GAMBARAN UMUM DAERAH PENGHASIL MIGAS

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

2011, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011 (Lembaran Negara Republik Indone

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAY A MINERAL NOMOR: 3952 K/80/MEM/2013 TENTANG

IV. GAMBARAN UMUM KOTA BONTANG. 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Bontang. Gambar 4.1 Peta Wilayah Kota Bontang

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /


Kalimantan Timur. Lembuswana

PENETAPAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM MINYAK BUMI DAN GAS BUMI TAHUN ANGGARAN 2007

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 275/KMK

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 414/K/81/MEM/2002 TENTANG PENETAPAN DAERAH PENGHASIL DAN DASAR PERHITUNGAN BAGIAN

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 275 / KMK.06 / 2004 TENTANG

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.32/MEN/2010 TENTANG PENETAPAN KAWASAN MINAPOLITAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

PROFIL PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA di DKI JAKARTA TAHUN 2011

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Berau selama dua tahun ini seiring dan. sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional yaitu mengalami pertumbuhan yang

BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Geografis Kabupaten Indragiri Hulu. yang meliputi wilayah Rengat dan Tembilahan di sebelah Hilir.

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

C. REKOMENDASI PUPUK N, P, DAN K PADA LAHAN SAWAH SPESIFIK LOKASI (PER KECAMATAN)

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

B. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota Wilayah Indonesia Barat

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

2011, No.11 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. berimplikasi kepada provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk melaksanakan

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

denganikeuangan SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11 / PMK.02 / 2006 TENTANG

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

KABUPATEN - KOTA YANG MENGIRIM BUKU SLHD 2011 SESUAI JADWAL PENGIRIMAN 6 APRIL REGIONAL PROVINSI KABUPATEN/KOTA JUMLAH Bali Nusa Tenggara

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN IV TAHUN 2013

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

Nomor Propinsi/Kabupaten/Kota Jumlah T-15 T-17 T-19 Jumlah biaya

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR AGUSTUS 2012

Lampiran 1 Nomor : 7570 /D.3.2/07/2017 Tanggal : 26 Juli Daftar Undangan

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN 2009

KAWASAN PERKEBUNAN. di sampaikan pada roundtable pengembangan kawasan Makasar, 27 Februari 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2015

PENGARUH ALOKASI DANA PERIMBANGAN TERHADAP KETIMPANGAN EKONOMI REGIONAL DI PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI JAMBI 2014

Sumatera Selatan. Jembatan Ampera

RINCIAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA PROVINSI/KABUPATEN/KOTA DALAM APBN T.A. 2018

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi

PETA INFORMASI DAN ANALISIS LIFTING DBH MIGAS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ALAT ANALISIS

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

Nama Penyedia Alamat Penyedia Lokasi Pabrik (Provinsi) Merk : PT. LAMBANG JAYA : JL. RAYA HAJIMENA KM 14 NO. 165 NATAR - LAMPUNG SELATAN - LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Provinsi Sumatera Selatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

BAB IV. DINAMIKA KABUPATEN/KOTA PESISIR DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PEMP

Transkripsi:

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENGHASIL MIGAS Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari daratan 1.8 juta km 2 dan lautan 7.9 juta km 2. Potensi sumber daya alam Indonesia cukup besar, salah satunya yaitu minyak dan gas bumi. Sumber daya minyak dan gas bumi tersebar dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sampai ke Provinsi Papua. Beberapa wilayah yang memiliki cadangan minyak dan gas bumi, memiliki APBD yang sangat besar seperti sejumlah kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur dan Riau. Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan perkapita Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makro ekonomi dalam jangka panjang. Menurut Kuznet, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang, kemampuan suatu wilayah untuk menyediakan semakin banyak jenis barang dan jasa bagi penduduknya. Kemampuan tersebut tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan. Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang terdapat di wilayah tersebut, yang berarti secara kasar dapat menunjukkan kemakmuran daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi juga dapat berarti kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi di kabupaten penghasil migas dalam kurun waktu 2002-2007 (Tabel 1), secara umum menunjukkan tren yang meningkat. Namun beberapa kabupaten sempat mengalami kemunduran pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan minus) seperti yang terjadi di Kabupaten Bengkalis, Rokan Hilir, Indramayu, Kutai Timur, Kutai Kartanegara, Nunukan, dan Kota Bontang. Bahkan Kota Bontang sepanjang tahun 2002-2007 mengalami pertumbuhan ekonomi dibawah nol persen. Pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi di Kabupaten Kutai Timur. Sepanjang tahun 2002-2007, kabupaten tersebut mengalami pertumbuhan ekonomi lebih dari 2 digit, bahkan pada tahun 2004 pertumbuhannya mencapai 23.81 persen. Tumbuhnya perekonomian di Kabupaten Kutai Timur didorong oleh sektor pertambangan dengan migas yang kontribusinya mencapai 86 persen

38 terhadap struktur perekonomian daerah. Ekonomi kabupaten penghasil migas dalam kurun waktu 2002-2007 tumbuh antara 3.4 hingga 5.5 persen pertahunnya. Tabel 1 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Penghasil Migas tahun 2002-2007 Kabupaten Pertumbuhan Ekonomi (%) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Kutai Timur 18.30-3.02 23.81 20.86 22.39 8.13 Bengkalis 1.36-0.14 1.18 4.63 3.88 1.86 Kutai Kartanegara 5.68 0.21 1.96 2.67-2.53-3.80 Rokan Hilir 3.77 1.67-0.93 0.16 3.72 1.47 Musi Banyuasin 3.54 4.09 4.42 5.17 5.21 6.25 Kampar 3.20 2.85 1.38 3.74 4.30 3.02 Indramayu 6.96-7.51 4.65-7.82 2.42 2.65 Tanjung Jabung Timur 7.96 2.38 3.19 3.67 5.88 4.79 Nunukan 9.39-0.36-2.67-0.26-2.94-4.26 Musi Rawas 2.88 3.29 1.89 2.95 2.79 2.74 OKU 3.73 4.00 4.19 3.54 4.96 5.13 Lahat 3.73 5.89 4.63 5.05 4.82 5.92 Bulungan 3.59 2.18 3.40 2.92 7.51 5.74 Sarolangun 5.80 5.19 5.88 5.36 7.82 7.98 Subang 7.33 6.53 7.26 6.97 3.75 5.09 Tanjung Jabung Barat 5.57 4.18 5.46 7.81 7.91 7.38 Tuban 4.14 4.24 4.57 5.54 5.81 6.49 Indragiri Hulu 6.40 6.61 6.54 7.11 7.10 6.79 Batanghari 4.14 4.02 5.19 5.40 5.12 5.60 Jambi 3.68 4.85 5.16 5.69 5.93 6.73 Bojonegoro 3.78 4.71 4.92 15.66 10.64 13.71 Karawang 3.56 3.69 7.03 7.87 7.52 7.11 Bontang -5.09-0.36-2.67-0.26-2.94-4.26 Majalengka 3.31 3.25 4.09 4.60 4.18 4.87 Tarakan 6.91 11.49 7.17 7.63 7.51 6.92 Mojokerto 5.21 5.98 6.39 5.37 5.47 5.93 Bangkalan 3.26 4.10 5.14 4.75 4.80 5.02 Sidoarjo 4.13 4.45 5.35 5.71 5.38 5.16 Bekasi 5.14 4.89 6.08 6.01 5.99 6.14 Tebo 4.25 4.31 4.79 4.74 9.69 5.95 Lamongan 3.23 3.66 4.57 5.08 5.39 5.94 Samarinda 10.32 9.52 9.00 8.05 5.90 2.53 Rata-rata Pertumbuhan 4.97 3.46 4.78 5.20 5.48 4.71 Sumber : Badan Pusat Statistik (2008) Pendapatan perkapita kabupaten penghasil migas dalam kurun waktu 2002-2006 menunjukkan pola yang terus meningkat. Sejumlah kabupaten seperti

39 Kabupaten Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Bengkalis dan Kota Bontang memiliki pendapatan perkapita diatas rata-rata dengan jumlah pendapatan diatas Rp 50 juta perkapita/tahun. Bahkan Kota Bontang tercatat sebagai kota dengan pendapatan perkapita tinggi dengan jumlah pendapatan sebesar Rp 407 juta pada tahun 2007 (Tabel 2). Tabel 2 Pendapatan perkapita Kabupaten/Kota Penghasil Migas tahun 2002-2007 Kabupaten Pendapatan perkapita (ribu Rupiah) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Kutai Timur 43 685 38 665 58 074 70 770 90 427 97 381 Bengkalis 46 451 41 233 46 848 56 377 65 521 75 393 Kutai Kartanegara 58 317 69 586 87 083 120 364 131 314 139 575 Rokan Hilir 28 904 28 366 31 151 37 931 43 437 43 392 Musi Banyuasin 11 162 22 330 26 433 36 013 39 113 43 799 Kampar 15 620 15 933 17 799 21 071 23 507 27 868 Indramayu 10 336 10 616 12 011 13 960 18 650 19 967 Tanjung Jb Timur 11 449 12 968 14 691 17 643 19 837 21 773 Nunukan 10 074 10 714 11 905 19 005 18 816 19 521 Musi Rawas 6 151 6 815 7 658 8 675 9 676 11 127 OKU 4 639 5 049 10 968 12 522 14 088 15 943 Lahat 5 100 6 087 6 689 7 689 10 264 11 718 Bulungan 12 670 12 905 14 348 15 146 16 281 18 647 Sarolangun 4 687 5 634 6 536 7 752 9 589 11 075 Subang 4 324 4 775 5 289 6 551 7 677 8 635 Tanjung Jb Barat 7 364 8 715 10 650 12 758 14 032 17 113 Tuban 4 735 5 289 5 932 7 187 8 383 9 546 Indragiri Hulu 12 850 13 958 16 945 20 906 25 369 30 130 Batanghari 5 143 5 853 6 637 7 817 8 916 10 271 Jambi 6 115 7 075 7 998 9 679 11 060 12 385 Bojonegoro 3 995 4 425 5 213 6 687 8 316 10 076 Karawang 8 402 8 988 10 056 12 778 15 276 17 299 Bontang 251 902 255 735 307 383 399 377 406 313 407 105 Majalengka 3 120 3 564 4 099 4 743 5 436 6 102 Tarakan 14 875 14 253 15 735 19 630 21 437 23 300 Mojokerto 5 044 5 520 6 181 7 467 8 618 9 655 Bangkalan 3 218 3 561 3 932 4 629 5 146 5 652 Sidoarjo 12 705 13 674 15 112 18 146 20 162 22 275 Bekasi 21 401 23 020 25 020 28 802 32 373 34 746 Tebo 3 228 3 995 4 610 4 974 5 790 6 575 Lamongan 3 172 3 449 3 807 4 492 5 218 5 878 Samarinda 15 310 17 482 20 270 22 786 24 787 26 764 Rata-rata 17 607 18 744 22 030 27 648 29 778 38 146 Sumber : Badan Pusat Statistik (2008)

40 Kabupaten-kabupaten yang berada di Provinsi Kalimantan Timur dan Riau serta sebagian Sumatera Selatan relatif memiliki tingkat pendapatan perkapita yang lebih tinggi dibanding kabupaten lainnya di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Jambi. Pendapatan perkapita yang relatif tinggi di ketiga provinsi tersebut disebabkan besarnya potensi sumber daya migas dan hasil pertambangan lainnya seperti batubara. Khusus Kota Bontang, besarnya pendapatan perkapita di kota ini disumbangkan dari sektor industri pengolahan hasil minyak dan gas bumi. Produk Domestik Regional Bruto Struktur perekonomian kabupaten penghasil migas dilihat dari distribusi PDRB dengan migas menunjukkan kondisi yang berbeda-beda antar kabupaten. Dari Tabel 3 terlihat bahwa pembentukan PDRB kabupaten penghasil migas, tidak selalu didominasi oleh sektor migas. Bahkan kontribusi migas terhadap PDRB di sejumlah kabupaten penghasil migas relatif kecil. Seperti yang terjadi di Kabupaten Lamongan dimana peran sektor pertambangan dengan migas menyumbang kurang dari 1 persen. Seperti kondisi di Kabupaten Lamongan, sektor pertambangan dengan migas di Kota Bontang hanya memberi sumbangan dalam PDRB sebesar 0.20 persen. Kondisi yang berbeda dengan Kabupaten Lamongan terjadi pada Kota Bontang. Struktur perekonomian di kota ini lebih didominasi oleh peran sektor industri pengolahan hasil minyak dan gas bumi yang mampu menyumbang 94.17 persen dari total PDRB daerah tersebut. Sejak lama Kota Bontang merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang terkenal sebagai daerah industri pengolahan migas. Terdapat beberapa perusahaan besar yang mengolah hasil migas di kota ini seperti Badak NGL, Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim) dan Indominco Mandiri. Pada beberapa kabupaten seperti Kabupaten Bengkalis, Kampar, Rokan Hulu, Musi Banyuasin, Kutai Kartanegara dan Kutai Timur terlihat bahwa peran sektor pertambangan dengan migas dalam PDRB di kabupaten tersebut sangat dominan yang mencapai lebih 50 persen. Bahkan di Kabupaten Kutai Timur sebesar 86.42 persen PDRB kabupaten ini disumbangkan dari sektor pertambangan dengan migas sangat berbeda dengan Kabupaten Lamongan.

41 Tabel 3 Struktur Produk Domestik Regional Bruto Menurut Sektor di Kabupaten/Kota Penghasil Migas tahun 2007 (%) Kabupaten Sektor*) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kutai Timur 4.47 86.42 0.38 0.08 2.00 3.58 1.30 0.92 0.83 Bengkalis 4.29 83.37 5.02 0.09 0.59 4.18 0.50 0.31 1.65 Kutai Kartanegara 8.53 78.92 2.38 0.07 3.87 3.64 0.67 0.78 1.14 Rokan Hilir 15.63 72.37 2.77 0.07 0.22 5.98 0.76 0.44 1.76 Musi Banyuasin 12.85 66.87 7.17 0.02 3.27 5.90 0.22 1.11 2.57 Kampar 27.04 57.23 3.60 0.05 1.91 4.59 1.51 0.52 3.55 Indramayu 15.84 50.38 15.41 0.28 0.90 10.27 2.43 1.03 3.45 Tanjung Jb Timur 21.36 47.40 11.48 0.09 0.91 11.13 3.12 1.14 3.36 Nunukan 31.06 46.63 0.04 0.63 6.64 9.05 2.04 0.15 3.77 Musi Rawas 37.33 39.31 7.78 0.07 3.49 4.18 0.41 1.62 5.81 OKU 24.86 26.75 10.84 0.21 7.04 15.45 1.88 3.96 9.00 Lahat 35.30 22.78 8.05 0.13 8.13 10.64 1.96 4.24 8.78 Bulungan 28.78 14.16 26.15 0.90 0.23 16.16 6.75 0.31 6.55 Sarolangun 46.59 12.61 3.92 0.24 6.46 14.20 6.74 4.00 5.25 Subang 34.01 12.04 13.67 1.02 2.50 19.96 4.61 3.87 8.32 Tanjung Jb Barat 22.75 11.38 33.90 0.45 0.97 15.55 3.41 2.00 9.60 Tuban 27.22 11.03 18.65 3.08 7.63 18.06 3.21 3.54 7.58 Indragiri Hulu 47.29 7.27 19.71 0.23 5.00 7.82 3.75 1.22 7.72 Batanghari 33.35 7.24 15.16 0.12 3.53 23.09 2.71 2.55 12.26 Jambi 2.42 6.91 18.57 2.58 6.60 22.12 20.15 7.17 13.48 Bojonegoro 36.37 5.87 5.67 0.84 3.80 21.39 5.05 5.37 15.64 Karawang 12.52 5.74 44.87 2.40 2.29 22.19 4.43 1.01 4.54 Samarinda 2.27 5.58 24.68 1.35 5.52 25.23 11.36 11.56 12.46 Majalengka 30.39 4.30 17.41 0.68 4.54 20.10 6.65 3.61 12.33 Tarakan 10.45 4.23 11.17 1.96 3.93 40.20 9.41 9.43 9.21 Mojokerto 23.89 1.67 33.96 1.02 2.27 22.16 4.29 3.62 7.12 Bangkalan 37.06 1.56 4.10 0.78 5.24 24.75 7.64 4.89 14.00 Sidoarjo 4.00 1.53 50.16 1.68 2.11 23.34 11.53 1.39 4.25 Bekasi 2.11 1.15 80.36 1.80 1.11 9.08 1.42 0.93 2.04 Tebo 53.10 1.11 3.00 0.23 5.21 17.64 6.67 3.14 9.90 Lamongan 44.74 0.20 5.41 1.24 3.26 28.15 1.64 3.66 11.69 Bontang 0.12 0.20 94.17 0.07 2.94 1.47 0.33 0.42 0.30 Sumber : Badan Pusat Statistik (2008) Ket : 1. Pertanian, 2. Pertambangan 3. Industri, 4. Listrik, Gas dan air, 5. Bangunan, 6. Perdagangan, 7. Angkutan dan Telekomunikasi 8. Keuangan, 9. Jasa-Jasa Jika melihat lebih mendalam akan tampak bahwa masing-masing kabupaten penghasil migas memiliki struktur perekonomian yang berbeda-beda. Sebagai contoh di Kabupaten Bekasi, struktur perekonomian di daerah ini lebih didominasi oleh sektor industri pengolahan sebesar 80.36 persen disumbangkan sektor ini dalam PDRB. Sementara sektor lain termasuk pertambangan dengan migas hanya mampu berperan masing-masing kurang dari 3 persen kecuali sektor perdagangan (9.08 persen).

42 Dilain pihak di sejumlah daerah penghasil migas, sektor pertanian justru lebih dominan dibanding sektor lain termasuk sektor pertambangan dengan migas seperti yang terdapat di Kabupaten Indragiri Hulu, Rokan Hulu, Tebo dan Lamongan. Pada keempat kabupaten tersebut sektor pertanian menguasai lebih dari 40 persen porsi dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto. Secara umum dari Tabel 3 terlihat bahwa daerah penghasil migas di Indonesia dapat dibagi 2 kelompok berdasarkan besaran porsi sektor pertambangan dengan migas dalam pembentukan PDRB. Sejumlah kabupaten yang memiliki peran sektor pertambangan dengan migas sebesar lebih dari 25 persen antara lain Kabupaten Bengkalis, Kampar, Rokan Hilir, Tanjung Jabung Timur, Lahat, Musi Banyuasin, Musi Rawas, Ogan Komering Ulu, Indramayu, Kutai Kertanegara, dan Kutai Timur. Sementara kabupaten lain memiliki peran sektor pertambangan dengan migas kurang dari 25 persen. Kondisi yang berbeda-beda antar kabupaten penghasil migas tentunya juga akan berdampak pada kemampuan daerah dalam membangun wilayahnya masingmasing. Struktur ekonomi yang berbeda antar kabupaten yang mengandalkan sektor pertambangan ataupun sektor lain seperti industri dan pertanian sebagai sektor unggulan penggerak perekonomian akan memberi dampak yang berbeda pula dalam percepatan pertumbuhan ekonomi di daerah masing-masing. Daerah seperti Indragiri Hulu, Rokan Hulu, Sarolangun, Tebo, Lahat dan Lamongan walaupun dikenal sebagai daerah kabupaten migas namun struktur perekonomiannya tetap mengandalkan sektor pertanian sebagai sektor yang menjadi andalan pergerak perekonomian daerah. Potensi Sumber Daya Migas Besarnya potensi sumber daya migas di kabupaten/kota penghasil migas tercermin dari besarnya dana bagi hasil migas yang diperoleh masing-masing kabupaten/kota penghasil migas. Sejumlah kabupaten/kota di Provinsi Riau dan Kalimantan Timur memiliki potensi sumber daya migas yang relatif lebih besar dibanding daerah lainnya. Perbedaan besarnya potensi ini tidak hanya tampak dari besarnya Dana Bagi Hasil yang diterima masing-masing kabupaten/kota penghasil migas secara absolut namun lebih tampak nyata perbedaannya jika dilihat dari

43 besarnya dana bagi hasil migas per kapita ataupun besarnya persentase DBH migas terhadap total penerimaan daerah (Tabel 4). Dari Rp 22.1 trilyun dana bagi hasil migas yang diterima oleh seluruh provinsi dan kabupaten/kota pada tahun 2007, Provinsi Kalimantan Timur, Riau dan Sumatera Selatan merupakan tiga Provinsi penerima DBH Migas terbesar di seluruh Indonesia. Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan kabupaten yang menerima dana bagi hasil migas terbesar pada tahun 2007 dengan lebih dari Rp 2.6 Trilyun. Kabupaten lain yang menerima DBH migas lebih dari Rp 1 trilyun adalah Kabupaten Bengkalis dan Rokan Hulu masing-masing sebesar Rp 1.6 Trilyun dan Rp 1.1 Trilyun. Secara umum dari 32 kabupaten penghasil migas rata-rata tiap kabupaten menerima dana bagi hasil migas kurang dari Rp 100 milyar. Kabupaten-kabupaten yang menerima DBH migas diatas Rp 100 milyar umumnya berada di Provinsi Kalimantan Timur dan Riau serta dua kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Musi Banyuasin sedangan kabupaten penghasil migas yang berada di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur umumnya hanya menerima DBH Migas antara Rp 2 sampai 20 milyar. Walaupun secara absolut kabupaten/kota yang berada di Provinsi Kalimantan Timur memperoleh dana bagi hasil migas rata-rata diatas Rp 100 milyar namun jika dibagi dengan jumlah penduduk masing-masing wilayah akan tampak perbedaan yang lebih nyata. Secara absolut Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur memperoleh DBH migas yang relatif lebih besar dibanding dengan Kabupaten Bangkalan, namun jika dibandingkan dengan DBH migas perkapita maka Kabupaten Bangkalan justru menerima DBH migas yang relatif lebih besar dibanding dua kabupaten tersebut. Kabupaten penghasil migas di Indonesia secara umum menerima DBH migas perkapita antara Rp 90 ribu sampai dengan Rp 24 juta. Kabupatenkabupaten yang berada di Provinsi Riau rata-rata menerima DBH migas perkapita diatas Rp 10 juta, sementara kabupaten lain seperti yang berada di Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan (kecuali Kabupaten Musi Banyuasin) menerima kurang dari Rp 10 juta. Kecilnya DBH migas yang diterima kabupaten penghasil migas di

44 Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur juga tercermin dari kecilnya DBH migas perkapita di kedua Provinsi tersebut. Rata-rata penerimaan DBH migas perkapita dikedua provinsi tersebut berkisar antara Rp 90 ribu sampai dengan Rp 8 juta. Tabel 4 DBH Migas, DBH perkapita dan persentase DBH Migas terhadap Total penerimaan Daerah Kabupaten/Kota Penghasil Migas tahun 2007 Kabupaten Dana Bagi Hasil Migas (juta Rupiah) DBH Migas perkapita (juta Rupiah) Persentase DBH Migas terhadap total penerimaan daerah (%) Kutai Timur 362 318 3.72 27.31 Bengkalis 1 671 492 22.17 57.00 Kutai Kartanegara 2 698 141 19.33 73.06 Rokan Hilir 1 017 324 23.44 51.35 Musi Banyuasin 742 100 16.94 48.51 Kampar 674 483 24.20 46.60 Indramayu 16 465 0.82 1.55 Tanjung Jabung Timur 77 154 3.54 15.09 Nunukan 363 588 18.63 37.47 Musi Rawas 98 151 8.82 11.48 OKU 73 136 4.59 13.21 Lahat 75 176 6.42 10.02 Bulungan 362 176 19.42 33.41 Sarolangun 23 901 2.16 5.37 Subang 10 298 1.19 1.08 Tanjung Jabung Barat 121 783 7.12 21.73 Tuban 10 164 1.06 1.55 Indragiri Hulu 336 938 11.18 38.39 Batanghari 23 216 2.26 5.12 Jambi 22 534 1.82 4.39 Bojonegoro 17 203 1.71 2.12 Karawang 17 357 1.00 1.65 Samarinda 372 311 13.91 22.51 Majalengka 9 773 1.60 1.24 Tarakan 370 411 15.90 41.00 Mojokerto 2 107 0.22 0.45 Bangkalan 46 500 8.23 7.52 Sidoarjo 2 107 0.09 0.18 Bekasi 21 087 0.61 1.60 Tebo 22 233 3.38 5.94 Lamongan 3 056 0.52 0.42 Bontang 381 035 0.94 47.99 Sumber : Badan Pusat Statistik (2008) dan Ditjen Perimbangan Keuangan DepKeu (2008)

45 Besar-kecilnya DBH migas tiap kabupaten tentunya berdampak pada kemampuan keuangan daerah penghasil migas. Kemampuan DBH migas dalam memberikan sumbangan bagi penerimaan daerah sangatlah beragam diantara 32 kabupaten penghasil migas. Perbedaan persentase DBH migas di masing-masing kabupaten mencerminkan adanya perbedaan struktur ekonomi tiap kabupaten. Dari Tabel 4 terlihat bahwa daerah-daerah yang kaya hasil migas sangat menggantungkan penerimaan daerahnya dari hasil DBH migas. Hal ini nampak dari besarnya persentase DBH migas terhadap total penerimaan daerah. Kabupaten-kabupaten seperti Bengkalis, Rokan Hilir dan Kutai Kartanegara adalah contoh kabupaten yang penerimaan daerahnya sangat tergantung pada penerimaan DBH migas. Pada ketiga kabupaten ini lebih dari separuh (50 persen) penerimaan daerah disumbangkan oleh penerimaan dana bagi hasil migas. Bahkan di Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar lebih dari 70 persen total penerimaan daerah berasal dari dana bagi hasil migas. Dalam jangka panjang hal ini tentunya kurang baik mengingat sumber daya migas merupakan salah satu sumber daya yang tidak dapat terbarukan sehingga perlu dicarikan terobosan baru bagi sumber penerimaan daerah yang lainnya 4.4 Kemiskinan, Indeks Pembangunan Manusia dan Kondisi Wilayah Keberhasilan pembangunan suatu wilayah tidak hanya diukur dari tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita namun juga dilihat dari pencapaian indeks pembangunan manusia serta pengurangan persentase penduduk miskin. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan menjadi tidak bermakna jika diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk miskin dan rendahnya indeks pembangunan manusia. Kondisi wilayah yang relatif tertinggal juga turut mempengaruhi keberhasilan daerah dalam mencapai kemajuan pembangunan di wilayah tersebut. Pola penurunan persentase penduduk miskin cenderung terjadi di hampir seluruh kabupaten/kota selama kurun waktu 2004-2007. Walaupun dibeberapa wilayah masih terjadi peningkatan persentase penduduk kemiskinan seperti yang terjadi di Kabupaten Lamongan dan Indramayu.

46 Tabel 5 Penduduk Miskin, Indeks Pembangunan Manusia dan Kondisi Wilayah Kabupaten/Kota Penghasil Migas tahun 2004-2007 Kabupaten Persentase Penduduk Miskin (%) IPM Kondisi Wilayah 2004 2005 2006 2007 2007 2007 Kutai Timur 16.52 14.72 17.66 17.51 70.46 - Bengkalis 10.87 8.59 11.56 10.69 73.36 - Kutai Kartanegara 15.07 14.72 14.44 12.59 71.53 - Rokan Hilir 18.34 16.01 14.85 9.41 71.06 - Musi Banyuasin 36.39 36.28 35.52 33.60 69.64 - Kampar 14.96 12.93 11.69 10.73 72.98 - Indramayu 16.49 18.43 20.66 20.96 66.22 - Tanjung Jb Timur 11.61 13.40 13.97 13.44 70.23 Daerah tertinggal Nunukan 21.18 19.13 21.66 20.02 72.17 Daerah tertinggal Musi Rawas 35.40 34.82 34.49 32.93 66.31 Daerah tertinggal OKU 18.16 17.59 17.80 15.69 69.42 - Lahat 29.61 29.57 29.67 28.09 69.35 - Bulungan 22.19 20.52 22.76 22.31 73.33 - Sarolangun 20.25 19.81 18.23 16.11 70.74 Daerah tertinggal Subang 14.67 16.67 18.90 16.84 70.03 - Tanjung Jb Barat 15.73 13.28 12.48 12.79 71.44 - Tuban 12.64 12.64 12.73 12.66 66.61 - Indragiri Hulu 19.62 17.28 15.97 14.63 72.96 - Batanghari 19.01 18.09 17.20 15.42 71.83 - Jambi 6.04 5.37 5.18 5.04 75.07 - Bojonegoro 12.74 12.72 12.78 12.72 65.50 - Karawang 13.28 14.93 16.51 14.83 68.45 - Bontang 6.81 6.23 7.86 7.87 75.62 - Majalengka 17.42 19.39 21.82 19.77 68.94 - Tarakan 9.11 8.33 10.07 9.54 75.30 - Mojokerto 11.98 11.99 12.07 11.95 71.99 - Bangkalan 32.88 32.81 33.53 31.56 62.97 Daerah tertinggal Sidoarjo 12.31 12.43 12.38 12.40 74.87 - Bekasi 6.35 7.01 7.58 6.66 71.55 - Tebo 11.16 10.90 10.05 8.69 70.81 - Lamongan 12.68 12.58 12.70 12.78 67.88 - Samarinda 7.90 5.78 6.05 6.60 75.61 - Indonesia 16.66 15.97 17.75 16.58 70.59 Sumber : Badan Pusat Statistik (2008) dan Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (2005) Pada tahun 2007 hampir setengah (15 kabupaten) dari 32 kabupaten penghasil migas memiliki persentase penduduk miskin yang lebih besar dari persentase penduduk miskin secara nasional. Bahkan di Kabupaten Musi Banyuasin, Musi Rawas dan Bangkalan mempunyai persentase jumlah penduduk miskin lebih dari 30 persen atau dengan kata lain 1/3 penduduk di ketiga

47 kabupaten tersebut tergolong sebagai orang miskin. Khusus di Kabupaten Musi Banyuasin yang memiliki tingkat kemiskinan sebesar 33.60 persen, kondisi ini agak kontras dengan besarnya dana bagi hasil yang diterima kabupaten yang mencapai Rp 742 milyar atau sebesar Rp 17 juta perkapita (Tabel 5). Pencapaian indeks pembangunan manusia (IPM) di sebagian besar daerah penghasil migas tidak terlalu menggembirakan. Kondisi ini mirip dengan pencapaian penduduk miskin di masing-masing kabupaten. Secara umum pencapaian IPM di kabupaten penghasil migas masih berada dibawah pencapaian IPM nasional. Beberapa daerah yang memiliki IPM yang relatif lebih baik dari pencapaian IPM nasional adalah daerah yang berstatus wilayah kotamadya seperti Jambi, Samarinda, Tarakan dan Bontang. Kondisi seluruh kabupaten penghasil migas di Provinsi Sumatera Selatan memiliki persentase penduduk miskin yang relatif tinggi dan pencapaian IPM yang rendah. Walaupun dalam periode tahun 2004-2007 telah terjadi penurunan persentase kemiskinan namun secara umum tingkat kemiskinan di provinsi ini masih relatif tinggi. Kondisi ini tentunya agak kontras dengan besarnya potensi sumber daya migas yang dimiliki oleh sejumlah kabupaten di provinsi ini. Dari 32 kabupaten/kota penghasil migas yang menjadi kabupaten penelitian ini terdapat 5 kabupaten penghasil migas yang termasuk sebagai kabupaten tertinggal hasil penetapan kabupaten tertinggal dari Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal. Kelima kabupaten yang masuk sebagai kabupaten tertinggal versi Kementerian PDT adalah Kabupaten Sarolangun, Tanjung Jabung Timur, Musi Rawas, Bangkalan dan Nunukan. Penetapan kabupaten tertinggal oleh Kementerian PDT tidak semata-mata didasarkan pada letak geografis wilayah tersebut yang terpencil namun juga dilihat dari perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, kondisi infrastruktur dan kemampuan keuangan lokal (celah fiskal) yang ada di wilayah tersebut. Jika diperhatikan kondisi kabupaten yang masuk sebagai daerah tertinggal memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi dan pencapaian indeks pembangunan manusia yang relatif masih rendah.