BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009, maka diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan untuk

dokumen-dokumen yang mirip
Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB I PENDAHULUAN. infeksi tersebut. Menurut definisi World Health Organization. (WHO, 2009), Healthcare Associated Infections (HAIs)

BAB I PENDAHULUAN. kualitas mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga pasien merupakan pihak yang mempunyai hak untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir,

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

swasta dan dari jumlah pasien 254 pasien yang beresiko (9,1) terjadi di rumah sakit ABRI (Depkes RI, 2004). Salah satu strategi pencegahan dan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan semakin meningkat. Istilah infeksi nosokomial diperluas

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mata, dan infeksi kulit. Umumnya penyakit tersebut terjadi pada anak-anak dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang selalu bertambah setiap tahunnya. Salah satu jenis infeksi tersebut adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien.

LAPORAN KEPATUHAN HAND HYGIENE RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA BULAN JANUARI - MARET 2015

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI PUSKESMAS KALIBARU KULON

BAB 1 PENDAHULUAN. dibentuk oleh Kepala Rumah Sakit (Depkes RI, 2007). Menurut WHO (World

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial atau yang sekarang dikenal dengan Healthcare Associated

BAB I PENDAHULUAN. Healthcare-Associated Infections (HAIs) atau biasa disebut infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh, hal ini

Kepatuhan 5 Momen Hand Hygiene Pada Petugas di Laboratorium Klinik Cito Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Di dalam rumah sakit pula terdapat suatu upaya

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan. kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Healthcare Associated Infections (HAIs) telah banyak terjadi baik di

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah setiap tahunnya (Mores et al., 2014). Infeksi nosokomial adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman modernisasi seperti sekarang ini Rumah Sakit harus mampu

BAB I PENDAHULUAN. maka pada tahun 1976 Join Commission on Acreditation of Health Care

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki

PENGETAHUAN DAN PENERAPAN FIVE MOMENTS CUCI TANGAN PERAWAT DI RSUD SUKOHARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil

BAB I PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi dirumah sakit salah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Nosokomial, yang saat ini disebut sebagai. dengan jumlah pasien dari jumlah pasien berisiko 160.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014

HUBUNGAN SUPERVISI KEPALA RUANG DENGAN PENERAPAN HAND HYGIENE DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Era perdagangan bebas dan globalisasi telah meluas di seluruh kawasan

BAB I PENDAHULUAN. pasien lain dan dari lingkungan yang tercemar kepada pasien. Hand hygiene

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini perhatian terhadap infeksi nosokomial di sejumlah rumah sakit di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sakit. Infeksi nosokomial/hospital acquired infection (HAI) adalah infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. termasuk di dalamnya Co Ass ( mahasiswa program pendidikan profesi dokter

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG

RSCM KEWASPADAAN. Oleh : KOMITE PPIRS RSCM

BAB I PENDAHULUAN. dapat terjadi adalah Healthcare-associated Infection (HAIs). HAIs

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat. lantai makanan dan benda-benda peralatan medik sehingga dapat

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Terhadap Kepatuhan Melakukan Cuci Tangan dengan Metode Hand Wash

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB I PENDAHULUAN. (World Health Organization (WHO), 2011). Menurut survei di Inggris,

PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN INFEKSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (World

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. oleh tenaga kesehatan melalui program-program yang telah ditetapkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan

KERANGKA ACUAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI RSIA ANUGRAH KUBURAYA

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dalam rangka mencapai tujuan Bangsa Indonesia. yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perhatian terhadap infeksi daerah luka operasi di sejumlah rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

Kepatuhan Cuci Tangan 5 Momen di Unit Perawatan Intensif

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan berbagai multi

ARTIKEL PENELITIAN. Hj.Evi Risa Mariana 1, Zainab², H.Syaifullah Kholik³ ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi disebut juga patogen

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan akan tercapai

BAB I PENDAHULUAN. dari spesimen-spesimen yang diperiksa. Petugas laboratorium merupakan orang

Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya angka infeksi atau Healthcare Associated Infections (HAIs) di rumah

BAB I PENDAHULUAN. serta pengobatan penyakit banyak digunakan alat-alat ataupun benda-benda

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Healthcare Acquired Infections (HAIs)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW. keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

BAB I PENDAHULUAN. kadang-kadang mengakibatkan kematian pada pasien dan kerugian keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. obat-obatan dan logistik lainnya. Dampak negatif dapat berupa kecelakaan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pada era globalisasi ini masyarakat cenderung menuntut pelayanan kesehatan yang bermutu. Sebagai wujud pengamalan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, maka diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat. Selain sebagai sarana untuk meningkatkan kesehatan, fasilitas kesehatan juga berpotensi sebagai sarana penyebaran infeksi. Infeksi merupakan suatu keadaan ditemukan adanya mikroorganisme, disertai respon imunologik dengan atau tanpa disertai gejala klinik. Penyakit infeksi tertentu dapat berpindah dari satu orang keorang yang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung yang disebut dengan penyakit menular atau infeksius (Depkes, 2009). Perkembangan di bidang kesehatan menyebabkan pelayanan kesehatan tidak hanya dilakukan di rumah sakit melainkan dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan lainnya seperti balai pengobatan, laboratorium klinik, puskesmas sampai perawatan home care. Mengingat asal mula infeksi yang tidak hanya didapatkan di rumah sakit, istilah infeksi nosokomial diperluas dengan istilah Healthcare-Associated Infections (HAIs).! 1

2 Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat inap. Prevalensi HAIs diperkirakan 1,4 juta di seluruh dunia. Hal ini menyebabkan 50.000 kematian yang disebabkannya dan 2 juta morbiditas disebabkan oleh HAIs di negara-negara maju setiap tahunnya, serta menghasilkan tambahan 14 hari tinggal di rumah sakit dan tambahan biaya tahunan kesehatan (Lau Chun Ling, 2012). Angka kejadian HAIs di Indonesia belum diketahui jumlahnya, namun terdapat data dari beberapa negara di dunia seperti United Kingdom (UK) menunjukkan sekitar 300.000 pasien terkena HAIs, dan sekitar 5.000 orang diantaranya meninggal dikarenakan infeksi tersebut. HAIs menyebabkan lenght of stay (LOS), mortalitas dan biaya perawatan meningkat. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada 7 juta orang yang terkena HAIs terdapat peningkatan biaya perawatan sebesar 80 milyar dolar Amerika (Keevil, 2011). Data mengenai infeksi yang diperoleh menunjukkan bahwa infeksi merupakan suatu penyakit yang berbahaya, hal ini disebabkan karena mikroorganisme pada fasilitas pelayanan kesehatan lebih berbahaya bila dibandingkan dengan mikroorganisme di luar fasilitas pelayanan kesehatan. Adanya resistensi mikroorganisme menyebabkan mikroorganisme penyebab infeksi pada fasilitas pelayanan kesehatan menjadi lebih berpotensi untuk menyebabkan kematian. Proses terjadinya infeksi bergantung pada interaksi antara kerentanan host, agen infeksi serta cara penularan. Salah satu strategi

3 pencegahan dan pengendalian infeksi adalah dengan memutus rantai penularan. Cara tersebut adalah cara yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung pada ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2009). Centers for Disease Control and Prevention (CDC) merancang kewaspadaan baku sebagai salah satu usaha pengendalian infeksi. Hand hygiene merupakan salah satu unsur kewaspadaan baku yang merupakan tindakan paling penting dalam pencegahan kontaminasi silang dari orang ke orang atau benda terkontaminasi ke orang. Hand hygiene sendiri terdiri dari handwash atau cuci tangan dan handrub atau membersihkan tangan dengan alkohol antiseptik. Badan kesehatan dunia WHO memiliki Prosedur Operasional Standar (POS) hand hygiene yang didalamnya terdiri dari 6 langkah hand hygiene. Pelaksanaan hand hygiene yang lebih baik diperkirakan dapat mencegah sekitar 15% dan 30% dari kejadian HAIs. Langkah sederhana namun efektif dalam melindungi pasien dari kejadian infeksi adalah cuci tangan (Williams C, 2009). Pendapat Kollef HM dan Fraser JV (2001) yang dikutip dalam tulisan Karabay dkk. (2005) juga menyebutkan bahwa hal yang dianggap sebagai hal paling penting, paling murah dan paling efektif untuk pengukuran kontrol infeksi dalam rangka pencegahan transmisi horizontal bakteri patogen yang menjadi penyebab infeksi nosokomial adalah hand hygiene. Kemudian Larson dalam Pitted (2000) mengidentifikasi bahwa ada hubungan yang

4 signifikan antara kebersihan tangan dan jumlah koloni bakteri yang di isolasi sebelum dan sesudah membersihkan tangan. Jumlah sebelum mencuci tangan 4,88 X 10 4 CFUs, tetapi setelah mencuci tangan jumlahnya berkurang menjadi 1,64 X 10 4 CFUs. WHO juga mencanangkan program Global Patient Safety Challenge sejak tahun 2005 sebagai sebuah komitmen global dalam upaya menurunkan angka HAIs (Whitby et al, 2007). Pada tahun 2009, WHO Patient Safety kembali mencanangkan Save Lives : Clean Your Hands sebagai program lanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan fokus pelaksanaan hand hygiene pada pelayanan kesehatan di seluruh dunia (Sax et al, 2009), dimana dicetuskan tentang 5 momen hand hygiene untuk petugas kesehatan, yaitu melakukan hand hygiene sebelum bersentuhan dengan pasien, sebelum melakukan prosedur bersih dan steril, setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien, setelah bersentuhan dengan pasien, dan setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien. Petugas kesehatan mempunyai peran besar dalam rantai transmisi infeksi ini (WHO, 2006 dalam Suryoputri, 2011). Akan tetapi kepatuhan hand hygiene seringkali kurang optimal. Petugas kesehatan seringkali mencuci tangan hanya sebelum dan sesudah menangani pasien saja. Penelitian yang dilakukan pada 40 rumah sakit yang melaporkan bahwa kepatuhan tenaga kesehatan yang melakukan hand hygiene sebelum dan setelah ke pasien bervariasi antara 24% sampai 89% (rata-rata 56,6%). Penelitian ini dilakukan setelah dipromosikannya program WHO dalam pengendalian infeksi seperti

5 tersebut di atas (Larson, 2007). Menurut data Riset Kesehatan Dasar (2007), prevalensi nasional berperilaku benar dalam cuci tangan adalah 23,2%. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa hand hygiene petugas sangat berpengaruh pada penyebaran HAIs. Masih rendahnya tingkat kepatuhan hand hygiene di kalangan petugas kesehatan dapat menyebabkan tingginya penyebaran HAIs. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyuluhan mengenai pentingnya hand hygiene petugas terhadap kesehatan pasien. Salah satu penyuluhan hand hygiene kepada petugas adalah melalui media cetak poster. Poster merupakan salah satu media cetak yang dapat menyampaikan pesan penyuluhan dalam menyampaikan informasi mengenai hand hygiene. Menurut Notoatmodjo (2007), kelebihan poster ini antara lain tahan lama, mencakup banyak orang, biaya rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak memerlukan listrik, mempermudah pemahaman dan dapat meningkatkan gairah belajar. Dari penelitian yang pernah dilakukan, kepatuhan cuci tangan pada perawat yang bekerja di unit perawatan intensif dengan fasilitas cuci tangan lengkap, dan sebelum penelitian para perawat diberikan edukasi tentang prosedur cuci tangan yang benar. Angka kepatuhan petugas kesehatan meningkat dari 46% sebelum diberi edukasi menjadi 77% (Jamaluddin, 2012). Salah satu edukasi hand hygiene kepada petugas kesehatan selain dengan poster adalah melalui pelatihan. Pelatihan adalah serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap individu (Shimokura, 2006). Beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian intervensi dengan metode pelatihan dapat

6 meningkatkan kepatuhan dalam pelaksanaan hand hygiene di rumah sakit. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kate Stenske (2013), pelatihan hand hygiene memberikan peningkatan yang signifikan pada kepatuhan pelaksanaan hand hygiene oleh staff rumah sakit dari 11 21% menjadi 36 54% setelah dilakukan intervensi, yang kemudian menetap menjadi 32 54% dalam periode follow up. Namun ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan untuk melaksanakan pelatihan yang berkontinuitas yaitu waktu luang petugas kesehatan yang tidak mengganggu waktu kerja. Salah satu cara untuk memberikan pelatihan yang berkontinuitas tanpa mengganggu waktu khusus yaitu dengan melakukan pelatihan dengan metode simulasi. Simulasi adalah salah satu metode pelatihan yang memperagakan sesuatu dalam bentuk tiruan yang mirip dengan keadaan sebenarnya. Simulasi hand hygiene merupakan salah satu jenis metode pelatihan dengan memperagakan 6 langkah mencuci tangan yang benar pada 5 momen penting hand hygiene. Dengan adanya poster, pelatihan hand hygiene, dan simulasi hand hygiene diharapkan kepatuhan petugas dalam kepatuhan hand hygiene menjadi meningkat. Laboratorium Klinik Cito sebagai salah satu fasilitas kesehatan yang ada di Indonesia berupaya terus-menerus untuk tetap menjaga mutu pelayanan laboratorium. Hal itu dilakukan demi mewujudkan akurasi dan presisi hasil yang baik, serta meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan. Dengan visi menjadi Laboratorium Klinik terbaik dalam kualitas diagnosis dan pelayanan, dan misi membangun usaha pelayanan Laboratorium Klinik

7 terlengkap dan berkualitas yang didukung oleh sumber daya manusia bermutu dan teknologi tinggi. Hal ini tentunya juga berlaku pada keselamatan pasien di Laboratorium Klinik Cito Yogyakarta yang mana tidak luput dari risiko untuk terjadinya infeksi. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Laboratorium Klinik Cito Yogyakarta yang merupakan tempat penelitian ini, didapatkan hasil dari 5 momen indikasi hand hygiene petugas hanya sering melakukan hand hygiene pada saat setelah kontak dengan pasien saja baru dilaksanakannya hand hygiene, serta langkah-langkah pelaksanaannya tidak sesuai dengan prosedur, dimana tidak ada petugas yang melakukan 6 langkah hand hygiene dengan benar, sehingga dibutuhkan cara untuk meningkatkan kepatuhan tersebut yakni melalui peyuluhan dengan menggunakan poster, pelatihan, dan simulasi hand hygiene. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk penelitian dengan judul "Kepatuhan 5 Momen Hand Hygiene pada Petugas di Laboratorium Klinik Cito Yogyakarta (Action Research)". B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini merumuskan masalah yaitu : Bagaimanakah kepatuhan 5 momen petugas di Laboratorium Klinik Cito Yogyakarta dalam melakukan hand hygiene?

8 C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui kepatuhan 5 momen petugas di Laboratorium Klinik Cito dalam melakukan hand hygiene. 2. Tujuan Khusus a. Untuk menganalisis bagaimanakah kepatuhan 5 momen hand hygiene petugas di Laboratorium Klinik Cito Yogyakarta sebelum dan sesudah dilakukannya intervensi dengan poster, pelatihan, dan simulasi hand hygiene. b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan 5 momen hand hygiene di Laboratorium Klinik Cito Yogyakarta c. Untuk mengetahui dan memberikan rekomendasi untuk meningkatkan kepatuhan 5 momen hand hygiene pada petugas di Laboratorium Klinik Cito Yogyakarta. D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan memberi manfaat kepada : 1. Bagi Pendidikan Dapat digunakan sebagai acuan dan wawasan bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan khususnya yang berhubungan dengan perilaku kepatuhan hand hygiene pada petugas kesehatan.

9 2. Bagi Petugas Kesehatan Dapat mengukur seberapa besar kepatuhan para petugas kesehatan dalam melakukan hand hygiene, sehingga dengan hasil kepatuhan tersebut tentunya akan dapat digunakan untuk meningkatkan mutu pelayanan petugas kesehatan yang ada di Laboratorium Klinik Cito Yogyakarta. 2. Bagi Laboratorium Klinik Cito Yogyakarta Dapat memberikan informasi dalam menerapkan prosedur hand hygiene untuk mencegah dan menurunkan terjadinya infeksi dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan dan patient safety di Laboratorium Klinik Cito Yogyakarta serta memberikan rekomendasi untuk meningkatkan kepatuhan 5 momen hand hygiene pada petugas di Laboratorium Klinik Cito Yogyakarta. 4. Bagi Penelitian Selanjutnya Dapat menjadi referensi dan bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan kepatuhan 5 momen hand hygiene.