BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian kecacingan di Indonesia yang dilaporkan di Kepulauan Seribu ( Agustus 1999 ), jumlah prevalensi total untuk kelompok murid Sekolah Dasar (SD) (95,1 %), murid Sekolah Menengah Pertama (SMP) (89,8 %), murid Sekolah Menengah Umum (SMU) (80,5 %). Data dari Departemen Kesehatan pada tahun 1999, prevalensi di usia sekolah 60 80 % dan prevalensi pada usia dewasa 40 60 %. 2 Asia, Afrika dan Amerika Latin, terdapat lebih kurang satu milyar orang yang terinfeksi oleh Ascaris lumbricoides (cacing gelang), 900 juta oleh oleh Hook worm (cacing tambang), dan 500 juta oleh Trichuris trichium (cacing cambuk). Dalam tahun 1977 1978, angka morbiditas akibat infeksi cacing Ascaris lumbricoides, Hook worm dan Schistosomiasis berturut turut adalah 1 (satu) juta, 1,5 juta dan 20 juta per tahun, sedangkan angka mortalitasnya berturut turut adalah 20.000, 55.000 dan 750.000 per tahun. Angka angka di atas dengan jelas menunjukkan bahwa kecacingan (infeksi oleh cacing) merupakan masalah kesehatan yang cukup berarti bagi negara negara yang sedang berkembang. 1) Penyakit kecacingan merupakan kondisi yang lepas dari perhatian dengan gejala kemunduran anak, mengganggu pertumbuhan anak dan kemunduran prestasi belajar. Sering anak mengalami gangguan yang tanpa disadari disebabkan oleh penyakit cacingan. 2) Indonesia masih banyak tumbuh subur penyakit cacing. Penyebabnya karena kebersihan perorangan masyarakatnya masih kurang. Masih banyak masyarakat yang membuang hajatnya dipermukaan tanah, disungai, parit, atau pematang sawah. Sebagian dari mereka belum memiliki jamban. Telur cacing juga dapat melekat pada sayur mayur, yaitu apabila sayur mayur di bersihkan dengan air parit, air sungai, air sawah yang sudah tercemar telur cacing. Ini akibat 1
telur cacing yang bertebaran di mana mana. Telur cacing dapat melekat pada sayur mayur tersebut. 3) Penyakit ini banyak terdapat di negara berkembang, termasuk Indonesia. Diperkirakan lebih dari 60 % anak anak di Indonesia menderita penyakit infeksi cacing. 7) Infeksi cacing usus tidak menimbulkan gejala yang nyata sehingga kurang mendapat perhatian. Gangguan dapat ditimbulkan sejak stadium larva hingga dewasa. Larva cacing menyebabkan reaksi alergi dan kelainan jaringan yang bersifat local. Cacing dewasa menyebabkan gangguan pencernaan, peredaran darah, anemia, alergi, obstruksi, iritasi dan perforasi usus 6) Dua hal pokok yang terkait dengan tingginya prevalensi infeksi cacing usus di Indonesia : (1) iklim tropis sesuai untuk perkembangan telur cacing menjadi infektif. Suhu, kelembaban dan curah hujan yang tinggi menyebabkan tanah menjadi lembab, banyak humus dan gembur. (2) Pengetahuan dan kebiasaan masyarakat tentang cara hidup sehat masih rendah. 6) Faktor tingginya infeksi cacing usus di Indonesia adalah iklim tropik yang panas dan lembab, pendidikan rendah, sanitasi lingkungan dan perseorangan buruk, sarana jamban keluarga kurang, pencemaran lingkungan oleh tinja manusia, dan kepadatan penduduk tinggi. 4) Berbagai faktor pendukung tingginya angka kesakitan infeksi perut di Indonesia adalah letak geografis Indonesia di daerah tropik yang mempunyai iklim yang panas akan tetapi lembab, memungkinkan cacing perut dapat berkembang biak dengan baik. Banyak penduduk Indonesia yang masih berpendidikan rendah, sehingga pengetahuan tentang cara untuk hidup sehat, cara untuk menjaga kebersihan perseorangan bagi dirinya dan kebersihan makanan dan minuman serta keluarga yang tidak memiliki jamban keluarga, sehingga mereka membuang kotoran ( buang air besar / BAB ) di halaman rumah, pencemaran lingkungan hidup oleh kotoran manusia yang mengandung stadium infeksi cacing perut. Penduduk yang sangat padat lebih mempermudah penyebaran infeksi cacing perut. 4) 2
Prevalensi infeksi cacing usia di Indonesiamasih tinggi dengan enam puluh hingga delapan puluh persen penduduk Indonesia terinfeksi satu jenis atau lebih cacing usus. 4) Bahkan di daerah tertentu prevalensinya lebih tinggi. Sebagai contoh di desa Telaga, Bali prevalensi infeksi cacing usus mencapai 68,41 % dari 93 siswa Sekolah Dasar Negeri I Telaga dan 83,87 % dari 72 siswa Sekolah Dasar Negeri II Telaga. Infeksi terbesar adalah jenis Ascaris lumbricoides (49,65 %). Pada petani bunga di Bandungan, Ambarawa, prevalensi STH mencapai STH 81 % dan 44 % diantaranya Ascaris. Infeksi cacing usus tidak menimbulkan gejala yang nyata sehingga kurang mendapat perhatian. Gangguan dapat ditimbulkan sejak stadium larva hingga dewasa. Larva cacing menyebabkan reaksi alergik dan kelainan jaringan yang berisfat lokal. Cacing dewasa menyebabkan gangguan pencernaan, peredaran darah, anemia, alergi, obstruksi, iritasi dan perforasi usus. 4) Penularannya umumnya melalui mulut, atau melalui luka luka di kulit, dengan perantaraan telur telur atau larva yang banyak terdapat di atas tanah, terutama bila pembuangan kotoran (tinja) dilakukan di sembarang tempat dan tidak memenuhi persyaratan hygiene. Cara pencegahannya adalah selalu mencuci tangan sebelum makan atau sebelum mengolah bahan makanana, jangan memakan lagi sesuatu yang telah jatuh di tanah tanpa mencucinya dengan bersih. Dengan tindakan ini, infeksi yang sering terjadi yaitu melalui mulut dapat dihindarkan. 7) Walaupun dapat terjadi pada semua anak kelompok umur, infeksi paling tinggi biasanya terjadi pada anak anak. Karena itulah maka salah satu penekanan studi disini adalah kelompok umur anak anak, dengan mengambil sampel anak TK. 1) B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Apakah ada hubungan antara pengetahuan, sikap dan praktik Ibu tentang kecacingan serta pemberian obat cacing dengan kejadian infeksi cacing gelang dan cacing kremi pada anak TK Bustanul Athfal Al Islam, Mijen, Demak? 3
C. Tujuan Penelitian 1. Umum Mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap dan praktik Ibu tentang kecacingan serta pemberian obat cacing dengan kejadian infeksi cacing gelang dan cacing kremi pada anak TK Bustanul Athfal Al Islam, Mijen, Demak. 2. Khusus a. Mendeskripsikan pengetahuan, sikap dan praktik Ibu tentang kecacingan serta pemberian obat cacing pada anak TK Bustanul Athfal Al Islam, Mijen, Demak. b. Mendeskripsikan kejadian infeksi cacing gelang dan cacing kremi pada anak TK Bustanul Athfal Al Islam, Mijen, Demak. c. Menganalisis hubungan pengetahuan Ibu tentang kecacingan dengan kejadian infeksi cacing gelang dan cacing kremi pada anak TK Bustanul Athfal Al Islam, Mijen, Demak. d. Menganalisis hubungan sikap Ibu tentang kecacingan dengan kejadian infeksi cacing gelang dan cacing kremi pada anak TK Bustanul Athfal Al Islam, Mijen, Demak. e. Menganalisis hubungan praktik Ibu tentang kecacingan dengan kejadian infeksi cacing gelang dan cacing kremi pada anak TK Bustanul Athfal Al Islam, Mijen, Demak. f. Menganalisis hubungan pemberian obat cacing dengan kejadian infeksi cacing gelang dan cacing kremi pada anak TK Bustanul Athfal Al Islam, Mijen, Demak. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Sekolah Merupakan informasi bagi sekolah tentang cacingan dan kejadian infeksi cacing khusus pada anak TK Bustanul Athfal Al Islam, Mijen, Demak 4
2. Puskesmas Sebagai bahan yang dapat digunakan untuk pertimbangan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit kecacingan. E. Bidang Ilmu Penelitian ini merupakan penelitian bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya Epidemiologi penyakit kecacingan gelang dan cacing kremi. 5