BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. mayat korban susah untuk dapat diidentifikasi. yaitu adalah bencana alam. Kejadian bencana massal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Identifikasi manusia adalah hal yang sangat. penting di bidang forensik karena identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Proses identifikasi dari jenazah dan sisa-sisa. makhluk hidup yang telah meninggal merupakan ranah yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada kejadian bencana alam banyak korban yang tidak. dikenal hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Indoaustralia dan Pasifik serta terletak pada zona Ring of Fire. Kondisi ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Odontologi forensik adalah ilmu di kedokteran gigi yang terkait dalam

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam, pesawat jatuh, ledakan bom dan lain-lain, menyebabkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh keadaan geografis dan demografisnya. Menurut Kementrian

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan lipatan anatomik berupa garis jaringan ikat fibrous yang iregular dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat kita salah satu diantaranya adalah bencana alam, kecelakaan, ledakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Rugae palatina disebut juga dengan plica palatine transversa atau palatal rugae

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari kejadian-kejadian yang sering terjadi di

PEMANFAATAN RUGA PALATAL UNTUK IDENTIFIKASI FORENSIK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dibentuk oleh processus palatines ossis maxilla dan lamina horizontalis

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada kasus korban bencana alam atau kecelakaan, sering ditemukan masalah dalam proses identifikasi, disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mengevaluasi keberhasilan perawatan yang telah dilakukan. 1,2,3 Kemudian dapat

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN pulau dengan keanekaragaman suku yang tinggi (Kementerian

PENGENALAN INDIVIDU BERDASARKAN POLA RUGAE PALATINA MENGGUNAKAN HISTOGRAM OF ORIENTED GRADIENTS DAN MULTI LAYER PERCEPTRON

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Secara global, luka bakar adalah masalah serius. bagi kesehatan masyarakat. Diperkirakan

PERBEDAAN POLA DAN UKURAN RUGE PALATAL RAS DEUTRO MELAYU DENGAN RAS AUSTRALOID JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Gigi

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor lingkungan. Tinggi badan adalah ukuran kumulatif yang terdiri atas

Perbedaan Pola dan Ukuran Ruge Palatal Ras Deutro Melayu. Dengan Ras Arabik

BAB 1 PENDAHULUAN. Diantaranya adalah korban kriminalitas dan korban kecelakaan lalu lintas.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1

PERBEDAAN POLA DAN UKURAN RUGE PALATAL RAS DEUTRO MELAYU DENGAN RAS AUSTRALOID LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah (Mokhtar, 2002). Susunan

Lampiran 1. Skema Alur Pikir

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995)

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 terdapat banyak kasus mutilasi yang terungkap di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sampel yang di peroleh sebanyak 24 sampel dari cetakan pada saat lepas bracket. 0 Ideal 2 8,33 2 8,33

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi pada posisi ideal dan seimbang dengan tulang basalnya. Perawatan

Definisi Forensik Kedokteran Gigi

BAB 1 PENDAHULUAN. ekstraoral. Perubahan pada intraoral antara lain resorbsi prosesus alveolaris

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal.

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rasa. Istilah aesthetic berasal dari bahasa Yunani yaitu aisthetike dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tinggi badan ditentukan olah kombinasi faktor genetik dan faktor. antropologis untuk menentukan perbedaan rasial (Patel, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap

`BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Palatum adalah atap rongga mulut, secara anatomi palatum terbagi

I. PENDAHULUAN. Pemeriksaan identifikasi memegang peranan cukup penting dalam ilmu

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB V IDENTIFIKASI FORENSIK

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan estetis yang baik dan kestabilan hasil perawatan (Graber dkk., 2012).

Pengertian Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Pembagian Visum et Repertum

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gigi merupakan salah satu komponen penting dalam rongga mulut. Gigi

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata. membawa dampak sampingan terhadap jenis, kualitas dan

BAB 3 METODE PENELITIAN

IDENTIFIKASI IKAN. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA. Mata Kuliah Iktiologi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuna wicara adalah suatu kelainan baik dalam pengucapan (artikulasi)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012)

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK POLA RUGAE PALATINA ANTARA SUKU DAYAK BUKIT, SUKU BANJAR HULU DAN SUKU DAYAK NGAJU

DATA PERSONALIA PENELITI

BAB 2 OBTURATOR PALATUM. 2.1 Pengertian Obturator Palatum. jaringan yang terbuka secara kongenital atau diperdapat, terutama bagian palatum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERBEDAAN POLA DAN UKURAN RUGE PALATAL RAS DEUTRO MELAYU DENGAN RAS ARABIK LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

REFERAT ILMU KEDOKTERAN FORENSIK PERANAN TES DNA DALAM IDENTIFIKASI FORENSIK

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai

MANUAL KETERAMPILAN KLINIK (CLINICAL SKILL LEARNING) DEPARTEMEN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL PEMERIKSAAN LUAR PADA JENAZAH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah. Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai masalah karies dan gingivitis dengan skor DMF-T sebesar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016

LAPORAN PRAKTIKUM. Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J Dosen Pembimbing : Drg. Nilasary Rochmanita FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di Indonesia salah satu penyebab dimana mayat korban susah untuk dapat diidentifikasi yaitu adalah bencana alam. Kejadian bencana massal akan menghasilkan keadaan jenazah yang mungkin dapat intak, separuh intak, membusuk, tepisah berfragmen-fragmen, terbakar menjadi abu, separuh terbakar, terkubur ataupun kombinasi dari bermacam-macam keadaan (Blau, 2006). Banyaknya korban yang tidak dikenal pada bencana alam menyebabkan kesulitan dalam membangun identitas mayat seseorang dalam identifikasi forensik. Saat ini yang sering digunakan dalam penggunaan metode identifikasi adalah sidik jari dan beberapa bagian-bagian tubuh yang bisa digunakan sebagai identifikasi seperti gigi dan tes DNA (Caldas et al.,2007). Identifikasi menggunakan catatan gigi juga mungkin tidak meyakinkan, karena banyak catatan gigi antemortem mungkin yang tidak akurat atau tidak lengkap (Buchner, 1985). Tambahan perawatan gigi yang mungkin telah dilakukan dan 1

2 interval waktu antara pembuatan catatan gigi dan kematian individu (Chester, 2002), mayat korban yang telah mengalami dekomposisi, atau pada korban dengan rahang edentulous (kehilangan gigi) yang tidak memungkinkan identifikasi menggunakan gigi geligi. Kandungan DNA yang terdapat pada tulang, gigi maupun saliva dapat membantu dalam proses identifikasi, tetapi analisanya memerlukan keahlian dan teknologi yang canggih (Auerkari, 2008). Selain itu, pada kasus tertentu yang tidak memungkinkan identifikasi menggunakan sidik jari seperti pada kasus mayat yang terbakar. Maka harus memilih metode lain untuk mengidentifikasi. Metode lain yang sering dijadikan alternatif adalah analisa rigi palatum (Shamim et al.,2006; Liebgott, 2001). Pola rigi merupakan yang mungkin spesifik untuk mengidentifikasi identitas manusia. Bentuk nya khas, kestabilannya, dan biaya yang rendah membuat rigi palatum menjadi parameter identifikasi forensik yang ideal (Nayak et al.,2007 ; Shamin et al.,2006 ; Liebgott, 2001). Posisi anatomi rigi palatum dalam rongga mulut

3 dikelilingi oleh pipi, bibir, lidah, dan gigi. Dalam kasus kebakaran akan memberikan perlindungan yang menyebabkan dampak trauma yang tinggi. Rigi terlindungi dengan baik karena morfologi nya berada pada struktur jaringan lunak dalam tubuh, sehingga dapat diakses setelah orang tersebut meninggal dan juga dapat diakses selama orang tersebut masih hidup (English et al.,1988). Menurut klasifikasi Thomas CF dan Kotze TFW tahun 1983 ada beberapa aspek dalam membedakan pola rigi tiap individu, klasifikasi tersebut meliputi jumlah, panjang, bentuk, dan unifikasi dari rigi. Panjang rigi dibagi atas lebih dari 10 mm, 5-10 mm, dan kurang dari 5 mm (fragmented rugae). Bentuk rigi juga diklasifikasikan menjadi bergelombang (wavy), busur (curved), sirkular (circular) dan lurus (straight). Unifikasi dibagi menjadi konvergen dimana dua rigi berasal jauh dari bagian tengah atau pusat dan menyatu saat menuju bagian tengah, dan divergen dimana rigi berasal dari pusat dan menyebar saat menjauh dari pusat (Thomas & Kotze, 1983).

4 Rigi palatum dikatakan dapat mendeterminasi ras atau jenis kelamin (Pretty & Sweet, 2001). Penelitian yang dilakukan oleh Hauser et al.,1989 membandingkan pola rigi populasi Swazi dan Yunani dan menemukan perbedaan yang pasti dalam pola rigi antara 2 populasi. Thomas dan Kotze (1983) mempelajari pola rigi dari 6 populasi di Afrika Selatan untuk menganalisis perbedaan ras. Mereka menemukan bahwa rigi yang unik untuk masing-masing kelompok etnis. Berdasarkan fakta-fakta diatas memberikan gambaran bahwa pola rigi palatum dapat digunakan dalam identifikasi ras etnik. Ciri kualitatif pada rigi yang akan diteliti adalah bentuk rigi palatum. Peneliti akan mendeskripsikan ciri kualitatif berdasarkan bentuk rigi. Bentuk rigi palatum yang akan dilihat adalah bentuk bergelombang (wavy), busur (curved) dan bentuk lain. Data diambil pada populasi mahasiswa Indonesia dan India pada usia pertumbuhan optimal yaitu usia 18 tahun sampai 25 tahun di Yogyakarta.

5 I.2. Perumusan Masalah Apakah ada perbedaan pada ciri bentuk rigi palatum yang terpotong oleh garis antar insisivus yang sejajar dengan raphe mediana palatinae antara mahasiswa Indonesia dengan India? I.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pada ciri bentuk rigi palatum yang terpotong oleh garis antar insisivus yang sejajar dengan raphe mediana palatinae antara mahasiswa Indonesia dengan India. I.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada mahasiswa dan para akademisi lainnya bahwa untuk melakukan identifikasi manusia selain menggunakan sidik jari dan tes DNA adalah dengan pemeriksaan rigi palatum. Rigi palatum yang dimiliki oleh tiap individu memiliki ciri-ciri yang berbeda sehingga diharapkan dapat membantu dalam melakukan identifikasi manusia. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data penunjang untuk

6 membantu penelitian selanjutnya. Serta dapat memacu peneliti lain dalam mengembangkan informasi yang sudah ada sehingga akan lebih banyak pengetahuan yang akan diketahui. I.5. Keaslian Penelitian Penelitian tentang rigi palatum sebagai identifikasi forensik telah banyak dilakukan, antara lain penelitian dengan judul Palatal rugae patterns in Australian Aborigines and Caucasians. Penelitian ini menjelaskan pengaruh umur dan ras terhadap pola rigi palatum. Data dianalisis menggunakan metode analisis chi-square. Hasil penelitian ini adalah bentuk lurus dari rigi palatum lebih banyak ditemukan pada Caucasians dan bentuk bergelombang lebih banyak pada Aborigines (Kapali et al., 1997). Penelitian lainnya adalah Difference in the palatal rugae shape in two population of India. Tujuan penelitian ini untuk menyelidiki perbedaan bentuk rigi palatum di dua populasi dan membangun diskriminan identitas pada populasi berdasarkan bentuk rigi palatum. Untuk melihat hubungan antara bentuk rigi dan ras etnik penelitian ini menggunakan analisis chi-square.

7 Hasil analisis chi-square bentuk rigi palatum antara populasi kelompok menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam bentuk lurus dan busur (Nayak et al.,2007).