BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Panti Sosial Asuhan Anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA PERTENGAHAN PASCA PUTUS CINTA DI SMAN 20 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor yang secara sengaja atau tidak sengaja penghambat keharmonisan

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang hidup pada era modern sekarang ini semakin. membutuhkan kemampuan resiliensi untuk menghadapi kondisi-kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena

RANGKUMAN HASIL PENELUSURAN KONDISI PSIKOLOGIS ANAK BERISIKO MELAKUKAN AGRESIVITAS. Endang Ekowarni

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tekanan internal maupun eksternal (Vesdiawati dalam Cindy Carissa,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. itu secara fisik maupun secara psikologis, itu biasanya tidak hanya berasal

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB II LANDASAN TEORI. A. Resiliensi. bahasa resiliensi merupakan istilah bahasa inggris

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Khaulah Marhamah, 2014

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. fungsi utamanya dapat dipisahkan satu sama lain. Keluarga. dengan baik maka akan terjadi suatu ketimpangan antar anggota keluarga

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut, salah satu fase penting dan menjadi pusat

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya masyarakat, tanggung jawab penjagaan, perawatan, dan pengasuhan anak

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ideologi, dimana orangtua berperan banyak dalam

2016 PROSES PEMBENTUKAN RESILIENSI PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK PENYANDANG DOWN SYNDROME

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. para pekerja seks mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor,

B A B PENDAHULUAN. Setiap manusia yang lahir ke dunia menginginkan sebuah kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 15% dari seluruh kanker pada wanita. Di beberapa negara menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jiwa, kepribadian serta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya pula seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah. Johnson (dalam Mastuti,2001) menyatakan bahwa manusia diciptakan bukan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. panti tidak terdaftar yang mengasuh sampai setengah juta anak. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

diambil kesimpulan sebagai berikut: rendah sebesar 20%.

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) (WHO), Setiap tahun jumlah penderita kanker payudara bertambah sekitar tujuh

DUKUNGAN SOSIAL PADA PEMBANTU RUMAH TANGGA USIA REMAJA DI BANYUMAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Resiliensi. Sedangkan Hildayani (2005) menyatakan resiliensi atau ketangguhan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki berbagai keinginan yang diharapkan dapat diwujudkan bersama-sama,

BAB I PENDAHULUAN. laku serta keadaan hidup pada umumnya (Daradjat, 1989). Pendapat tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara fisik maupun psikologis. Menurut BKKBN (2011 ), keluarga adalah unit

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

RESILIENSI NARAPIDANA DEWASA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA SRAGEN NASKAH PUBLIKASI. Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua.

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antara variabel Hubungan Resiliensi dengan Stres Kerja Anggota. Gambar 3.1. Hubungan antar Variabel

2015 HUBUNGAN ANTARA ATTACHMENT PADA PENGASUH DENGAN SELF-DISCLOSURE REMAJA DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK WISMA PUTRA BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

Resiliensi Seorang Wanita Dalam Menghentikan Perilaku Merokok dan Minum Alkohol HELEN YOHANA SIRAIT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pengertian kejahatan dan kekerasan memiliki banyak definisi

Laporan Hasil Assessmen Psikologis Penyintas Bencana Tanah Longsor Banjarnegara Tim Psikologi UNS 1. Minggu ke-1 (18 Desember 2014)

BAB I PENDAHULUAN. suatu masa perubahan, usia bermasalah, saat dimana individu mencari identitas

BAB II LANDASAN TEORI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN KELUARGA YATIM MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di masyarakat. Mahasiswa minimal harus menempuh tujuh semester untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

Hubungan Antara Religiusitas Dengan Resiliensi Pada Mahasiswa Perantau

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak lepas dari rasa percaya diri. Rasa percaya diri yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti Asuhan merupakan lembaga yang bergerak di bidang sosial untuk membantu anak-anak yang sudah tidak memiliki orang tua. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001), panti asuhan merupakan sebuah tempat untuk merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim adalah tidak memiliki seorang ayah, sedangkan yatim piatu adalah tidak memiliki seorang ayah dan ibu. Namun, tidak hanya untuk anak yatim maupun yatim piatu, panti asuhan juga terbuka untuk anak-anak selain mereka, seperti anak terlantar. Anak- anak yang kurang beruntung seperti yang dipaparkan di atas juga dapat bertempat tinggal di panti asuhan. Jumlah panti asuhan di seluruh Indonesia diperkirakan antara 5.000-8.000 yang mengasuh sampai setengah juta anak. Pemerintah Indonesia hanya memiliki dan menyelenggarakan sedikit dari panti asuhan tersebut, lebih dari 99% panti asuhan diselenggarakan oleh masyarakat, terutama organisasi keagamaan (Sudrajat, 2008). Salah satu organisasi keagamaan yang telah berkembang mendirikan panti asuhan adalah organisasi Muhammadiyah, yang mendirikan panti asuhan keluarga yatim muhammadiyah (PAKYM). Panti asuhan ini mengasuh anak dari latar belakang yang berbeda, seperti anak yatim, anak piatu, anak yatim piatu, anak terlantar dan anak yang tidak mampu. Bertempat tinggal dan hidup di panti asuhan bukanlah hal yang mudah bagi anak, khususnya bagi remaja. Karena mereka tidak mendapatkan hangatnya kasih 1

2 sayang orang tua kandung. Santi (2011) dalam makalahnya menjelaskan bahwa dalam penelitian yang telah dilakukan oleh lembaga Save The Children, terdapat kasus-kasus eksploitasi terhadap anak di dalam panti asuhan, sehingga fungsi panti asuhan sebagai lembaga asuhan alternatif tidak dapat melindungi anak yang berada di luar asuhan keluarga secara aman. Sebaliknya anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang tidak kondusif, tidak protektif yang akan mengganggu terhadap tumbuh kembang anak. Pada tahun 2012, Komisi Nasional Perlindungan Anak melaporkan menerima rata-rata 200 laporan kasus anak stress per bulan sepanjang tahun 2011 meningkat 98% dari tahun sebelumnya. Laporan Komisi Nasional Perlindungan Anak tersebut turut mengindikasikan terdapat peningkatan gangguan stress pada anak di Indonesia (Psikologizone, 2012). Terlebih lagi terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa remaja yang tinggal di panti asuhan mengalami prevalensi tinggi terhadap berbagai macam gangguan emosi. Dalam penelitian Furnamawanti (2007) ditemukan bahwa sebagian besar anak-anak yang tinggal di panti asuhan memiliki tingkat kecenderungan depresi yang sedang dan tinggi dengan perolehan persentase 49,107% dan 37,5%. Sedangkan Wahyudiyanta (2011) mengungkapkan bahwa dari 27 korban meninggal akibat percobaan bunuh diri pada tahun 2007, lima diantaranya adalah penghuni panti asuhan. Data statistik di atas menjelaskan bahwa seorang anak khususnya remaja yang tinggal di panti asuhan memiliki kecenderungan untuk mudah stress maupun depresi, karena remaja panti akan lebih rentan mengalami berbagai macam tekanan dan permasalahan. Remaja yang mengalami tekanan akan sulit dalam

3 menyelesaikan masalah, mudah memiliki emosi negatif dan cenderung berfikir pendek, sehingga kondisi yang menekan tersebut akan lebih mudah memicu munculnya stress. Hasil wawancara yang dilakukan dengan penghuni panti asuhan, didapati bahwa anak panti mengalami berbagai macam masalah yang merupakan manifestasi dari emosi negatif, diantaranya adalah anak panti merasa pengasuh di panti asuhan kurang perhatian sehingga menimbulkan ketidaknyamanan, jika memiliki masalah anak asuh cenderung menyimpan masalahnya sendiri serta remaja panti sering merasa sedih apabila mengingat keberadaan orang tua dan keluarga yang jauh. Peraturan yang terlalu ketat, dan pihak panti asuhan tidak memberi kesempatan pada anak asuhnya untuk mengembil keputusan sendiri. Selain itu anak panti asuhan juga terkadang merasa tidak nyaman dengan kelakuan teman-temannya sehingga memicu pertengkaran. Remaja di panti cenderung kurang peka dengan apa yang dialami orang lain. Masalah lain yang dimiliki oleh remaja di panti adalah mereka kurang mampu menyelesaikan masalah, dan merasa kurang percaya pada dirinya sendiri. Menurut Monks, dkk (dalam Desmita, 2012) masa remaja dibedakan menjadi empat bagian, yaitu (1) pra-remaja atau prapubertas (10-12 tahun), (2) remaja awal atau pubertas (12-15 tahun), (3) remaja pertengahan (15-18 tahun) dan (4) remaja akhir (18-21). Pada pertengahan tahun 2013 terdapat 50 anak yang tinggal di PAKYM Surakarta. Seluruh anak yang tinggal di panti merupakan anak yang masih menempuh pendidikan, yaitu terdapat 18 anak dengan rentang usia 13-17 tahun yang duduk di bangku SMP, 28 anak dengan rentang usia 16-20 tahun yang

4 duduk di bangku SMA dan 4 anak dengan rentang usia 17-20 tahun yang menempuh pendidikan Strata 1. Remaja yang tinggal di panti asuhan secara alami menjadi mudah tertekan dengan beragam resiko yang mengancam perkembangan psikologis mereka. Hal tersebut dikarenakan remaja menjalani kehidupan yang tidak semestinya dialami, Masa remaja yang merupakan masa untuk berekplorasi dengan terpaksa remaja panti alami dengan berbagai macam peraturan dan batasan yang diberikan oleh pihak panti. Remaja panti mengalami berbagai keterpurukan, yakni tidak adanya figur orang tua (kehilangan orang tua) yang hal tersebut merupakan salah satu pukulan terhebat bagi seorang remaja. Pada masa remaja itulah dibutuhkan banyaknya perhatian dan kasih sayang dari keluarga khususnya orang tua. Selain kehilangan orang tua, kondisi terpuruk lainya adalah keharusan remaja untuk hidup mandiri di panti, hidup dengan orang-orang baru di lingkungan yang baru pula. Berbagai macam peraturan yang menekan juga merupakan salah satu hal yang menyebabkan remaja merasa terpuruk dan kurang nyaman tinggal di panti. Adriana Feder (dalam Reich, dkk, 2010) menyatakan bahwa kebanyakan orang sangat rentan dengan kejadian traumatis dalam kehidupan mereka, dan sebagian besar lainnya memikul beban stress secara persisten sepanjang waktu. Bahkan tidak ada seorang anak pun yang terbebas dari tekanan dan trauma, perubahan yang terjadi secara cepat dan lingkungan yang memberi pengaruh stress telah menciptakan resiko baru bagi anak- anak dan remaja. Untuk menghindari dari stress dan depresi yang disebabkan oleh kondisi tertekan maka remaja panti harus memiliki resiliensi untuk dapat bangkit dari keterpurukan.

5 Individu yang memiliki resiliensi disebut dengan individu yang resilien. Resilien adalah keadaan individu yang memungkinkannya untuk dapat menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampakdampak yang merugikan dari kondisi- kondisi yang tidak menyenangkan, atau bahkan mengubah kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi (Desmita, 2012). Aspek- aspek resiliensi menurut Reivich & Shatte (2002) adalah pengaturan emosi, pengendalian impuls, empati, efikasi diri, optimisme, analisis penyebab masalah, dan reaching out. Remaja yang resilien adalah remaja yang mampu menghadapi masalah hidupnya dan terus menatap ke depan sehingga mampu bangkit dan tetap produktif, contohnya adalah para alumni dari PAKYM yang mampu bangkit dan menata kehidupannya sendiri dengan menempuh dan menyelesaikan pendidikannya hingga mampu bekerja dan menghidupi keluarganya. Sedangkan remaja yang memiliki resiliensi rendah atau tidak resilien adalah remaja yang kurang mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi, sehingga menyerah dan tidak memiliki tujuan hidup yang jelas. Salah satu contoh remaja panti asuhan yang tidak resilien adalah remaja yang keluar atau melarikan diri dari panti asuhan, remaja tersebut keluar dari panti asuhan karena tidak mampu melawan kemalangannya, tidak mampu menyelesaikan masalah yang timbul di panti, serta tidak mampu mengontrol emosi dan perilakunya. Resiliensi sangat penting pada diri remaja. Pada situasi- situasi tertentu saat menghadapi masalah, remaja yang memiliki resiliensi dapat mengatasi berbagai permasalahan kehidupan dengan cara masing-masing. Remaja akan mampu

6 mengambil keputusan dalam kondisi yang sulit secara cepat dan tepat. Menurut pendapat Everall (2006) keberadaan resiliensi akan mengubah permasalahan menjadi sebuah tantangan, kegagalan menjadi kesuksesan dan ketidakberdayaan menjadi kekuatan. Remaja yang resilien cenderung memiliki tujuan, harapan dan perencanaan terhadap masa depan, gabungan antara ketekunan dan ambisi dalam mencapai hasil yang akan diperoleh. Di PAKYM terdapat anak yang resilien dan ada yang kurang resilien. Resiliensi remaja panti asuhan dapat dilihat dari beberapa indikator, yaitu memiliki emosi yang stabil, peka terhadap orang lain, percaya diri, bekerja keras, optimis, mengerti kondisi diri sendiri, mampu mengendalikan diri, berani mengambil keputusan serta mempunyai tujuan hidup yang jelas. Hal ini berlawanan dengan indikator individu yang memiliki resiliensi rendah, yakni kurang mampu mengatur emosi sehingga mudah marah, memiliki kepercayaan diri yang rendah, sulit mengambil keputusan, tidak memiliki tujuan hidup dan cenderung memiliki emosi negatif. Jika remaja panti mempunyai resiliensi yang baik, maka akan mampu mengatasi segala permasalahan yang ada. Resiliensi yang dimiliki remaja dapat menjadi pelindung sehingga tidak memberi dampak yang negatif dalam kehidupan mereka, remaja yang memiliki resiliensi yang tinggi lebih tahan terhadap stress, memiliki strategi yang baik dalam memperbaiki suasana hati yang negatif dan lebih sedikit mengalami gangguan emosi dan perilaku (Hauser, 1999). Begitu pula dengan remaja di panti asuhan, dalam keadaan yang menekan diharapkan remaja memiliki resiliensi sehingga mampu menghadapi segala macam permasalahan dan mampu bangkit dan tetap produktif. Remaja yang bangkit dari keterpurukan

7 adalah remaja yang mampu menjalani kehidupan sehari-harinya walaupun penuh tekanan. Namun pada kenyataannya remaja yang tinggal di panti asuhan memiliki resiliensi yang kurang baik, remaja di panti asuhan cenderung kurang mampu dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai masalah sehingga berdampak pada kehidupan sehari-harinya. Resiliensi memiliki beberapa faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah religiusitas. Religiusitas diyakini mampu memberikan kontribusi dalam meningkatkan kemampuan resiliensi individu, tidak terkecuali remaja yang tinggal di panti asuhan. PAKYM merupakan salah satu panti asuhan yang mempunyai latar belakang keagamaan, sehingga setiap anak yang tinggal di panti diberikan bekal agama setiap harinya. Hal ini diupayakan untuk memperluas pengetahuan agama dan mempertinggi tingkat religiusitas anak. Namun, tidak semua remaja yang tinggal di panti mempunyai religiusitas yang baik. Sebagian remaja panti melakukan aktivitas keberagamaan karena remaja panti tidak memiliki pilihan lain, sehingga harus menjalankannya. Remaja panti harus melakukan berbagai macam kegiatan yang berhubungan dengan keagamaan dan kegiatan lainnya dari pagi sampai malam karena hal tersebut merupakan suatu kewajiban yang mau tidak mau harus dipatuhi dan dilaksanakan. Menurut Wagnid dan Young (dalam Reich, dkk, 2010) dalam mengembangkan resiliensi, peran religiusitas cukup penting, karena salah satu faktor internal yang mempengaruhi resiliensi adalah religiusitas. Menurut Hardjana (dalam Ghufron & Risnawita, 2010), religiusitas adalah perasaan dan kesadaran akan hubungan dan ikatan kembali dengan Allah. Religiusitas menunjuk pada tingkat ketertarikan

8 individu terhadap agamanya dengan menghayati dan menginternalisasikan ajaran agamanya sehingga berpengaruh dalam segala tindakan dan pandangan hidupnya. Jika religiusitas yang dimiliki remaja tinggi maka akan berpengaruh pula pada kemampuan resiliensinya sehingga akan terbentuk sikap- sikap positif, begitu juga sebaliknya religiusitas yang rendah akan mempengaruhi kemampuan resiliensi individu sehingga sikap-sikap yang terbentuk pada diri individu cenderung negatif. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan penelitian ini adalah: apakah ada hubungan antara religiusitas dengan resiliensi pada remaja di Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta? Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti melakukan penelitian dengan judul Hubungan Antara Religiusitas dengan Resiliensi pada Remaja di Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta.

9 B. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Hubungan antara religiusitas dengan resiliensi pada remaja di Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah, Surakarta. 2. Tingkat religiusitas pada remaja di Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah, Surakarta. 3. Tingkat resiliensi pada remaja di Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah, Surakarta. 4. Sumbangan efektif (SE) religiusitas terhadap resiliensi pada remaja di Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah, Surakarta C. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Remaja di panti asuhan, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan pemahaman mengenai resiliensi dan religiusitas pada remaja khususnya remaja panti asuhan. 2. Pengasuh di panti asuhan, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengasuh panti asuhan untuk mengetahui tingkat resiliensi dan religiusitas penghuninya, serta menjadi bahan evaluasi demi kebaikan dan kemajuan perkembangan diri remaja panti asuhan. 3. Peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan hasil karya secara empiris mengenai permasalahan resiliensi, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu bahan acuan dalam pengembangan penelitian selanjutnya.