BAB I PENDAHULUAN. Presiden dan Wakil Presiden (selanjutnya disingkat Wapres) ialah dipilih secara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu ujung tombak dalam mewujudkan demokrasi. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi

GBHN = Demokrasi Mayoritas Muchamad Ali Safa at 1

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

BAB II TINJAUAN TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN. dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional, baik antara bagian yang satu dengan

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB VII PENUTUP. Universitas Indonesia. Pembubaran partai..., Muchamad Ali Safa at, FH UI., 2009.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I);

Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem

I. PENDAHULUAN. meruntuhkan tirani yang terjadi bertahun-tahun di negeri ini. Salah satu hal

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

BAB I PENDAHULUAN. (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive

BAB I PENDAHULUAN. pelaku sepenuhnya dari kedaulatan rakyat Indonesia, Presiden sebagai kepala

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam BAB VIIA Pasal 22C dan Pasal 22D UUD NRI Berdasarkan

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan

DAFTAR PUSTAKA. Bagir Manan Lembaga Kepresidenan. FH UII Press: Yogyakarta. Bambang Sunggono Metodologi Penelitian Hukum Cetakan ke-12.

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 73/PUU-XV/2017

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

PENGARUH SISTEM MULTI PARTAI DALAM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

PUTUSAN Nomor 130/PUU-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PUTUSAN.

BAB V PENUTUP. dirumuskan kesimpulan sebagaimana berikut: eksekutif dan legislatif hingga ancaman impeachment, maka dari itu

Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji:

HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

TELAAH TERHADAP PRESIDENTIAL THRESHOLD DALAM PEMILU SERENTAK 2019

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

Muchamad Ali Safa at

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA

BAB I PENDAHULUAN. seperti Perseroan Terbatas. Hal tersebut menjadi alasan dibuatnya Undang-

PENGUJIAN UU BPJS TERHADAP UUD (Keterangan Ahli Dalam Sidang Pengujian UU BPJS di MKRI. tanggal 10 Februari 2015)

BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan

RechtsVinding Online. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. bersikap untuk tidak ikut ambil bagian. dalam voting tersebut.

Jurnal RechtsVinding BPHN

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan menurut UUD. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

DAFTAR PUSTAKA BUKU. Al Marsudi, Subandi, 2001, Pancasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma Reformasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

Budiarjo, Miriam Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu semangat perubahan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI 1945) ialah memperkuat bangunan sistem pemerintahan presidensial. 1 Semangat perubahan UUD NRI 1945 untuk memperkuat bangunan sistem pemerintahan presidensial salah satunya ditandai dengan perumusan Pasal 6A ayat (1) dan Pasal 22E ayat (1) dan (2), dimana pokok ketentuan tersebut menegaskan bahwa mekanisme pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden (selanjutnya disingkat Wapres) ialah dipilih secara langsung oleh rakyat. Bertolak pada ketentuan tersebut, maka secara teoretik Indonesia telah mengadopsi salah satu ciri sistem pemerintahan presidensial, dalam bahasa C.F. Strong disebut dengan sistem pemerintahan eksekutif nonparlementer (fixed executive). 2 Sejak ditetapkannya ketentuan tersebut hingga saat ini, Indonesia telah menyelenggarakan tiga kali pemilihan umum (selanjutnya disingkat pemilu) Presiden dan Wapres, yaitu pada tahun 2004, 2009, dan 2014. Dalam praktik bernegara di Indonesia pasca reformasi tidak hanya merubah wajah sistem pemerintahan Indonesia, namun juga merubah wajah sistem kepartaian Indonesia. Perubahan wajah sistem kepartaian Indonesia ditandai dengan pemberian jaminan kehidupan partai politik, bahkan lebih jauh lagi partai 1 Jimly Ashiddiqie, Membangun Budaya Sadar Berkonstitusi Untuk Mewujudkan Negara Hukum Yang Demokratis, Bahan Orasi Ilmiah Disampaikan Pada Peringatan Dies Natalis ke XXI dan Wisuda 2007 Universitas Darul Ulum (Unisda) Lamongan. 29 Desember 2007. 2 C. F. Strong, 2015, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern Cetakan Sepuluh, Nusa Media, Bandung, hlm. 355. Lihat juga : Arendt Lijhpart, 1995, Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial, Rajawali Pers, Jakarta, hlm 44. 1

politik didudukkan sebagai organisasi yang mempunyai fungsi penting sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 6A ayat (2) dan Pasal 22E ayat (3), dimana partai politik adalah organisasi peserta pemilu dan organisasi yang memiliki hak untuk mengajukan pasangan calon Presiden dan Wapres. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Fransje Moleenar bahwa, konstitusi merupakan bagian paling istimewa dalam pengaturan partai politik karena memuat nilai-nilai fundamental dan melegitimasi aturan politik. 3 Untuk mengatur lebih lanjut kehidupan partai politik, diawal masa reformasi negara mengeluarkan garis kebijakan resmi melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Partai Politik 4 (selanjutnya disingkat UU No. 2 Tahun 1999) untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 Tentang Partai Politik dan Golongan Karya 5 (selanjutnya disingkat UU NO. 3 Tahun 1975) yang merupakan kebijakan resmi negara dalam mengatur kehidupan partai politik pada masa Orde Baru. Sejak diberlakunya UU No. 2 Tahun 1999 yang membuka ruang untuk mendirikan partai politik mendapat sambutan luar biasa oleh masyarakat, hal ini ditandai dengan lahirnya 141 (seratus empat puluh satu) partai politik yang mengajukan pendaftaran kepada Departemen Kehakiman dan HAM, hingga 3 Fransjee Moleenar, 2012, Latin America Regukation of Political Parties, Continuing Trends and Breaks With The Past, Working Paper Series on The Legal Regulationof Political Party, No. 17, hlm. 2. 4 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Partai Politik. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3809. 5 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 Tentang Partai Politik dan Golongan Karya. Lembaran Negara Republik Indonesia Taan hun 1975 Nomor 32. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3809. 2

akhirnya ditetapkan 48 (empat puluh delapan) partai politik sebagai peserta pemilu 1999. 6 Kehidupan partai politik terus mengalami metamorfosis, di mana pada periode pemilu 2004 terdapat 24 (dua puluh delapan) partai politik peserta pemilu dan 16 partai politik (enam belas) yang mendapatkan kursi di DPR 7, pada periode pemilu 2009 terdapat 44 (empat puluh empat) partai politik peserta pemilu dan 9 (sembilan) yang mendapatkan kursi di DPR 8, pada pemilu 2014 terdapat 12 (dua belas) partai politik peserta pemilu dan 10 (sepuluh) yang mendapatkan kursi di DPR 9. Bertolak pada uraian diatas nampak bahwa sejak tahun 1999, 2004, 2009 hingga tahun 2014 Indonesia telah mengalami perubahan wajah sistem kepartaian, baik pada sistem kepartaian peserta pemilu maupun sistem kepartain dalam lembaga legislatif. Dari uraian di atas tergambar bahwa, bertalian dengan terjadinya perubahan ketentuan-ketentuan dalam UUD NRI 1945 yang berkenaaan dengan ketentuan pembagian kekuasaan, mekanisme pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden, serta perubahan pengaturan kepartaian, telah membawah Indonesia pada kondisi kombinasi sistem pemerintahan presidensial dan sistem kepartaian multi partai. Dianutnya kombinasi sistem pemerintahan presidensial dan sistem kepartaian multi partai dalam praktik bernegara di Indonesia, telah memicu lahirnya berbagai karya ilmiah untuk mengkaji dan menganalisis kerja dari kombinasi sistem tersebut. 6 Komisi Pemilihan Umum, Partai Politik Peserta Pemilu Tahun 1999, http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2008/11/pemilu-1999, diakses pada 14 Agustus 2016. 7 Komisi Pemilihan Umum, Jumlah Partai Politik Pemilihan Umum Tahun 2004, http://kpu.go.id/dmdocuments/modul_1d.pdf, diakses pada 14 Agustus 2016. 8 Komisi Pemilihan Umum, Partai Politik Peserta Pemilu Tahun 2009, http://kpu.go.id/dmdocuments/modul_1d.pdf, diakses pada 14 Agustus 2016. 9 Komisi Pemilhan Umum, Partai Politik Pemilihan Umum Tahun 2014, http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2014/282, diakses pada 14 Agustsu 2016. 3

Lahirnya berbagai karya ilmiah oleh para ahli Indonesia, tidaklah lepas dari dalil yang dikemukakan oleh para ahli manca negara berkenaan dengan potensi implikasi negatif yang dapat terjadi jika pengkombinasian sistem tersebut diterapkan. Misalnya Scott Mainwairing berpandangan bahwa, kombinasi sistem pemerintahan presidensial dan sistem multi partai merupakan kombinasi yang sulit, juga ditegaskan bahwa menganut kombinasi kedua sistem tersebut sebagai sistem bernegara akan berpotensi menyebabkan terjadinya deadlock dan divided goverment. 10 Selanjutnya Antonio Cheibub menambahkan bahwa, besarnya potensi jalan buntu akan menjadi lebih kompleks jika presiden berasal dari partai kecil, sedangkan membentuk koalisi sebagai upaya untuk mendapatkan dukungan parlemen guna membentuk pemerintahan efektif dan stabil cenderung lebih sulit dilakukan dalam sistem pemerintahan presidensial. 11 Dalam hasil penelitian klasik Fred W. Riggs dalam Arend Lijhpart menuliskan bahwa, dari 76 negara dunia ketiga terdapat 33 negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial dan tak satu pun yang bertahan tanpa gangguan serius (1945-1985). 12 Dalam konteks ketatanegaraan Indonesia, peringatan akan implikasi kombnasi sistem presidensial dan sistem multi partai sebagaimana yang dikemukakan para ahli, setidaknya dapat ditelusuri pada masa pemerintahan Yudhoyono-Kalla yang merupakan presiden dan wakil presiden petama yang lahir dari sistem pemilihan umum langsung presiden dan wakil presiden dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia. Adapun implikasi dari praktek ketatanegaraan yang mengkombinasikan 10 Arendt Lijhpart, Loc. Cit, hlm. 19. 11 Syamsuddin Haris, 2014, Praktik Parlementer Demokrasi Presidensial Indonesia, Andi Offset, Yogyakarta, hlm 138. 12 Arendt Lijhpart, Op. Cit, hlm. 27. 4

sistem pemerintahan presidensial dan sistem multi partai dalam pemerintahan Yudhoyono-Kalla dapat ditelusuri pada beberapa hal, diantaranya : Pertama, tereduksinya hak preogratif presiden dalam mengangkat dan memberhentikan menteri. Tereduksinya hak preogratif presiden disebabkan oleh dibukannya kran koalisi yang melibatkan beberapa partai politik dalam penyusunan kabinet, bahkan perombakan kabinet juga dilakukan tidak berdasarkan pada kebutuhan objektif melainkan desakan partai politik. 13 Kedua, Bangunan koalisi yang dibangun untuk menjadi penunjang tebentuknya pemerintahan efektif belum mampu terwujud. Tidak bekerjanya koalisi dalam menunjang efektifnya pemerintahan disebabkan oleh bangunan koalisi yang dibangun tidak berdasarkan pada kesamaan pandangan dalam mengelola negara, melainkan pada sikap pragmatisme. Kegagalan bangunan koalisi semakin kompleks dengan tidak adanya disiplin berkoalisi oleh partai-partai politik. 14 Bertolak pada uraian di atas telah lahir berbagai gagasan untuk melakukan penyederhanaan partai politik, hal ini didasari pada penalaran dalil yang disabdakan para ahli, bahwa upaya untuk membentuk sistem pemerintahan presidensial yang efektif dan stabil ialah melalui kombinasi sistem kepartaian sederhana. Adapun sistem kepartaian yang dimaksud dalam penelittian tersebut, ialah sistem partai 13 Partai Golkar 128 Kursi di DPR : 4 Menteri;PPP 58 kursi di DPR : 2 Kursi Menteri;Partai Demokrat : 2 Kursi Menteri; PAN 53 kursi di DPR : 2 kursi Menteri; PKB 52 kursi di DPR : 2 kursi Menteri; PKS 45 kursi di DPR : 3 kursi Menteri; PBB 11 kursi di DPR : 1 kursi Menteri; PKPI kursi di DPR : 1 kursi Menteri. 14 Syamsuddin Haris, Op.Cit, hlm 9-11. 5

sederhana yang dikemukakan Wolintez dalam Katz dan Crotty, yaitu sistem partai sederhana dengan jumlah 3-5 partai. 15 Secara teoretik, untuk membentuk sistem kepartaian sederhana. Maka, dapat dilakukan melalui rekayasa kehidupan politik melalui hukum. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Roscue Pound dalam studi politik hukum Mahfud, bahwa hukum harus mampu mengendalikan dan merekayasa perkembanagan masyarakat termasuk kehidupan politiknya (law as a tool of social engineering). 16 Merujuk pada Mahfud dapat dipahami, bahwa dalam studi ilmu hukum studi yang mempelajari perubahan-perubahan hukum ialah studi politik hukum. Secara spesifik Satjipto Rahardjo, berpadangan bahwa politik hukum diarahkan pada hukum yang seharusnya berlaku (ius constituendum). 17 Dengan demikian dapat dipahami, bahwa politik hukum yang dimaksud dalam penelitian tersebut, ialah mengkaji tentang kebijakan resmi negara (garis resmi) tentang partai politik yang diberlakukan negara dalam kurun waktu 1945-2014 dalam rangka pencapaian tujuan negara, serta pemberlakuan hukum yang seharusnya berlaku (ius constituendum) yaitu mencari model pengaturan penyederhanaan partai politik seharusnya. Bertalian dengan penentuan arah kebijakan resmi negara dalam model pengaturan partai politik di Indonesia, penting untuk memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-X/2013, yang pada pokoknya menetapkan bahwa pemilu tahun 2019 diselenggarakan secara 15 Richard S Kats dan William Crotty, Handbook Partai Politik, 2014, Nusa Media, Bandung, hlm. 95. 16 Mahfud. MD, 1999, Pergulatan Politik Dan Hukum Di Indonesia, Gama Media, Yogyakarta, hlm. 70. 17 Abdul Latif dan H. Hasbi, 2010, Politik Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 23. 6

serentak. Adapun hal yang penting untuk diperhatikan ialah implikasi dari putusan tersebut, yaitu ketentuan dalam menentukan partai politik yang berhak mengajukan pasangan calon Presiden dan Wapres pada pemilu serentak 2019. Merujuk pada uraian tersebut, maka terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan arah politik hukum pengaturan partai politik, yaitu penyederhanaan partai politik dan mekanisme penentuan partai politik yang memiliki hak dalam mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas menjadi penting dan menarik untuk mengetahui dan mengkaji poltik hukum penyederhanaan partai politik yang dianut Indonesia sejak 1945-2014 dan politik hukum penyederhanaan partai politik yang seharusnya dianut di Indonesia dalam rangka menuju sistem partai sederhana. Adapun rincian rumusan masalah dalam penelitian tersebut sebagai berikut : 1. Bagaimanakah politik hukum penyederhanaan partai politik di Indonesia periode 1945-2014? 2. Bagaimanakah seharusnya politik hukum penyederhanaan partai politik di Indonesia? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui politik hukum penyederhanaan partai politik di Indonesia periode 1945-2014. b. Untuk memberikan masukan perbaikan hukum penyederhanaan partai politik di Indonesia. 7

2. Tujuan Subjektif Penelitian ini secara subjektif bertujuan untuk memenuhi syarat kelulusan dan syarat akademis untuk memperoleh gelar Magister Hukum, di Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum, Klaster Hukum Kenegaraan, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat teoritis erat kaitannya dengan manfaat penelitian terhadap perkembangan ilmu hukum, sedangkan manfaat praktis berkaitan dengan penerapan hukum, di mana hasil penelitian akan memberi manfaat bagi stakeholders atau pihak terkait lain penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 1. Manfaat Teortis Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan ilmu hukum dan referensi ilmiah bagi kalangan akademik, khususnya di bidang Ilmu Hukum Tata Negara terkait dengan politik hukum penyederhanaan partai politik di Indoneia : menuju partai sederhana (studi kasus 1945-2014). 2. Manfaat Praktis a. Bagi Pemerintah dan DPR Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi pemerintah dan DPR dalam merumuskan dan menyusun norma tentang penyederhanaan partai politik. 8

b. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang objektif dan jelas kepada masyarakat mengenai politik hukum penyederhananaan partai politik periode 1945-2014, membantu masyarakat dalam meningkatkan pemahaman, kesadaran, dan partisipasi aktifnya sehingga dapat menciptakan pemerintahan yang demokratis, efektif dan stabil. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran, pencarian, dan pengamatan yang dilakukan oleh penulis, terdapat banyak karya tulis baik berupa skripsi, tesis, disertasi, maupun makalah yang telah membahas masalah yang berkaitan dengan politik hukum penyederhanaan partai politik di Indonesia : menuju sistem partai sederhana (studi kasus 1945-2014) pasca dikeluarkannya putusan Mahakamah Konstitusi. Berikut karya tulis yang dimaksud penulis : Pertama, karya tulis ilmiah yang berupa penulisan skripsi dengan judul Implikasi Sistem Multi Partai Terhadap Sistem Prsidensial Di Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 18. Karya tulis ini merupakan skripsi yang dibuat pada tahun 2009 oleh saudara Afifi, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Adapun rumusan masalah yang dikaji oleh penulis adalah Pertama, bagaimana pengalaman sistem presidensial di Indoensia dihubungkan dengan eksistensi sistem kepartaian sebelum perubahan UUD 1945?. Kedua, bagaimana 18 Afifi, 2009, Implikasi Sistem Multi Partai Terhadap Sistem Presidensial Di Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 9

gagasan dan hasil purifikasi sistem presidensial dalam UUD 1945?. Ketiga, bagaimana implikasi sistem multi partai terhadap sistem presidensial di Indonesia setelah perubahan UUD 1945?. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa, pengalaman sistem presidensial dan sistem kepartaian sebelum perubahan UUD 1945 menyebabkan ketidakefektifan pemerintahan dintandai pergantian kabinet sebanyak lima kali dan menyebabkan penyusunan undang-undang dasar baru mencapai jalan buntu. Gagasan mendekati pemurnian sistem presidensial sebagiamana termaktub dalam Pasal 6A ayat (2) ayat (4), Pasal 7 ayat (3), Pasal 7C ayat (5), Pasal 7A, Pasal 7B, dan Pasal 3. Implikasi setelah perubahan UUD 1945 yaitu pemerintahan yang tidak efektif sesuai karakteristik sistem presidensial. Kedua, karya tulis berupa penulisan skripsi dengan judul Implikasi Sistem Kepartaian Terhadap Desain Koalisi Dalam Sistem Presidensial Indoensia 19. Karya tulis ini merupakan skripsi yang dibuat pada tahun 2010 oleh saudara Dian Agung Wicaksono, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Adapun rumusan masalah yang dikaji oleh penulis adalah. Pertama, bagaimana desain koalisi dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia?. Kedua, bagaimana kaitan antara sistem kepartaian, kohesivitas koalisi, dan efektifitas sistem presidensial?. Ketiga, bagaimana desain koalisi yang ideal dalam sistem presidensial di Indoensia?. Berdasarkan hasil penelitan dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa, desain koalisi dalam ketatanegaraan Indoensia praktis baru terjadi setelah 19 Dian Agung Wicaksono, 2010, Implikasi Sistem Kepartaian Terhadap Desain Koalisi Dalam Sistem Pemerintahan Presidensial Di Indoensia, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 10

perubahan konstitusi, desain koalisi terjadi pada masa pemerintahan SBY-JK yang berdasarkan transaksional bukan koalisi permanen. Banyak partai koalisi tidak menjamin kohesivitas koalisi dapat terjaga, dan juga diperlukan terobosan baru dengan tidak hanya menyederhanakan partai politik parlemen tapi lebih jauh partai politik peserta pemilu. Desain koalisi ideal dapat dilakukan dengan perbaikan sistem kepartaian dan sistem pemilu melalui produk hukum, berupa persyaratan partai politik mengikuti pemilu, jumlah kursi yang diperebutkan, masa jabatan, ambang batas keterwakilan dan perubahan perhitungan perolehan suara dengan kuota droop. Ketiga, karya tulis ilmiah dengan judul Kebijakan Penyederhanaan Partai Politik Di Indonesia : Menuju Sistem Multi Partai Sederhana Dalam Era Pasca Reformasi, 1998-2012 20. Karya tulis ini merupakan tesis yang dibuat pada tahun 2013 oleh saudari Rika Anggraini, mahasiswi Magister Ilmu Hukum Kenegaraan Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Adapun rumusan masalah yang dikaji oleh penulis adalah Pertama, Bagaimana pengaturan kebijakan penyederhanaan partai politik di Indonesia pasca reformasi. Kedua, Bagaimana akibat hukum pengaturan kebijakan penyederhananaan partai politik pasca reformasi terhadap partai politik pasca reformasi terhadap partai politik dan sistem kepartaian di Indonesia. Ketiga, Bagaimana konstitusionalitas penyusunan kebijakan penyederhanaan partai politik di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan penyederhanaan partai politik dalam undang- 20 Rika Anggraini, 2013, Kebijakan Penyederhananaan Partai Politik Di Indonesia : Menuju Sistem Multi Partai Sederhana Dalam Era Pasca Reformasi, 1998-2012, Tesis Magister Ilmu Hukum Kenegaraan Universitas Indonesia, Jakarta. 11

undang tentang partai politik yaitu melalui persyaratan kualitatif dan kuantitatif serta ambang batas perolehan kursi (electoral threshold) bagi partai untuk menjadi peserta pemilihan umum dan juga persyaratan ambang batas perolehan suara (parliementary threshold) sebagai syarat untuk mendapatkan kuri di DPR. Akibat hukum kebijakan penyederhanaan partai politik bagi partai politik adalah : 1) Partai politik tidak mendapat status hukum; 2) partai politik tidak dapat menjadi peserta pemilu; 3) partai politik tidak dapat memperoleh kursi di DPR. Selanjutnya, kebijakan penyederhananaan partai politik merupakan kebijakan yang tidak bertentangan dengan UUD 1945. Kebijakan yang dimaksud ialah keharusan pendaftaran sebagai badan hukum dengan berbagai persyaratannya, pembentukan undang-undang tidak melakukan pembatasan dengan menetapkan jumlah partai politik peserta pemilu, melainkan dengan menentukan syarat administratif. Keempat, karya tulis ilmiah dengan judul Analisis Pengaturan Hukum dan Praktik Pembubaran Partai Politik 1959-2004 21. Karya tulis ini merupakan disertasi yang dibuat pada tahun 2009 oleh saudara Muchamad Ali Safa at, mahasiswa Doktoral Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Adapun rumusan masalah yang dikaji oleh penulis adalah Pertama, apakah dasar dan prosedur pembubaran partai politik yang atur dalam peraturan perudang-undangan di Indonesia sejak 1959 hingga 2004. Kedua, bagaimana praktik pembubaran partai politik yang pernah terjadi sejak 1959 hingga 2004. Ketiga, bagaimana pengaturan pembubaran partai politik yang tepat pada masa yang akan datang. Berdasarkan 21 Muchamad Ali Safa at, 2009, Analisis Pengaturan dan Praktik Pembubaran Partai Politik 1959-2004, Disertasi Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta. 12

hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa alasan pembubarn partai politik pada masa orde lama adalah terkait ideologi, dasar dan tujuan negara, serta ancaman terhadap keamanan keutuhan wilayah negara. Pada masa reformasi alasan pembubaran partai politik adalah jika menganut dan atau menyebarkan paham komunisme/marxisme-leninisme. Selain itu pembubaran partai politik berdasarkan alasan (a) ideologi; (b) asas; (c) tujuan; (d) program; serta kegiatan partai yang bertentangan dengan UUD 1945. Pada masa orde lama Kewenangan pembubaran partai politik menjadi wewenangan presiden, Mahkamah Agung hanya memberikan pertimbangan yang sifatnya tidak mengikat. Hal itu hampir sama dengan pembubaran partai politik pada masa orde baru. Pada masa reformasi terjadi pergeseran wewenang memutus pembubaran partai politik yaitu dari MA kepada MK. Pemerintah hanya sebagai pemohon. Sedangkan praktek pembubabaran partai politik selama kurun waktu 1959-2004 terdapat beberapa kali pembuabaran partai politik. Pada masa orde lama pembubaran partai politik dalam bentuk tidak diakuinya lima partai politik yang telah ada sebelumnya karena dinilai tidak memenuhi syarat dalam peraturan yang berlaku, pembubaran partai politik melalui keputusan presiden dengan alasan akibat pemberontakan, dan pembekuan satu partai politik melalui keputusan presiden yang tidak pernah dicairkan kembali selama periode orde lama. Selanjutnya pengaturan partai politik mendatang bertujuan untuk menjamin dan melindungi kebebasan berserikat, sekaligus melindungi konstitusi, kedaulatan negara, serta keamanan nasional. Sepanjang penelusuran penulis, belum ada karya tulis yang dalam hal ini terkhusus pada karya tulis yang berbentuk skripsi, tesis yang membahas, mengkaji, 13

dan mendalami permasalahan yang berkaitan dengan politik hukum penyederhanaan partai politik di Indonesia : menuju sistem partai sederhana (studi kasus 1945-2014) secara spesifik setelah ditetapkannya penyelenggaraan pemilu 2019 diselenggarakan secara serentak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penulisan karya tulis nantinya akan memberikan gambaran yang jelas dan terperinci mengenai pengaturan penyederhanaan partai politik di Indonesia yang seharusnya. 14