Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak. terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor perkebunan sebagai bag ian dari. pengolahan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi nyata.

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sebagai bagian dari pembangunan nasionai, pembangunan subsektor. perkebunan diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pemerintah yang konsisten yang mendukung pembangunan pertanian. Sasaran pembangunan di sektor pertanian diarahkan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dianggap cukup representatif dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Latar Belakang Pembangunan bidang ekonomi, keseimbangan bidang pertanian dengan industri Pembangunan ekonomi berbasiskan kerakyatan; Pembangunan ekono

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

JENIS-JENIS DAN POLA KEMITRAAN USAHA OLEH : Anwar sanusi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam perekonomian

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

MANFAAT KEMITRAAN USAHA

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting. dalam pembangunan ekonomi, baik untuk jangka panjang maupun jangka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pembangunan sektor pertanian seyogyanya memperhatikan. komponen-komponen serta seluruh perangkat yang saling berkaitan

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

I. PENDAHULUAN. Karel merupakan salah salu komodilas perkebunan lerpenling. dalam perekonomian Indonesia dan merupakan komodilas sosial

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

I. PENDAHULUAN. Perubahan strategik dalam tatanan pemerintahan Indonesia diawali. dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TEKNIK KONVERSI KOPI ROBUSTA KE ARABIKA PADA LAHAN YANG SESUAI. Oleh Administrator Selasa, 02 April :00

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala

Peluang untuk Meningkatkan Produktivitas dan Profiabilitas Petani Kecil Kelapa Sawit di Kalimantan Tengah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab II. Rumusan dan Advokasi Arah Kebijakan Pertanian

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana

I. PENDAHULUAN. bermata pencaharian sebagai petani. Tercatat bahwa dari 38,29 juta orang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk kegiatan pertanian. Sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di sektor

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar pekerjaan utama

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa , , ,16

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil kajian pembangunan ekonomi di berbagai negara menunjukan bahwa terdapat mekanisme keterkaitan antara pembangunan pertanian dengan pembangunan industri dan jasa, sehingga stagnasi pembangunan pertanian akan menyebabkan terhambatnya pembangunan industri. Gambaran tersebut menunjukan bahwa sektor pertanian akan tetap penting dalam perekonomian (Kartasasmita, 1996) Dalam menyongsong era globalisasi melalui Iiberalisasi perdagangan, perlu dikaji tantangan dan masalah pembangunan pertanian antara lain dari sudut pandang nasional yang secara spesifik dikaitkan dengan sistem pertanian yang ada sekarang ini. Salah satu akar masalah dikemukakan oleh Kartasamita (1996) adalah : Dominannya pola usaha tani gurem. Tantangan yang dihadapi adalah dapat terciptanya sistem kelembagaan petani yang mampu menjamin petani memenuhi skala usaha yang efisien dalam menghasilkan produk-produk unggulan guna meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani. Pengembangan produk unggulan dapat dilaksanakan melalui serangkaian proses yang saling terkait dan membentuk suatu sistem agribisnis yang terdiri atas sub sistem produksi,

pengolahan dan pemasaran termasuk pengembangan jaringan agribisnisnya. Sub sektor Perkebunan sebagai bagian dari sektor Pertanian memberikan kontribusi di dalam pembangunan pertanian melalui berbagai proses kegiatan yang dititik beratkan kepada pengembangan usaha perkebunan agar dapat berlangsung, berkembang dan menghasilkan bahan ekspor sekaligus mampu berperan sebagai sumber pendapatan negara. Usaha pengembangan perkebunan dilakukan dengan 2 (dua) bentuk usaha yaitu Perkebunan Besar (PB) dan Perkebunan Rakyat (PR). Perkebunan Rakyat mendominasi total areal perkebunan di Indonesia yaitu 11,2 juta Ha (81%) sedangkan sisanya seluas 2,57 Ha (19%) merupakan Perkebunan Besar (Ditjenbun, 1997). Hal ini menunjukan bahwa perkebunan rakyat sangat penting mengingingat besamya proporsinya serta kepemilikan yang melibatkan sejumlah besar petani gurem. Perkebunan Rakyat diupayakan pengembangannya melalui pola pendekatan yang diharapkan mampu memecahkan permasalahan pokok di tempat yaitu melalui Pola Swadaya, Pola Unit Pelayanan Pengembangan (UPP) dan Pola Inti Rakyat (PIR). Pola Swadaya merupakan pola dimana petani melakukan usahataninya sendiri tanpa bantuan pihak kedua. Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) merupaka pola pelaksanaan pengembangan perkebunan dengan menggunakan Perkebunan Besar (PB) sebagai inti untuk membantu dan membimbing Perkebunan Rakyat (PR) disekitarnya sebagai plasma didalam suatu sistem kerjasama yang saling menguntungkan, utuh

dapat menjangkau pengembangan Perkebunan Rakyat khususnya pada wilayah-wilayah terpeneil (Ditjenbun, 1997) (Ditjenbun, 1997) Pelaksanaan pengembangan Perkebunan Rakyat melalui pola UPP secara garis besar adalah sebagai berikut : Pelaksanaan pembangunan kebun sampai dengan tanaman mulai menghasilkan menjadi tanggung jawab proyek pelaksana dengan mengikut sertakan petani didalam kegiatannya. Setelah itu kepemilikan dan tanggung jawab pengelolaan dialihkan sepenuhnya kepada petani melalui konversi kebun dan kredi!. Kredit yang diterima petani merupakan kredit jangka panjang yang harus dikembalikan pada tingkat suku bunga pasar sesuai dengan tingkat suku bunga S81. Penguasaan lahan perkebunan seluas 1 Ha sampai dengan 2 Ha per petani dikukuhkan dengan sertifikasi lahan. Memperhatikan pengembangan Perkebunan Rakyat melalui pola UPP tersebut, maka untuk dapat mempertahankan kelangsungan usahataninya dituntut terbentuk petani yang mandiri. Menyadari besarnya peranan Perkebunan Rakyat sebagai subhttp://www.mb.ipb.ac.id/ dan berkesinambungan. Pola UPP merupakan pola dimana petani mendapatkan paket bantuan pembangunan kebun dengan pendanaan hibah pada tahun penanaman dan kredit untuk usahataninya. Pengembangannya dilaksanakan oleh Proyek dengan menganut skala ekonomi, diharapkan

sistem produksi dalam pembangunan perkebunan secara utuh. keberadaan Perkebunan Rakyat perlu terus dikembangkan agar maju. efisien dan tangguh. Sejalan dengan itu maka strategi pembangunan dilaksanakan melalui pendekatan agribisnis yang berbasis pedesaan. (Badan Agribisnis. 1997). Untuk mwndukung agar sistem agribisnis perkebunan dapat berlangsung secara utuh serta dapat ditingkatkannya kemampuan berbagai pelaku agribisnis maka diperlukan kemitraan (Saragih. 1996). Proyek Pengembangan Perkebunan Rakyat Lahan Kering (P2RLK) merupakan salah satu langkah operasional pembangunan perkebunan dengan pendekatan pola UPP. Dalam usaha pencapaian tujuannya. yaitu meningkatkan tarat hidup petani yang berbasis kepada pertanian yang berkelanjutan, kegiatan pengembangan perkebunan diarahkan kepada terwujudnya kemitraan usaha antara petani peserta proyek dengan perusahaan agroindustri. Untuk itu proyek telah melakukan penjajagan kepada calon-calon mitra usaha serta mempersiapkan sumber daya manusia petani agar siap untuk melakukan kemitraan usaha. Keberhasilan pelaksanaan kemitraan petani dapat dicapai melalui kinerja yang baik, sedangkan kine~a yang baik didapatkan dari perencanaan yang baik.

B. Identifikasi Masalah Pembangunan agribisnis adalah kelanjutan, pengembangan, pendalaman dan perluasan pembangunan pertanian yang selama ini telah dilakukan. Kerjasama melalui kemitraan antara petani dengan pelaku agribisnis sub-sistem pengolahan dan pemasaran dapat meningkatkan nilai tambah baik dari segi pendapatan, kesinambungan usaha, peningkatan kualitas sumber daya manusia, peningkatan volume usaha, penyerapan tenaga kerja, jaminan bahan baku dan peningkatan daya saing (Badan Agribisnis, 1997). Selain itu kemitraan akan dapat meningkatkan kemampuan integrasi setiap sub-sistem menjadi suatu tatanan agribisnis perkebunan yang utuh (Saragih, 1996). Pola kemitraan harus dirancang untuk dapat mengakomodasi karakteristik spesifik komoditas, lokasi dan lingkungan bisnis. Secara umum pelaku agribisnis perkebunan terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu perusahaan besar dan petani kecil. Kedua kelompok tersebut mempunyai ciri khas masing-masing. Perusahaan besar umumnya menggunakan teknologi tinggi, modal besar, kemampuan manajemen yang baik serta akses yang tinggi terhadap informasi dan pasar. Sedangkan petani kecil umumnya dicirikan oleh keterbatasan sumber daya lahan, modal, sumber daya manusia serta masih menggunakan teknologi dan pengelolaan yang sederhana. Dilain pihak jumlah unit usaha dan luas lahan kumulatif petani kecil sangat besar dan berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber

bahan baku oleh perusahaan besar. Dengan dilandasi prinsip saling membutuhkan, saling menguntungkan dan saling memperkuat akan tercipta keseimbangan dan keselarasan antar pelaku kemitraan sehingga penerapan kemitraan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk dapat mencapai keseimbangan integrasi didalam kemitraan, maka petani sebagai pelaku salah satu sub-sistem agribisnis harus mampu mempersiapkan diri dalam hal sumber daya manusia, modal, serta kelembagaan yang mandiri, karena menurut Badan Agribisnis (1997), untuk mengoptimalkan manfaat pengembangan agribisnis, harus terlebih dahulu dipikirkan pembenahan dalam hal : a) perubahan pola pikir petani dari berorientasi produksi ke pola pikir bisnis, b) pengembangan fasilitas infrastruktur yang memadai, dan c) pengembangan kelembagaan finansial yang mampu berperan dalam memobilisasi dana serta memperlancar hubungannya dengan mitra usaha Dari indentifikasi di lapangan, terutama bagi petani di luar Pulau Jawa, tingkat pendidikan petani rata-rata relatif masih rendah, sedangkan minat petani terhadap usahataninya masih rendah karena mereka lebih benminat terhadap usaha yang cepat menghasilkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kondisi alam ataupun budaya setempat. Sebagai contoh petani di pedalaman Kalimantan Tengah lebih suka mencari hash hutan karena dilingkungannya masih berlimpah, sedangkan petani di Nusa Tenggara Timur lebih suka untuk

mendapatkan upah memelihara ternak milik ketua adat maupun orang kaya disekitarnya karena lingkungan budaya dan alamnya. Minat terhadap usahatani yang rendah menyebabkan kemampuan petani dalam teknologi dan manajemen usahatani menjadi rendah. Salah satu unsur penting untuk membentuk lembaga petani, terutama bagi kegiatan pemasarannya, adalah diperlukan modal usaha. Modal usaha tersebut relatif sulit didapatkan antara lain karena rendahnya kemampuan dan kemauan petani dalam pengelolaan lembaga. Tidak berdayanya lembaga petani menyebabkan petani melakukan kegiatan pemasaran hasilnya secara individu, sedangkan pasar yang mampu diakses petani adalah pedagang perantara yang merupakan kepanjangan rantai pemasaran pada lini yang kesekian. Dengan demikian harga yang diterima petani relatif rendah, pada hal posisi tawar menawar petani sangat lemah. Harga yang diterima petani tidak mencerminkan perhitungan Harga Pokok Produksi yang memperhitungkan Biaya Produksi, termasuk bunga pinjaman, depresiasi aset (kebun), tenaga produksi (pemeliharaan kebun dan panen) dan sepenuhnya hanya mengikuti harga pasar. Perbaikan kondisi tersebut diatas akan dapat meningkatkan motivasi petani dalam pengelolaan usaha taninya, karena harga dan posisi tawar menawar petani merupakan insentif dan reward bagi usahanya. Panjangnya rantai pemasaran yang dialami oleh petani antara lain disebabkan oleh jauh dan sulitnya jangkauan lokasi terhadap pihak pabrikan

sehingga menyebabkan mahalnya biaya transportasi apabila tidak dikelola secara efisien, disamping mempengaruhi kelancaran informasi baik pengetahuan, teknologi maupun harga Kerjasama melalui kemitraan usaha telah banyak ditempuh dalam usaha pengembangan perkebunan baik dengan pola Inti Plasma maupun Pola kontrak usahatani. Namun demikian pola tersebut banyak mengalami hambatan yang pada umumnya disebabkan oleh tidak konsistennya petani didalam memenuhi perjanjian penjualan hasil produksinya sebagai bahan baku karena masalah harga. Untuk dapat mencapai sasaran serta mempertahankan kelangsungan pengembangan perkebunan, maka perlu dikaji bentuk atau pola kerjasama yang paling tepat serta langkah-iangkah melalui perencanaan yang mantap dalam meningkatkan kinerja. Untuk melakuan kerjasama atau kemitraan, diperlukan kesiapan petani agar memenuhi kewajibannya secara konsisten. Dengan semua keterbatasan yang ada, maka perlu disusun suatu rencana kemitraan yang dapat memperbaiki kelemahan dengan mempergunakan kekuatan yang ada serta dapat mencapai tujuan kemitraan usaha yang telah ditetapkan.

C. Batasan Masalah Penlitian dilakukan hanya pada pemecahan masalah strategi dari sudut pandang pihak petani pekebun jambu mente sebagai pelaku agribisnis sub-sistem produksi saja. Namun demikian, analisis tidak mengabaikan kepentingan perusahaan mitra usaha sebagai pelaku agribisnis sub-sistem pengolahan/industri dan pemasaran. D. Rumusan Masalah Dari hasil identifikasi teori pelaksanaan kemitraan serta identifikasi di lapangan, dirumuskan permasalahan yang ditemui dan harus dipecahkan, yaitu : Petani belum siap untuk melakukan kemitraan usaha karena kualitas sumber daya manusia yang masih rendah, lembaga petani belum mandiri, rendahnya minat kepada usaha tani, posisi tawar menawar yang lemah dan lemahnya kemampuan pengelolaan modal petani. Pola kemitraan dirumuskan untuk dapat mengatasi masalahmasalah tersebut diatas. Agar dapat mencapai sasaran dan tujuannya, maka perlu disusun suatu konsep perencanaan kinerja kemitraan melalui strategi pengembangan pola kemitraan.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian dilakukan dengan tujuan: 1. Mendapatkan pemecahan masalah agar pengembangan Perkebunan Rakyat Pola UPP khususnya di Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat berlangsung secara berkelanjutan dan mencapai tujuan. 2. Menyusun strategi pengembangan polakemitraan 3. Menyusun Perencanaan Peningkatan Kine~a Kemitraan Petani Peserta Proyek Pola UPP. Penelitian diharapkan berguna bagi Direktorat Jenderal Perkebunan, khususnya Proyek Pengembangan Perkebunan Rakyat Lahan kering (P3RLK) sebagai bahan pertimbangan didalam mencari solusi alternatif dalam rangka usaha mencapai tujuan. F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ditujukan kepada petani peserta Proyek Pengembangan Perkebunan Rakyat Lahan Kering (P3RLK), khususnya bagi pemilik kebun Jambu Mete yang Telah Menghasilkan dengan melibatkan PT. Sekar Alam sebagai calon mitra usaha atau pabrikan. Lokasi penelitian adalah Kabupaten Sumba Timur Propinsi Nusa Tenggara Timur, sedangkan PT. Sekar Alam berlokasi di Jawa Timur.