BAB V ANALISA SEKATAN SESAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V ANALISA SEKATAN SESAR"

Transkripsi

1 BAB V ANALISA SEKATAN SESAR 5.1 Analisa Sesar Pada daerah analisa ini terdapat sebanyak 19 sesar yang diperoleh dari interpretasi seismik. Pada penelitian sebelumnya keterdapatan sesar ini sudah dipetakan, namun belum ada penelitian detail mengenai sifat sealing sesar. Pada analisa sekatan sesar ini akan dilakukan analisa terhadap dua buah sesar yaitu sesar sesar dengan orientasi timurlaut-baratdaya yang memperlihatkan displacement dan panjang yang lebih besar dibandingkan dengan sesar yang lain pada daerah penelitian. Sesar ini memanjang dari timurlaut-baratdaya yang memiliki panjang sekitar ± 1.6 km dan ± 4.2 km yang berada pada bagian ujung barat laut daerah penelitian. Gambar 5.1. Kerangka 3D pada daerah penelitian dilihat pada tampak atas. Sesar Rino_2 ditunjukkan dengan warna biru tua memanjang dengan arah NE-SW. 39

2 5.2 Interpretasi marker. Laporan Tugas Akhir Langkah awal dalam analisis sifat sealing suatu sesar dengan metoda SGR adalah interpretasi batas - batas reservoar atau marker yang terpatahkan. Interpretasi batas-batas reservoar pada penelitian ini dilakukan pada beberapa sumur yang mewakili bagian foot wall dan hanging wall sesar analisa. Penentuan batas reservoar ini mengacu pada pembagian Formasi bekasap menjadi tujuh reservoar utama yang masing-masing dipisahkan oleh lapisan serpih yaitu Batupasir Ba-1,batupasir Ba-2, Batupasir Ba-3, Batupasir Ba-4, Batupasir Bb, Batupasir Bc-1 dan Bc-2. Interpretasi dilakukan pada sumur 21 dan 22 (gamba5.2) yang mewakili bagian hanging wall dan foot wall Sesar analisa dengan membandingkan karakter kurva sinar gamma (GR), resistivity dan densitas (Rhob) dengan log tipe lapangan kotabatak. Hasil interpretasi data sinar gamma dan resistivititas batuan yang mengacu pada tipe log Kotabatak menunjukkan terdapat tujuh reservoar pada formasi bekasap di Lapangan Kotabatak yaitu Batupasir Ba-1 yang dibatasi marker T_TBA1 dan B_BKA1, Batupasir Ba-2 yang dibatasi T_BKA2 dan B-BKA2, Batupasir Ba-3 yang dibatasi oleh T_BKA3 dan B_BKA3, Batupasir Ba-4 yang dibatasi oleh marker T_BKA4 dan B_BKA4, Batupasir Bb yang dibatasi oleh marker T_BKB dan B_BKB, Batupasir Bc-1 yang dibatasi oleh marker T_BKC1 dan B_BKC1 serta Batupasir Bc-2 yang dibatasi oleh marker T_BKC2 dan B_BKC2 (gambar 3.2). Beberapa Batupasir formasi bekasap dikenali dengan tipe log yang bebentuk blocky dan kebanyakan berbentuk finning upward. Batupasir Bc-2, Bc-1 dan Bb umumnya dicirikan dengan tipe log yang berbentuk bell-shape. Untuk mengetahui penyebaran lateral reservoir-reservoir tesebut, maka dilakukan korelasi beberapa sumur pada daerah yang berdekatan dengan sesar analisa. Beberapa sumur ini mewakili bagian foot wall dan hanging wall dari sesar. Korelasi litologi ini didasarkan pada interpretasi litologi pada sumur 21 dan 22 dengan memperhatikan karakter kurva sinar gamma, densitas dan resistivitas. Berikut penampang korelasi beberapa sumur. 40

3 Gambar 5.2. Korelasi litologi pada beberapa sumur pada daerah penelitian dan peta lokasi sumur. 41

4 5.3 Perhitungan V shale Langkah pertama pada tahap ini adalah menentukan nilai kandungan serpih rata rata pada tiap sumur untuk masing-masing lapisan batuan baik reservoar maupun non - reservoar (Yielding, 1999). Selanjutnya nilai kandungan serpih tersebut di interpolasi ke bidang sesar sehingga didapatkan atribut kandungan serpih sepanjang permukaan foot wall dan hanging wall sesar (Yielding, 1999). Atribut kandungan serpih bersama-sama besar throw di gunakan untuk menghitung nilai SGR. Kandungan serpih (Vsh) adalah persentase dari volume detritus serpih dalam unit batuan di setiap titik kedalaman. Vsh yang terbaik diestimasi dari data pengukuran log yang langsung merespon shale yaitu GR dan SP (Alberty, 1993). Perhitungan V-shale dilakukan berdasarkan persamaan sebagai berikut : dimana, Vsh adalah volume serpih, GR adalah nilai sinar gamma yang direkam pada alat logging GR sumur disetiap titik kedalaman, GRmin adalah nilai sinar gamma minimum dan GRmax adalah nilai sinar gamma maksimum. Gambar 5.3 adalah contoh hasil perhitungan kandungan serpih pada sumur

5 Gambar 5.3. Hasil perhitungan vsh tiap kedalaman dan rata-rata tiap lapisan berdasarkan data log. Garis-garis horizontal mewakili batasbatas lapisan, harga vsh tiap kedalaman ditunjukkan oleh kurva berwarna hijau, harga vsh rata-rata ditunjukkan oleh angka dan garis tebal vertikal berwarna hijau, warna oranye mewakili lapisan batupasir dan warna kelabu mewakili lapisan serpih. 5.4 Pemodelan bidang sesar dan horizon Data sesar dan horizon yang dihasilkan dari interpretasi penampang seismik masih berbentuk segmen-segmen pada penampang inline atau crossline. Setiap horizon didefinisikan sebagai batas atas atau batas bawah reservoar. Data segmen segmen sesar, horizon dan data marker dari sumur kemudian di jadikan bidang melalui proses gridding dengan spasi grid sebesar 25m x 25m (Yielding, 1999). Proses gridding ini sendiri pada dasarnya adalah untuk mendapatkan variasi litologi yang terpotong oleh bidang sesar dengan melakukan kesejajaran litologi dari sumur pada suatu bidang sesar. Hasil dari proses ini berupa bidang sesar, kemudian juga bidang horizon pada blok foot wall dan hanging wall (Harris, 2002). Bidang horizon ini pada bidang sesar berupa garis garis batas litologi atau disebut juga dengan poligon (polygon) pada bidang sesar yang menunjukkan displacement sesar. 43

6 Gambar 5.4. Hasil dari proses pemodelan bidang sesar yang berasal dari segmen segmen penampang seismik sampai didapatkan poligon pada bidang sesar. Hasil akhir berupa tampakproyeksi jurus dari bidang sesar atau dikenal sebagai Peta bidang sesar (Dee, 2005). 5.5 Analisa sekatan sesar Penyebaran horizon dan marker sesar rino_1 Hasil analisis berupa peta bidang sesar Rino_1 dan horizon pada blok foot wall dan hanging wall memperlihatkan secara jelas offset horizon akibat sesar Rino_1. Horizon pada foot wall yang digambarkan dengan garis tegas pada gambar 5.5 terpisah dengan horizon pada hanging wall yang digambarkan dengan garis putusputus. Oleh karena itu dapat diperkirakan bahwa sesar Rino_1 berupa sesar normal, dimana bagian hanging wall relatif turun terhadap bagian foot wall. 44

7 Gambar 5.5. Peta sesar yang memperlihatkan displacement horizon akibat sesar Rino_1. Garis tegas mewakili horizon foot wall dan garis putus-putus mewakili horizon hanging wall Penyebaran horizon dan marker sesar rino_2 Hasil analisis berupa peta bidang sesar Rino_2 dan horizon pada blok foot wall dan hanging wall memperlihatkan secara jelas offset horizon akibat sesar Rino_2. Horizon pada foot wall yang digambarkan dengan garis tegas pada gambar 5.6 terpisah dengan horizon pada hanging wall yang digambarkan dengan garis putusputus. Oleh karena itu dapat diperkirakan bahwa sesar Rino_2 berupa sesar normal, dimana bagian hanging wall relatif turun terhadap bagian foot wall dengan kemiringan kaearah baratlaut. 45

8 Gambar 5.6. Peta sesar yang memperlihatkan displacement horizon akibat sesar Rino_2. Garis tegas mewakili horizon foot wall dan garis putus-putus mewakili horizon hanging wall Peta penyebaran throw pada sesar rino_1 Langkah selanjutnya adalah menentukan throw sesar. Throw sesar dihitung dari perbedaan kedalaman horizon foot wall dan hanging wall di sepanjang bidang sesar (Yielding, 1999; Harris, 2002). Perbedaan kedalaman tersebut didapatkan dari perpotongan antara bidang sesar dengan horizon pada foot wall dan hanging wall (Harris 2002). Peta distribusi throw (gambar 5.7) memperlihatkan lebih jelas distribusi besar displacement vertikal horizon-horizon di daerah penelitian oleh sesar Rino_1 Pada peta distribusi throw tampak bahwa throw semakin besar (warna merah) ke bagian tengah sesar dan menurun (warna biru) ke bagian ujung sesar (fault tip) pada arah horisontal. Terlihat bahwa sesar Rino_1memiliki throw yang bervariasi, dimulai dari 0 ft hingga throw yang lebih besar dari 100ft. Pada bagian ujung sesar (timurlaut) umumnya memiliki throw yang kecil, dan throw bertambah besar pada bagian tengah sesar hingga mencapai throw yang lebih besar dari 100ft, kemudian throw menjadi lebih kecil pada ujung sesar bagian baratdaya. 46

9 Gambar 5.7. Peta sesar Rino_1 yang memperlihatkan distibusi throw pada bidang sesar yang menunjukkan besar throw semakin kecil ke arah ujung sesar (fault tip). Variasi displacement pada permukaan bidang sesar memperlihatkan pola maksimum pada tengah sesar dan menurun sampai 0 pada fault tip. Walsh dan Watterson (1989). Hal yang sama dijumpai pada sesar Rino_1. Throw sesar Rino_1 memperlihatkan pola maximum di tengah dan menurun ke arah fault tip. Profil throw terhadap jarak jejak sesar yang diukur dari ujung bagian timurlaut sesar (fault-trace distance) dari empat horizon (gambar 5.8) memperlihatkan bahwa throw maksimum sesar Rino_1 sebesar 220feet terletak pada fault trace distance 2200m. Throw ini semakin menurun ke arah ujung sesar (fault tip). 47

10 Gambar 5.8. Plot throw terhadap jarak jejak sesar (fault trace distance) yang memperlihatkandistribusi displacement enam horizon di sepanjang Sesar Rino_1. Throw yang paling besar terdapat pada horizon Tbc yaitu sekitar 220 feet Peta penyebaran throw pada sesar rino_2 Pada peta distribusi throw (gambar 5.9) tampak bahwa sesar rino_2 memiliki throw yang besar (warna hijau) ke bagian tengah sesar dan menurun (warna biru) ke bagian ujung sesar (fault tip) pada arah horisontal. Sesar Rino_2 memiliki throw yang bervariasi, dimulai dari 0 ft hingga throw yang lebih keci dari 70ft. Pada bagian ujung sesar (timurlaut) umumnya memiliki throw yang kecil berkisar antara 0-40ft, dan throw bertambah besar pada bagian tengah sesar berkisar antara 40-70ft, kemudian throw menjadi lebih kecil pada ujung sesar bagian baratdaya yang berkisar antara 0-40ft. 48

11 Gambar 5.9. Peta sesar Rino_2 yang memperlihatkan distibusi throw pada bidang sesar yang menunjukkan besar throw semakin kecil ke arah ujung sesar (fault tip). Profil throw terhadap jarak jejak sesar yang diukur dari ujung bagian timurlaut sesar (fault-trace distance) dari empat horizon (gambar 5.10) memperlihatkan bahwa throw maksimum sesar Rino_2 sebesar 70feet terletak pada fault trace distance 200m dari ujung sesar bagian timurlaut. Throw ini semakin menurun ke arah ujung sesar (fault tip). 49

12 Gambar Plot throw terhadap jarak jejak sesar (fault trace distance) yang memperlihatkandistribusi displacement enam horizon di sepanjang Sesar Rino_2. Throw yang paling besar terdapat pada horizon Tbc yaitu sekitar 70 feet Peta penyebaran V-shale pada sesar rino_1 Peta distribusi kandungan serpih (Gambar 5.11) yang dihasilkan pada Sesar Rino_1 memperlihatkan nilai Vsh rata rata yang cukup tinggi baik pada blok foot wall maupun hanging wall. Penyebabnya dikarenakan litologi yang dominan pada daerah penelitian adalah batulempung, kemudian batupasir yang ada memiliki ketebalan yang tipis (± 100ft) dengan nilai GR pada batupasir tidak terlalu menunjukkan defleksi yang signifikan, sehingga perbandingan kurva GR untuk batupasir tidak berbeda jauh dengan batulempung. 50

13 Peta isometrik Vsh pada blok foot wall dan hanging wall pada hampir semua lapisan batuan menunjukkan nilai Vsh yang lebih besar dari 0.4, kecuali pada lapisan batupasir Ba-1, Ba-2, Ba-3, Ba-4, Bb, Bc-1, yang memiliki nilai Vsh yang lebih kecil sama dengan 0.4. Kemungkinan untuk keenam reservoar tersebut akan memberikan sifat bocor (leaking). Lapisan batupasir T-5 memiliki nilai rata-rata Vsh berkisar antara , hal ini dikarenakan karakter batupasir pada unit Telisa ini berupa batupasir yang bersifat lempungan. Berdasarkan plot diagram Vsh dengan frekuensi, sesar Rino_2 memiliki frekuensi yang besar untuk nilai Vsh besar dari 0.85, hal ini menunjukkan bahwa pada sesar Rino_1 memiliki lapisan batulempung yang cukup tebal. Plot diagram Vsh dan frekuensi diperoleh nilai rata rata Vsh baik pada blok foot wall maupun blok hanging wall tidak jauh berbeda, yaitu berkisar 0.4 (Gambar 5.11). 51

14 52

15 Gambar Peta distribusi Vsh yang memperlihatkan kandungan serpih pada tiap blok dan plot Vsh terhadap frekuensi pada blok foot wall dan blok hanging wall Peta penyebaran V-shale pada sesar rino_2 Peta Vsh pada blok foot wall dan hanging wall sesar rino_2 menunjukkan nilai Vsh pada batupasir Ba-1 mamiliki nilai Vsh yang lebih kecil dari 0.4, begitu juga pada lapisan batupasir Ba-2, Ba-3, Ba-4, Bb, Bc-1, yang memiliki nilai Vsh yang lebih kecil sama dengan 0.4. Kemungkinan untuk keenam reservoar tersebut akan memberikan sifat bocor (leaking). Lapisan batupasir T-5 memiliki nilai rata-rata Vsh berkisar antara , hal ini dikarenakan karakter batupasir pada unit Telisa ini berupa batupasir yang bersifat lempungan. Berdasarkan plot diagram Vsh dengan frekuensi (Gambar 5.12), sesar Rino_2 memiliki frekuensi yang besar untuk nilai Vsh besar dari 0.1 hingga 0.3, diperkirakan kisaran Vsh 0.1 hingga 0.3 terdapat pada lapisan reservoar Ba-1, Ba-2, Ba-3, Ba-4, Bb, Bc-1. Frekuensi besar juga berkisar pada harga Vsh 0.85, baik pada blok foot wall maupun blok hanging wall, kisaran Vsh 0.85 diperkirakan terdapat pada lapisan batulempung yang memisahkan masingmasing reservoar utama dan hal ini menunjukkan bahwa pada sesar Rino_2 memiliki lapisan batulempung yang cukup tebal. 53

16 54

17 Gambar Peta distribusi Vsh yang memperlihatkan kandungan serpih pada tiap blok dan plot Vsh terhadap frekuensi pada blok foot wall dan blok hanging wall. 55

18 5.5.7 Analisa kuantitatif Laporan Tugas Akhir Watts (1987) membagi sifat seal suatu sesar, yaitu juxtaposition fault seal dan fault seal sensu stricto. Juxtaposition fault seal adalah sealing akibat bertemunya batuan reservoar dengan batuan non-reservoar. Fault seal sensu stricto adalah sealing akibat terbentuknya material yang memiliki kapasitas sealing yang besar akibat deformasi yang terjadi didalam zona sesar Analisa kesejajaran litologi sesar rino_1 Hasil analisis ini adalah peta peta distribusi throw sesar, dan peta Allan (Downey, 1984; Allan, 1989) atau peta reservoar juxtaposition (Yielding 1997). Peta Allan secara jelas memperlihatkan bagian dari sesar dimana reservoar berpotensi saling berkomunikasi (Harris, 2002). Sifat sealing dapat terjadi karena terjadinya juxtaposition reservoar dan non-reservoar (Smith 1980; Watts 1987). Sebaliknya juxtaposition reservoar dengan reservoar akan memberikan kemungkinan sifat leaking pada sesar. Analisis sealing sesar akibat juxtaposition reservoar dengan non reservoar dapat langsung dilakukan pada peta reservoar juxtaposition. Juxtaposition fault seal terjadi pada daerah sesar dimana reservoar tidak berkomunikasi dengan reservoar. Juxtaposition fault seal dikontrol oleh throw, tebal reservoar dan non-reservoar. Knot (1993) melakukan analisis statistik terhadap 184 sesar di daerah Laut Utara yang memperlihatkan bahwa sesar dengan throw lebih besar dari tebal Kelompok Brent memiliki kemungkinan lebih dari 90% untuk bersifat sealing dimana seal yang terjadi merupakan juxtaposition fault seal. Semakin besar throw suatu sesar, maka konektivitas antar reservoir akan semakin kecil (gambar 5.13). 56

19 Gambar Plot throw terhadap konektivitas yang memperlihatkan pengaruh throw sesar terhadap konektivitas batuan. Throw sesar Rino_1 di sekitar reservoar lain masih lebih kecil dari tebal reservoar reservoar tersebut sehingga memungkinkan terjadinya selfjuxtaposition. Self juxtaposition pada umumnya terdapat pada bagian ujung sesar yang memiliki throw yang relatif kecil antara lain batupasir T5, A1, A2, A3, A4, Bb dan C1. Throw sesar pun umumnya masih lebih kecil dari tebal lapisan serpih yang memisahkan reservoar-reservoar tersebut sehingga memungkinkan terjadinya juxtaposition reservoar dengan reservoar lainnya. Diagram konektivitas (Knipe, 1997) sesar Rino_1 pada gambar dapat lebih jelas memperlihatkan pengaruh throw sesar yang terlibat terhadap konektivitas reservoar. Throw sesar Rino_1 memiliki nilai maksimum (220feet) di tengah sesar dan semakin menurun ke arah fault tip. Dengan melihat daerah yang dibatasi oleh throw sama dengan 0 dan 220feet dapat terlihat bahwa reservoar di daerah penelitian akan mengalami self-juxtaposition terutama pada bagian fault tip. Semakin ke tengah sesar, reservoar berpotensi mengalami juxtaposition dengan reservoar lain, sehingga dapat membantu mengetahui bagian dari sesar yang bersifat sealing dimana reservoar kontak dengan non reservoar dan daerah yang berpotensi memiliki sifat leaking dimana reservoar kontak dengan reservoar. 57

20 Peta reservoar juxtaposition untuk Sesar Rino_1 (gambar 5.14) memperlihatkan bagian dari sesar Rino_1 yang menyebabkan reservoar berhadapan dengan reservoar (berwarna merah) dan non-reservoar berhadapan dengan batuan lain (berwarna oranye). Sesar Rino_1 menyebabkan hanya sebagian kecil dari reservoar Batupasir A1 pada foot wall yang berkomunikasi dengan reservoar Batupasir A1 pada hanging wall. Reservoar lain mengalami hal yang sama yaitu batupasir A2, A3, A4, Bb dan C1 (ditunjukkan oleh Notasi A1/A1), Batupasir A2 (A2/A2), Batupasir A3 (A3/A3), Batupasir A4 (A4/A4), Batupasir Bb (Bb/Bb) dan Batupasir C1 (C1/C1). Komunikasi ini terjadi pada bagian bagian ujung timurlaut dan baratdaya sesar. Sementara juxtaposition reservoar antara unit batupasir A pada blok foot wall dengan unit batupasir A pada blok hanging wall yang ditunjukkan dengan notasi A2/A1, A3/A1, A4/A1, A3/A2, A4/A2, A4/A3, yang terjadi pada jarak 200 sampai 800m dari bagian tenggara sesar dan pada jarak 200 hingga 800m dari bagian baratdaya sesar. Juxtaposition reservoar antara unit Batupasir A dengan Batupasir Bb dan C1, yang ditunjukkan dengan notasi B/A1, B/A2, B/A3, B/A4, C1/A1, C1/A2, C1/A3, C1/A4, umumnya terjadi pada bagian tengah sesar dikarenakan throw yang besar pada bagian tengah sesar. Juxtaposition reservoar antara Batupasir Bb dengan Batupasir C1 hanya terjadi pada sebagian kecil bidang sesar, yang ditunjukkan dengan notasi C1/B. Juxtaposition fault seal umumnya terjadi pada sebagian kecil batu pasir A1, A2, A3 dan A4 pada bagian hanging wall yang mengalami yang berkomunikasi dengan lapisan shale yang tebal antara batupasir A4 dengan batupasir B. 58

21 Gambar 5.14 Peta Sesar Rino_2 yang memperlihatkan kesejajaran litologi. Warna merah merupakan daerah batupasir berhadapan dengan batupasir, warna kuning merupakan daerah batupasir lempungan berhadapan dengan batuan yang sama, warna hitam merupakan daerah non-reservoar berhadapan dengan batuan lain Analisa kesejajaran litologi sesar rino_2 Self juxtaposition umumnya terdapat pada bagian ujung sesar yang memiliki throw yang relatif kecil antara lain batupasir T5, A1, A2, A3, A4, Bb dan C1. Throw sesar Rino_2 memiliki nilai maksimum (700feet) di tengah sesar dan semakin menurun ke arah fault tip. Dengan melihat daerah yang dibatasi oleh throw sama dengan 0 dan 70feet dapat terlihat bahwa reservoar di daerah penelitian akan mengalami self-juxtaposition terutama pada bagian fault tip. Semakin ke tengah sesar, reservoar berpotensi mengalami juxtaposition dengan reservoar lain, sehingga dapat membantu mengetahui bagian dari sesar yang bersifat sealing dimana reservoar kontak dengan non reservoar dan daerah yang berpotensi memiliki sifat leaking dimana reservoar kontak dengan reservoar. Sesar Rino_2 menyebabkan hanya sebagian kecil dari reservoar Batupasir A1 pada foot wall yang berkomunikasi dengan reservoar Batupasir A1 pada hanging wall. Reservoar lain mengalami hal yang sama yaitu batupasir A2, A3, A4, Bb dan C1 (ditunjukkan oleh Notasi A1/A1), Batupasir A2 (A2/A2), Batupasir A3 (A3/A3), 59

22 Batupasir A4 (A4/A4), Batupasir Bb (Bb/Bb) dan Batupasir C1 (C1/C1). Komunikasi ini terjadi pada bagian bagian ujung timurlaut dan baratdaya sesar. Sementara juxtaposition reservoar antara unit batupasir A dengan unit batupasir A terjadi pada bagian tengah sesar. Juxtaposition antara unit batupasir A dengan batupasir Bb hanya terjadi pada batupasir A3 dan A4 dengan batupasir Bb sedangkan btupasir A1 dan A2 tidak mengalami Juxtaposition dengan batupasir Bb, hal ini dikarenakan pada sesar rino_2 memiliki throw yang kecil. Diagram konektivitas (Knipe, 1997) sesar Rino_2 pada gambar dapat lebih jelas memperlihatkan pengaruh throw sesar yang terlibat terhadap konektivitas reservoar. Gambar Plot throw terhadap konektivitas yang memperlihatkan pengaruh throw sesar terhadap konektivitas batuan. 60

23 Gambar 5.16 Peta sesar Rino_2 yang memperlihatkan kesejajaran litologi. Warna merah merupakan daerah batupasir berhadapan dengan batupasir, warna kuning merupakan daerah batupasir lempungan berhadapan dengan batuan yang sama, warna hitam merupakan daerah non-reservoar berhadapan dengan batuan lain Analisa sekatan sesar dengan metoda SGR Perhitungan SGR SGR pada dasarnya merupakan estimasi kandungan material lempung pada zona sesar dengan didasari asumsi bahwa material dalam zona sesar merupakan campuran dari batuan samping yang masuk ke dalam zona sesar. SGR dihitung dengan persamaan (Yielding dkk, 1997) : dimana adalah Vsh adalah kandungan serpih, ΔZ adalah tebal lapisan reservoar maupun non reservoar yang dilalui sesar dan throw adalah besar pergerakkan vertikal sesar. Nilai SGR menunjukkan persentase kandungan serpih dalam zona sesar. Nilai SGR berkisar antara 0 sampai 100%. Semakin kecil nilai SGR, sesar cenderung semakin leaking dan semakin besar nilai SGR, sesar cenderung semakin sealing. 61

24 Hasil studi Yielding dkk (1997) pada batuan silisiklastik di beberapa lapangan dunia menghasilkan batas SGR 10-20% untuk kapasitas sealing sesar Peta distribusi SGR pada bidang sesar rino_1. Distribusi nilai SGR pada daerah juxtaposition reservoar-reservoar (gambar 5.17) memperlihatkan kisaran harga antara 10% sampai 100%. Nilai SGR pada daerah self juxtaposition sekitar %. Pada daerah juxtaposition batupasir A1 pada bagian hanging wall yang bertemu batupasir A2 pada bagian foot wall (notasi A2/A1) memiliki nilai SGR yang berkisar antara 20% hingga 30%, juxtaposition batupasir A2 pada bagian hanging wall yang bertemu batupasir A3 pada bagian foot wall (notasi A3/A2) dan batupasir A3 pada bagian hanging wall yang bertemu dengan batupasir A4 pada bagian foot wall (notasi A4/A3) memiliki nilai SGR yang berkisar antara 20% hingga 30%. Pada juxtaposition antara batupasir A1 (hanging wall) dan batupasir A3 (foootwall) dan juxtaposition antara batupasir A2 (hanging wall) dan batupasir A4 (foot wall) dan juxtaposition antara batupasir A1 (hanging wall) dan batupasir A4 (foot wall) memiliki nilai SGR yang sama, yaitu berkisar antara 30%- 50%. Pada bagian tengah sesar nilai SGR meningkat menjadi lebih besar dari 50%, yang terjadi pada daerah juxtaposition antara batupasir A1 (hanging wall) dan batupasir Bb (foot wall) dan juxtaposition antara batupasir A2 (hanging wall) dan batupasir Bb (foot wall) dan juxtaposition antara batupasir A3 (hanging wall) dan batupasir Bb (foot wall) dan juxtaposition antara batupasir A4 (hanging wall) dan batupasir Bb (foot wall) dan juxtaposition antara batupasir A1 (hanging wall) dan batupasir C1 (foot wall) dan juxtaposition antara batupasir A2 (hanging wall) dan batupasir C1 (foot wall) dan juxtaposition antara batupasir A3 (hanging wall) dan batupasir C1 (foot wall) dan juxtaposition antara batupasir A4 (hanging wall) dan batupasir C1 (foot wall) dan juxtaposition antara batupasir Bb (hanging wall) dan batupasir C1 (foot wall). Hal ini disebabkan karena besar nilai throw yang lebih besar dari 150 ft dan tebalnya lapisan shale diantara batupasir Bb dan batupasir C1 yang mencapai 50ft, sehingga mengakibatkan besar kemungkinan material shale tergerus oleh bidang sesar dan menyebabkan tingginya nilai SGR pada zona tersebut. 62

25 Gambar Peta sesar Rino_1 yang memperlihatkan distribusi SGR di daerah juxtaposition reservoar dengan reservoar pada Sesar Rino_ Peta distribusi SGR pada bidang sesar rino_2 Distribusi nilai SGR pada daerah juxtaposition reservoar-reservoar (gambar 5.18) memperlihatkan kisaran harga antara 15% hingga lebih besar dari 50%. Nilai SGR pada daerah self juxtaposition batupasir A1, A2, A3, A4, Bb dan C1 berkisar antara 15-20%. Pada daerah juxtaposition batupasir A1 pada bagian hanging wall yang bertemu batupasir A2 pada bagian foot wall (notasi A2/A1) memiliki nilai SGR yang berkisar antara 20% hingga 30%, juxtaposition batupasir A2 pada bagian hanging wall yang bertemu batupasir A3 pada bagian foot wall (notasi A3/A2) dan batupasir A3 pada bagian hanging wall yang bertemu dengan batupasir A4 pada bagian foot wall (notasi A4/A3) memiliki nilai SGR yang berkisar antara 20% hingga 30%. Pada juxtaposition antara batupasir A1 (hanging wall) dan batupasir A3 (foootwall) dan juxtaposition antara batupasir A2 (hanging wall) dan batupasir A4 (foot wall) memiliki nilai SGR yang sama, yaitu berkisar antara 30%-50%. Nilai SGR meningkat menjadi lebih besar dari 50%, yang terjadi pada daerah juxtaposition antara batupasir A3 (hanging wall) dan batupasir Bb (foot wall) dan juxtaposition 63

26 antara batupasir A4 (hanging wall) dan batupasir Bb (foot wall) dan juxtaposition antara batupasir Bb (hanging wall) dan batupasir C1 (foot wall). Hal ini disebabkan karena besarnya nilai throw dan tebalnya lapisan shale diantara batupasir Bb dan batupasir C1 yang mencapai 50ft, sehingga mengakibatkan besar kemungkinan material shale tergerus oleh bidang sesar dan menyebabkan tingginya nilai SGR pada zona tersebut. Gambar Peta sesar Rino_2 yang memperlihatkan distribusi SGR di daerah juxtaposition reservoar dengan reservoar pada Sesar Rino_ Kalibrasi SGR dengan beda tekanan reservoar. Salah satu tujuan utama dari analisa sekatan sesar adalah penentuan nilai SGR pada daerah penelitian. Hasil dari perhitungan SGR bisa dikalibrasikan denagn menggunakan data geologi yang ada seperti data oil-water contact, gas-water contact, RFT atau data sejarah produksi. Tekanan reservoar pada blok hanging wall dan foot wall dibandingkan untuk kalibrasi nilai SGR. Data tekanan reservoar pada kedua blok tersebut dapat menunjukkan ada atau tidaknya komunikasi fluida antar blok. Komunikasi fluida antara blok hanging wall dan foot wall direfleksikan oleh besar tekanan reservoar 64

27 yang sama untuk kedalaman yang sama, dengan kata lain tidak ada perbedaan tekanan anatar blok hanging wall dan foot wall pada kedalaman yang sama, sebaliknya fluida pada blok hanging wall dan foot wall tidak berkomunikasi ditunjukkan oleh adanya perbedaan tekanan pada blok hanging wall dan foot wall pada kedalaman yang sama. Data tekanan yang umum digunakan adalah data Repeat Formation Tester (RFT) (Yielding, 1997; Yielding, 1999). Namun demikian, pada lapangan ini, kita lebih memfokuskan dalam penggunaan data RFT untuk mengevaluasi perbedaan tekanan diantara blok sesar Kalibrasi SGR dengan beda tekanan reservoar pada sesar rino_1. Jika diamati dari data sumur yang berseberangan letaknya terhadap sesar Rino_1, dengan melakukan ekstrapolasi terhadap plot data tekanan terhadap kedalaman dari masing-masing data tekanan yaitu pada sumur 22 (foot wall) dan sumur 21 (hanging wall). Berikut data tekanan pada blok foot wall dan hanging wall. Sumur 22 (foot wall) Pengambilan data Unit Kedalaman (feet) Tekanan 27/04/2001 T A A A B C Sumur 21(hanging wall) Pengambilan data Unit Kedalaman (feet) Tekanan 9/02/2002 T T A A A B Tabel 5.1. Nilai tekanan terhadap kedalaman tertentu pada dua buah sumur 65

28 Gambar Peta beda tekanan reservoar pada sesar Rino_2 yang memperlihatkan distribusi perbedaan tekanan pada reservoar bertemu reservoar. Perbedaan tekanan pada juxtaposition reservoar-reservoar (gambar 5.19), terlihat bahwa reservoar T-5 pada bagian hanging wall bertemu dengan reservoar unit Bekasap A pada bagian foot wall yang terdiri dari batupasir A1,A2,A3 memiliki perbedaan tekanan yang cukup besar, yaitu lebih besar dari 600 psi. Pada batupasir bekasap B pada bagian foot wall bertemu dengan batupasir A1 pada bagian hanging wall memiliki perbedaan tekanan 618 psi, batupasir bekasp B dengan batupasir A2 memiliki perbedaan tekanan sebesar 350 psi dan dengan batupasir A3 memiliki perbedaan tekanan sebesar 300 psi. Pada batupasir bekasap C bagian foot wall bertemu dengan batupasir A1 memiliki perbedaan tekanan sebesar 402 psi, dengan batupasir A2 memiliki perbedaan tekanan sebesar 670 psi dan dengan batupasir A3 memiliki perbedaan tekanan sebesar 720 psi. Berdasarkan plot SGR dan data tekanan terlihat bahwa perbedaan tekanan lebih besar dari 200psi pada nilai sgr lebih besar dari 40%. Hal ini tidaklah merupakan harga mutlak untuk menentukan batas sealing dari sesar, karena sesar 66

29 Rino_1 hanya memiliki 2 buah sumur yang memiliki data tekanan, oleh karena itu perlu adanya penambahan sumur dengan data tekanan untuk daerah ini. Gambar Diagram beda tekanan terhadap sgr pada sesar rino_1 secara empiris memperlihatkan SGR 40% mulai menunjukkan kapasitas seal. Studi fault seal dengan metoda SGR pada beberapa daerah dengan litologi perselingan batupasir dan serpih umumnya memberikan nilai SGR 20% sebagai batas sealing. Fristad dkk (1997) op.cit Harris (2002), Yielding (1997, 1999) dan mendapatkan batas sealing pada SGR sebesar 18-20%. Studi oleh Harris (2002) menghasilkan batas sealing pada SGR antara 20-30% Kalibrasi SGR dengan beda tekanan reservoar pada sesar rino_2. Berikut data tekanan pada sumur 18 yang mewakili bagian foot wall dan sumur 20 yang mewakili bagian hanging wall Sumur 18 (foot wall) 67

30 Pengambilan data Unit Kedalaman (feet) Tekanan 29/06/2002 T A A B Sumur 20(hanging wall) Pengambilan data Unit Kedalaman (feet) Tekanan 04/01/2002 A A B C Tabel 5.2. Nilai tekanan terhadap kedalaman tertentu pada dua buah sumur Gambar Peta beda tekanan reservoar pada sesar Rino_2 yang memperlihatkan distribusi perbedaan tekanan pada reservoar bertemu reservoar. Perbedaan tekanan juxtaposition reservoar-reservoar pada sesar rino_2 (gambar 5.21), terlihat bahwa batupasir A2 pada bagian hanging wall bertemu dengan 68

31 batupasir A3 pada bagian foot wall memiliki perbedaan tekanan sebesar 84 psi. Pada batupasir bekasap B pada bagian foot wall bertemu dengan batupasir A3 pada bagian hanging wall memiliki perbedaan tekanan 213 psi. Berdasarkan plot data tekanan dan SGR sesar Rino_2 memiliki beda tekanan yang besar dari 200psi pada nilai SGR 20%. Gambar Diagram beda tekanan terhadap SGR pada sesar rino_2 secara empiris memperlihatkan SGR 20% sudah mulai menunjukkan kapasitas seal. 69

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR Dalam pembahasan kali ini, penulis mencoba menganalisis suatu prospek terdapatnya hidrokarbon ditinjau dari kondisi struktur di sekitar daerah tersebut. Struktur yang menjadi

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah.

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kondisi perminyakan dunia saat ini sangat memperhatinkan khususnya di Indonesia. Dengan keterbatasan lahan eksplorasi baru dan kondisi sumur-sumur tua yang telah melewati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kebutuhan minyak bumi di Indonesia terutama untuk kebutuhan industri semakin meningkat. Namun meningkatnya kebutuhan akan minyak bumi tersebut tidak diiringi

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK BAB IV INTERPRETASI SEISMIK Analisa dan interpretasi struktur dengan menggunakan data seismik pada dasarnya adalah menginterpretasi keberadaan struktur sesar pada penampang seismik dengan menggunakan bantuan

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah. BAB III TEORI DASAR

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah. BAB III TEORI DASAR BAB III TEORI DASAR 3.1 INTERPRETASI PENAMPANG SEISMIK 3.1.1 Metoda seismik Prinsip dasar metoda seismik adalah perambatan energi gelombang seismik yang ditimbulkan oleh sumber getaran di permukaan bumi

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS KARAKETERISASI ZONA PATAHAN

BAB IV. ANALISIS KARAKETERISASI ZONA PATAHAN BAB IV. ANALISIS KARAKETERISASI ZONA PATAHAN IV.1. Kapasitas Seal Pada Zona Patán Analisis karakter sifat zona patahan yang dilakukan dalam penelitian ini pada hakikatnya terdiri atas beberapa tahapan

Lebih terperinci

BAB IV UNIT RESERVOIR

BAB IV UNIT RESERVOIR BAB IV UNIT RESERVOIR 4.1. Batasan Zona Reservoir Dengan Non-Reservoir Batasan yang dipakai untuk menentukan zona reservoir adalah perpotongan (cross over) antara kurva Log Bulk Density (RHOB) dengan Log

Lebih terperinci

BAB III. PEMROSESAN DATA DAN HASIL

BAB III. PEMROSESAN DATA DAN HASIL BAB III. PEMROSESAN DATA DAN HASIL III.1. Data Log Talikawat (Wireline log) Data log yang telah diproses berupa kurva gamma ray, neutron dan density. Log gamma ray digunakan untuk perhitungan volume serpih

Lebih terperinci

4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian

4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, digunakan 8 sumur, yaitu KRN-01, JT-04, JT-03, ADL-01, YN-05, YN-02, KML-02, dan KEM-01,

Lebih terperinci

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada BAB V INTERPRETASI DATA V.1. Penentuan Litologi Langkah awal yang dilakukan pada penelitian ini adalah menentukan litologi batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada dibawah

Lebih terperinci

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I BAB IV RESERVOIR KUJUNG I Studi geologi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui geometri dan potensi reservoir, meliputi interpretasi lingkungan pengendapan dan perhitungan serta pemodelan tiga dimensi

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR III.1 ANALISIS DATA SUMUR DAN SEISMIK Analisis data sumur dilakukan dengan menginterpretasikan log pada sumur sumur di daerah penelitian untuk menentukan marker. Dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan minyak dan gas bumi sebagai sumber daya bahan baku konsumsi kegiatan manusia sehari-hari masih belum dapat tergantikan dengan teknologi maupun sumber daya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi sifat-sifat litologi dan fisika dari batuan reservoar, sehingga dapat dikarakterisasi dan kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai batas bawah sampai Intra GUF sebagai batas atas, pada Lapangan Izzati. Adapun

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

Bab III Pengolahan dan Analisis Data Bab III Pengolahan dan Analisis Data Dalam bab pengolahan dan analisis data akan diuraikan berbagai hal yang dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian yang ditetapkan. Data yang diolah dan dianalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan R merupakan bagian dari kompleks gas bagian Selatan Natuna yang terbentuk akibat proses inversi yang terjadi pada Miosen Akhir hingga Pliosen Awal

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. V.1 Penentuan Zona Reservoar dan Zona Produksi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. V.1 Penentuan Zona Reservoar dan Zona Produksi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN V.1 Penentuan Zona Reservoar dan Zona Produksi Penentuan zona reservoir dilakukan dengan menggunakan cutoff volume serpih (VSH) dan porositas efektif (PHIE) pada zona target.

Lebih terperinci

BAB IV METODE DAN PENELITIAN

BAB IV METODE DAN PENELITIAN 40 BAB IV METODE DAN PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Lapangan T, berada di Sub-Cekungan bagian Selatan, Cekungan Jawa Timur, yang merupakan daerah operasi Kangean

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Peta Lokasi Lapangan Duri dan daerah Penelitian (tanpa skala)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Peta Lokasi Lapangan Duri dan daerah Penelitian (tanpa skala) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lapangan Minyak Duri merupakan salah satu lapangan minyak yang menerapkan sistem injeksi uap sebagai metode eksploitasi kandungan minyak berat terbesar di

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN RESERVOAR

BAB IV PEMODELAN RESERVOAR BAB IV PEMODELAN RESERVOAR Daerah penelitian, Lapangan Yapin, merupakan lapangan yang sudah dikembangkan. Salah satu masalah yang harus dipecahkan dalam pengembangan lapangan adalah mendefinisikan geometri

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Stratigrafi Daerah Penelitian Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari beberapa formasi yang telah dijelaskan sebelumnya pada stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah.

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI ... (1)

BAB III DASAR TEORI ... (1) BAB III DASAR TEORI Dalam bab ini, penulis akan memaparkan secara singkat teori-teori dasar yang digunakan didalam penelitian. Dasar Teori terdiri dari konsep wireline log, konsep dasar seismik, konsep

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv. SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv. SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL...xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi

Lebih terperinci

Rani Widiastuti Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut t Teknologi Sepuluh hnopember Surabaya 2010

Rani Widiastuti Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut t Teknologi Sepuluh hnopember Surabaya 2010 PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN HIDROKARBON LAPANGAN KYRANI FORMASI CIBULAKAN ATAS CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA DENGAN METODE VOLUMETRIK Rani Widiastuti 1105 100 034 Jurusan Fisika Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori 1 BAB I PENDAHALUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mencari lapangan-lapangan baru yang dapat berpotensi menghasilkan minyak dan atau

Lebih terperinci

Analisis dan Pembahasan

Analisis dan Pembahasan Bab V Analisis dan Pembahasan V.1 Analisis Peta Struktur Waktu Dari Gambar V.3 memperlihatkan 2 closure struktur tinggian dan rendahan yang diantara keduanya dibatasi oleh kontur-kontur yang rapat. Disini

Lebih terperinci

Bab IV Analisis Data. IV.1 Data Gaya Berat

Bab IV Analisis Data. IV.1 Data Gaya Berat 41 Bab IV Analisis Data IV.1 Data Gaya Berat Peta gaya berat yang digabungkan dengn penampang-penampang seismik di daerah penelitian (Gambar IV.1) menunjukkan kecenderungan topografi batuan dasar pada

Lebih terperinci

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki Fasies Pengendapan Reservoir Z Berdasarkan komposisi dan susunan litofasies, maka unit reservoir Z merupakan fasies tidal

Lebih terperinci

BAB III GEOMETRI DAN KARAKTERISASI UNIT RESERVOIR

BAB III GEOMETRI DAN KARAKTERISASI UNIT RESERVOIR BAB III GEOMETRI DAN KARAKTERISASI UNIT RESERVOIR III.1. Analisis Biostratigrafi Pada penelitian ini, analisis biostratigrafi dilakukan oleh PT Geoservices berdasarkan data yang diambil dari sumur PL-01

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurunnya angka produksi minyak dan gas bumi dewasa ini memberikan konsekuensi yang cukup besar bagi kehidupan masyarakat. Kebutuhan akan sumber daya minyak dan gas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar

Lebih terperinci

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri.

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri. Dari hasil perhitungan strain terdapat sedikit perbedaan antara penampang yang dipengaruhi oleh sesar ramp-flat-ramp dan penampang yang hanya dipengaruhi oleh sesar normal listrik. Tabel IV.2 memperlihatkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii SARI... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik mengenai geologi terutama mengenai sifat/karakteristik suatu reservoir sangat penting dalam tahapan eksploitasi suatu

Lebih terperinci

Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18).

Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18). Gambar 3.17 Grafik silang antara porositas inti bor dan porositas log densitas. Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Data 4.1.1 Data Seismik Penelitian ini menggunakan data seismik Pre Stack Time Migration (PSTM) CDP Gather 3D. Penelitian dibatasi dari inline 870 sampai 1050, crossline

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Pendahuluan Analisis tektonostratigrafi dan pola sedimentasi interval Formasi Talang Akar dan Baturaja dilakukan dengan mengintegrasikan data geologi dan data geofisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Tarakan terletak di timur laut Kalimantan. Cekungan ini terdiri. dari 4 Subcekungan, yaitu Tidung, Tarakan, Berau dan

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Tarakan terletak di timur laut Kalimantan. Cekungan ini terdiri. dari 4 Subcekungan, yaitu Tidung, Tarakan, Berau dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Tarakan terletak di timur laut Kalimantan. Cekungan ini terdiri dari 4 Subcekungan, yaitu Tidung, Tarakan, Berau dan Muara. Penelitian dilakukan pada Lapangan

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI. 3.1 Dasar Seismik

BAB III DASAR TEORI. 3.1 Dasar Seismik BAB III DASAR TEORI 3.1 Dasar Seismik 3.1.1 Pendahuluan Metode seismik adalah metode pemetaan struktur geologi bawah permukaan dengan menggunakan energi gelombang akustik yang diinjeksikan ke dalam bumi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Data Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non Preserve. Data sumur acuan yang digunakan untuk inversi adalah sumur

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS GEOMETRI DAN KUALITAS RESERVOIR

BAB III ANALISIS GEOMETRI DAN KUALITAS RESERVOIR BAB III ANALISIS GEOMETRI DAN KUALITAS RESERVOIR 3.1 Metodologi Penelitian Analisis geometri dan kualitas reservoir dilakukan untuk memberikan informasi geologi yang realistis dari suatu reservoir. Informasi

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR

BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR Pemodelan petrofisika reservoir meliputi pemodelan Vshale dan porositas. Pendekatan geostatistik terutama analisis variogram, simulasi sekuensial berbasis grid (Sequential

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berjalannya waktu jumlah cadangan migas yang ada tentu akan semakin berkurang, oleh sebab itu metoda eksplorasi yang efisien dan efektif perlu dilakukan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber energi utama yang sangat penting dan berpengaruh pada kehidupan manusia. Dengan meningkatnya kebutuhan akan minyak dan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pemahaman yang baik terhadap geologi bawah permukaan dari suatu lapangan minyak menjadi suatu hal yang penting dalam perencanaan strategi pengembangan lapangan tersebut.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan penghasil minyak bumi yang pontensial di Indonesia. Cekungan ini telah dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia selama

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

Bab III Pengolahan dan Analisis Data Bab III Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data telah dilakukan mengikuti diagram alir umum seperti Gambar III.1. Studi kelayakan dan pembuatan SGRID dilakukan secara bersamaan karena terdapat bagian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penerapan Cadzow Filtering Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan meningkatkan strength tras seismik yang dapat dilakukan setelah koreksi NMO

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iv PERNYATAAN... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Kiprah dan perjalanan PT. Chevron Pacific Indonesia yang telah cukup lama ini secara perlahan diikuti oleh penurunan produksi minyak dan semakin kecilnya

Lebih terperinci

BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal)

BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal) BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI 4.1 Tektonostratigrafi 4.1.1 Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal) Berdasarkan penampang seismik yang sudah didatarkan pada horizon

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Data 3.1.1 Data Seismik Data yang dimiliki adalah data seismik hasil migrasi post stack 3-D pada skala waktu / time dari Lapangan X dengan polaritas normal, fasa nol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BAB I - Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. BAB I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan Terbang ditemukan pertama kali di tahun 1971 dan mulai berproduksi di tahun 1976. Sebagian besar produksi lapangan ini menghasilkan minyak jenis

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISASI DAN APLIKASI

BAB V KARAKTERISASI DAN APLIKASI BAB V KARAKTERISASI DAN APLIKASI V. Kurva Fractional flow History matching dilakukan terhadap data produksi aktual dibandingkan dengan data produksi hasil perhitungan. History matching ini menggunakan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang mengambil judul Interpretasi Reservoar Menggunakan. Seismik Multiatribut Linear Regresion

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang mengambil judul Interpretasi Reservoar Menggunakan. Seismik Multiatribut Linear Regresion 1 IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang mengambil judul Interpretasi Reservoar Menggunakan Seismik Multiatribut Linear Regresion Pada Lapngan Pams Formasi Talangakar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah OCO terdapat pada Sub-Cekungan Jatibarang yang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara yang sudah terbukti menghasilkan hidrokarbon di Indonesia. Formasi

Lebih terperinci

IV.5. Interpretasi Paleogeografi Sub-Cekungan Aman Utara Menggunakan Dekomposisi Spektral dan Ekstraksi Atribut Seismik

IV.5. Interpretasi Paleogeografi Sub-Cekungan Aman Utara Menggunakan Dekomposisi Spektral dan Ekstraksi Atribut Seismik persiapan data, analisis awal (observasi, reconnaissance) untuk mencari zone of interest (zona menarik), penentuan parameter dekomposisi spektral yang tetap berdasarkan analisis awal, pemrosesan dekomposisi

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan Data

Bab III Pengolahan Data S U U S Gambar 3.15. Contoh interpretasi patahan dan horizon batas atas dan bawah Interval Main pada penampang berarah timurlaut-barat daya. Warna hijau muda merupakan batas atas dan warna ungu tua merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisa konektivitas reservoir atau RCA (Reservoir Connectivity Analysis)

BAB I PENDAHULUAN. Analisa konektivitas reservoir atau RCA (Reservoir Connectivity Analysis) 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Analisa konektivitas reservoir atau RCA (Reservoir Connectivity Analysis) merupakan metode yang baru mulai dipublikasikan pada tahun 2005 (Vrolijk, 2005). Metode

Lebih terperinci

BAB V ANALISA. dapat memisahkan litologi dan atau kandungan fluida pada daerah target.

BAB V ANALISA. dapat memisahkan litologi dan atau kandungan fluida pada daerah target. BAB V ANALISA 5.1 Analisa Data Sumur Analisis sensitifitas sumur dilakukan dengan cara membuat krosplot antara dua buah log dalam sistem kartesian sumbu koordinat x dan y. Dari plot ini kita dapat memisahkan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C

BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C 4.1. Analisis Litofasies dan Fasies Sedimentasi 4.1.1. Analisis Litofasies berdasarkan Data Batuan inti Litofasies adalah suatu tubuh batuan

Lebih terperinci

BLIND TEST WELL MATCH COLOUR LOG - SEISMIC

BLIND TEST WELL MATCH COLOUR LOG - SEISMIC N BLIND TEST WELL MATCH COLOUR LOG - SEISMIC Gambar 5.11 Penampang Lambda Rho berarah timur laut-barat daya (kiri ke kanan) yang melewati sumur ES-191, ES-188 dan sumur validasi (blind well) ES-211. Warna

Lebih terperinci

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram BAB 4 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 4.1. Interpretasi Stratigrafi 4.1.1. Interpretasi Stratigrafi daerah Seram Daerah Seram termasuk pada bagian selatan Kepala Burung yang dibatasi oleh MOKA di bagian utara,

Lebih terperinci

BAB IV MODEL GEOLOGI DAN DISTRIBUSI REKAHAN

BAB IV MODEL GEOLOGI DAN DISTRIBUSI REKAHAN BAB IV MODEL GEOLOGI DAN DISTRIBUSI REKAHAN IV.1 Model Geologi Model geologi daerah penelitian dibuat berdasarkan data sumur, peta geologi permukaan terdahulu, dan kegempaan mikro. Untuk data lithologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peningkatan kebutuhan energi di dunia akan minyak dan gas bumi sebagai bahan bakar fosil yang utama cenderung meningkat seiring dengan perubahan waktu. Kebutuhan dunia

Lebih terperinci

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS V. INTERPRETASI DAN ANALISIS 5.1.Penentuan Jenis Sesar Dengan Metode Gradien Interpretasi struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali gayaberat akan memberikan hasil yang beragam. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR Pemodelan reservoir berguna untuk memberikan informasi geologi dalam kaitannya dengan data-data produksi. Studi geologi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui geometri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Area Mahakam Selatan merupakan area lepas pantai yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. Area Mahakam Selatan merupakan area lepas pantai yang berada di BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Area Mahakam Selatan merupakan area lepas pantai yang berada di sebelah tenggara Provinsi Kalimantan Timur. Secara geologi, Area Mahakam Selatan merupakan bagian dari

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 8km

BAB I Pendahuluan. 8km BAB I Pendahuluan I.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dengan luas sekitar 72 km 2 berada di Lapangan Duri bagian Utara, Kabupaten Bengkalis, Riau, Sumatera, Indonesia (Gambar I.1). 8km 9km Gambar I.1

Lebih terperinci

Estimasi Porositas pada Reservoir KarbonatMenggunakan Multi Atribut Seismik

Estimasi Porositas pada Reservoir KarbonatMenggunakan Multi Atribut Seismik Estimasi Porositas pada Reservoir KarbonatMenggunakan Multi Atribut Seismik Bambang Hari Mei 1), Eka Husni Hayati 1) 1) Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika FMIPA Unhas bambang_harimei2004@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 3 ANALSIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN DAN EVALUASI FORMASI RESERVOIR FORMASI BANGKO B

BAB 3 ANALSIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN DAN EVALUASI FORMASI RESERVOIR FORMASI BANGKO B BAB 3 ANALSIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN DAN EVALUASI FORMASI RESERVOIR FORMASI BANGKO B Untuk melakukan analisis lingkungan pengendapan suatu reservoir dibutuhkan data batuan inti (core) dan juga melihat

Lebih terperinci

Gambar 3.21 Peta Lintasan Penampang

Gambar 3.21 Peta Lintasan Penampang Gambar 3.21 Peta Lintasan Penampang Korelasi tahap awal dilakukan pada setiap sumur di daerah penelitian yang meliputi interval Formasi Daram-Waripi Bawah. Korelasi pada tahap ini sangat penting untuk

Lebih terperinci

BAB V INVERSI ATRIBUT AVO

BAB V INVERSI ATRIBUT AVO BAB V INVERSI ATRIBUT AVO V.1 Flow Chart Inversi Atribut AVO Gambar 5.1 Flow Chart Inversi Atribut AVO 63 V.2 Input Data Penelitian Dalam penelitian tugas akhir ini digunakan beberapa data sebagai input,

Lebih terperinci

Data dan Analisis Ketidakpastiannya

Data dan Analisis Ketidakpastiannya Bab III Data dan Analisis Ketidakpastiannya Penelitian-penelitian geologi, geofisika dan petrofisika telah dilakukan dilapangan Batang. Beberapa penelitian yang mendukung untuk dilakukannya pemodelan reservoar

Lebih terperinci

Rani Widiastuti 1, Syamsu Yudha 2, Bagus Jaya Santosa 3

Rani Widiastuti 1, Syamsu Yudha 2, Bagus Jaya Santosa 3 PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN HIDROKARBON LAPANGAN KYRANI FORMASI CIBULAKAN ATAS CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA DENGAN METODE VOLUMETRIK Rani Widiastuti 1, Syamsu Yudha 2, Bagus Jaya Santosa

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI 5.1. Analisis Litologi dari Crossplot Formasi Bekasap yang merupakan target dari penelitian ini sebagian besar tersusun oleh litologi sand dan shale, dengan sedikit konglomerat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu kegiatan pengumpulan data bawah permukaan pada kegiatan pengeboran sumur minyak dan atau gas bumi baik untuk sumur eksplorasi maupun untuk sumur

Lebih terperinci

Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40.

Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40. Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40. 4.1.4 Sesar Anjak Cisaar 1 Gejala sesar ini dijumpai pada Sungai Cisaar pada lokasi CS 40, CS 41, CS 4, CS 2, dan CS 10. Kehadiran sesar ini ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER Tahapan pengolahan data gaya berat pada daerah Luwuk, Sulawesi Tengah dapat ditunjukkan dalam diagram alir (Gambar 4.1). Tahapan pertama yang dilakukan adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penalaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah deduksi dengan mengacu pada konsep-konsep dasar analisis geologi yang diasumsikan benar dan konsep-konsep seismik

Lebih terperinci

Klasifikasi Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density

Klasifikasi Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-127 Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density Ismail Zaky Alfatih, Dwa Desa Warnana, dan

Lebih terperinci

Porositas Efektif

Porositas Efektif Gambar 4.2.3. Histogram frekuensi porositas total seluruh sumur. 4.2.3. Porositas Efektif Porositas efektif adalah porositas total yang tidak terisi oleh shale. Porositas efektif ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perminyakan adalah salah satu industri strategis yang memegang peranan sangat penting saat ini, karena merupakan penyuplai terbesar bagi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Kutai merupakan cekungan Tersier terbesar dan terdalam di Indonesia bagian barat, dengan luas area 60.000 km 2 dan ketebalan penampang mencapai 14 km. Cekungan

Lebih terperinci

Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral Dalam Interpretasi Paleogeografi Daerah Penelitian

Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral Dalam Interpretasi Paleogeografi Daerah Penelitian Bab IV Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral Dalam Interpretasi Paleogeografi Daerah Penelitian Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral dalam interpretasi paleogeografi di daerah penelitian dilakukan setelah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Gambar 1.1

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Gambar 1.1 I.1. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lapangan Reira telah diproduksi sejak 30 tahun yang lalu. Hingga saat ini telah lebih dari 90 sumur diproduksi di Reira. Pada awal masa eksploitasi, sumursumur

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1. Geologi Regional. Pulau Tarakan, secara geografis terletak sekitar 240 km arah Utara Timur Laut dari Balikpapan. Secara geologis pulau ini terletak di bagian

Lebih terperinci

RANGGA MASDAR FAHRIZAL FISIKA FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011

RANGGA MASDAR FAHRIZAL FISIKA FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011 ANALISA SIFAT FISIS RESERVOIR BATUGAMPING ZONA TARGET BRF MENGGUNAKAN METODE SEISMIK INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK DAN MULTI ATRIBUT (STUDI KASUS LAPANGAN M#) RANGGA MASDAR FAHRIZAL 1106 100 001 FISIKA FMIPA

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR. Gambar 5. Pengambilan Conventinal Core utuh dalam suatu pemboran... Gambar 6. Pengambilan Side Wall Core dengan menggunakan Gun...

DAFTAR GAMBAR. Gambar 5. Pengambilan Conventinal Core utuh dalam suatu pemboran... Gambar 6. Pengambilan Side Wall Core dengan menggunakan Gun... DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kontribusi berbagai cabang disiplin ilmu dalam kegiatan eksplorasi (Peadar Mc Kevitt, 2004)... Gambar 2. Peta Lokasi Struktur DNF... Gambar 3. Batas batas Struktur DNF dari

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching

BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching Penampang hasil pengolahan dengan perangkat lunak Ipi2win pada line 08 memperlihatkan adanya struktur antiklin. Struktur ini memiliki besar tahanan jenis

Lebih terperinci

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk menafsirkan perkembangan cekungan. Perlu diingat bahwa

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. menjelaskan karakter reservoar secara kualitatif dan atau kuantitatif menggunakan

III. TEORI DASAR. menjelaskan karakter reservoar secara kualitatif dan atau kuantitatif menggunakan III. TEORI DASAR 3.1 Karakterisasi Reservoar Analisis / karakteristik reservoar seismik didefinisikan sebagai sutau proses untuk menjelaskan karakter reservoar secara kualitatif dan atau kuantitatif menggunakan

Lebih terperinci