78 BAB V KESIMPULAN Warung kopi merupakan salah satu tempat yang penting bagi masyarakat Banda Aceh. Selain sebagai sentral informasi, warung kopi juga dapat merepresentasikan gaya hidup masayarakat Aceh. Warung kopi di Banda Aceh sangat beragam. Imej yang lekat pada beberapa warung kopi dapat menjadi sangat khas dan merupakan daya tarik bagi pengunjung. Warung kopi yang dikunjungi cenderung membentuk suatu gaya dari pengunjungnya. Di Banda Aceh sendiri memiliki sekitar 15.000 warung kopi yang tersebar di seluruh daerah. Jenisnya pun bermacam-macam. Ada warung kopi tradisional dengan tempat sangat sederhana dengan deretan bangku dan meja kayu, yang hanya menjual kopi dan kue kecil. Ada pula warung kopi modern yang memiliki fasilitas lengkap, sofa, internet gratis, tv yang besar dan musik. Semua warung kopi tadi selalu ramai dikunjungi pelanggan. Mulai dari orang tua, anak muda hingga wanita semua berkumpul di warung kopi. Beberapa pelanggan suka warung kopi tradisional, namun juga beberapa suka dengan warung kopi full fasilitas. Maka dari itu warung-warung kopi ini, sesuai jenisnya, memiliki pelanggan masing-masing.
79 Bentuk-bentuk dualisme tradisional-modern dalam warung kopi di Banda Aceh dapat dikatakan berjalan beriringan. Hal itu berdasarkan beberapa faktor yakni, kurangnya tempat hiburan di kota Banda Aceh. Orang-orang berfikir bahwa ngobrol dengan teman-temannya di warung kopi merupakan cara paling jitu untuk menghilangkan kebosanan dan menghabiskan waktu luang. Bercengkrama dengan teman dan melakukan hal-hal lain di warung kopi adalah hiburan paling mudah dan murah yang bisa didapat. Bagi pengunjung warung kopi modern, mereka dapat menikmati fasilitas yang disediakan pengelola warung kopi, seperti jaringan internet, musik, dan saluran tv kabel. Walaupun beberapa waktu terakhir ini mulai banyak masuk hiburan lain di Banda Aceh akan tetapi masyarakat Banda Aceh masih menganggap warung kopi adalah destinasi hiburan utama mereka. Banyak kasus dimana pengaruh globalisasi dalam kota-kota besar akhirnya menggerus nilai-nilai tradisional. Hal ini tidak terjadi dalam kasus warung kopi di Banda Aceh. Kebanyakan masyarakat masih memegang teguh rasa persaudaraan dan kekeluargaan yang erat antara satu sama lain, maka dari itu silaturahmi harus benar-benar terjaga. Berkumpul dan bercakap-cakap adalah salah satu kebiasaan masyarakat Aceh yang sudah sangat melekat. Tidak hanya pada saat lebaran atau hari-hari special dimana pada umumnya keluarga dan kerabat memang berkumpul, tapi juga dihari-hari biasa. Orang Aceh biasa datang ke warung kopi setiap hari untuk bertemu temannya. Mereka lalu duduk berjam-jam, bercakapcakap mengenai apa saja. Mulai dari urusan pribadi, sekolah, keluarga, kantor hingga politik dan bisnis. Mereka dapat bertukar informasi, bertukar kabar dengan
80 siapa saja. Warung kopi digunakan masyarakat Aceh sebagai tempat untuk bertemu dan mengeratkan tali silaturahmi. Dikebanyakan warung kopi modern yang pengunjungnya sebagian besar adalah anak muda, karena fasilitasnya yang lengkap mereka menjadi sibuk dengan urusannya masing-masing. Tak jarang orang yang datang bersama dan duduk satu meja tetapi tidak berbicara satu sama lain karena mereka masingmasing membawa laptop dan sibuk browsing di dunia maya. Biasanya setelah mereka memesan makanan dan minuman, mereka mulai sibuk sendiri. Hanya ngobrol seperlunya saja dengan temannya. Ada kemungkinan memang itu tujuan mereka datang kewarung kopi. Bagi mereka memang itulah fungsi warung kopi yang memberika fasilitas jaringan internet. Kalangan tua, tidak menyukai hal-hal seperti itu dan lebih suka ngopi di warung kopi tradisional yang sederhana. Mereka tidak membutuhkan fasilitas yang lengkap karena mereka memang datang untuk meminum kopi dan bertemu dengan kerabat dan kenalannya. Mereka datang untuk bercakap-cakap yang merupakan bagian dari tradisi masyarakat aceh. Kebanyakan orang juga sering membawa keluarganya makan bersama di warung kopi. Ayah, Ibu, dan anak semuanya duduk bersama di warung kopi. Warung kopi di Banda Aceh sekarang tidak hanya menyediakan kopi hitam dan makanan kecil. Banyak warung kopi yang sudah meng-upgrade menunya menjadi lebih banyak pilihan. Mulai dari snack hingga makanan berat disediakan agar pengunjung dapat lebih leluasa dalam memilih menu. Hal itu membuat pengunjung yang datang tidak terbatas pada orang-orang yang ingin menikmati
81 kopi saja tapi juga siapa saja yang ingin makan dan minum di warung kopi. Orang-orang bisa lebih sering datang ke wrung kopi, untuk sarapan, makan siang dan makan malam. Pilihan makanannya pun beragam. Mulai dari makanan khas Aceh sampai makanan ala Jepang, Melayu dan barat pun tersedia. Keberagaman menu ini menjadi pertanda bahwa warung kopi dapat menyesuaikan diri dan menerima pengaruh luar dengan mudah. Pengaruh dari luar tentu saja juga berdampak pada masyarakat Aceh sendiri. Munculnya komunitas-komunitas eksklusif di Banda Aceh membuat masyarakat makin terkotak-kotak. Hal ini justru dimanfaatkan oleh pengelola warung kopi. Beberapa warung kopi sudah menjadi basecamp bagi beberapa komunitas. Semakin besar komunitasnya maka semakin besar pula anggotanya, dengan kata lain pengunjung warung kopinya pun semakin banyak. Disisi lain warung kopi yang menjadi basecamp suatu komunitas berusaha mendukung dan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan oleh komunitas tersebut. Masyarakat memang sangat mudah menerima pengaruh-pengaruh asing yang masuk ke Aceh dan warung kopi berusaha menyesuaikan diri dengan menyediakan sarana untuk menunjang gaya hidup baru itu. Modernisasi yang masuk dalam warung kopi dewasa ini menciptakan polarisasi yang jelas dalam gaya hidup masyarakat Aceh. Masyarakat mulai menempatkan warung kopi sesuai dengan fungsi yang diinginkannya. Warung kopi dapat berfungsi sebagai ruang komunal, tempat berkumpul, tempat makan, atau hanya sebagai tempat on-line saja. Masuknya modernisasi dalam warung kopi juga sangat berpengaruh terhadap jelasnya garis kelas sosial. Tidak semua
82 orang dapat masuk dan bergabung secara leluasa dalam suatu komunitas yang ada di sebuah warung kopi. Lagi pula masyarakat cenderung lebih memilih menghabiskan waktunya di warung kopi yang sesuai dengan dirinya, sesuai dengan kebutuhannya. Bentuk-bentuk polarisasi memang terlihat membuat jarak antar masyarakat akan tetapi hal ini sesungguhnya tidak terlalu berpengaruh terhadap keeksistensian warung kopi karena hingga saat ini nilai-nilai tradisional dalam masyarakat Aceh masih sangat kuat. Diharapkan ke depannya nilai-nilai tradisional dalam warung kopi ini tidak pupus. Diharapkan keragaman warung kopi di Banda Aceh ini tetap menjadi suatu identitas budaya masyarakat Aceh, sehingga melalui warung kopi kita dapat mengeksplor banyak hal-hal menarik dibaliknya. Diharapkan penelitian-penelitian kedepannya mengenai warung kopi di Banda Aceh dapat melihat apa yang tersembunyi dibalik deretan meja dan cangkir-cangkir kopi secara lebih mendalam lagi.