Gambar 3.17 Grafik silang antara porositas inti bor dan porositas log densitas. Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18). RND-2 Porositas densitas Porositas inti bor Gambar 3.18 Log porositas dari log densitas dan inti bor. 36
Perhitungan porositas efektif dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut ini dan dengan menggunakan porositas total yang telah diperoleh dari log densitas sebelumnya. PHIE = PHIT V shale * ф shale Keterangan: PHIE : porositas efektif PHIT : porositas total Vshale : volume shale ф shale : porositas shale Setelah dilakukan perhitungan porositas efektif dapat disimpulkan porositas efektif rata-rata pada Batupasir A Formasi Menggala pada Lapangan Rindang adalah 13%. 3.3.3.3 Perhitungan Permeabilitas Permeabilitas merupakan kemampuan batuan untuk meloloskan fluida (Hernansjah, 2008). Permeabilitas secara tidak langsung berhubungan dengan porositas efektif yang dimiliki suatu batuan, karena porositas efektif merepresentasikan hubungan antar pori yang dapat dilalui fluida. Permeabilitas pada penelitian ini dihitung dengan menerapkan persamaan yang diperoleh dari nilai permeabilitas dari hasil analisis inti bor (special core analysis/scal) pada beberapa kedalaman. Perhitungan permeabilitas pada penelitian ini akan digunakan untuk menghitung saturasi air irreducible. Data permeabilitas yang diperoleh dari Formasi Menggala memiliki hubungan yang cukup baik dengan nilai porositas, hal ini ditandai dengan tingginya nilai koefisien korelasi antara keduanya pada grafik antara porositas dan permeabilitas (Gambar 3.19). 37
Gambar 3.19 Grafik porositas dan permeabilitas dari SCAL. 3.3.3.4 Perhitungan Saturasi Air Saturasi atau kejenuhan air adalah rasio dari volume yang terisi oleh air dengan volume porositas seluruhnya (Harsono, 1994). Metode yang digunakan dalam perhitungan saturasi air sangat bervariasi. Perhitungan saturasi air sangat perlu dilakukan karena merepresentasikan kandungan hidrokarbon pada suatu reservoir. Prinsip dasar pada perhitungan saturasi air pada dasarnya menggunakan metode Archie yaitu dengan menggunakan rumus berikut: S w n a m R R w t Keterangan, S w : saturasi air pada zona tak terinvasi a : faktor tortuositas m : eksponen sementasi n : eksponen saturasi (1,8-2,5, umum digunakan 2) Ф : porositas R w : Resistivitas air formasi R t : resistivitas formasi sebenarnya 38
Besarnya nilai a, m, dan n pada perhitungan saturasi air bergantung pada karakteristik formasi dan fluida yang pada penelitian ini diperoleh dari analisis inti bor (special core analysis/scal) dengan a : 1, m : 1,65, dan n : 1,75. Namun metode Archie memiliki kelemahan yaitu tidak dapat digunakan pada daerah penelitian yang berupa batupasir serpihan (shaly sand). Hal ini dapat dilihat tidak adanya faktor shale dalam persamaan Archie. Salah satu persamaan yang cukup efektif dalam perhitungan saturasi air pada batupasir serpihan adalah persamaan Simandoux (Crain, 2008). Oleh karena itu metode Archie dimodifikasi menjadi metode Simandoux. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan pada metode Simandoux. Keterangan: Sw = saturasi air C = variabel (0.4 untuk batupasir and 0.45 untuk karbonat). Rw = resistivitas air formasi. Φ = porositas. Rt = resistivitas total. Vsh = volume shale. Rsh = resistivitas shale Berdasarkan persamaan pada metode Simandoux terdapat variabel resistivitas shale yang dalam penentuannya terdapat beberapa metode, yaitu: a. Nilai resistivitas konstan Perhitungan dengan menggunakan metode ini dilakukan dengan nilai resistivitas shale yang diperoleh dari nilai rata-rata resistivitas pada shale. 39
b. Nilai resistivitas tidak konstan 0 0 Perhitungan saturasi air dengan metode ini dilakukan dengan nilai resistivitas shale yang tidak konstan terhadap kedalaman. Metode ini didasarkan atas sensitivitas nilai resistivitas shale terhadap suhu dan tekanan yang berubah sesuai kedalaman (Gambar 3.20). REFERENCE.DEPTH (FEET) 1 1 REFERENCE.DEPTH vs. WIRE.LLD Crossplot Well: ROND00001 ROND00002 ROND00003 Intervals: 13 selected and between Filter: EVAL.GRN>185 10 10 4600 4600 Fm. Bekasap 4800 4800 Fm. Bangko 5000 5000 Fm. Menggala 5200 5200 5400 5400 Fm. Pematang 5600 5600 5800 5800 100 100 0 1375 1375 0 WIRE.LLD (OHMM) Wells: ROND00001 ROND00002 ROND00003 Gambar 3.20 Grafik nilai resistivitas terhadap kedalaman pada tiap formasi. Berdasarkan grafik resistivitas terhadap kedalaman maka metode yang tepat digunakan pada penelitian ini adalah metode resistivitas tidak konstan. Dengan demikian hasil perhitungan saturasi yang diperoleh dengan metode Simandoux resistivitas tidak konstan ini dapat dilihat pada gambar 3.21. 40
Sw Simandoux Sw Inti bor Gambar 3.21 Perbandingan hasil metode saturasi air dari metode Simandoux dan inti bor. 3.3.3.5 Perhitungan Saturasi Air Irreducible (Sw irr ) Saturasi air irreducible merupakan saturasi air dimana seluruh cairan tertahan dalam batuan karena tekanan kapiler. Pada batuan granular terdapat hubungan antara Sw irr, porositas, dan permeabilitas (Hernansjah, 2008). Perhitungan saturasi air irreducible dilakukan untuk mengetahui perbandingan volume hidrokarbon yang dihasilkan dari kedua saturasi air yang berbeda. Pengolahan data saturasi air irreducible dilakukan dengan persamaan yang diperoleh dari hubungan antara permeabilitas dan Sw irr dari hasil analisis inti bor (spesial core analysis/scal). Hubungan ini diperlihatkan dengan tingginya nilai koefisien korelasi dan nilai R 2 pada grafik antara permeabilitas dan Swirr (Gambar 3.22). 41
Coef. Correlation = 0,95 Gambar 3.22 Grafik Permeabilitas dan Swirr dari SCAL. 3.4 Pemetaan Reservoir Pemetaan reservoir pada penelitian ini meliputi peta struktur kedalaman dengan informasi struktur bawah permukaan diperoleh dari interpretasi seismik 3D yang merupakan data sekunder, kemudian peta geometri reservoir Batupasir A yang ditunjukkan dengan peta isopach dan peta properti reservoir yang dilakukan melalui proses pemodelan reservoir tiga dimensi berbasis grid. 3.4.1 Peta Struktur Kedalaman Berdasarkan hasil interpretasi horison seismik diperoleh gambaran struktural bawah permukaan lapangan Rindang yang dapat dilihat pada gambar 3.23. 42
U Keterangan: : Sumur : Sesar Naik : Sesar Mendatar mengiri Gambar 3.23 Peta struktur kedalaman top batupasir A. 3.4.2 Pemetaan Geometri Reservoir Pemetaan geometri reservoir dilakukan dengan memetakan ketebalan (isopach) Batupasir A dengan kontrol ketebalan tiga buah sumur yang ada. Disamping itu pemetaan juga dilakukan berdasarkan hasil analisis lingkungan pengendapan dan arah sumber sedimen. Analisis sumber sedimen dilakukan berdasarkan bentukan struktur paleogeografi pada Paleogen di Cekungan Sumatra Tengah. Pada saat itu terdapat tinggian di bagian Timurlaut Lapangan Rindang dan rendahan pada bagian Baratdaya. Adanya struktur tinggian di bagian Timurlaut memungkinkan sumber sedimen berasal dari Timurlaut. Disamping itu menurut Mertosono dan Nayoan, 1974 proses transgresi yang terjadi pada saat Kelompok Sihapas diendapkan 43
menuju ke arah Timurlaut. Pembuatan peta isopach juga dilakukan dengan kontrol ketebalan dari data yang ada pada tiga sumur RND dan analisis lingkungan pengendapan yang telah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan analisis-analisis tersebut dihasilkan peta isopach seperti pada gambar 3.24 yang menunjukkan geometri channel pada lingkungan estuarine dengan arah sumber sedimen berasal dari Timurlaut dan ketebalan yang semakin meningkat ke arah Baratdaya. U Gambar 3.24 Peta isopach lapisan batupasir A. 3.4.3 Pemetaan Properti Reservoir Pemodelan properti reservoir dilakukan dengan metode sequential gaussian simulation (SGS) yaitu metode geostatistik yang bekerja secara acak berkelanjutan mengisi posisi secara acak pada grid yang ada. Pada posisi baru akan dicarikan nilai dan variansnya dengan cara kriging dari nilai-nilai sebelumnya dan dari data sumur (Munadi, 2005). Disamping itu pada pemodelan reservoir perlu dilakukan proses layering dan scale-up. Proses layering 44
merupakan pembagian suatu zona menjadi bagian-bagian kecil sehingga data yang dimiliki semakin akurat. Dalam penelitian ini zona Batupasir A dibagi sebanyak 17 lapisan (layer). Sedangkan proses scale-up merupakan pengelompokan secara umum dari dominasi kemunculan suatu subjek seperti porositas, volume shale, dan lain-lain secara vertikal. Proses ini bertujuan untuk merata-ratakan nilai yang diperoleh dari data log menjadi suatu nilai tunggal yang akan diubah ke dalam data grid. Gambar 3.25 memperlihatkan hasil layering dan scale-up yang dilakukan pada zona penelitian. Batupasir A Gambar 3.25 Scaling-up dan layering pada pemodelan reservoir. 3.4.3.1 Pemetaan Vshale, Porositas Efektif, dan Permeabilitas Pemetaan Vshale, porositas efektif, dan permeabilitas dilakukan dengan asumsi geometri suatu sistem pengendapan mempengaruhi pola penyebaran properti suatu reservoir. Masing-masing peta properti tersebut dapat dilihat pada gambar 3.26, gambar 3.27 dan gambar 3.28. 45
U U Gambar 3.26 Peta distribusi volume shale. U Gambar 3.27 Peta distribusi porositas efektif. 46
U Gambar 3.28 Peta distribusi permeabilitas. 3.4.3.2 Pemetaan Saturasi Air Total dan Saturasi Air Irreducible Pemetaan saturasi air dilakukan dengan melihat hubungan antara kedalaman dan saturasi air yang dapat dilihat pada gambar 3.29. Grafik antara kedalaman dan saturasi air menunjukkan hubungan dengan koefisien korelasi yang baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyebaran nilai saturasi air dikontrol oleh struktur kedalaman. Berdasarkan peta pada gambar 3.30 dan 3.31 dapat dilihat bahwa semakin besar kedalaman saturasi air semakin meningkat menuju 1 atau 100% air. 47
Kedalaman (ft) -5100-5120 -5140-5160 -5180-5200 -5220-5240 0 0,2 0,4 0,6 0,8 y = -661,69x - 4730,5 R² = 0,758 Coef.correlation = 0,87 SW Gambar 3.29 Grafik hubungan antara Sw dan kedalaman. U Gambar 3.30 Peta distribusi saturasi air total. 48
U Gambar 3.31 Peta distribusi saturasi air irreducible. Berdasarkan pemetaan yang dilakukan dapat diamati bahwa reservoir Batupasir A memiliki properti yang heterogen baik secara lateral maupun vertikal. 49
3.5 Perhitungan Volume Minyak di Tempat (OOIP) Volume minyak di tempat (original oil in place/ooip) merupakan volume cadangan minyak yang terdapat di suatu reservoir tanpa memperhitungkan faktor recovery dan produksi lainnya (Hernansjah, 2008). Untuk melakukan perhitungan cadangan minyak dibutuhkan batas-batas daerah yang akan dihitung volumenya. Batas-batas tersebut adalah kedalaman dan luas area yang akan dihitung yang dikenal dengan istilah batas air minyak (OWC) dan daerah tutupan (closure). Adapun penentuan batas-batas tersebut sangat berpengaruh pada properti yang dimiliki oleh reservoir. Perhitungan volume dilakukan dalam dua kasus yang berbeda yaitu pada reservoir yang bersifat heterogen dan jika reservoir diasumsikan bersifat homogen, disamping itu perhitungan menggunakan dua saturasi air yang berbeda, yaitu saturasi air total dan saturasi air irreducible. Asumsi-asumsi berbeda ini dilakukan untuk memperlihatkan pengaruh heterogenitas reservoir pada perhitungan volume cadangan. Penentuan batas air minyak dengan asumsi reservoir homogen terdapat pada garis biru pada gambar 3.32. Sedangkan perhitungan dengan asumsi reservoir heterogen batas air minyak terletak pada batas saturasi air bernilai 0,75 atau 75% (garis merah pada gambar 3.32). Gambar 3.32 Batas air minyak (OWC) dengan asumsi reservoir homogen (biru) dan reservoir heterogen (merah). 50
Berdasarkan batas OWC yang dapat dilihat pada gambar 3.31, batas OWC pada reservoir heterogen terdapat pada kedalaman yang berbeda-beda. Hal ini membuktikan bahwa reservoir Batupasir A bersifat heterogen. Sedangkan pada asumsi jika reservoir bersifat homogen batas OWC terletak pada nilai kedalaman rata-rata dari batas OWC sebenarnya. Penetuan daerah tutupan (closure) pada reservoir heterogen juga berbeda dengan reservoir homogen. Pada reservoir homogen penentuan batas daerah tutupan dikontrol oleh batas OWC saja sedangkan pada reservoir heterogen dikontrol oleh batas OWC dan nilai ambang batas dari properti porositas efektif yaitu sebesar 0,1 atau 10%. Dengan demikian luas daerah tutupan akan lebih kecil dibandingkan pada reservoir homogen yang hanya dibatasi oleh batas OWC (Gambar 3.33). U U (a) (b) Gambar 3.32 (a) Daerah tutupan dengan batas OWC (reservoir asumsi homogen). (b) Daerah tutupan dengan batas OWC dan porositas 10% (reservoir heterogen). 51
berikut ini: Perhitungan volume hidrokarbon dilakukan dengan menggunakan rumus Keterangan: OOIP : Original oil in place A : luas daerah h : jarak permukaan atas dan bawah ф : porositas Sw : Saturasi air Boi : formation volume factor Perhitungan volume hidrokarbon pada penelitian ini dilakukan pada setiap grid yang digunakan dalam pemodelan. Sehingga nilai properti porositas dan saturasi air yang digunakan pada perhitungan volume ini diperoleh dari model yang dihasilkan sebelumnya. Nilai volume yang diperoleh dari setiap grid tersebut akan dirata-ratakan sehingga diperoleh nilai volume OOIP yang tunggal. Berdasarkan analisis OWC dan daerah tutupan (closure) pada reservoir homogen dan heterogen, perhitungan volume dilakukan dengan menggunakan saturasi air total dan saturasi air irreducible dengan hasil perhitungan seperti pada tabel 3.3. 52
Tabel 3.3 Perhitungan OOIP HCPV OOIP Bulk OWC Sw ф PV (10 6 Barrel) Bo i (MMSTB) Volume (feet) Sw T Sw irr Sw T Sw irr Sw T Sw irr 55 5204 Model 3 Model Model 5 6 1,1 4 5 549 5210 Model 13 Model Model 20 25 1,1 18 23 Catatan Reservoir Homogen Reservoir Heterogen Keterangan tabel: OWC : Oil water contact Ф : Porositas PV : Volume pori Sw : Saturasi air Sw T : Saturasi air total Sw irr : Saturasi air irreducible HCPV : Hydrocarbon pore volume Bo i : Formation volume factor OOIP : Original oil in place Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa volume cadangan di tempat (OOIP) pada reservoir homogen relatif lebih kecil dibandingkan dengan reservoir heterogen. Disamping itu volume cadangan di tempat (OOIP) memiliki nilai yang lebih besar dengan menggunakan saturasi air irreducible. 53