DAN TEMPAT PEMBUATAN DAN PENJUALAN MAKANAN DAN MINUMAN

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan balita. United Nations Children's Fund (UNICEF) dan

HIGIENE SANITASI MAKANAN, MINUMAN DAN SARANA SANITASI TERHADAP ANGKA KUMAN PERALATAN MAKAN DAN MINUM PADA KANTIN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kualitas lingkungan dapat mempengaruhi kondisi individu dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG


BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia.

HIGIENE SANITASI PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. tugas mendukung upaya penyembuhan penderita dalam waktu sesingkat mungkin dan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

GAMBARAN JUMLAH ANGKA KUMAN DAN BAKTERI ESCHERICHIA COLI PADA PIRING DI RUMAH MAKAN PASAR SERASI KOTA KOTAMOBAGU TAHUN 2015 Cindy Stevani Sape

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Escherichia coli PADA JAJANAN ES BUAH YANG DIJUAL DI SEKITAR PUSAT KOTA TEMANGGUNG

BAB I PENDAHULUAN. Masalah keamanan pangan (food safety) masih merupakan masalah

Pembinaan Pedagang Makanan Kaki Lima untuk Meningkatkan Higiene dan Sanitasi Pengolahan dan Penyediaan Makanan di desa Penatih, Denpasar Timur

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab. mortalitas dan morbiditas anak di dunia.

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UKDW. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

BAB I PENDAHULUAN. manusia, air diperlukan untuk menunjang kehidupan, antara lain dalam kondisi yang

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh, hal ini

HUBUNGAN HIGIENE SANITASI DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Eschericia coli PADA JAJANAN ES KELAPA MUDA (SUATU PENELITIAN DI KOTA GORONTALO TAHUN 2013)

Studi Kualitas Bakteriologis Peralatan Makan Pada Rumah Makan di Kota Makassar

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini masalah keamanan pangan sudah merupakan masalah global, sehingga mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan ( foodborne disease) dan kejadiankejadian pencemaran pangan tidak hanya terjadi di berbagai negara berkembang dimana kondisi sanitasi dan higiene umumnya buruk, tetapi juga di negara-negara maju. Diperkirakan satu dari tiga orang penduduk di negara maju mengalami keracunan pangan setiap tahunnya. Bahkan di Eropa keracunan pangan merupakan penyebab kematian kedua terbesar setelah ISPA (BPOM RI, 2004). World Health Organization (WHO) menyebutkan terdapat 351 orang di dunia meninggal akibat keracuanan makanan di setiap tahunnya. 37.000 di antaranya meninggal akibat makanan yang terkontaminasi bakteri E. coli. Data tersebut didapatkan pada tahun 2010 (WHO, 2015). Center for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan terjadi 350 KLB E. coli di 49 bagian negara US pada rentang waktu tahun 1982 sampai tahun 2002 dengan 8.598 kejadian (Josefa, 2005). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1096/Menkes/SK/VI/2011 menyebutkan bahwa jumlah cemaran E. coli pada makanan tidak boleh melebihi angka nol, begitu pula bagi angka kuman pada alat makan dan minum tidak mengandung angka kuman yang melebihi 100/cm 2. Sebuah penelitian yang dilakukan pada Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Margonda, Depok (Susanna, Indrawani M, & Zakianis, 2010), menunjukkan bahwa sebanyak 41% sampel makanan terkontaminasi oleh E. coli. (Djaja, 2008) membandingkan kontaminasi E. coli pada bahan makanan dan makanan yang disajikan pada tiga jenis Tempat Pengelolaan Makanan (TPM). Hasil kontaminasi tertinggi terjadi pada PKL (29,4%). Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah cemaran E. coli pada makanan dan minuman di tiga jenis TPM masih melibihi batas maksimal. 1

2 Sebagai salah satu jenis tempat-tempat umum yang menyediakan makanan untuk masyarakat, TPM memiliki potensi yang cukup besar untuk menimbulkan gangguan kesehatan akibat makanan yang diproduksi. Gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh makanan yang terkontaminasi dapat berupa penyakit bawaan makanan yang ditandai dengan sakit perut, diare (buang air besar lebih dari 3 kali sehari dan berair/encer), dan kadang muntah (Depkes RI, 2012). Salah satu sumber penularan penyakit dan penyebab terjadinya keracunan makanan adalah makanan dan minuman yang tidak memenuhi syarat higiene. Keadaan higiene makanan dan minuman antara lain dipengaruhi oleh higiene alat masak dan alat makan yang dipergunakan dalam proses penyediaan makanan dan minuman. Alat makan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan di dalam menularkan penyakit, sebab alat makan yang tidak bersih dan mengandung mikroorganisme dapat menularkan penyakit lewat makanan, sehingga proses pencucian alat makan sangat berarti dalam membuang sisa makanan dari peralatan yang menyokong pertumbuhan mikroorganisme dan melepaskan mikroorganisme yang hidup. Di samping itu, perilaku penjamah makanan ikut berperan dalam menentukan suatu makanan sehat atau tidak, perilaku penjamah makanan juga dapat menimbulkan risiko kesehatan, dalam arti perilaku penjamah makanan yang tidak sehat akan berdampak pada higienitas makanan yang disajikan. Sebaliknya, perilaku penjamah makanan yang sehat dapat menghindarkan makanan dari kontaminasi atau pencemaran dan keracunan. Dari hasil monitor Badan POM RI terhadap kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan di Indonesia pada tahun 2004 menunjukkan bahwa telah terjadi KLB keracunan pangan sebanyak 153 kejadian di 25 propinsi dengan jumlah kasus yang dilaporkan sebanyak 7347 orang termasuk 45 orang meninggal. Ditinjau dari sumber pangannya terlihat bahwa penyebab keracunan pangan adalah yang berasal dari rumah tangga 47,1%, jasa boga 22,2%, makanan olahan 15%, makanan jajanan 14,4% dan 1,3% tidak dilaporkan. Distribusi keracunan berdasarkan berdasarkan tempat menunjukkan bahwa sebanyak 23,5% kejadian (BPOM RI, 2004).

3 Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan p angan di Indonesia tahun 2011 sebanyak 128 kejadian dari 25 propinsi. Jumlah orang yang terpapar dalam KLB keracunan pangan sebesar 18.144 orang dengan AR 38,03% (6.901 kasus) dan CFR 0,16% (11 kasus)(bpom RI, 2012). Tahun 2012 mengalami penurunan 44% dengan 84 kejadian yang berasal dari 23 propinsi. Jumlah orang terpapar dalam KLB keracunan pangan sebesar 8.590 orang dengan AR 37,66% (3.235 kasus) dan CFR 0,58% (19 kasus) (BPOM RI, 2013). Sedangkan tahun 2013 KLB keracunan pangan di Indonesia mengalami penurunan 36% dengan 48 kejadianyang berasal dari 34 propinsi. Jumlah orang terpapar sebesar 6.926 orang dengan AR 24,40% (1.690 kasus) dan CFR 0,71% (12 kasus) (BPOM RI, 2014). Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, secara rutin memonitor Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan di Indonesia. Dari hasil Surveilan dan keracunan pangan pada bulan Januari- Maret 2015 tercatat sebanyak 25 kasus, April-Juni 2015 sebanyak 50 kasus, Juli-September 2015 sebanyak 25 kasus dan Oktober- Desember 2015 tercatat sebanyak 38 kasus (BPOM RI, 2016). Kualitas makanan jajanan sangat dipengaruhi oleh higiene sanitasi makanan. Badan POM menyatakan bahwa praktek higiene dan sanitasi yang rendah akibat tidak memadainya suplai air, fasilitas cuci tangan dan tempat sampah di lingkungan kantin sekolah dan sekeliling sekolah, merupakan faktor utama penyebab masalah keamanan pangan jajanan. Menurut (DU, et al.,2005), faktor yang berkontribusi terhadap kejadian luar biasa dikarenakan oleh penyakit akibat makanan yang tercemar oleh bakteri dapat dipengaruhi oleh bahan makanan yang tidak baik, penyimpanan makanan, hygiene perorangan yang kurang, sanitasi dapur dan peralatan yang tidak baik, pengolahan yang tidak memenuhi syarat, penyimpanan yang tidak memenuhi syarat dan lamanya makanan sejak disajikan sampai dengan dikonsumsi. Berdasarkan penelitian menurut jenis tempat pengolahan makanan yang dilakukan oleh Djaja (2008) diperoleh bahwa jenis tempat pengelolaan makanan terbukti berpengaruh terhadap kontaminasi makanan matang, pedagang kaki lima berisiko 4,92 kali untuk terkontaminasi jika dibandingkan dengan jasa boga. Sedangkan berdasarkan jenis makanan yang

4 disajikan, pedagang kaki lima memiliki risiko 3,50 kali, restoran dan rumah makan 3,25 kali jika dibandingkan dengan Jasa boga. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tumelap (2011) menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan laboratorium dari sampel peralatan makan yang digunakan oleh Rumah Makan Jombang Tikala Manado tidak memenuhi syarat kesehatan sesuai Permenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Hygiene Persyaratan Sanitasi Rumah Makan. Dari 16 sampel alat makan yang diperiksa semuanya tidak memenuhi syarat. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium tersebut diharapkan penjual lebih meningkatkan kebersihan makanan, higiene sanitasi makanan terutama dalam proses pencucian peralatan makan dan penyimpanan alat makan agar dapat memperkecil kemungkinan terjadinya kontaminasi dalam makanan (Tumelap, 2011). Makanan merupakan kebutuhan setiap manusia, dengan mobilitas yang tinggi setiap manusia berkembang dengan gaya hidup yang beragam. Gaya hidup yang beragam salah satunya adalah hidup instan, termasuk untuk penyediaan makanan yang instan. Membeli makanan tidak lagi susah karena banyak penjual makanan yang menyediakan dari penjual makanan kelas atas sampai kelas bawah seperti restoran dan PKL (Pedagang Kaki Lima). PKL makmin di kota kota besar sekarang lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan penjual makanan dan minuman yang bersifat prestise. Masyarakat lebih menyukai membeli makanan dan minuman dari PKL makmin ini, karena harganya yang relatif murah dan tidak membutuhkan waktu lama untuk mendapatkannya (Wilis & Handayani, 2013). Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu daerah yang mempunyai jumlah PKL relatif banyak, khususnya di Kota Yogyakarata dan Kabupaten Sleman. Hal ini disebabkan posisi DIY sebagai salah satu daerah tujuan wisata dan pendidikan. Sebagian besar PKL menawarkan berbagai barang dagangan di trotoar sebagai kawasan ruang publik yang seharusnya menjadi tempat para pejalan kaki. Lokasi jalan kaliurang yang melintasi kampus Universitas Gadjah Mada menjadikan jalan ini sebagai jalan yang ramai setiap harinya. Setiap malam di sepanjang Jalan Kaliurang akan dipenuhi oleh

5 mahasiswa yang membeli makan malam di warung-warung tenda yang ada dijalan tersebut. Sebutan warung tenda mengacu pada warung makan yang tidak tetap lokasinya, sifat bangunannya tidak permanen dan hanya berdiri pada malam hari di sepanjang trotoar jalanan. Setiap malam banyak mahasiswa yang membeli makanan di warung-warung tersebut, selain karena harganya terjangkau juga karena menu yang disajikan beraneka ragam. Saat ini kesadaran masyarakat akan perlunya mengkonsumsi makanan dan minuman yang higienis, terjaga dari segi kebersihan dan bebas kuman sangat kurang. Sebagian besar masyarakat lebih memilih mengkonsumsi makanan yang murah tanpa memperhatikan aspek keamanan makanannya padahal makanan yang tidak higienis dapat menjadi sarana penularan penyakit yang akan menurunkann derajat kesehatan masyarakat. Peran peralatan makan dalam higiene sanitasi makanan sangat penting karena peralatan makan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari prinsip-prinsip higiene sanitasi makanan. Peralatan makan perlu dijaga kebersihannya. Untuk itu peran pembersihan atau pencucian peralatan perlu diketahui secara mendasar, karena dengan membersihkan peralatan secara baik, akan menghasilkan alat pengolahan makanan yang bersih dan sehat (Depkes, 2004). Dalam laporan tahunan Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2015 baru sebagian tempat pengelolaan makanan yang dinilai memenuhi syarat kesehatan. Dari total 4.368 restoran, rumah makan, pasar, dan tempat makan lain yang disurvei, hanya 67,1% saja (2.93 2 lokasi) yang dikategorikan sehat. Sebagian tempat makan yang tidak memenuhi syarat kesehatan itu berada di Kota Yogyakarta dan Sleman. Kondisi demikian berpotensi memunculkan sejumlah penyakit (Dinkes Yogyakarta, 2015). Berdasarkan laporan Tahunan Dinkes Kabupaten Sleman 2015 Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang ada di Kabupaten Sleman terdapat 2.536 TPM dan yang memenuhi syarat hanya 951 TPM. Dari survei pendahuluan yang peneliti lakukan dapat dilihat bahwa penjual makanan di warung tenda kurang memperhatikan higiene dan sanitasi dari warung makan yang mereka kelola. Mengingat buruknya higiene dan sanitasi lingkungan di sekitar warung tenda,

6 ancaman penularan penyakit sulit dielakkan. Ketidakpedulian serta keterbatasan dan minimnya fasilitas sanitasi di tempat merekat berjualan membuat praktik higiene dan sanitasi makanan warung tenda menjadi tidak memadai. Seharusnya kesehatan, kebersihan dan penerapan higiene sanitasi makanan merupakan salah satu hal yang sangat penting dan harus diperhatikan oleh para pedagang warung tenda agar produknya bermutu dan aman dikonsumsi oleh masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menjamin keamanan makanan dan mencegah terjadinya penyebaran penyakit melalui makanan. Masyarakat perlu dilindungi dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan higiene sanitasi yang dikelola rumah makan, restoran maupun makanan jajanan yang dijual diwarung tenda atau pedagang kaki lima agar tidak membahayakan kesehatan. Dari hasil wawancara peneliti dengan penanggung jawab Inspeksi Sanitasi Puskesmas Depok 2 mereka mengaku kesulitan dalam melaksanakan program inspeksi sanitasi terhadap TPM yang ada di wilyah kerja mereka karena tingginya mobilitas mereka, dengan wilayah kerja yang luas dan jumlah tenaga serta biaya yang terbatas sehingga menyulitkan mereka dalam melakukan pengawasan dan biasanya mereka lebih berfokus kepada TPM yang sudah terdaftar. Sementara peran serta yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan sendiri hanya bersifat pembinaan. Tidak terdapat kebijakan yang menetapkan sanksi apabila praktik higiene penjual setempat tidak memenuhi standar kelaikan sanitasi. Tindak lanjut tersebut meliputi penyuluhan langsung kepada pengelola TPM. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimanakah hubungan higiene sanitasi dan perilaku penjamah makanan terhadap kualitas bakteriologis peralatan makan di warung tenda di Jl. Kaliurang.

7 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk menjelaskan hubungan higiene sanitasi dan perilaku penjamah makanan dengan kualitas bakteriologis peralatan makan di warung tenda di Jalan Kaliurang Km.0 sampai Km.4 (perempatan mirota kampu s sampai perempatan pos polisi Jalan Kaliurang) 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan kualitas bakteriologis peralatan makan (piring, sendok dan gelas) pada warung tenda di Jalan Kaliurang b. Mendeskripsikan hubungan antara tingkat pengetahuan penjamah makanan dengan kualitas bakteriologis peralatan makan pada warung tenda. c. Mendeskripsikan hubungan antara personal higiene penjamah makanan dengan kualitas bakteriologis peralatan makan pada warung tenda. d. Mendeskripsikan hubungan antara perilaku penjamah dalam pencucian peralatan makan dengan kualitas bakteriologis peralatan makan pada warung tenda. e. Mendeskripsikan hubungan antara fasilitas sanitasi dengan kualitas bakteriologis peralatan makan pada warung tenda. f. Mendeskripsikan hubungan antara pemeriksaan kesehatan dengan kualitas bakteriologis peralatan makan pada warung tenda. g. Mendeskripsikan hubungan antara kepemilikan izin usaha dengan kualitas bakteriologis peralatan makan pada warung tenda. h. Mendeskripsikan hubungan antara pernah mendapatkan pelatihan dengan kualitas bakteriologis peralatan makan pada warung tenda.

8 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Dapat menjadi bahan masukan untuk pengembangan program pemantauan dan pengawasan terhadap perkembangan usaha-usaha penjualan makanan yang perlu mendapat pembinaan. 2. Bagi pemilik usaha warung tenda Sebagai sumber informasi bagi pedagang mengenai gambaran atau keadaan higiene sanitasi dari warung makan yang dikelola. 3. Bagi Masyarakat Sebagai gambaran bagi masyarakat tentang bagaimana higiene sanitasi dari warung tenda yang ada di Jalan Kaliurang E. Keaslian Penelitian 1. (Akhmadi, 2004), yang meneliti tentang pengetahuan penjamah makanan, cara pencucian alat makan dan angka kuman alat makan di Rumah Makan Kota Pontianak. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada variabel fasilitas sanitasi dan personal higiene dari responden. Penelitian ini tidak hanya memeriksa angka kuman pada peralatan makan tetapi juga memeriksa kandungan E. coli pada peralatan makan. Perbedaan lainnya adalah yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah warung tenda yang tidak mempunyai lokasi tetap atau tidak permanen dan sampel peralatan makan yang diperiksa tidak hanya piring dan gelas saja tetapi juga sendok. 2. Vollaraad (2004), yang meneliti tentang Risk Factors for Transmission of Foodborne Illness in Restaurants and Street Vendors in Jakarta, Indonesia. Penelitian ini mengkaji praktik higiene pedagang kaki lima dan sanitasi air cuci, air minum, es batu, dan makanan yangdijual. Perbedaan penelitian ini terletak pada desain penelitian, sampel yang diteliti dan jenis data yang dikumpulkan. Perbedaan lainnya adalah penilitian ini melakukan pemeriksaan kualitas bakteriologis pada peralatan makan 3. Cahyaningsih (2009), yang meneliti tentang higiene sanitasi dan perilaku penjamah makanan dengan kualitas bakteriologis peralatan makan diwarung

9 makan wilayah Desa Caturtunggal Kecamatan Depok Kabupaten Sleman. Perbedaan penelitian Cahyaningsih dengan penelitian ini adalah pada variabel independen yaitu penelitian ini juga menghubungkan pengetahuan responden dan faktor pendukung (izin usaha, pemeriksaan kesehatan dan pelatihan) dengan kualitas bakteriologis peralatan makan. Perbedaan lainnya adalah yang menjadi sampel dalam penelitian Cahyaningsih adalah warung makan yang mempunyai lokasi tetap atau permanen sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah warung tenda yang tidak mempunyai lokasi tetap atau tidak permanen dan sampel peralatan makan yang diperiksa tidak hanya piring tetapi juga gelas dan sendok. 4. Sinaga (2011), yang meneliti tentang personal hygiene, sanitasi dan angka kuman alat makan pada sentra pedagang makanan jajanan di Kamp. Solor Kota Kupang. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada variabel independen yaitu penelitian ini juga menghubungkan pengetahuan responden, personal higiene dan faktor pendukung (izin usaha, pemeriksaan kesehatan dan pelatihan) dengan kualitas bakteriologis peralatan makan. Perbedaan lainnya adalah yang menjadi sampel dalam penelitian Sinaga adalah warung makan yang mempunyai lokasi tetap atau permanen yang terdapat pada sentra pedagang makanan jajanan sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah warung tenda yang tidak mempunyai lokasi tetap atau tidak permanen dan sampel peralatan makan yang diperiksa tidak hanya piring tetapi juga gelas dan sendok. Penelitian ini tidak hanya memeriksa jumalah angka kuman tetapi juga memeriksa kandungan E. coli pada peralatan makanan. 5. Hilario (2015), yang meneliti An Evaluation of the Hygiene and Sanitation Practices Among Street Food Vendors Along Far Eastern University (FEU). Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada rancangan penelitian. Penelitian Hilario menggunakan metode desain Survei Deskriptif, sedangkan penelitian ini menggunakan rancangan Cross Sectional. Perbedaan lainnya adalah pada lokasi dan waktu penelitian. Penelitian Hilario tidak melakukan pemeriksaan kualitas bakteriologis (angka kuman dan E. coli) pada peralatan makan pedagang sementara penelitian yang akan dilakukan

10 melakukan pemeriksaan kualitas bakteriologis pada peralatan makan pedagang. 6. Lawal (2014), yang meneliti A survey of hygiene and sanitary practices of street food vendors in the Central State of Northern Nigeria. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Lawal adalah pada rancangan penelitian. Penelitian tersebut menggunakan metode desain survei deskriptif, sedangkan penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional. Perbedaan lainnya adalah pada lokasi dan waktu penelitian. Penelitian lawal tidak melakukan pemeriksaan kualitas bakteriologis (angka kuman dan E. coli) pada peralatan makan pedagang sementara penelitian yang akan dilakukan melakukan pemeriksaan kualitas bakteriologis pada peralatan makan warung tenda.