4. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kondisi kualitas perairan dalam system resirkulasi untuk pertumbuhan dan

PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP TRANSPLANTASI KARANG MASIF

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP KARANG KERAS Acanthastrea echinata (DANA 1846) DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU HIKMAH CUT RAMADHANA SKRIPSI

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

3. METODE PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

3. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Ilmu Kelautan IPB,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara Makan dan Sistem Reproduksi

Gambar 11. Pemilihan dan pemotongan bibit karang lunak (Alcyonacea).

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN KARANG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

2. TINJAUAN PUSTAKA. merupakan karang yang dapat membentuk terumbu sedangkan kelompok

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Sketsa lokasi tambak penelitian

Lampiran 1. Pengukuran Konsentrasi Logam Sebenarnya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

3. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut

Lampiran 1. Gambar Lembar Pengamatan yang digunakan (Mckenzie & Yoshida 2009)

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian laju pertumbuhan dan produksi lamun Cymodocea rotundata

TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN KARANG TRANSPLANTASI JENIS

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

II. TINJAUAN PUSTAKA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Universitas Sumatera Utara

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN

BAB III METODE PENELITIAN

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL KAJIAN HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DAN PRODUKTIVITAS BUDIDAYA IKAN NILA DI DANAU LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mengalami perkembangan sangat

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang

MANAJEMEN KUALITAS AIR

Stasiun. Perbedaan suhu relatif sangat kecil. Hal ini disebabkan karena pengambilan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi,

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

hasil pengukuran kesehatan karang adalah enam dan nilai minimumnya dua dari

BAB III METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

LAJU PERTUMBUHAN DAN SINTASAN KARANG JENIS Montipora sp. HASIL TRANSPLANTASI DI GUGUSAN PULAU KARYA, KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir

3. METODE PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITAN

Transkripsi:

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi dan Variasi Temporal Parameter Fisika-Kimiawi Perairan Kondisi perairan merupakan faktor utama dalam keberhasilan hidup karang. Perubahan kondisi perairan dapat mempengaruhi morfologi maupun fisiologi karang. Kondisi perairan tempat pengambilan sampel karang berdasarkan data (Lampiran 1) dengan kondisi perairan tempat transplantasi karang memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan, namun masih memenuhi karakter baik untuk pertumbuhan karang (Tabel 5) pada bulan September 2011 hingga bulan Februari 2012. Tabel 5. Nilai Parameter Fisika-Kimiawi Perairan Selama Penelitian Waktu Pengamatan Paremeter (Bulan ke-i) Baku Parameter September Oktober November Desember Januari Februari Mutu Suhu (a) ( o C) 29 29 29 29 28 29 28-30 Salinitas (b) ( 0 / 00 ) 30 31 31 35 34 33 33-34 Kekeruhan (c) (NTU) 0,250 0,370 0,360 1,050 0,560 0,310 <5 Oksigen Terlarut (mg/l) 4,879 5,011 5,045 6,031 5,573 5,375 >5 Nitrat (mg/l) 0,246 0,156 0,354 0,163 0,045 0,065 0,008 Amonia (mg/l) 0,327 0,369 0,340 0,126 0,212 0,208 0,3 Ortofosfat (mg/l) 0,004 0,004 0,005 0,278 0,010 0,064 0,015 Berdasarkan : Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Keterangan : Untuk terumbu karang; (a) Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2 0 C dari suhu alami, (b) Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5 % salinitas rata-rata musiman, (c) Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10 % kedalaman euphotic. Kondisi perairan tempat pengamatan transplantasi karang memiliki kisaran suhu 28 0 C sampai 29 0 C. Kisaran suhu yang diperoleh masih dalam kisaran 24

25 optimum bagi pertumbuhan biota karang, hal ini dinyatakan oleh Thamrin (2006), karang hermatipik tumbuh dan berkembang dengan subur antara 25 0 C sampai 29 0 C. Menurut baku mutu air laut untuk biota laut, suhu pada tempat pengamatan masih tergolong normal (perubahan suhu yang terjadi tidak lebih dari 2 0 C dari suhu alami). Nilai salinitas yang didapatkan pada saat pengamatan berkisar antara 30 0 / 00 hingga 35 0 / 00. Pengaruh salinitas terhadap kehidupan hewan karang sangat bervariasi tergantung pada kondisi perairan laut setempat atau pengaruh alam, seperti run off, badai dan hujan (Supriharyono, 2007). Romimohtarto dan Juwana (2001) menyatakan bahwa keadaan perairan disenangi pertumbuhan karang meliputi salinitas di atas 30 0 / 00 tetapi di bawah 35 0 / 00. Nilai salinitas ini menunjukkan batas cukup baik untuk pertumbuhan karang pada saat pengamatan. Kekeruhan merupakan indikasi peningkatan sedimentasi yang masuk ke dalam perairan. Kekeruhan tertinggi terjadi pada bulan Desember dengan nilai sebesar 1,05 NTU, sedangkan nilai terendah terjadi pada bulan September dengan nilai 0,25 NTU. Meningkatnya sedimentasi yang masuk ke perairan dapat mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan karang, hal ini dikarenakan sedimen yang masuk ke perairan menyebabkan kekeruhan. Kisaran nilai kekeruhan selama penelitian masih baik untuk biota laut karena nilainya berada di bawah 5 NTU (MENLH, 2008). Oksigen sangat diperlukan untuk metabolisme hewan karang. Nilai oksigen terlarut pada perairan memiliki nilai terendah sebesar 4,879 mg/l yang terjadi pada bulan September, sedangkan nilai tertinggi terjadi pada bulan Desember dengan nilai sebesar 6,031 mg/l. Nilai oksigen terlarut yang terjadi

26 pada bulan September tidak masuk ke dalam kategori baik, karena menurut Effendi (2003) perairan yang diperuntukkan bagi kepentingan perikanan memiliki kadar oksigen tidak kurang dari 5 mg/l. Kadar oksigen terlarut kurang dari 4 mg/l menimbulkan efek kurang menguntungkan bagi organisme akuatik. Nitrat (NO 3 ) merupakan bentuk utama dari nitrogen di perairan dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga (Effendi, 2003). Kandungan nitrat tertinggi terjadi pada bulan November dengan nilai 0,354 mg/l. Nilai tersebut sudah berada di atas nilai baku mutu yang ditetapkan untuk biota laut. Nitrat tidak bersifat toksik bagi organisme akuatik, akan tetapi apabila kadar nitrat lebih dari 0,2 mg/l, maka dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi perairan yang dapat menyebabkan pertumbuhan alga dan tumbuhan air meningkat secara pesat (blooming) (Effendi, 2003). Amonia merupakan salah satu senyawa kimia yang bersifat racun bagi biota perairan jika jumlahnya berlebihan di dalam perairan (Effendi, 2003). Kandungan amonia terendah adalah 0,126 mg/l sedangkan kandungan tertinggi mencapai 0,369 mg/l. Kandungan amonia yang terjadi pada bulan September hingga November berada sedikit lebih tinggi dari nilai yang ditetapkan pada baku mutu, yaitu sebesar 0,3 mg/l. Namun, nilai tersebut tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan karang, karena tiga bulan setelah itu kadar amonia menurun sehingga pertumbuhan karang semakin baik. Ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat digunakan oleh tumbuhan akuatik secara langsung (Effendi, 2003). Nilai ortofosfat yang terdapat pada tiap bulan mengalami perbedaan, nilai tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 0,278 mg/l. Hal ini menyebabkan ortofosfat dapat secara langsung dimanfaatkan

27 oleh alga, seperti filamentous alga dan makro alga seperti jenis Padina sp. (Gambar 7), alga ini dapat tumbuh dengan baik di sekitar rak dan pinggiran substrat fragmen. Gambar 7. Alga Padina sp. yang Tumbuh pada Rak Transplantasi Variasi temporal karakteristik fisik-kimiawi perairan pada saat pengamatan dapat dihubungkan dengan bulan pengamatan. Hasil analisis ini menggunakan Analisis Komponen Utama (PCA) dengan memperoleh dua sumbu utama penyusun yang masing-masing memberi kontribusi terhadap hubungan antara parameter fisika-kimiawi perairan. Sumbu 1 (F1) mempunyai akar ciri (Eigenvalue) sebesar 4,17 dengan kontribusi sebesar 59,63%. Sumbu 2 (F2) memiliki akar ciri sebesar 2,13 dengan kontribusi sebesar 30,46%, sehingga interpretasi Analisis Komponen Utama ini dapat mewakili keadaan yang terjadi dengan tidak mengurangi informasi yang banyak dari data yang dianalisis. Hasil PCA (Gambar 8) menunjukkan bahwa nilai suhu dan amonia memiliki korelasi terhadap bulan September, Oktober dan November (2011). Hal ini dapat dilihat dari nilai suhu yang konstan pada ketiga bulan ini yaitu 29 0 C, sedangkan nilai amonia berada pada nilai baku mutu 0,3 mg/l (Lampiran 1).

28 Gambar 8. Hasil PCA terhadap Parameter Fisik-Kimiawi Perairan dengan Bulan Pengamatan Korelasi nilai kekeruhan serta ortofosfat dapat dilihat pada bulan Desember 2011. Pada bulan ini nilai kekeruhan serta ortofosfat mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan bulan lainnya. Karakteristik fisik-kimiawi pada bulan Januari 2012 berkorelasi positif dengan nilai salinitas dan DO, sedangkan korelasi negatif dapat dilihat pada nilai suhu, amonia dan nitrat yang memiliki nilai paling rendah dibandingkan bulan lainnya. Selanjutnya, pada bulan Februari 2012 karakteristik fisik-kimiawi tidak memiliki perbedaan yang cukup signifikan, sehingga korelasi dari semua parameter memiliki nilai yang hampir sama dengan bulan-bulan lainnya. 4.2. Pemulihan dan Perubahan Warna Karang Pemulihan luka karang (Gambar 9) terjadi pada bulan Oktober, setelah itu terjadi pelebaran jaringan hingga bulan keenam pengambilan data. Luka yang terbentuk berasal dari pemotongan koloni karang (induk karang) yang dipotong menjadi beberapa bagian (fragmen karang) untuk ditransplantasikan. Johan et al.

29 (2008) menyatakan bahwa awal pertumbuhan karang ditandai dengan mulai menutupnya bekas potongan yang terjadi saat fragmentasi karang. September Oktober November Desember Februari Gambar 9. Pemulihan Luka dan Perubahan Warna pada Acanthastrea echinata Hasil penelitian yang dilakukan oleh Margono (2009) menunjukkan bahwa karang jenis Lobophyllia hemprichii yang diberikan 2 perlakuan, yaitu Perlukaan 1 dan Perlukaan 2, terlihat bahwa karang yang mengalami Perlukaan 1 mengalami pemulihan yang lebih cepat dibandingkan Perlukaan 2. Hal ini diduga akibat lendir yang dikeluarkan pada perlukaan 2 lebih banyak dibandingkan Perlukaan 1, akan tetapi pada bulan ke-2 pengamatan Perlukaan 2 memiliki tingkat pemulihan yang lebih cepat dibandingkan perlukaan 1. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat stres pada karang sudah berkurang. Penelitian yang dilakukan Kamalikasari (2012) menunjukkan bahwa penutupan luka pada karang jenis Blastomus wellsi terjadi setelah 2 bulan pengamatan. Setelah itu, terjadi pelebaran jaringan hingga bulan ke-6

30 pengamatan. Pada akhir pengamatan, fragmen yang mengalami luka telah sembuh dan tumbuh berkembang menyeluruh ke semua bagian polip karang. Karang jenis Acanthastrea echinata yang ditransplantasikan mengalami perubahan warna tiap bulannya. Pada bulan September karang berwarna hijau, kemudian bulan selanjutnya karang menjadi berwarna hijau pekat lalu berubah menjadi coklat kekuningan hingga bulan terakhir pengamatan. Perubahan warna karang juga terjadi pada penelitian Prastiwi (2011), karang jenis Lobophytum strictum mengalami perubahan warna pada minggu ke-2, dari warna coklat pucat menjadi warna coklat segar. Suharsono (2008) menyatakan bahwa karang yang hidup di tempat yang dangkal biasanya mempunyai warna yang cerah, hal tersebut dilakukan oleh karang untuk mengurangi penetrasi cahaya yang berlebihan. Oleh karena itu, salah satu penyebab perubahan warna pada karang jenis Acanthastrea echinata dapat disebabkan oleh perbedaan kedalaman pada saat pengambilan sampel awal dengan kedalaman pada saat karang ditransplantasikan. Koloni karang (induk karang) ditemukan pada kedalaman 20-21 meter, sedangkan pada saat ditransplantasikan fragmen karang diletakkan pada kedalaman 12 meter. 4.3. Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup karang memberikan pengaruh terhadap kelestarian ekosistem terumbu karang. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap karang jenis Acanthastrea echinata pada kedalaman 12 meter, tingkat kelangsungan hidup karang yang ditransplantasikan dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya.

31 Seluruh fragmen yang ditransplantasikan memiliki tingkat kelangsungan hidup sebesar 100 %. Karang jenis Acanthastrea echinata yang ditransplantasikan pada awalnya berjumlah 10 fragmen dan pada akhirnya dapat bertahan hidup hingga bulan keenam pengamatan. Harriot dan Fisk (1998) menyatakan bahwa kegiatan transplantasi dikatakan berhasil dari sudut pandang biologis apabila jumlah karang yang hidup antara 50-100 %. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi pada kegiatan transplantasi ini menunjukkan bahwa transplantasi berjalan dengan baik. Karang dari famili Mussidae memiliki ketahanan hidup baik dan bersifat invasif terhadap jenis karang lain yang berdekatan (Soedharma dan Arafat, 2005). 4.4. Pertumbuhan Rata-Rata Transplantasi Karang Bentuk pertumbuhan karang jenis Acanthastrea echinata adalah massive. Nilai ukur pertumbuhan karang dilihat dari nilai rata-rata panjang dan lebar (Tabel 6). Pengukuran fragmen pada transplantasi karang dilakukan pada bulan Agustus 2011 (pengukuran awal) hingga bulan Februari 2012. Tabel 6. Ukuran Rata-rata dan St.dev Fragmen Karang Transplantasi Ukuran Waktu Pengamatan Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Des-11 Jan-12 Feb-12 Panjang (cm) 6,83 ± 1,04 7,03 ± 1,03 7,37 ± 1,12 7,76 ± 1,24 8,22 ± 1,21 8,45 ± 1,39 8,77 ± 1,57 Lebar (cm) 5,55 ± 0,69 5,72 ± 0,71 6,01 ± 0,63 6,24 ± 0,60 6,48 ± 0,59 6,73 ± 0,59 7,06 ± 0,63 Rata-rata pertumbuhan karang jenis Acanthastrea echinata yang dilihat dari pertambahan panjang dan lebar mengalami peningkatan dari bulan awal pengamatan hingga akhir pengamatan. Pertumbuhan karang jenis Acanthastrea echinata selama enam bulan (Gambar 10) mengalami peningkatan panjang hingga mencapai 8,77 cm, dengan

32 rata-rata peningkatan yang terjadi tiap bulannya sebesar 0,23 cm 0,46 cm. Ukuran lebar mencapai 7,06 cm, dengan rata-rata peningkatan yang terjadi tiap bulannya sebesar 0,22 cm 0,32 cm. Pertumbuhan (cm) 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Panjang (y = 0,011x - 445,3) R² = 0,991 Lebar (y = 0,008x - 328,7) R² = 0,996 Bulan Pengamatan Gambar 10. Rasio Pertumbuhan Panjang dan Lebar Karang Selama 6 Bulan Pengamatan Rasio pertumbuhan panjang dan lebar karang dapat diketahui dengan menggunakan analisis regresi linear (Azis, 2002). Rasio pertumbuhan karang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan panjang maupun lebar tiap bulannya, sehingga dapat terlihat pola pertumbuhan linear yang konstan dari karang jenis Acanthastrea echinata. Suharsono (2008) mengungkapkan bahwa karang berbeda dengan hewan lain dalam hal pengertian pertumbuhan. Pola pertumbuhan hewan pada umumnya mengikuti pola grafik sigmoid, yaitu pada awal pertumbuhannya akan lambat, kemudian diikuti dengan pertumbuhan yang cepat pada umur muda dan pertumbuhan berhenti pada umur tua. Karang pada umumnya mempunyai pola

33 pertumbuhan linier extension, dimana kecepatan tumbuh relatif konstan sepanjang hidupnya. Pertumbuhan mutlak karang (Gambar 11) yang ditransplantasikan selama 6 bulan memiliki nilai panjang sebesar 1,94 ± 1,37 cm, dan nilai lebar sebesar 1,51 ± 1,06 cm. Pertumbuhan ini tergolong lambat, sama halnya seperti yang diungkapkan oleh Suharsono (2008), karang dengan bentuk pertumbuhan massive dan karang yang hidup soliter biasanya lambat pertumbuhannya. 2.5 Pertumbuhan Mutlak / 6 Bulan 2 1.5 1 0.5 0 Panjang (cm) Lebar (cm) Gambar 11. Pertumbuhan Mutlak Panjang dan Lebar Karang Bulan Agustus 2011 Februari 2012 Beberapa jenis karang yang berasal dari genus Porites, Favites, Favia mempunyai kecepatan tumbuh antara 1,5 2 cm/tahun (Suharsono, 2008). Penelitian transplantasi yang telah dilakukan oleh Cahyadi tahun 2001 di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, kecepatan tumbuh dari karang keras jenis Porites nigrescens bernilai antara 1,25-1,47 cm/bulan, sedangkan karang keras dari jenis Favites spp, Favia spp mempunyai kecepatan tumbuh antara 1,5-2 cm/tahun. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Kamalikasari (2012) mengenai transplantasi karang jenis Blastomussa wellsi, menghasilkan nilai pertumbuhan mutlak panjang pada 3 bulan awal sebesar 1,84 mm, lalu 3 bulan kemudian

34 sebesar 2,63 mm. Selanjutnya nilai mutlak lebar pada 3 bulan awal sebesar 1,83 mm, lalu 3 bulan kemudian sebesar 2,46 mm. 4.5. Hubungan Pertumbuhan Karang Transplantasi dengan Parameter Fisika-Kimiawi di Perairan Data pertumbuhan karang merupakan nilai dari panjang dan lebar karang. Peubah tak bebas berupa X diganti dengan nilai parameter fisik-kimiawi perairan berikut : X 1 = Suhu (T) X 2 = Salinitas (S) X 3 = Kekeruhan (K) X 4 = Nitrat (N) X 5 = Oksigen Terlarut (D) X 6 = Amonia (A) X 7 = Ortofosfat (O) Hasil analisis Regresi Berganda (Multiple Regression) dengan metode Stepwise pada panjang dan lebar karang adalah sebagai berikut : a. Panjang Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa semua peubah bebas dalam data ini memiliki korelasi yang rendah dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) 0,306. Model regresi penuh yang melibatkan semua peubah bebas (Tabel 7). P = -29,051 + 0,839T + 0,707S + 0,680K 1,798D -1,821A Tabel 7. Analisis Regresi Model Penuh Data Panjang Coefficients Standard Error t Stat P- value Lower Upper Intercept -29,051 0 65535 - -29,051-29,051 T 0,839 0 65535-0,839 0,839 S 0,707 0 65535-0,707 0,707 K 0,680 0 65535-0,680 0,680 D -1,798 0 65535 - -1,798-1,798 N 0,000 0 65535-0,000 0,000

35 A -1,821 0 65535 - -1,821-1,821 O 0,000 0 65535-0,000 0,000 Pada model ini terjadi multikolinear pada peubah T, S, K, D, N, A dan O. Setelah melakukan metode Stepwise sebanyak 4 kali (Lampiran 4), langkah terbaik yang didapatkan ada pada langkah 4. Model ini mengandung peubah bebas K, D, N dan A dengan persamaan P = 220,194 + 24,249K -37,774D 83,363N -51,277A Nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang dihasilkan dari model ini sebesar 0,941. Hal ini menunjukkan bahwa keempat parameter fisik-kimiawi tersebut berkorelasi sangat kuat (Tabel 8). Tabel 8. Analisis Regresi Model Terbaik Hasil Metode Stepwise Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower Upper Intercept 220,194 104,491 2,107 0,282-1107,485 1547,872 K 24,249 11,138 2,177 0,274-117,278 165,777 D -37,774 18,660-2,024 0,292-274,875 199,327 N -83,363 39,687-2,101 0,283-587,634 420,908 A -51,277 23,956-2,140 0,278-355,671 253,116 b. Lebar Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa semua peubah bebas dalam data ini memiliki korelasi yang rendah dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) 0,264. Model regresi penuh yang melibatkan semua peubah bebas (Tabel 9). P = -19,053 + 0,608T + 0,563S + 0,351K -1,811D -2,300A Tabel 9. Analisis Regresi Model Penuh Data Lebar Standard Coefficients Error t Stat P-value Lower Upper Intercept -19,053 0 65535 - -19,053-19,053 T 0,608 0 65535-0,608 0,608

36 S 0,563 0 65535-0,563 0,563 K 0,351 0 65535-0,351 0,351 D -1,811 0 65535 - -1,811-1,811 N 0,000 0 65535-0,000 0,000 A -2,300 0 65535 - -2,300-2,300 O 0,000 0 65535-0,000 0,000 Sama halnya dengan panjang, pada model ini terjadi multikolinear pada peubah T, S, K, D, N, A dan O. Setelah melakukan metode Stepwise sebanyak 5 kali (Lampiran 5), langkah terbaik yang didapatkan ada pada langkah 5. Model ini mengandung peubah bebas T, S dan K dengan persamaan P = -29,199 + 0,792T + 0,397S + 0,344K Nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang dihasilkan dari model ini sebesar 0,972. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga parameter fisik-kimiawi tersebut berkorelasi sangat kuat (Tabel 10). Tabel 10. Analisis Regresi Model Terbaik Hasil Metode Stepwise Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower Upper Intercept -29.119 7.459-3.904 0.060-61.214 2.976 T 0.792 0.213 3.722 0.065-0.124 1.708 S 0.397 0.053 7.529 0.017 0.170 0.623 K 0.344 0.196 1.751 0.222-0.501 1.188