1.1. LATAR BELAKANG. enjelaskan Latar Belakang Operation and Efficiency. Visi & Misi perusahaan dan peme

dokumen-dokumen yang mirip
INDEK KINERJA PEMBANGKIT OLEH : SANTOSO BUDI

BAB II PROSES BISNIS PT. INDONESIA POWER UBP KAMOJANG

SESSION 12 POWER PLANT OPERATION

STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG TRANSMISI TENAGA LISTRIK

Pratama Akbar Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS

Memahami sistem pembangkitan tenaga listrik sesuai dengan sumber energi yang tersedia

NOTULEN RAPAT RENCANA ALOKASI ENERGI FEBRUARI No HASIL RAPAT Ditindak lanjuti oleh 1 Informasi pengantar

Responden Seminar Tugas Akhir Jurusan Statistika FMIPA ITS 19 Surabaya, 25 Juni 2012

BAB I PENDAHULUAN. PT Pembangkitan Jawa Bali Unit Pembangkitan Gresik memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan

BAB III METODE STUDI SEKURITI SISTEM KETERSEDIAAN DAYA DKI JAKARTA & TANGERANG

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KONSENTRASI TEKNIK ELEKTRONIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA

NOTULEN RAPAT RENCANA ALOKASI ENERGI (RAE) SISTEM TENAGA LISTRIK SUMATERA BULAN MARET 2014

Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017

PRINSIP KONSERVASI ENERGI PADA TEKNOLOGI KONVERSI ENERGI. Ir. Parlindungan Marpaung HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI

PROSEDUR TETAP DEKLARASI KONDISI PEMBANGKIT DAN INDEKS KINERJA PEMBANGKIT. No. PLN/DKP-IKP/ JUNI 2007

V. Hasil 3.1 Proses yang sedang Berjalan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG

Generation Of Electricity

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pembangunan fisik PLTU ini dimulai sejak tahun 2001 (Lot I: Site Preparation).

DEKLARASI KONDISI PEMBANGKIT DAN INDEKS KINERJA PEMBANGKIT

Session 13 STEAM TURBINE OPERATION

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA

BAB III 1 METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Evaluasi Operasi Mingguan Sistem Tenaga Listrik Khatulistiwa Minggu ke-21 Periode Mei 2017

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI

Evaluasi Operasi Mingguan Sistem Tenaga Listrik Khatulistiwa Minggu ke-20 Periode Mei 2017

1. PENDAHULUAN PROSPEK PEMBANGKIT LISTRIK DAUR KOMBINASI GAS UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI ENERGI

ANALISIS PERHITUNGAN DAYA TURBIN YANG DIHASILKAN DAN EFISIENSI TURBIN UAP PADA UNIT 1 DAN UNIT 2 DI PT. INDONESIA POWER UBOH UJP BANTEN 3 LONTAR

BAB I PENDAHULUAN. ini, pemenuhan pelayanan berkualitas bagi perusahaan kemudian tidak jarang

BAB III METODE PENELITIAN. fenomena serta hubungan-hubunganya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah

BAB IV HASIL ANALISA

Dosen Pembimbing : Ir. Teguh Yuwono Ir. Syariffuddin M, M.Eng. Oleh : ADITASA PRATAMA NRP :

STUDI PADA PENGARUH FWH7 TERHADAP EFISIENSI DAN BIAYA KONSUMSI BAHAN BAKAR PLTU DENGAN PEMODELAN GATECYCLE

PENGARUH PENURUNAN VACUUM PADA SAAT BACKWASH CONDENSER TERHADAP HEAT RATE TURBIN DI PLTU

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Energi adalah salah satu kebutuhan yang paling mendasar bagi umat manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam prosesnya Pembangkit ListrikTenaga Uap menggunakan berbagai

MODUL 5A PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU)

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum pengambilan data dimulai, turbin gas dioperasikan sampai dengan

Evaluasi Operasi Mingguan Sistem Tenaga Listrik Khatulistiwa Minggu ke-6 Periode 3-9 Februari 2017

SISTEM TENAGA LISTRIK

Gambar 3.1 Sistem Tenaga Listrik Jawa Bali

Evaluasi Operasi Mingguan Sistem Tenaga Listrik Khatulistiwa Minggu ke-18 Periode 28 April 4 Mei 2017

GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN

Pengoperasian pltu. Simple, Inspiring, Performing,

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN. Start. Preventive Maintenance. Kelainan Temperatur. N Pembongkaran PHE. Y Perbaikan. Pencucian.

STEAM TURBINE. POWER PLANT 2 X 15 MW PT. Kawasan Industri Dumai

Data yang disajikan merupakan gabungan antara data PLN Holding dan Anak Perusahaan,

PROSEDUR PEMELIHARAAN PEMBANGKIT & PERALATAN PENDUKUNG

ANALISA EFISIENSI PERFORMA HRSG ( Heat Recovery Steam Generation ) PADA PLTGU. Bambang Setyoko * ) Abstracts

BAB II PROFIL PT PLN (PERSERO) KANTOR INDUK PEMBANGKITAN SUMATERA BAGIAN UTARA. A. Sejarah Ringkas PT PLN (Persero) Kantor Induk KITSBU

BAB III AMR (AUTOMATIC METER READING )

BAB III SISTEM PLTGU UBP TANJUNG PRIOK

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolan sumber daya manusia yang baik akan berdampak besar bagi

BAB IV GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK. PROSES SINKRON GENERATOR PADA PEMBANGKIT di PT. GEO DIPA ENERGI UNIT I DIENG

ANALISA HEAT RATE DENGAN VARIASI BEBAN PADA PLTU PAITON BARU (UNIT 9)

MODUL IV B PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA DIESEL

ANALISA HEAT RATE PADA TURBIN UAP BERDASARKAN PERFORMANCE TEST PLTU TANJUNG JATI B UNIT 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PENGOPERASIAN SPEED DROOP GOVERNOR SEBAGAI PENGATURAN FREKUENSI PADA SISTEM KELISTRIKAN PLTU GRESIK

GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG JASA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA LISTRIK

BAB I PENDAHULUAN. seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang

STUDI KELAYAKAN KUALITAS SISTEM KONTROL MAIN STEAM PADA BOILER MELALUI PENDEKATAN STATISTICAL CLUSTERING DI PLTU UNIT I PT. PJB UP.

Tenaga Uap (PLTU). Salah satu jenis pembangkit PLTU yang menjadi. pemerintah untuk mengatasi defisit energi listrik khususnya di Sumatera Utara.

Rencana Operasi Bulanan Sistem Tenaga Listrik Khatulistiwa Juni 2017

ISSN : NO

Permasalahan. - Kapasitas terpasang 7,10 MW - Daya mampu 4,92 MW - Beban puncak 31,75 MW - Defisit daya listrik 26,83 MW - BPP sebesar Rp. 1.

ANALISIS PENGARUH COMPRESSOR WASHING TERHADAP EFISIENSI KOMPRESOR DAN EFISIENSI THERMAL TURBIN GAS BLOK 1.1 PLTG UP MUARA TAWAR

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. bidang packaging, seperti membuat bungkusan dari suatu produk seperti, chiki,

Session 11 Interconnection System

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. 1 (2018), ( X Print) B 1

BAB III SPESIFIKASI TRANSFORMATOR DAN SWITCH GEAR

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS (PLTG)

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM. Pengujian dilakukan dengan menghubungkan Simulator Plant dengan

TES TERTULIS. 1. Terkait Undang-Undang RI No 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan Bab XI Pasal 2 apa kepanjangan dari K2 dan berikut tujuannya?

PERBANDINGAN BIAYA PEMBANGKITAN PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA

Rencana Operasi Bulanan Sistem Tenaga Listrik Khatulistiwa September 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penambahan unit pembangkit. (Zein dkk, 2008), (Subekti dkk, 2008) meneliti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

Gambar 1. 1 Pembagian Peran Asset Owner, Asset Manager dan Asset Operator (PT. PLN UPJB, 2014)

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

BAB II PROFIL UNIT PEMBANGKITAN MUARA KARANG

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya perindustrian di Indonesia menyebabkan peningkatan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses PLTU dibutuhkan fresh water yang di dapat dari proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Keandalan Pada Boiler PLTU dengan Menggunakan Metode Failure Mode Effect Analysis (FMEA)

Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure

BAB 1 PENDAHULUAN. Listrik merupakan salah satu sumber energi yang sangat dibutuhkan oleh

Transkripsi:

PT. PEMBANGKITAN NGKITAN JAWA BALI POWER PLANT ANT ACADEMY ACAD Operation and Efficiency ency Manag Management 1.1. LATAR BELAKANG TUJUAN PEMBELAJARAN ELAJARAN Mampu menjelaskan enjelaskan Latar Belakang Operation and Efficiency Management Dalam rangka gka mencapai menca Visi & Misi perusahaan dan peme pemenuhan terhadap Road Map dan Strategi S yang dijabarkan dalam Program Re Rencana Jangka Panjang ng Perusah Perusahaan (RJPP) dan Rencana Kerja Ang Anggaran Perusahaan (RKAP) yang di d bagi menjadi beberapa stream. Pembahasan n berikut ini in menitikberatkan pada Operation tion and effi efficiency management yang menja menjadi bagian pengelolaan asset untuk mend mendukung pencapaian target rget dan be berbagai persyaratan yang telah ditetapkan terkait operasi dan efisiensi siensi Pembangkit Pemb Tenaga Listrik. Dalam pengelolaan gelolaan ass asset yang terbagi menjadi Phisical ical Asset, H Human Asset, Knowledge ge Asset maka m dapat digambarkan sebagaii berikut : Gambar 1.. Manajemen Operasi dan efisiensi dalam pengelolaan engelolaan A Asset Power Plant Academy PT. T. Pem Pembangkitan Jawa Bali 1

PT. PEMBANGKITAN JAWA BALI POWER PLANT ACADEMY Operation and Efficiency Management Konsep Manajemen Operasi dan effisiensi sebagai bagian pengelolaan Knowledge Asset yang meliputi serangkaian kegiatan perencanaan pengendalian produksi dan transaksi Energi Listrik membutuhkan kesiapan dan ketersediaan dari bidang lain untuk untuk mengelola berbagai asset yang diperlukan sehingga sasaran pembangkit beroperasi secara aman, andal, efisien, mentaati ketentuan lingkungan dan keselamatan serta regulasi yang berlaku dapat tercapai. Power Plant Academy PT. Pembangkitan Jawa Bali 2

1.2. KONSEP DASAR TUJUAN PEMBELAJARAN Mampu menjelaskann Sistem Tenaga Listrik dan Jenis Pembangkit Mampu menjelaskann Deklarasi Kesiapan Pembangkit dan Indeks Kinerja Pembangkit Mampu menjelaskann Perjanjian Jual Beli Transaksi Energi Listrik 1.2.1 Sistem Tenaga Listrik dan Jenis Pembangkit a. Sistem Tenaga Listrik Produk utama dalam sistem tenaga listrik adalah kesiapan operasi pembangkit dan Energi Listrik. Kesiapan operasi pembangkit menjadi produk utama karena sifat pembebanan yang berubah-ubah mengikuti demand energi listrik sehingga kesiapan unit pembangkit untuk merespon perubahan itu menjadi hal yang penting, sedangkan energi listrik sendiri adalah apa yang dihasilkan dari sistem Tenaga Listrik. Secara garis besar Sistem Tenaga Listrik terbagi menjadi 3 bagian utama yaitu Pusat Pembangkit, Saluran Transmisi Energi Listrik, Distribusi ke konsumen. Gambar 2. Sistem Tenaga Listrik

Selain produk utama berupa kesiapan dan energi listrik, pusat pembangkit listrik juga diharapkan memenuhi beberapa indikator berdasarkan customer perspektif diantaranya : durasi dan jumlah kejadian terganggunya pasokan energi listrik effisiensi pengoperasian pembangkit yang mempengaruhi biaya pokok penyediaan energi listrik. b. Jenis Pembangkit Dalam menghasilkan energi listrik secara umum suatu pembangkit listrik mengkonversi energi mekanis yang dihasilkan oleh penggerap utama yang terhubung dengan Generator. Penggerak utama tersebut membutuhkan energi primer untuk menghasilkan energi mekanis, berbagai energi primer yang digunakan diantaranya Bahan bakar Fosil, Nuklir, Air, Panas bumi, Surya, dll. Terdapat berbagai jenis pembangkit yang digunakan sebagai pusat pembangkit listrik, berikut pembagian berdasarkan jenis penggerak utama dan energi primer dari suatu pembangkit, diantaranya : Pusat Listrik Tenaga Air/Mikro Hydro (PLTA/PLTMH) Penggunaan Air sebagai energi primer yang dialirkan ke penggerak utama baik dengan menampung dalam suatu bendungan ataupun tanpa bendungan untuk memdapatkan aliran air. Pusat Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Pembangkit Listrik dengan menggunakan mesin diesel yang berbahan bakar Minyak HSD untuk menghasilkan Energi Listrik. Pusat Listrik Tenaga Uap ( PLTU) Batubara/Gas bumi/minyak Pembangkit Listrik yang menggunakan Uap sebagai media penggerak turbin. Uap tersebut dihasilkan dari pemanasan air baku di dalam boiler baik dengan menggunakan bahan bakar batubara, Gas maupun Minyak. Pusat Listrik Tenaga Gas (PLTG) Pembangkit Listrik dengan tipe penggerak utama nya menggunakan media Gas dengan temperatur tinggi. Gas tersebut dihasilkan dari kompresi udara dan pembakaran natural gas atau bahan bakar minyak. Pusat Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Pembangkit Listrik yang mengabungkan konsep PLTG dan PLTU, dimana energi primer dari PLTU didapat dari Gas buang PLTG.

Pusat Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) Pembangkit listrik yang menggunakan panas bumi (Geothermal) sebagai energi penggeraknya. Panas bumi didapatkan dengan mengebor tanah di daerah yang berpotensi untuk membuat lubang gas panas yang akan dimanfaatkan memanaskan ketel uap (boiler) sehingga uapnya menggerakkan turbin uap yang tersambung ke generator. Sedangkan panas bumi yang mempunyai tekanan tinggi, dapat langsung memutar turbin generator setelah uap yang keluar dibersihkan terlebih dahulu. Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Suatu pembangkit listrik dimana energi primer diperoleh dari reaktor nuklir. Reaktor tersebut menghasilkan panas yang digunakan untuk menghasilkan uap sebagai media penggerak turbin. Pusat Listrik Tenaga Surya (PLTS) Merupakan pembangkit yang memanfaatkan sinar matahari sebagai penghasil listrik. PLTS biasa digunakan di daerah pantai, pesisir, pegunungan. Komponen utama dari PLTS ini adalah Modul ( Panel Solar cell) yang menangkap dan merubah energi matahari menjadi energi listrik, regulator yang berfungsi untuk pengisian dari modul surya ke battery control regulator dan penyaluran beban, serta Battery yang berfungsi untuk menyimpan dan menyalurkan energi listrik. Pusat pembangkit listrik pada umumnya dibangun sesuai pengelompokkan unit dengan mesin yang memiliki karakteristik relatif sama yang meliputi jenis pembangkit, kapasitas mesin, tahun pembuatan mesin, karakteristik operasi dan lokasi yang sama, selanjutnya di sebut entitas. Misalnya dalam satu pusat pembangkit Listrik dapat terdiri dari 3 entitas yaitu entitas PLTU, terdiri dari 2 unit masing-masing berkapasitas 200 MW, entitas PLTG, terdiri dari 3 unit masing masing kapasitas 100 MW, dan entitas PLTGU terdiri dari 3 unit Gas Turbin kapasitas 140 MW dan Steam Turbin 210 MW.

Gambar 3. Entitass PLTGU configurasi 3 GT 3 HRSG 1 ST Dalam hal pengelolaan, engelolaan, transaksi dan proses perhitungan ngan kesiap kesiapan serta indikator lainnya yang digunakan sebagai acuan adalah berdasarka berdasarkan entitas pembangkit. c. Diagram Proses s Pembang Pembangkit Secara umum diagram pr proses proses pembangkit dari energi nergi primer menjadi energi listrik dapat apat digamb digambarkan sebagai berikut : Gambar 3. Proses oses Pusat Listrik L secara Umum Energi primerr adalah bahan ba yang digunakan sebagai ai media pe penggerak utama atau sumber umber untu untuk membuat media penggerak utama. Penggerak utama atau prime e mover dari pembangkit biasanya disebut but turbin. P Pemilihan jenis turbin yang ang digunakan digunak sangat tergantung dari jenis is media pe penggerak

yang digunakan. Penggerak utama ini terhubung dengan generator yang akan merubah energi kinetik menjadi energi listrik sesuai dengan batasan kapasitas serta proteksi generator. Energi Listrik tersebut kemudian melalui transformer dengan tujuan menaikkan tegangan sehingga meminimalkan rugi-rugi yang di sebabkan penghantar yang relatif panjang. Dalam menghantarkan energi listrik digunakan saluran transmisi dengan beberapa tingkat berdasarkan nilai tegangan nominal. Nama Tegangan Rendah Tegangan Menegah Rentang sampai 1000 V 1-10 kv 10-30 kv 30-60 kv Tegangan Tinggi 60-90 kv 90-200 kv 200-400 kv Tegangan Ekstra Tinggi 400-600 kv 600-1000 kv diatas 1000 kv Tabel 1. Referensi tegangan Dari berbagai transmisi tersebut akan didistribusikan ke berbagai konsumen yang dibedakan juga berdasarkan kelas tegangan dan kapasitas Daya MVA. d. Effisiensi Pembangkit Masing- masing jenis pembangkit listrik memiliki karakteristik, effisiensi dan nilai keekonomian (harga pokok produksi - Rp/kWh) yang berbeda. Perbedaan inilah yang menentukan pembebanannya dalam suatu sistem tenaga listrik Terdapat 3 pertimbangan untuk menentukan komposisi pembebanan pembangkit yaitu keekonomian, keamanan dan kualitas sistem tenaga listrik yang disusun menurut tingkatan biasa disebut Merit order.

MW 22.000 20.517 20.000 18.000 16.000 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000-0:30 2:30 4:30 6:30 8:30 10:30 12:30 14:30 16:30 18:30 20:30 22:30 1/2 Jam Batubara PLTA Waduk HSD MFO Gasbumi PLTP PLTA Dasar Gambar 4. Komposisi Pembebanan Pembangkit Dari berbagai kriteria pembebanan dalam sistem tenaga listrik terdapat 3 segmen pembangkit yaitu : 1. Segmen Beban Dasar, termasuk dalam kategori ini adalah PLTA Dasar, PLTP, PLTU Batubara 2. Segmen Beban Medium, dalam kategori ini diantaranyaa PLTU dan PLTGU 3. Segmen Beban Puncak, berdasarkan karakteristik pembangkit yang mempunyai respon perubahan yang relatif cepat yaitu PLTA Waduk dan PLTG Dalam pembangkit thermal, efisiensi secara umum dikelompokkan menjadi 2, yaitu ditinjau dari sisi Produksi disebut Gross Plant Heat rate dan dari sisi penjualan netto yang disebut Nett Plant Heat Rate. Gambar 4. Produksi, Pemakaian Sendiri dan Penyaluran Energi Listrik Perhitungan Plan Heat rate tersebut adalah membagi total pemakaian energi bahan bakar (dalam kcal) terhadap jumlah kwh energi listrik yang dihasilkan selama periode tertentu. Untuk GPHR menggunakann kwh Bruto (Produksi) sedangkann untuk NPHR menggunakan kwh Netto (Penjualan) dengan formula sebagai berikut : NPHR= kcalbahanbakar kwh. Energi. Listrik. Netto

GPHR= kcalbahanbakar kwh. Energi. Listrik. Gross Formula effisensi thermal berbanding terbalik dengan Plant Heat Rate dan dinyatakan dalam persen. kwh. Energi. Listrik EffisiensiThermal= 860x x100% kcalbahanbakar Dalam penilaian effisensi thermal di Unit Pembangkit thermal di PT. PJB nilai kwh Energi listrik yang digunakan adalah meter penjualan. 1.2.2 Deklarasi Kesiapan Pembangkit dan Indeks Kinerja Pembangkit Informasi mengenai kondisi dan kesiapan Pembangkit berdasarkan Standar Internasional (GADS-NERC) sangat diperlukan dalam pengusahaan operasi sistem. Operator sistem akan menggunakan informasi tersebut sebagai dasar dalam pengambilan keputusan perintah dispatch. Akurasi tingkat sekuriti dan keandalan sistem akan tergantung kepada kebenaran atau kemutakhiran dari informasi tentang kondisi dan kesiapan Pembangkit tersebut. Disamping itu, kebutuhan operasi sistem saat ini juga menghendaki diberlakukannya; a). mekanisme niaga yang mendorong kesiapan Pembangkit, dan b). pengertian yang sama tentang cara perhitungan indikator kinerja pembangkit. Informasi mengenai kesiapan Pembangkit aktual menjadi salah satu parameter yang penting dalam menentukan besar pembayaran yang akan diperoleh Pembangkit. Oleh karena itu mekanisme deklarasi kondisi Pembangkit dan cara perhitungan Indikator Kinerja Pembangkit perlu disusun agar dapat membantu pengusahaan operasi sistem dalam mempertahankan sekuriti dan keandalan, serta merupakan sumber informasi kesiapan aktual Pembangkit untuk keperluan perhitungan pembayaran dan agar semua pihak terkait dapat menggunakan parameter dan metode perhitungan yang sama untuk keperluan pengusahaan operasi sistem maupun pembangkit. Dengan prosedur tetap deklarasi kondisi Pembangkit dan indikator kinerja pembangkit ini diharapkan operasi sistem dan pelaksanaan mekanisme niaga sistem tenaga listrik Jawa Bali dapat berjalan lebih baik dan lancar. a. Diagram Kondisi (Status) Unit Pembangkit

Dalam Protap Deklarasi Kesiapan Pembangkit dan Indeks Kinerja Pembangkit, kondisi unit dapat dikelompokan dalam berbagai status unit pembangkit berikut : Terdapat dua kategori utama dalam status unit pembangkit diatas yaitu AKTIF dan TIDAK AKTIF. TIDAK AKTIF didefinisikan sebagai status unit tidak siap operasi untuk jangka waktu lama karena unit dikeluarkan untuk alasan ekonomi atau alasan lainnya yang tidak berkaitan dengan peralatan/instalasi pembangkit. Yang termasuk dalam kondisi ini adalah INACTIVE RESERVE yaitu status bagi unit pembangkit yang direncanakan sebagai cadangan untuk jangka panjang, Reserve Shutdown (RS) sedikitnya 60 hari dan memerlukan waktu paling lama 7 hari untuk persiapan operasi, MOTHBALLED yaitu status unit pembangkit yang sedang disiapkan untuk idle dalam jangka panjang dan hanya berlaku untuk pembangkitpembangkit yang oleh pihak perusahaan (pemilik) nya sedang

dipertimbangkan untuk mengudurkan diri dari sistem karena faktor usia pembangkit sudah tua dan sering terjadi gangguan mekanis, dan RETIRED yaitu unit yang untuk selanjutnya diharapkan tidak beroperasi lagi namun belum dibongkar instalasinya. AKTIF berdasarkan bagan diatas dikelompokkan menjadi beberapa status berikut : Planned Outage (PO) : yaitu keluarnya pembangkit akibat adanya pekerjaan pemeliharaan periodik pembangkit seperti inspeksi, overhaul atau pekerjaan lainnya yang sudah dijadwalkan sebelumnya dalam rencana tahunan pemeliharaan pembangkit atau sesuai rekomendasi pabrikan. Perubahan PO dapat direvis paling akhir dalam ROB dimana PO akan dilaksanakan dan jika dibutuhkan oleh sistem dapat direvisi dalam ROM dimana PO akan dilaksanakan. Planned Outage Extension (PE) : yaitu outage perpanjangan yang direncanakan, sebagai perpanjangan Planned Outage (PO) yang belum selesai pada waktu yang telah ditentukan. Ini artinya bahwa sebelum dimulai, periode dan tanggal operasinya telah ditetapkan. PE hanya bisa dilakukan 1 (satu) kali dan diajukan pada saat PO berlangsung, serta telah dijadwalkan dalam ROB/ROM/ROH. Semua pekerjaan sepanjang PE adalah bagian dari lingkup pekerjaan awal dan semua perbaikan ditentukan sebelum outage mulai. Jika periode PE melewati batas waktu yang telah ditentukan, maka statusnya adalah FO1. Maintenance Outage (MO) : yaitu keluarnya pembangkit untuk keperluan pengujian, pemeliharaan preventif, pemeliharaan korektif, perbaikan atau penggantian suku cadang atau pekerjaan lainnya pada pembangkit yang dianggap perlu dilakukan, yang tidak dapat ditunda pelaksanaannya hingga jadwal PO berikutnya dan telah dijadwalkan dalam ROB/ROM berikutnya. ME Maintenance Outage Extension: yaitu pemeliharaan outage perpanjangan, sebagai perpanjangan MO yang belum selesai dalam waktu yang telah ditetapkan. Ini artinya bahwa sebelum MO dimulai, periode dan tanggal selesainya telah ditetapkan. Semua pekerjaan sepanjang ME adalah bagian dari lingkup pekerjaan awal dan semua perbaikan ditentukan sebelum outage mulai dan diusulkan oleh pembangkit. SE Scheduled Outage Extension: adalah perpanjangan dari Planned Outage (PO) atau Maintenance Outage (MO), yaitu outage yang melampaui perkiraan durasi penyelesaian PO atau MO yang telah ditentukan sebelumnya. SF Startup Failure: yaitu outage yang terjadi ketika suatu unit tidak mampu sinkron dalam waktu startup yang ditentukan setelah dari status outage atau RS. SF mulai ketika terjadi problem yang menghambat startup. SF berakhir ketika unit sinkron, terjadi gagal start lainnya, atau berubah ke status lain yang diizinkan. Periode Startup untuk masing-masing unit ditentukan oleh Unit pembangkit. Hal ini spesifik untuk tiap unit, dan tergantung pada kondisi

unit ketika startup (panas, dingin, standby, dll.). Periode start up dimulai dari perintah start dan berakhir ketika unit sinkron. FO Forced Outage: yaitu keluarnya pembangkit akibat adanya kondisi emergensi pada pembangkit atau adanya gangguan yang tidak diantisipasi sebelumnya serta yang tidak digolongkan ke dalam MO atau PO. FO1 Forced Outage Immediate: adalah outage yang memerlukan keluarnya pembangkit dengan segera baik dari kondisi operasi, RS atau status outage lainnya. Jenis outage ini diakibatkan oleh kontrol mekanik/electrical/hydraulic unit pembangkit trip atau ditripkan oleh operator sebagai respon atas alarm/kondisi unit. FO2 Forced Outage Delayed: adalah outage yang tidak memerlukan unit pembangkit untuk keluar segera dari sistem tetapi dapat ditunda paling lama dalam 6 (enam) jam. Outage jenis ini hanya dapat terjadi pada saat unit dalam keadaan terhubung ke jaringan serta melalui proses penurunan beban bertahap. Catatan : atas persetujuan Dispatcher dengan operator pembangkit mengenai waktu shutdown FO3 Forced Outage Postponed: adalah outage yang dapat ditunda lebih dari 6 (enam) jam. Outage jenis ini hanya dapat terjadi pada saat unit dalam keadaan terhubung ke jaringan. Penundaan harus diberitahukan secara resmi (setelah ada pembicaraan awal). PD Planned Derating: adalah derating yang dijadwalkan dan durasinya sudah ditentukan sebelumnya dalam rencana tahunan/bulanan pemeliharaan pembangkit. Derating berkala untuk pengujian, seperti test klep turbin mingguan, bukan merupakan PD, tetapi MD. MD Maintenance Derating: adalah derating yang dapat ditunda melampaui akhir periode operasi mingguan (Kamis, pukul 24:00 WIB) tetapi memerlukan pengurangan kapasitas sebelum PO berikutnya. MD harus dijadwalkan dalam rencana mingguan (ROM). DE Derating Extension: adalah perpanjangan dari PD atau MD yang melampaui tanggal penyelesaian yang diperkirakan. FD1 Forced Derating Immediate: adalah derating yang memerlukan penurunan kapasitas segera (tidak dapat ditunda). FD2 Forced Derating Delayed: adalah derating yang tidak memerlukan suatu penurunan kapasita segera tetapi memerlukan penurunan dalam dalam waktu 6 (enam) jam. FD3 Forced Derating Postponed: adalah derating yang dapat ditunda lebih dari 6 (enam) jam. RS Reserve Shutdown: adalah suatu kondisi apabila unit siap operasi namun tidak disinkronkan ke sistem karena beban yang rendah. Kondisi ini dikenal juga sebagai economy outage atau economy shutdown

NC Kondisi Noncurtailing: adalah kondisi yang dapat terjadi kapan saja dimana peralatan atau komponen utama tidak dioperasikan untuk keperluan pemeliharaan, pengujian, atau tujuan lain yang tidak mengakibatkan unit outage atau derating.. PLN P3B JB mengembangkan sistem informasi untuk mengetahui kondisi pembangkit, dimana dari informasi yang disampaikan dapat diketahui besaran besaran FOH, MOH, POH, EPDH, EFDH dan lainnya sebagai dasar penentuan nilai faktor yang diperhitungkan seperti EAF, EFOR, SOF yang disebut aplikasi HDKP (Harian Deklarasi Kondisi Pembangkit). b. Indikator Kinerja Pembangkit Kinerja Pembangkit mengacu pada GADS NERC dengan beberapa indikator utama yang dijadikan indikator pengukuran kinerja. Indikator utama yang dijadikan pengukuran kinerja operasi pembangkit diantaranya : EAF (Equivalent Availability Factor), yaitu indikator kinerja ketersediaan pembangkit yang telah memperhitungkan dampak dari derating pembangkit. EAF memiliki rumus : EAF= PH FOH POH MOH EFDH EPDH PH X100% EFOR (Equivalent Forced Outage Rate), yaitu indikator menunjukkan tingkat gangguan outage dan derating tiap periode operasi yang diharapkan. EFOR= FOH + EFDH X100% FOH + SH + Synchr. Hrs+ EFDHRS SOF (Scheduled Outage Factor ), yaitu rasio dari jumlah jam unit pembangkit keluar terencana (planned outage dan maintenance outage) terhadap jumlah jam dalam satu periode. Besaran ini menunjukkan prosentase kondisi unit pembangkit akibat pelaksanaan pemeliharaan, inspeksi dan overhoul pada suatu periode tertentu. POH + MOH SOF= X100% PH Keterangan : PH : Period Hour (jumlah jam dalam 1 bulan tagihan)

FOH : Force Outage Hour (jumlah jam pembangkit keluar paksa) POH : Planned Outage Hour (jumlah jam pembangkit keluar terencana karena pemeliharaan rutin tahunan) MOH : Maintenance Outage Hour (jumlah jam pembangkit keluar untuk pemeliharaan di luar pemeliharaan rutin tahunan yang direncanakan lewat penyampaian Rencana Daya Mampu Mingguan) EFDH : Equifalent Forced Derating Hour (penurunan daya mampu dalam waktu tertentu yang tidak terencana dan diequivalentkan dalam satuan jam. EPDH : Equivalent Planned Derating Hour (penurunan daya mampu dalam waktu tertentu yang direncanakan dan dinyatakan dalam RDM yang diequivalentkan dalam satuan jam) Synch Hrs : Synchronous Hours, jumlah jam unit beroperasi sebagai synchronous condenser. EFDHRS : Equivalent Forced Derated Hours during Reserve Shutdown, adalah perkalian antara jumlah jam unit pembangkit forced derating selama reserve shutdown dan besar penurunan derating dibagi dengan DMN. SH : Service Hours, jumlah jam operasi unit pembangkit tersambung ke jaringan transmisi, baik pada kondisi operasi normal maupun kondisi derating. SdOF Sudden outage Frequency : adalah rata rata jumlah gangguan mendadak unit pembangkit per periode tinjauan. SdOF= FO.1 Unit. Kit FO1 : outage yang memerlukan keluarnya pembangkit dengan segera baik dari kondisi operasi, RS atau status outage lainnya. Jika dari kondisi operasi masuk dalam kategori FO1 apabila keluarnya pembangkit tidak sesuai dengan prosedur shutdown normal. c. Kode Penyebab ( cause code ) Kondisi Pembangkit Dalam pelaporan kondisi kondisi pembangkit selalu disertai dengan keterangan kode penyebab. Rincian kode penyebab tersebut dikelompokkan berdasarkan Sistem/ Komponen peristiwa untuk tiap jenis pembangkit (PLTA, PLTG, PLTGU, PLTU, PLTD, dan PLTP) yang disusun bertingkat menjadi beberapa level.

Gambar 4. Kode Penyebab Kondisi Pembangkit Tujuan dari pemberian cause code ini adalah : Mempermudah pengelompokan status/kondisi pembangkit Evaluasi lebih cepat dan akurat Perlakuan pembangkit yang tepat dan terarah dalam pengoperasian, perawatan, perencanaan Penyediaan sukuu cadang yang tepat Efesiensi biaya pengusahaan Mempermudah pengambilan kebijakan lebih lanjut Dalam pemilihan Cause Code pastikan memilih komponen penyebab utama gangguan (bukan komponen alat bantu yang mencetuskan gangguan komponen). Gambar 8. Gangguan saluran udara menuju salah satu klep pengatur feedwater

Contohnya, gangguan udara control menuju salah satu Control Valve feedwater bisa menyebabkan valve itu menutup, dan Level drum akan turun yang jika mencapai batasnya akan menyebabkan Boiler Trip. Dalam hal ini, kode penyebabnya adalah control valve feedwater, bukan kode sistem udara control. Fakta bahwa valve menutup dipicu oleh gangguan udara control di catat dalam uraian verbal. Pada sisi lain, jika tertutupnya control valve feedwater diakibatkan oleh hilangnya seluruh sistem udara control, maka kode penyebab untuk sistem udara control akan dilaporkan sebagai penyebab utama dari peristiwa. Dalam hal ini, masalah sistem udara control menyebabkan gangguan pemakaian banyak control valve dan instrumen di seluruh pembangkit. Daftar penyebab dan kode penyebabnya selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran Protap DKP IKP. Ada sejumlah penyebab outage yang dapat mencegah energi dari pembangkit sampai pelanggan. Beberapa penyebab terjadi berkaitan dengan operasi pembangkit dan peralatan sementara yang lain adalah di luar kendali manajemen pembangkit misalnya badai salju, angin topan, angin ribut, kualitas bahan bakar rendah, gangguan pasokan bahan bakar, dan lain lain. Kondisi OMC dapat terjadi dalam dua bentuk: outages atau deratings. Kondisi OMC dapat dikategorikan sebagai FO, MO, PO, FD, MD, PD tetapi diharapkan mayoritas adalah kondisi FO. Semua kondisi (termasuk semua kondisi OMC) perlu dilaporkan ke P3B dan perhitungan OMC akan meniadakan kondisi dan tidak diperhitungkan dalam setelmen NERC mengijinkan kalkulasi peristiwa dengan atau tanpa Peristiwa Outside Management Control (OMC). Outside Management Control (OMC) sebagai catatan tambahan dalam status Outage dan derating : 1.2.3. Perjanjian Jual Beli Transaksi Energi Listrik Pengelolaan Operasi dan efisiensi pembangkit sangat menentukan besarnya pendapatan yang diperoleh. Untuk bidang pembangkit listrik, besar dan jenis pendapatan diatur dalam perjanjian jual beli transaksi energi listrik/ppa (Power Purchase Agreement). a. Pendapatan Komponen ABCD. Pendapatan utama dikelompokkan sebagai pembayaran faktor kesiapan (EAF) yaitu Komponen A dan Komponen B, dimana : Komponen A yaitu Komponen pembayaran yang terdiri dari pengembalian biaya terhadap penyusutan aset, biaya bunga, pajak, amortisasi biaya pemeliharaan dan nilai ROE yang disepakati kedua belah pihak. Komponen B yaitu Komponen pembayaran yang terdiri dari pengembalian biaya operasi dan pemeliharaan yang terdiri dari

biaya material, jasa pemeliharaan, biaya pegawai, dan biaya administrasi. Selain itu pembayaran faktor penjualan energi (kwh) yaitu komponen C dan komponen D, dimana : Komponen C yaitu Komponen pembayaran yang terdiri dari pengembalian biaya pengadaan bahan bakar Komponen D yaitu komponen pembayaran yang terdiri dari pengembalian biaya variabel operasi yang dalam hal ini didefinisikan sebagai penggantian biaya pelumas dan bahan kimia yang digunakan dalam operasional pembangkitan. Dalam proses Transaksi untuk Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL) membutuhkan beberapa data diantaranya : Logger yaitu data yang menunjukkan pengiriman dan penerimaan energi listrik aktif (kwh) dan reaktif (kvarh) dalam rentang 30 menit. Logger bulan tertentu dibuat dari tanggal 1 jam 10.30 bulan tersebut sampai dengan jam 10.00 tanggal 1 di bulan berikutnya. Berita Acara Pengiriman Energi Listrik dari PJB ke PLN (Persero) yang ditandatangani oleh Pejabat Unit Pembangkit (UP) dan pejabat Unit Pelayanan Transmisi (UPT) terkait. Berita Acara EAF Realisasi yang ditandatangani oleh PJB dan PLN P3B Berita Acara penyerahan Gas dari supplier Gas PJB Laporan pemakaian bahan bakar, termasuk didalamnya volume dan harga Informasi kurs Rupiah terhadap USD pada hari kerja pertama bulan tagihan + 1 dari situs resmi Bank Indonesia Formasi HRSG untuk unit PLTGU Perhitungan nilai tagihan atas Kesiapan dan penjualan energi listrik dari PT PJB ke PT PLN (Persero) dalam periode bulanan dikelompokkan dalam tiap-tiap entitas entitas Pembangkitan yaitu pengelompokkan unit mesin yang memiliki karakteristik relatif sama yang meliputi jenis pembangkit, kapasitas mesin, tahun pembuatan mesin, karakteristik operasi dan lokasi yang sama sehingga didapatkan jumlah tagihan final (JTF) untuk total PJB yang terdiri dari entitas. b. Ancillary Service.

Selain Komponen utama diatas terdapat beberapa pelayanan tambahan atau disebut ancillary service diantaranya : Technical Minimum Load adalah nilai beban dimana pembangkit masih mampu dioperasikan di bawah nilai Daya Mampu Minimum dalam waktu tertentu. Cosphi adalah nilai perbandingan antara Energi Reaktif (kvarh) dan Energi Aktif (kwh) Week End Shutdown adalah aktifitas shutdown pembangkit atas perintah pengatur beban untuk meningkatkan efisiensi biaya sistem dengan mengurangi aktifitas pembangkit berbahan bakar BBM.

1.3. RUANG LINGKUP TUJUAN PEMBELAJARAN Mampu menjelaskan Ruang Lingkup Operation and Efficiency Management Pembahasan dalam materi ini meliputi pengelolaan Operasi dan Efisiensi Pembangkit Listrik sesuai dengan Aturan Jaringan yang ditetapkan Mentri ESDM, berbagai prosedur terkait transaksi, kesiapan pembangkit, kinerja perusahaan pembangkitan dan persyaratan lain yang berlaku di sistem kelistrikaan jawa bali Regulasi, pedoman dan prosedur yang terdapat dalam pengelolaan operasi pembangkit di sistem Jawa Bali dan internal PT PJB, diantaranya : 1. Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik Jawa-Madura-Bali yang tertuang dalam aturan Menteri ESDM Nomor : 03 tahun 2007 Mengatur mengenai manajemen jaringan Listrik, aturan penyambungan, perencanaan dan pelaksanaan Operasi, aturan setelmen sampai dengan aturan kebutuhan data dan pengukuran dalam sistem tenaga listrik. 2. Protap Deklarasi Kondisi Pembangkit dan Indeks Kinerjas Pembangkit Berisi prosedur deklarasi dan konfirmasi berbagai kondisi (status) pembangkit, perpindahan kondisi yang diijinkan, definisi dan formula perhitungan indeks kinerja pembangkit serta lampiran kode penyebab kondisi pembangkit. 3. Prosedur tetap Upload data Load Profile Meter Transaksi Pembangkit Menjelaskan prosedur pengambilan data meter transaksi, pembuatan berita acara pengiriman energi listrik sampai dengan upload data load profile ke website neraca energi 4. Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik Mendefinisikan kegiatan dan tanggung jawab mulai dari proses pencatatan data yang digunakan sebagai dasar transaksi, pengolahan data berdasarkan metode yang telah disepakati oleh PT. PJB dan PT PLN (Persero). 5. Pedoman Kontrak Kinerja Unit PJB

Petunjuk pelaksanaan penilaian kinerja dan sarana pengendalian bagi manajemen dalam rangka memastikan tercapainya kontrak kinerja yang telah ditetapkan. 6. Pedoman Operasi Baku Komunikasi Pengelolaan Tenaga Listrik PT.PJB Mengatur tata cara komunikasi dan koordinasi dalam pengelolaan tenaga listrik baik untuk internal PT.PJB maupun dengan PT.PLN (Persero) P3B JB. 7. Handbook Operational Performance Improvement PT.PJB Tentang OEE (Overall Equipment Effectiveness) adalah pengukuran yang berkaitan erat dengan pelaporan keseluruhan pemanfaatan fasilitas, waktu dan bahan untuk operasi manufaktur. Atas dasar tersebut dengan menggunakan metrik dapat diketahui kesenjangan antara kinerja yang aktual dan ideal. Paretto Loos Output Heat Rate Anlysis merupakan analisa gap heat rate yang umum digunakan untuk menilai efisiensi suatu power plan

2.1.. PERENCANAAN OPERASI TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami Perencanaan Tahunan Dalam RKAP bidang Operasi Memahami Perencanaan Kesiapan dan Jadwal Pemeliharaan Unit Bulanann Memahami Perencanaan Daya Mampu Mingguan Memahami Perencanaan Operasi Harian Manajemen operasi merupakan suatu kegiatan yang menjamin agar unit pembangkit dapat beroperasi secara kontinyu sesuai dengan target dan kontrak yang telah disepakati. Gambar 6. Operation Management Kegiatan tersebut meliputi proses perencanaan produksi, pengoperasian, penjadwalan outage, mengendalikan, serta mengevaluasi agar pembangkit beroperasi secara aman, andal, efisien, serta mentaati ketentuan lingkungan dan keselamatan sesuai dengan regulasi yang berlaku. 2.1.1 Perencanaan Tahunann Dalam RKAP bidang Operasi Dalam perencanaan tahunan dalam RKAP bidang operasi terdapat rencana Energi listrik yang dihasilkan dan perkiraan kebutuhan energi primer. Berdasarkan rencana tersebut di bidang operasi dalam kontrak kinerja dikelompokkan dalam satu

bagian customer perspective berisi indikator yang harus dicapai seperti EAF, EFOR, SOF, SDOF dan Effisiensi Sumber data utama untuk perhitungan tersebut adalah penetapan jadwal pemeliharaan pembangkit karena terkait langsung dengan kesiapan pembangkit PJB yang akan digunakan sebagai dasar penetapan kontrak kinerja bidang operasi. Setelah penetapan jadwal pemeliharaan, berikutnya dilakukan perhitungan asumsi kegiatan perbaikan dan asumsi gangguan yang mungkin terjadi. Pencapaian indikator tersebut tidak dapat direalisasikan tanpa dukungan dari bidang lain. Gambar 8. Pencapaian indikator Kinerja Bidang Operasi Sebagai contoh upaya pemenuhan target EAF sangat ditentukan oleh eksekusi pemeliharaan yang melibatkan outage management, serta penanganan gangguan atau pekerjaan korektif yang terkait dengan WPC. Reliability improvement didapatkan dengan strategy predictive dan preventive maintenance yang tertuang dalam RKAP Tahunan. RKAP bidang operasi dapat dilakukan dengan menurunkan perencanaan tahunan menjadi periode perencanaan bulanan. Apabila terdapat perubahan atau pergeseran dalam periode bulanan dilakukan penajaman perencanaan periode mingguan. Setelah didapatkan rencana operasi harian, masih dapat dimungkinkan perubahan secara real time apabila sistem menginginkan diawah koordinasi petugas Dispatcher PT.PLN (Persero) P3B JB.

Gambar 7. Perencanaan bidang operasi Berikut ini contoh penyusunan atau simulasi perencanaan tahunan kinerja pembangkit dengan memasukkan asumsi kegiatan perbaikan dan antisipasi gangguan. Gambar 8. Perencanaan Outage dan derating pembangkit tahunann Dengan asumsi diatas akan menghasilkan indeks kinerja EAF, EFOR dan SOF tahunan Gambar 9. Prediksi pencapaian kinerja pembangkit tahunann

2.1.2 Perencanaan Kesiapan dan Jadwal Pemeliharaan Unit Bulanan Pada perencanaan kesiapan dan jadwal pemeliharaan unit periode bulanan disesuaikan dengan updating jadwal pemeliharaan 3 bulan kedepan serta kesiapan sumber daya (spare parts,sdm, tools ) dan dibahas pada Rakor Operasi & Niaga Bulanan, informasi ini digunakan perencanaan oleh SDROP. Prosedur penyampaian perencanaan kesiapan dan jadwal pemeliharaan unit periode bulanan adalah berikut : - Unit Pembangkit mengirim rencana daya mampu bulanan dan kesiapan unit setiap tanggal 5 ke SDME (sesuai prosedure poin 2.1.3.a) - P3B mengirim Informasi Sistem Jawa Bali ke SDME setelah tanggal 5 - SDME mengajukan penawaran harga batubara dan EAF declare ke P3B setiap tanggal 15 - Sebelum rapat alokasi dengan P3B akan dilaksanakan Rapat koordinasi operasi dan niaga bulanan yang diikuti oleh SDME, SDAGA, SDROP, SDBBR, SDKAL, UP, UPHar dan UBJOM - Setiap minggu ke 3, SDME mengikuti penentuan alokasi energi bulanan dengan P3B, IP, pembangkit PLN, IPP dan PT PLN (Persero) Kantor Pusat (TTL, TRANS dan EPI). - Hasil alokasi energi sistem Jawa bali dan informasi Sistem Jawa Bali akan di up load oleh SDME sebagai ROB (Rencana operasi Bulanan) di Web-me.pjb2.com. Informasi sistem dari P3B JB Proses schedulling Pelaksanaan operasional Kesiapan unit & jadwal pemeliharaan dari unit Deklarasi harga bahan bakar 5 10 15 20-23 Rapat Alokasi energi 31 30 Gambar 9. Rencana Operasi Bulanan Pada periode bulanan juga disampaikan perkiraan kesiapan unit yang tertuang dalam EAF Declare untuk bulan depan. Penentuan EAF declare digunakan sebagai dasar perhitungan pendapatan yang nantinya akan dibandingkan dengan realisasi EAF bulan bersangkutan. Untuk menentukan nilai EAF Declare Pembangkit yang akan disampaikan ke PT.PLN P3B, fungsi Perencanaan harus dapat : - Memastikan durasi penyelesaian Schedule PO / MO yang pada periode bulan kedepan - Mencadangkan jam Outage / Derating yang mungkin terjadi pada periode bulan tsb

- Setelah angka EAF Declare ditetapkan, harus menginformasikan Declare tsb ke bidang bidang terkait - Bila EAF Declare terancam tidak tercapai, maka Fungsi Niaga harus mendorong ke bagian pemeliharaan terkait untuk segera menyelesaikan pekerjaan secepat mungkin Gambar 9. Form Perencanaan Operasi Bulanan 2.1.3 Perencanaan Daya Mampu Mingguan Dalam perencanaan daya mampu mingguan disampaikan perkiraan kondisi Operasi Pembangkit untuk satu minggu kedepan dengan prosedur berikut : - Setiap Selasa jam 10.00 UP mengirim rencana kesiapan unit mingguan / RDM (periode Jumat jam 00.00 s/d Kamis jam 24.00) melalui Navitas (apabila sudah beroperasi sempurna ) dikirim melalui email dan OA ke SDME cc SDROP. - SDROP mengevaluasi RDM untuk kinerja unit, bila ada masukan dikirimkan ke SDME via OA cc UP yang bersangkutan sebelum jam 13.00 pada hari selasa - SDME melakukan kompilasi RDM dari semua unit dan mengevaluasi data tersebut terhadap kebutuhan sistem Jawa Bali, dan bila tidak ada perubahan SDME mengirim ke P3B melalui Aplikasi JBOS PLAN jam 14.00 hari selasa via web pengisian RDM P3B

Gambar 10. Rencana Operasi Mingguan. Apabila terdapat perubahan rencana Daya mampu mingguan, unit pembangkit masih diijinkan melakukan perubahan RDM hari Rabu sebelum jam 10.00 (sesuai poin a.i), hal ini terkait web RDM (aplikasi JBOS PLAN) sudah terkunci dan tidak bisa diedit. Hasil dari rencana daya mampu pembangkit adalah Rencana Operasi Mingguan (ROM) yang dikeluarkan pada hari Kamis paling lambat jam 15.30 oleh PT.PLN P3B dengan mempertimbangkan kehandalan sistem dan optimalisasi energi primer. Setiap rencana kegiatan pemeliharaan mingguan harus dituangkan dalam RDM. Apabila dalam periode minggu berjalan, terdapat pemeliharaan tidak terjadwal dalam RDM, maka unit akan berstatus FO. 2.1.4 Perencanaan Operasi Harian Perencanaan operasi harian unit pembangkit ditetapkan PT.PLN P3B berdasarkan perkiraan realisasi beban untuk masing-masing unit tiap 30 menit. Akan tetapi pelaksanaan pembebanan lebih diutamakan koordinasi realtime dengan dispatcher P3B yang bertugas. Perencanaan operasi harian tersebut akan dibandingkan dengan realisasi pembebanan dan memeriksa status kesiapan dan ketidaksiapan unit : - Terhadap kesesuaian status Navitas, apabila data yang diisikan Supervisor Senior/Supervisor Produksi tidak sesuai kondisi aktual maka harus melakukan koreksi data - Terhadap kesesuaian status aktual unit terhadap Harian Deklarasi Kondisi Pembangkit (HDKP) dengan alamat hdks.pln-jawa-bali.co.id dengan user dan password masing-masing, apabila terjadi ketidaksesuaian (statuss unit, besar derating, tanggal dan jam awal-akhir gangguan) maka unit segera mengklarifikasi di web Aplikasi HDKP tersebut sesuai procedure Protap DKIKP.

Gambar 9. Rencana Operasi Harian yang ditetapkan P3B

2.2. PELAKSANAAN DAN PENGENDALIAN OPERASI TUJUAN PEMBELAJARAN Mampu menjelaskan SOP peralatan/unit beserta review. Mampu menjelaskan Kegiatan Shift Meeting Mampu menjelaskan Patrol Check dan Loog sheet Operasi Mampu menjelaskan Pengelolaan Energi Primer Mampu menjelaskan Komunikasi Dengan Dispacther Mampu menjelaskan Konfirmasi Harian Deklarasi Kondisi Pembangkit Mampu menjelaskan Incident Logsheet di ELLIPS Mampu menjelaskan Laporan gangguan Peralatan dan Unit. Mampu menjelaskan tagging peralatan Mampu menjelaskan Database Operasi dalam Navitas Mampu menjelaskan Proses Transaksi Tenaga Listrik dan Kesiapan Pembangkit SOP peralatan/unit dan Review Dalam pelaksanaan operasi pembangkit yang terdiri dari berbagai kegiatan, peralatan dan proses, sangat dibutuhkan standart prosedur yang mejadi acuan. Dalam penyusunan SOP baik untuk peralatan maupun unit pembangkit. Kelengkapan SOP yang telah dibuat membutuhkan peninjauan SOP baik untuk peralatan maupun untuk total unit pembangkit. Beberapa hal yang ditekankan dalam peninjauan SOP adalah : Untuk meng-update SOP / IK yang harus berkala direview oleh user Pelaksanaan review SOP /IK sesuai jadwal yang telah dibuat Saat presentasi review SOP/IK dihadiri oleh perwakilan 4 shift dan dimoderatori oleh Rendal Operasi Kegiatan Review SOP/IK dimasukan dalam SKP dan diukur KPI dalam Maturity Level Hasil review tersebut setelah di sosialisasikan, kemudian dilakukan simulasi sehingga menjamin kehandalan operasi dan semua aktivitas yang harus

dilakukan terdokumentasi dalam suatu sistem dokumentasi yang mudah diakses oleh pihak terkait. Gambar 9. SOP Start - Stop Hydrogen Generation Plant Kegiatan Shift meeting Kegiatan ini bertujuan sebagai sarana sosialisasi issue penting untuk mencapai koordinasi internal shift dan kesinambungan pergantian shift. Shift meeting dilakukan setiap pergantian shift dan sebelum aktifitas dimulai. Berikut ini contoh agenda dalam shift meeting : o Doa o Review Notulen meeting o Penyampaian informasi kondisi unit o Penyampaian informasi manajemen o Pembahasan permasalahan urgent o Penutup Konsistensi shift meeting mendapat penilaian awal dalam menilai efektifitas meeting, selain itu dokumentasi dan kemudahan diakses oleh seluruh pihak terkait menjadi kebutuhan untuk membantu evaluasi dan membentuk budaya continous improvement dalam pengoperasian pembangkit.

Patrol check dan Logsheet Operasi Selesai shift meeting semua operator melakukan kegiatan patrol check sesuai dengan ruang lingkup tugasnya masing masing, antara lain : o Mencatat dan mengamati parameter operasi peralatan. o Mencatat dan melaporkan kelainan operasi. o Peka terhadap kelainan peralatan terkait getaran, suara, bau, dan house keeping (5S) Kegiatan Patrol Check ini bertujuan untuk mengetahui gap/ indikasi kelainan operasi dan menjaga kebersihan peralatan dan lingkungan. Dalam melakukan kegiatan ini dilengkapi dengan check list/ log sheet yang mencatat besaran beserta batasan indikator yang dipantau, catatan penting kondisi peralatan dan dilakukan validasi oleh Supervisor Produksi. Log sheet operasi merupakan sebuah form monitoring peralatan unit pembangkit untuk mencatat pengukuran peralatan instrument baik pressure maupun temperature dan variabel operasi seperti Beban (MW) secara on board DCS atau dengan check list peralatan di lokal.

Gambar 10 Gambar POS HRSG 12 PLTGU muara tawar Gambar 10 menunjukkan tampilan sebuah POS (proces operating system) di PLTGU muara tawar, nilai nilai pengukuran flow rate, temperature, pressure dan lain lain akan dicatat secara manual oleh operator MCR (main control room) dalam sebuah form loog sheet setiap tiga jam. Proses ini berguna untuk pemantaun kondisi unit oleh operator agar apabila ada gejala awal trending yang menyimpang dapat segera diambil tindakan. Sebagai contoh temperature HP steam normalnya adalah 475 º C maka apabila pengukuran menunjukkan 480 º C maka akan diambil tindakan dengan menambahkan spray water melalui by pass valve, kemudian dilakukan analisa lebih lanjut apakah CRV (control Regulating Valve) tersebut gagal membuka karena gangguan suplai udara instrument. Kemudian kegagalan tersebut dapat dibuatkan rekomendasi perbaikan melalui ILS atau Defect List dalam Ellipse. Gambar 11 Kegiatan pencatatan loog sheet MCR PLTGU muara tawar

Gambar 12 Gambar POS Lube Oil system ST14 PLTGU Muara Tawar Pembuatan Form Loogsheet sebaiknya mencantumkan semua pengukuran yang ditunjukkan oleh POS sehingga apabila terjadi defect pengukuran Temperature Metal Bearing seperti gambar diatas dapat dibuatkan rekomendasi perbaikannya. Loogsheet Operasi untuk memantau peralatan di lokal seperti Boiler Feed pump, steam turbine, lube oil system dan lain lain dikenal dengan kegiatan patrol check. Setiap tiga jam maka operator lokal akan berkeliling untuk melakukan pengecekan dan pencatatan kondisi peralatan di lokal melalui form loogsheet.

Gambar 13 Log sheet boiler board PLTGU Gresik Gambar 13 menunjukkan contoh sebuah form loogsheet boiler board PLTU Gresik. Dalam form pencatatan dialakukan setiap kurang lebih tiga jam dan juga terdapat kolom batasan atau referensi kondisi normalnya pengukuran misalnya batasan inlet temperature lube oil cooler adalah 47 ºC Kegiatan ini juga berguna untuk memantau secara visual peralatan di lokal apakah terjadi bocoran maupun memonitor yang tidak termonitor di Control room seperti level pelumas pompa dan peralatan auxilary lainnya. Pada kondisi sebelum start sebuah unit pembangkit maka kegiatan pemantauan kondisi peralatan di lokal sangat penting untuk memastikan kesiapan peralatan dioperasikan.

Gambar 14 Gambar pemantauan level pelumas dan pressure gauge Gambar 15 Form Pemantauan kondisi lokal boiler PLTU Rembang Pengelolaan energi primer Dalam mengoperasikan unit, operator berkoordinasi dengan P3B dan pemasok bahan bakar terutama dalam rangka memenuhi kebutuhan pengaturan pembebanan unit atau saat terjadi gangguan unit pembangkit. Kegiatan utama dalam pengelolaan energi primer sebagai berikut : Perencanaan Jenis dan Volume Berdasarkan Alokasi energi Listrik yang telah direncanakan untuk masingmasing entitas pembangkit dan effisiensi pembangkit tersebut dapat dihitung kebutuhan jenis dan volume energi primer yang dibutuhkan.

Dalam penentuann alokasi energi, perusahaan pembangkit akan melakukan koordinasi dengan pusat pengatur beban. Gambar 17. Pengelolaan Energi Primer Penanganan dan Pemakaian Energi Primer Penanganan Energi primer dimulai dari proses pengiriman pasokan, penyimpanan sampai dengan pemakaian. Sebagai contoh, untuk penanganan bahan bakar minyak yang memerlukan perhatian adalah waktu Bongkar Muatan Bahan Bakar, performance fasilitas Penerimaan Bahan Bakar, koordinasi dengan External (Supplier BB & Transportir) dan pengaturan ketersediaan Storage Area. Pemakaian energi primer baik langsung dari produsen maupun melalui storage dipastikan dapat mendukung operasional unit baik dalam kondisi normal atau krisis. Pelaporan kualitas dan kuantitas Pelaporan terbagi menjadi 2 yaitu pencapaian realisasi volume terkirim terhadap order / nominasi untuk bahan bakar minyak dan batu Bara atau penyerapan gas terhadap jumlah penyerahan minimum harian / nominasi untuk bahan bakar Gas dan kualitas bahan bakar yang tercermin dari kandungan Heating value, spesific grafity, viscosity, tekanan, temperatur dan kriteria lainnya yang spesific untuk masing-masing jenis bahan bakar. Pengendalian Energi Primer

Upaya pengendalian Energi Primer dilakukan dalam rangka menekan Losses dan optimalisasi pengelolaan untuk menjaga ketersediaan bahan bakar dengan harga dan kualitas yang baik. Beberapa langkah yang dilakukan diantaranya, secara periodik melakukan Witness Flow Comp Meter transaksi Gas dan Stok BBM, mencari produsen alternatif yang dapat memenuhi kebutuhan energi primer, dan optimalisasi pengamanan Persediaan. Gambar 18. Menjaga ketersediaan Bahan bakar untuk operasi pembangkit Mengingat supply BBM dari supplier penuh dengan ketidakpastian, sehingga dalam manajemen persediaan dipergunakan safety stock sebagai Pengaman Persediaan. Apabila dalam kondisi krisis bahan bakar dapat dilakukan langkah berikut : - Menginformasikan ke bagian produksi mengenai kondisi siap pakai BBM - Mempergunakan safety stock dengan tetap mengutamakan keandalan operasi. - Pengoptimalan pembebanan pembangkit (Koordinasi dengan P3B) - Meningkatkan koordinasi dengan supplier untuk mempercepat rencana kedatangan BBM.

Komunikasi dengan dispatcher Pembebanan Unit Pembangkit yang terhubung di sistem Jawa Bali diatur oleh P3B ( Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban).Setelah dilakukan berbagai perencanaan mulai periode tahunan, bulanan sampai pembebanan per 30 menit setiap harinya, pengaturan dilakukan dengan komunikasi real time dengan dispatcher. Media komunikasi langsung menggunakan sarana komunikasi via telepone dan aplikasi dispatch bebasis web untuk menentukan pembebanan baik naik dan turun beban atau start/stop unit pembangkit untuk mempertahankan kualitas sistem yang terdiri dari 2 parameter utama yaitu frekuensi dan tegangan. Efektifitas komunikasi dengan dispatcher dilakukan sesuai aturan jaringan dan diatur dalam prosedur pengelolaan tenaga listrik serta pemenuhan ekspektasi pelanggan yang nantinya akan diukur dalam survey kepuasan pelanggan. Gb. Aplikasi Bebasis web untuk perintah start stop dan naik turun beban MW dan MVar Konfirmasi Harian Deklarasi Kondisi Pembangkit Harian Deklarasi Kondisi Pembangkit (HDKP) adalah sebuah sistem informasi yang dikembangkan oleh PLN P3B untuk mengetahui indeks kinerja pembangkit, dimana dari informasi yang disampaikan dapat diketahui besaran besaran FOH, MOH, POH, EPDH dan EFDH sebagai dasar penentuan nilai EAF realisasi.

Konfirmasi HDKP dilakukan dalam upaya monitoring ketidaksiapan unit dan memberikan umpan balik sesuai kondisi operasi unit sehingga tidak merugikan pembangkit. Apabila terdapat deviasi EAF rencana terhadap EAFrealisasi berdasarkan HDKP yang relatif besar maka perlu disimpulkan dan dievaluasi penyebabnya untuk dilakukan perbaikan baik dari sisi perencanaan maupun realisasi. Gb. Aplikasi Bebasis web untuk indeks kinerja pembangkit Gb. Aplikasi Bebasis web untuk konfirmasi persetujuan operator pembangkit tentang status kinerja pembangkit

ILS (incident Logsheet) Record hasil temuan kerusakan atau defect merupakan tindak lanjut dari hasil kegiatan observasi dilapangan yang dilakukan Bidang Operasi. Setiap temuan selalu dibahas didalam daily meeting oleh seluruh bidang dan selanjutnya Rendal Har akan menindaklanjuti dengan membuat laporan rekapan hasil temuan yang akan dilaporkan secara rutin dan berkala kepada asset manajer. Dari hasil temuan kerusakan maupun kelainan peralatan dari bidang operasi akan dicreate kedalam Ellipse dalam bentuk WO (work order) setelah dibahas dalam Meeting pagi. Ellipse merupakan suatu software untuk CMMS (centralized maintenance management sytem). Fungsi Ellipse dalam tata kelola pembangkit adalah sebagai tools dalam pelaksanaan operasi dan pemeliharaan yang terkait data data pada saat melakukan proses pemeliharaan dan fitur dalam Ellipse sangat banyak sehingga sangat berguna sekali dalam input data yang terkait dengan operasional sebuah pembangkit. Di PT. PJB fungsi pembuatan laporan kerusakan ini menggunakan software Ellips yang didalamnya menyediakan fitur pelaporan kerusakan yang dikenal dengan incident loogsheet (ILS) LAPORAN KERUSAKAN ILS Software CMMS ELLIPS Daily Meeting Create WO WO Normal WO Urgen WO Emergency WO Corective

Gb3.7 Gambar ILS yang Telah didownload dalam format excel di PLTGU Gresik Permintaan Pekerjaan dari Operator yang tertulis dalam ILS : Dalam penulisan ILS perlu memperhatikan hal berikut : - Deskripsi kerusakan, dampak kerusakan dan kondisi yang diinginkan. - Status peralatan (normal, urgent, emergency). - Equipment number/ reference (plant number) dan lokasi. - Deviasi terhadap nilai standard (data commisioning/ overhaul terakhir). - Foto/ dokumen tambahan. Laporan gangguan Peralatan dan Unit. Dalam Unit Pembangkit Laporan Gangguan Pada Unit dan peralatan umumnya menyajikan : kronologis dan waktu kejadian Indikasi Alarm Yang muncul atau analisa penyebab kejadian Waktu kejadian Akibat yang ditimbulkan Tindakan Operator Untuk Mengatasi gangguan Data data yang menguatkan seperti Trend grafik POS dan Alarm pada POS dan foto peralatan Berikut ini contoh format laporan gangguan beserta trend grafiknya dari desalination PLTU Rembang

LAPORAN GANGGUAN PEMBANGKIT WAKTU GANGGUAN : Hari / Tanggal : Jum at / 23-24 Sept 2010 PERALATAN / SISTIM : Desallination plant - MED B Jam Kejadian : 09.40 WIB C. KRONOLOGI GANGGUAN : Kondisi sebelum terjadi gangguan (Jam 09.00): Main steam inlet pressure / temp TVC steam temp : 5.7 Bar/ 161 C : 71.3 C Pressure Service Water to Desal Area (few second after trip) : 2.2-2.4 (setpoint : 3) Conductivity / Flow of product Aux. Boiler in service Pres// Flow// Temp. : 0.9 μs.cm/ 100.7 m 3 /hr : 8.9 Bar// 16m 3 /hr // 337 C Indikasi yang muncul / alarm : Suction pressure of Distillate Injection Pump (DIP) is LOW LOW Urutan Kejadian : 21.34 MED B // 21.50 Penggantian gasket pada NC gases valve 00.20 Steam To Ejector stage 2 02.29 Steam to Ejector stage 1 03.45 Steam To TVC 05.30 Distillate product to RWT B 08.37 Filling SBS chemical to SBS tank 09.36 Filling Anti foam chemical to A/F tank Filling Anti Scallent chemical to A/S tank 09.38 Suction pressure of DIP is LOW LOW Distillate injection pump trip

09.40 TVC Temperature is HIGH HIGH ( > 82 C) MED B Trip. 14.00 Filling Service water to Brine Chamber ( L = 500 mm) 15.40 MED B Flushing selected & Started 16.30 MED B Flushing stopped E. AKIBAT YANG DITIMBULKAN : MED B Trip. F. TINDAKAN OPERASI YANG DILAKUKAN : Cooling Down MED B (Flushing with seawater) to avoid Thermal stress Higher service water pressure to desal area to 4.0 barg G. PERBAIKAN YANG DILAKUKAN : Perlu dilakukan Resetting supply Pressure yg lebih tinggi (4 barg) pada suction distillate injection pump. H. UNIT BEROPERASI KEMBALI : Menunggu pihak ZPT dan Vendor LAIN LAIN : Lampiran (Trending & foto)

GB. Trend grafik yang dilampirkan pada laporan gangguan

Analisa sementara : GB. Foto peralatan yang dilampirkan dalam laporan gangguan Gejala : MED B Trip, TVC temp High high disebabkan oleh DIP Trip Kemungkinan Penyebab: DIP Trip disebabkan oleh Suction pressure is low low ( pemakaian supply water ke DIP berlebih.)

Tagging peralatan Kondisi peralatan yang membutuhkan pengamanan lebih, misalnya dalam kondisi rusak, sedang dipelihara atau kondisi lainnya yang membutuhkan perhatian khusus harus diberikan penanda beserta keterangan. Untuk kebutuhan tersebut dibuatlah pencatatan tagging peralatan yang bertujuan untuk memastikan bahwa sistem penguncian (lock out) dan penandaan (tag out) pada peralatan dan mesin yang tidak beroperasi dan/atau sedang dalam perbaikan, sehingga aman dan tidak membahayakan bagi pekerja serta menghindarkan kerusakan peralatan/ mesin. Pencatatan dilakukan baik dengan menggunakan kartu tagging maupun logbook kegiatan tagging dan sudah dilengkapi dengan prosedur isolasi peralatan yang berdasarkan "manual operasi-pemeliharaan" yang dituangkan dalam formulir isolasi peralatan yang ditandatangani oleh pejabat yang terkait. PERHATIAN SISTEM DALAM ISOLASI Gb. Breaker isolation dengan padlock

Entry data operasi baik di spreadsheet maupun software Navitas Pencatatan data operasi baik oleh Operator maupun bagian perencanaan operasi secara umum dilakukan menggunakan spreadsheet. Di PT. PJB terdapat software untuk mencatat data operasi yang disebut Navitas. Sebuah aplikasi berbasis web yang meliputi proses entry sampai validasi bertingkat dari data operasi mulai periode shift, harian sampai dengan bulanan. Dengan adanya software untuk pengelolaan data operasi diharapkan keakuratan dan kecepatan data dapat mendukung analisa perubahan kebutuhan proses bisnis di bidang yang bersangkutan dan mengintegrasikan ke dalam aplikasi Navitas. Sehingga data navitas sebagai data utama pada proses pelaporan pembangkitan. Dalam Software navitas database yang biasa diisikan adalah : Status start stop pembangkit Status Kinerja seperti FO, MO, FD, MD dan PO Meter Gross, Penjualan, dan meter pemakaian sendiri Pemakaian bahan bakar Gb. Database Operasi Bebasis Web dalam navitas

Proses Transaksi Tenaga Listrik dan Kesiapan Pembankit Proses transaksi tenaga listrik dan kesiapan pembangkit mengacu kepada kesepakatan harga yaitu nilai harga patokan yang digunakan sebagai dasar perhitungan pembayaran yang disepakati oleh PT PJB dan PT PLN (Persero) yang tertuan dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik. Kesepakatan harga ini antara lain: 1. Hkap (Rp/kW.tahun) untuk komponen A 2. Hfix (Rp/kW.tahun) untuk komponen B 3. Pada komponen C digunakan kesepakatan Nilai Heat Rate pada beberapa titik beban yang kemudian akan dijabarkan lebih lanjut dalam formulasi trendline (persamaan pangkat tiga) yang terbentuk dari trend heat rate tersebut. 4. Hvar (Rp/kWh) untuk komponen D Dari kesepakatan harga tersebut kemudian disusun tagihan komponen A dan Komponen B berrdasarkan Berita Acara EAF Realisasi yang ditandatangani oleh PJB dan PLN P3B. Gambar Berita Acara EAF Realisasi unit Pembangkit. Berikut Formula perhitungan tagihan :

Perhitungan Komponen A: a) Jika EAF Realisasi > EAF Rencana A = [EAF Rencana +(0.5 x (EAF Realisasi EAF Rencana ))] x Hkap x DMN x PM/PY... (Rp) b) Jika EAF Realisasi < EAF Rencana A = EAF Realisasi x Hkap x DMN x PM/PY... (Rp) Dengan : PM : jumlah hari dalam bulan tagihan PY : jumlah hari dalam tahun tagihan DMN : Daya Mampu Netto yang disepakati di kontrak dalam kwh Hkap : Harga pemngembalian investasi kapasitas dalam Rp/kW.tahun Perhitungan Komponen B: a) Jika EAF Realisasi > EAF Rencana B = EAF Rencana x Hfix x DMN x PM/PY... (Rp) b) Jika EAF Realisasi < EAF Rencana B = EAF Realisasi x Hfix x DMN x PM/PY... (Rp) Dengan : PM PY : jumlah hari dalam bulan tagihan : jumlah hari dalam tahun tagihan DMN : Daya Mampu Netto yang disepakati di kontrak dalam kwh HFix : Harga Operasi dan pemeliharaan dalam Rp/kW.tahun Perhitungan tagihan komponen C dan komponen D terkait dengan pengiriman energi listrik memerlukan Berita Acara Pengiriman Energi Listrik dari PJB ke PLN (Persero) yang ditandatangani oleh Pejabat Unit Pembangkit (UP) dan pejabat Unit Pelayanan Transmisi (UPT) terkait dan detail data logger per 30 menit untuk tiap-tiap mesin pembangkit.

Gambar Berita Acara Pengiriman Energi Listrik Gambar Data Logger Gresik PLTU #2 Perhitungan komponen C:

SHR W n i = 1 = n SHRxMW i= 1 i MW i i... kcal/kwh HBB TERTIMBANG n i = 1 Hbb xvbb = Vbb i i...rp/lt atau Rp/Kg atau USD/MMBTU, dimana : SHRW = Nilai heat rate tertimbang (kcal/kwh) HBB TERTIMBANG = Harga bahan bakar terimbang (Rp/kg atau Rp/lt atau Rp/MMBTU) SHRi = Nilai heat rate pada beban ke i (kcal/kwh) MWi = Nilai pembebanan pada periode ke i (MW) Vbbi = Volume Bahan Bakar kontrak ke i (lt atau kg atau MMBTU) Hbbi = Harga bahan bakar kontrak ke i (Rp/lt atau Rp/kg atau Rp/MMBTU) a) Pembangkit Thermal Single Firing (1 jenis bahan bakar) SHRWxHBBTERTIMBANG C= xea... (Rp), dimana: HHV HHV = Nilai kalor bahan bakar kcal/kg atau kcal/liter atau kcal/mmbtu) Ea = Jumlah energi yang di serahkan oleh Penjual (kwh) b) Pembangkit Thermal Dual Firing ( 2 jenis bahan bakar) SHRW C= HHV K xeax GAS xhgasxkursusd + 252000 H BBM NK xk BBM BBM... (Rp), dimana: K gas = Konstanta pemakaian energi gas terhadap keseluruhan energi (dalam%) K bbm = Konstanta pemakaian energi bbm terhadap keseluruhan energi (dalam%) Kurs USD = Nilai tukar transaksi Rupiah terhadap USD pada hari kerja pertama bulan tagihan + 1.

H gas = Harga Gas dalam USD/MMBTU H bbm = Harga BBM rata rata dalam Rp/Lt c) Pembangkit Hidro C C = H xea...(rp), dimana: Hc = Harga komponen C dalam Rp/kWh Ea = Jumlah energi yang di serahkan oleh Penjual (kwh) d) Kompleksitas alokasi energi per pola operasi di pembangkit PLTGU Pada PLTGU ini terdapat dua jenis pola operasi yaitu Open Cycle (OC) dan Closed Cycle (CC). Pada pola operasi Open Cycle Gas Turbin tidak meneruskan gas buangnya ke HRSG untuk dimanfaatkan dalam proses pembuatan uap bagi Steam Turbin. Sementara bila beroperasi pada mode Closed Cycle gas buang dari Gas Turbin diteruskan ke HRSG untuk kemudian terjadi proses pembuatan uap untuk menjalankan Steam Turbin. PLTGU PJB merupakan pembangkit yang memiliki pola operasi yang sangat fleksibel, dengan dukungan dari 3 Gas Turbin dan 1 Steam Turbin, maka PLTGU dapat memiliki pola operasi yang beragam yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan sistem. Pola operasi PLTGU sendiri dapat dikombinasikan menjadi 4 jenis yaitu : Open Cycle (OC), CC 1-1-1 (1 GT 1 HRSG 1 ST), CC 2-2-1 (2 GT 2 HRSG 2 ST), CC 3-3-1 (3GT 3 HRSG 3ST), dimana dalam kenyataannya formasi Closed Cycle (CC) dapat digabungkan dengan OC. Adanya berbagai pola operasi di atas memiki nilai efisiensi yang cukup banyak berbeda, sehingga dalam prakteknya kesepakatan heat rate dibuat untuk 4 jenis pola operasi ini, berbeda dengan entitas lain yang hanya memiliki 1 jenis persamaan heat rate, pada PLTGU terdapat 4 persamaan heat rate yang tergantung pada pola operasi yang terjadi diatas. Oleh karena itu dibutuhkan metode pengolahan data untuk menentukan seberapa nilai energi yang dibangkitkan berdasarkan pada pola operasi diatas. Berdasarkan kondisi informasi yang ada, berikut ini metode perhitungan yang digunakan untuk menentukan nilai energi kirim per pola operasi: 1) Meter Tri Winding (penentuan alokasi energi diantara 2 GT dalam 1 meter)

Meter jenis ini adalah meter yang memiliki input 2 jenis (2 Gas Turbin) dengan hasil pembacaan meter hanya 1 output. Maka untuk mengetahui Gas turbin mana yang aktif sehubungan dengan output meter tersebut maka dibutuhkan Status GT Triwinding, dimana rincian alokasi energi untuk masing masing GT adalah sebagai berikut: Status GT1 i = 1 (on) GT2 i = 1 (on), maka output GT = EGT1 i = EGTi/2 EGT2 i = EGTi/2 Status GT1i = 0 (off) GT2i = 1 (on), maka output GT = EGT1 i = 0 EGT2 i = EGTi/2 Status GT1i = 1 (on) GT2i = 0 (off), maka output GT = Keterangan: EGT1 i = EGTi/2 EGT2 i = 0 EGTi = Jumlah energi yang dihasilkan Meter Trwinding pada beban ke i dalam kwh EGT1i = Jumlah energi yang dihasilkan GT 1 pada beban ke i dalam kwh EGT2i = Jumlah energi yang dihasilkan GT 2 pada beban ke i dalam kwh 2) Perhitungan Status Blok dan Penentuan Alokasi Energi Terhadap pola Operasi. Dalam menentukan pola operasi yang sedang aktif di PLTGU yang dalam hal ini yang memiliki 3 Gas Turbin, 3 HRSG dan 1 Steam turbin, maka pengalokasian nilai energi yang dihasilkan per pola operasi sesuai dengan kesepakatan heat rate Perhitungan komponen D: D VAR = H xea...(rp), dimana: Hvar : Harga variabel komponen D dalam Rp/kWh Ea : Jumlah energi yang di serahkan oleh Penjual (kwh)

Perhitungan Pembayaran Energi Reaktif: Nilai Energi Reaktif maksimum yang tidak ditagihkan pada beban tertentu dimana bila nilai energi reaktif yang dihasilkan berada di bawah nilai Var maks maka nilai energi reaktif tertagih pada beban tersebut = 0, mengikuti rumus berikut : Var MAKS Ei Cosφ 2 = x Cos...(Varh) dimana: 1 φ Ei = Besarnya energi aktif pada beban ke i dalam kwh Cos ǿ = Batasan cos phi yang diijinkan, yaitu untuk posisi lagging (kwh out) = 0.85, dan posisi leading (kwh in) = 0.95 Sehingga nilai energi reaktif setelmen akan mengikuti persamaan sebagai berikut : n Ar = fsi Eri i= 1 Ei x Cosφ 2 1 Cosφ xh AVG... (Rp), dimana : Eri = Besarnya energi aktif pada beban ke i dalam kvarh yang nilainya lebih besar dari Var maks di beban ke i Fs i = Status energi reaktif, dimana jika Eri > Var maks maka fsi = 1, dan fsi = 0 jika Eri < Var maks atau Ei = 0 H AVG = Harga rata rata Rp/kwh untuk entitas dimana Havg merupakan pembagian dari nilai tagihan komponen C dengan nilai energi terkirim (Ea) Perhitungan Pembayaran Technical Minimum Load: Suatu pembangkit dinyatakan beroperasi dalam technical mimum load bila: Beroperasi dibawah beban minimum Bukan dalam periode menaikkan beban pada saat start up atau penurunan beban pada saat shutdwon, dalam hal ini untuk Gas turbin maka TML berlaku pada 1 jam setelah start (masuk sistem) dan 1 jam sebelum shutdown (keluar sistem) Berikut ini rumus yang digunakan dalam perhitungan tagihan TML: P TML n n = 1 / 2x fstx SHR t 1 t= 1 TML SHR MIN x [ E E ] x {(k GAS x H GASR x Er R / HHV GAS ) + (k BBM x H BBMR /HHV BBM )}... (Rp), dimana: MIN TML

PTML = Pembayaran kompensasi terhadap pembebanan pada Technical Minimum Load. SHRTML = Nilai Heat Rate pada beban Technical Minimum Load sesuai Kesepakatan Pembayaran Komponen C SHRMIN = Nilai Heat Rate pada nilai daya mampu minimum sesuai Kesepakatan Pembayaran Komponen C HHV = Nilai kalor bahan bakar kcal/kg atau kcal/liter atau kcal/mmbtu) HBB TERTIMBANG = Fst = Faktor status operasi, Harga bahan bakar terimbang (Rp/kg atau Rp/lt atau Rp/MMBTU) dimana fst = 1 bila Ei < E MIN E min = Beban Minimum sesuai Kesepakatan Pembayaran Komponen C E tml = Beban TML sesuai Kesepakatan Pembayaran Komponen C KGAS = Kesepakatan konstanta komposisi energi gas yang berupa perbandingan jumlah input kalor gas terhadap total input kalor masing-masing entitas selama kurun waktu tertentu, dalam satuan persen. HGASR = Harga rata rata gas realisasi pemakaian dalam periode penagihan, dalam satuan US$/MMBTU. ErR = Besarnya nilai tukar rupiah per 1 US$ yang digunakan pada bulan penagihan, dalam satuan Rp/US $ HHVGAS = Asumsi nilai kalor kotor gas yang digunakan pada Harga Penawaran yang disampaikan atau Kesepakatan Pembayaran Komponen C yang diberlakukan, dalam satuan kcal/mmbtu. = 252.000 kcal/mmbtu KBBM = Kesepakatan konstanta komposisi energi BBM yang berupa perbandingan jumlah input kalor BBM terhadap total input kalor masing-masing entitas selama kurun waktu tertentu, dalam satuan persen. HBBMR = Harga bahan bakar BBM, baik HSD dan MFO (termasuk biaya transport) pada bulan penagihan, dalam satuan Rp/liter. HHVBBM = Asumsi nilai kalor kotor bahan bakar BBM, baik HSD dan MFO yang digunakan pada Harga Penawaran yang disampaikan atau Kesepakatan Pembayaran Komponen C yang diberlakukan, dalam satuan kcal/liter. = 9.598 kcal/liter untuk MFO dan 9.095 kcal/liter untuk HSD.

H BBM = Harga bahan bakar minyak yang digunakan untuk satu kali Start Up yang besarnya sama dengan harga bahan bakar minyak yang digunakan pada setelmen bulanan untuk masing-masing entitas.

2.3. EVALUASI DAN PELAPORAN OPERASI TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami Evaluasi Pelaporan Operasi Pelaporan bidang operasi merupakan rekap kegiatan satu bulan akan disajikan dalam Laporan Pengusahaan. Secara umum format Laporan Pengusahaan (lapus) menampilkan : Resume Laporan Pengusahaan o Resume Laporan pengusahaan menampilkan produksi energi listrik yang dibangkitkan, Pemakaian sendiri, Susut Trafo dan Kwh terjual o Faktor Operasi seperti : EAF, Efor dan SOF o Biaya Operasi dari faktor bahan bakar, pelumas dan bahan kimia dalam rupiah/kwh Gb. Resume lapus yang menampilkan faktor operasi dan biaya operasi

Data Pengusahaan Pembangkitan Menampilkan data kwh produksi, pemakaian sendiri, susut trafo secara detail tiap mesin pembangkit. Gb. Data pengusahaan dalam lapus Data-data Operasi NERC-GADS Menampilkan detail faktor operasi tiap mesin pembangkit seperti CF, EAF, EFOR dan lain lain Gb. Faktor operasi dalam lapus

Heat Rate dan Effisiensi Thermal dan SFC Menampilkan Heat rate dan effisiensi tiap tiap mesin pembangkit Gb. Heat rate dalam lapus Laporan Pemakaian & Biaya Bahan Bakar Menampilkan laporan pemakaian bahan bakar, stok awal dan akhir dari tiap tiap mesin pembangkit. Gb. Pemakaian bahan bakar dalam lapus Selain itu terdapat pemantauan jumlah bahan bakar untuk menghasilkan energi listrik per kwh yang disebut spesific fuel consumption (SFC).

Laporan Pemakaian & Biaya Minyak Pelumas Menampilkan laporan pemakaian dan biaya pelumas. Gb. Pemakaian dan biaya pelumas dalam lapus Laporan Pemakaian Bahan Kimia Gb. Pemakaian dan biaya bahan kimia dalam lapus Laporan Kerusakan Pembangkit

Data Gangguan dan derating Pembangkit Data Pemeliharaan Pembangkit

3..1. DATA COLLECTION TUJUAN PEMBELAJARAN Mampu Menjelaskan Data Collection 3.1 Data Collection Dalam sebuah pembangkit listrik kegiatan pengumpulan data merupakan hal mendasar yang harus dilakukan dalam rangka memonitor kinerja pembangkit dan kinerja peralatan. Sumber sumber data pembangkit khususnya dalam bidang operasi adalah sebagai berikut : Loog Sheet Operasi Incident Loog Sheet(ILS) atau Defect List dalam CMMS Data Hasil Download dari EDS (engginering Data Service) Data Management Energi Laporan Pengusahaann

Data Logger Data Performance test Trending POS atau DCS Laporan gangguan Laporan start up Data Collection yang akan dibahas disini adalah data yang akan digunakan sebagai inputan dalam performance test, sedangkan kegiatan data collection lainnya sudah dibahas di bab sebelumnya. 3.2 Pengambilan Data Performance Test merupakan kegiatan pengambilan data yang diperlukan untuk input analisa performa maupun analisa perbandingan dengan titik reference yaitu hasil comissioning, berupa nilai nilai pengukuran maupun akumulasi atau counter dalam satu waktu tertentu. Ada 3 cara pengambilan data yaitu : Pengambilan data secara manual yaitu pengambilan data dengan metode pencatatan dalam form tertentu atau loogsheet. Biasanya data counter flow bahan bakar maupun KWH yang tidak dilengkapi koneksi ethernet maupun tidak bisa diambil auto ataupun data data dari pengukuran mesin mesin BOP(balance off plant) seperti Auxilary Boiler dan Desalination Plant. Pengambilan data secara auto yaitu pengambilan data dengan metode capture maupun download pada satu waktu tertentu. Sebagai contoh pengambilan data temperatur dan pressure dapat dilakukan dengan sebuah software sniffer. Software sniffer ini merupakan sebuah software bawaan dari pabrikan mesin pembangkit yang memang digunakan untuk kebutuhan pengambilan data. Contoh software sniffer adalah DEEP VIEWER untuk pabrikan ALSTOM dan FoxBoro untuk pabrikan dari Harbin dan dongfang. Pengambilan data dengan pengujian laboratorium misalnya HHV dari batu bara

Gb3.10 Data Pencatatan manual flow batubara PLTU Rembang Gb3.11 Download data operasi main steam pressure dan temperature PLTU Rembang melalui program sniffer Gb3.12 Download data operasi PLTGU MUARA TAWAR

Gb3.13 Gambar hasil pengujian laboratoium batubara bukit asam

Yang Perlu diperhatikan sebelum pengambilan data yang pertama adalah status kalibrasi dari alat alat pengukuran instrument maupun counter, Harus dipastikan bahwa alat alat pengukuran tersebut telah terkalibrasi sesuai standar pabrikan maupun standar deviasi pengukuran oleh ASME PTC4 dan 6, Semakin banyak atau seluruhnya peralatan ukur tersebut telah terkalibrasi maka akan didapatkan data yang akurat. Apabila data yang didapat akurat tentunya hasila analisa akan akurat dan menghasilkan rekomendasi yang tepat. Gb3.14 Kalibrasi termocouple

Gambar 3.5 dibawah ini menunjukkan kemungkinan eror pengukuran sebuah alat ukur dan pengaruhnya terhadap perhitungan efficiency PLTU menurut ASME 4.1 1964. Pada performance test pembangkit baru pada masa commissioning deviasi pengukuran menjadi sangat penting karena akan menjadi klaim performa oleh pabrikan apakah sesuai dengan buku kontrak atau tidak. Gb3.15 Tabel error pengukuran Gb3.6 Garansi performa dari pabrikan sesuai buku kontrak (PLTU Tanjung Awar Awar)

Gb3.16 Tabel permissible deviation (ASME PTC 6 2004) Apabila pengambilan data lebih dari 1 dalam ASME PTC 6 disebut dengan duplicate test runs kita dapat mengambil nilai rata rata dari banyaknya pengukuran, akan tetapi nilai nilai antara satu dengan lainnya tidak boleh berdeviasi terlalu besar. Contoh pada gambar 3.5 besarnya deviasi fluctuation yang diijinkan untuk pengukuran initial steam pressure adalah 0.25 %. Pengukuran pertama : 10 bar Nilai Rata Rata (average) Pengukuran kedua : 10.001 Pengukuran ketiga : 10.5 > 0.25 % data tidak dipakai Banyaknya alat ukur di pembangkit yang berjumlah ratusan bahkan ribuan tentunya tidak bisa dihindari akan adanya hasil pengukuran yang tidak akurat maupun karena alat ukur itu sendiri rusak sementara jika dilakukan penggantian atau kalibrasi alat ukur tersebut menunggu inspection. Jika sebuah pengukuran menghasilkan data yang tidak akurat maka kita dapat menggunakan perhitungan sesuai formula teknis

thermodinamika maupun mekanika fluida atau asumsi saja. Berikut ini contoh perhitungan apabila alat pengukuran Flow Rate Uap tidak akurat: pada gambar 3.6 diketahui jumlah flow rate feed water (LP FW) masuk adalah 32,9 kg/s, kemudian flow keluar ada dua yaitu ke Feed Water Tank (FWT) 11.7 kg/s dan Ke LP steam turbine sebesar 25.2 kg/s. Maka menurut Hukum kekekalan Massa atau mass balance seharusnya jumlah flow rate in = flow rate out Gb3.17 Mass Balance equation Dengan Asumsi Tidak Ada Bocoran dan Blowdown setting valve telah ditutup maka flow rate Uap (LP Steam adalah) : Flow LP Steam = Flow Feed Water In Flow water ke FWT Flow LP Steam = (32.9 11.7) kg/s Flow LP Steam = 21.2 kg/s Gb3.18 Gambar DCS PLTGU Muara Tawar

Kemudian yang perlu diperhatikan sebelum pengambilan data adalah tercapainya kondisi steady state dari mesin pembangkit. Dalam istilah teknis kondisi steady state didefinisikan kondisi tidak berubahnya properti (mass flow, enthlapi, pressure, temperature) terhadap waktu. Dalam prakteknya pengertian kondisi steady state di pembangkit adalah kondisi ditahannya Beban (load) 1 jam atau sesuai standar ASME PTC6 2004 untuk PLTU yaitu 2 jam atau standar pabrikan dalam melaksanakan performance test, sebelum data tersebut diambil. Penahanan beban tersebut biasanya pada 100%, 75% dan 50 %. Maksud dari penahanan selama satu jam atau sesuai standar ASME adalah supaya kondisi pembangkit sudah stabil dimana kondisi pengukuran temperature pressure dan sebagainya sudah tidak berdeviasi terlalu besar. Juga dari setiap proses naik atau turun beban suatu pembangkit diperlukan waktu sesuai karakteristik rate beban ( MW/min) sebelum tercapainya kondisi stabil. Gb3.19 Startup curve PLTU Rembang

Gb. Tabel waktu stabilisasi dan durasi dalam sebuah performance test (ASME PTC 46) Untuk Mendapatkan data yang bisa dibandingkan dengan data performance test pada kondisi comissioning maka kondisi test harus disamakan dengan kondisi commissioning. Misalnya pada valve blowdown pada kondisi tertutup, kemudian valve drain juga harus pada kondisi tertutup. Gb3.6 capture List Peralatan yang diisolasi menurut ASME PTC 6 2004

3.2. MODEL BASED NORMALIZATION TUJUAN PEMBELAJARAN Mampu Menjelaskan Model Based Normalization. Model Merupakan representasi, atau deskripsi yang menjelaskan suatu objek, sistem, atau konsep, yang seringkali berupa penyederhanaan atau simplifikasi. Bentuknya dapat berupa model fisik (maket, bentuk prototipe), software komputer atau rumusan matematis. Sedangkan Pemodelan adalah Proses memproduksi atau menghasilkan model. Salah satu tujuan dari pemodelan adalah memungkinkan analis untuk memprediksi pengaruh perubahan pada Sistem. Disatu sisi model harus menjadi pendekatan dengan sistem nyata dan menggabungkan sebagian besar fitur penting pada Sistem nyata, disisi lain, model seharusnya tidak terlalu rumit, sehingga analis mudah untuk memahami dan melakukan eksperimen (simulasi) terhadap sistem tersebut. 1. Permodelan Heat Balance Power Plant. Heat adalah energi yang ditransfer dari satu media ke media lain melalui interaksi thermal seperti konduksi, convection, dan radiasi. Dalam hukum pertama termodinamika menyatakan energi tidak dapat diciptakan juga tidak dapat dimusnahkan. =0 Heat balance Power Plant merupakan keseimbangan energi yang menyangkut : Energy Bahan Bakar Losses Thermal isolation Losses Pembakaran Power Output Dan lain lain

GB. Heat balance PLTU dari ASME PTC 4.1 1964 Permodelan Heat Balance Power Plant merupakan kegiatan untuk membuat Model Power Plant baik itu PLTU maupun PLTGU yang didalamnya ada kalkulasi keseimbangan energinya dan persamaan bantu lainnya. Contoh Persamaan bantu adalah flow yang melewati sebuah valve =

Dimana Q = flow (m3/s) Cv = Konstanta friksi valve = Beda pressure upstream dan downstream 2. Permodelan Heat Balance Dengan Software Gate Cycle. Dengan makin kompleknya sistem di thermal power plant dan jumlah peralatan yang semakin banyak maka tentu saja akan semakin susah mengkalkulasi keseimbangan energi secara manual. Thermal Cycle Software seperti gate cycle akan memudahkan kita untuk memodelkan power plant serta mengkalkulasi keseimbangan energinya. Gate cycle merupakan program komputer yang dilengkapi gambar model peralatan dengan detail thermodinamika propertiesnya, heat transfer dan fluid mechanical proses yang memungkinkan user run analisis design yang telah dibuat dan simulasinya. Software gate cycle merupakan suatu software dari pabrikan General Eletric (GE) yang berguna untuk : Menganalisa seluruh performa siklus meliputi efficiency dan power Mengecek klaim performance power plant atau peralatan yang diklaim vendor Simulasi performance pada kondisi off design Memprediksi perubahan performa akibat modifikasi peralatan Fitur Cyclelink merupakan fitur penting yang memungkinkan user untuk memanage database dengan menentukan input dan output variable mealui MS excel. Sebagai Contoh dapat dipanggil data temperature outlet High Pressure Water Heater(HPH) sebagai input variable kemudian diamati pengaruhnya net plant heat rate, dengan memvariasikan beberapa nilai input maka dengan mudah akan didapatkan plot grafik pengaruh kenaikan temperature HPH terhadap Net plant heat rate. Plot grafik tersebut dapat

digunakan sebagai Thermal Kit Pembangkit sebagai faktor koreksi pengaruh temperature HPH terhadap NPHR. Tool Bar Area Design equipment Gb. Tampilan program gate cycle Input Variable yang diinginkan (contoh : temperature out HPH) outputvariable yang diinginkan (contoh : NPHR) Gb2. spread sheet excel yang terhubung dengan Fungsi cyclelink dalam gate cycle

GPHR (kj/kwh) 8,100.00 8,000.00 7,900.00 7,800.00 7,700.00 7,600.00 7,500.00 7,400.00 7,300.00 Pengaruh Kenaikan Temp. HPH1 Outlet terhadap Heat Rate 255 260 265 270 275 280 Perubahan Temperature (C) GPHR TCHR Gb3. Grafik plot data temperature HPH outlet terhadap heat rate

3.3. PERFORMANCE TEST TUJUAN PEMBELAJARAN Mampu Menjelaskan Performance Test Menurut AME PTC 4.1 1964 Performance Test bertujuan untuk : Cek actual performa mesin pembangkit dibandingkan garansi pada buku kontrak Membandingkan karakteristik seperti steam temperature dengan kondisi standar operasi. Membandingkan Pengujian Pada variasi beban Membandingkan Pengujian Pada Perubahan properties bahan bakar. Dapat dilihat bahwa tujuan performance test pada intinya adalah untuk membandingkan kondisi. Standar diperlukan untuk kredibilitas test dalam hal ini merujuk pada : ASME PTC 4. Dan ASME PTC 6 untuk PLTU ASME PTC 22 dan ASME PTC 46 untuk PLTGU Di Unit unit Thermal PT.PJB Performance Test Merupakan Kegiatan Pengambilan Data dari variabel operasi pembangkit untuk kemudian digunakan sebagai input perhitungan performance pembangkit. Performance hasil perhitungan tersebut kemudian akan dibandingkan dengan titik referensi yaitu performance pada kondisi comissioning maupun untuk membandingkan antara sebelum dan sesudah inspection mesin pembangkit. Langkah langkah umum dalam kegiatan performance test adalah sebagai berikut : Pengambilan Data Pengolahan Data Analisa Data Pembuatan Laporan

Gb3.9 Gambar Prosedur Performance Test PLTGU Muara Tawar

3.2.1 Pengambilan Data Telah dijelaskan di bab data collection 3.2.2 Pengolahan Data Data data yang telah diambil baik secara manual, download dan sampling laboratorium kemudian akan diolah melalui perhitungan performa secara manual dalam microsoft excel maupun memanfaatkan software seperti gate cycle. RAW DATA Equipments Parameters KKS Unit 1 2 3 4 5 Average Ambient Pressure MBL01CP001 mbar 1026,77 1026,90 1027,15 1026,97 1026,95 1026,95 Ambient Ambient Temperature MBL01CT001 C 31,09 30,915 30,848333 31,233333 31,6325 31,14 Humidity MBL01CM001 % 61,17 60,963333 62,559167 60,5675 59,183333 60,89 Air Intake DP mmh2o 175,00 175,00 Temperature Air Inlet (TK1) MBL30CT011 C 31,70 31,614167 31,5075 31,499167 31,604167 31,59 VIGV MBA82CE902 Degree -0,62-0,61-0,6116667-0,615-0,6125-0,61 Compressor Pressure Blow Off MBA 80 CP 020 Bar 4,27 4,295 4,2708333 4,2691667 4,2658333 4,27 Discharge Compressor Temp(TK2) - C #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! N/A Compressor Discharge Press (PK2) MBA 80 CP 912 Bar 12,91 12,935 12,913333 12,895833 12,894167 12,91 Temp Inlet Turbine (TIT) MBA30CT912 C 1099,3575 1099,8333 1099,4717 1099,0292 1099,0825 1099,35 Temp After Turbine (TAT) Avg MBA30CT902 C 540,01 539,87167 539,9475 539,94167 539,97167 539,95 Turbine & Combuster Pulsation Low MBM 30 mbar 6,36 6,2125 6,7208333 6,6175 6,415 6,47 Pulsation High MBM 30 mbar 27,88 27,640833 27,6225 27,429167 27,421667 27,60 Pressure Exhaust mbar #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! N/A Vib. Bearing Turbine MBD 10 CY 001 mm/s 0,13 0,125 0,1241667 0,1208333 0,1225 0,12 Vib. Bearing Compressor MBD 20 CY 001 mm/s 3,93 3,9058333 3,9366667 3,9283333 3,9283333 3,93 Vib. Bearing Gen DE MKD 10 CY 020 mm/s 2,99 2,9533333 3,0108333 2,9866667 3,0141667 2,99 Vib. Bearing Gen NDE MKD 20 CY 020 mm/s 3,07 3,035 3,095 3,0691667 3,085 3,07 Axial Pos. Rotor MBD 22 CY 001 mm 0,61 0,61 0,61 0,6075 0,6083333 0,61 Axial Pos. Rotor MBD 22 CY 002 mm -0,66-0,7116667-0,7291667-0,7933333-0,8125-0,74 Vib. Shaft Turbine MBD 11 CY 001 μm 45,53 45,611667 45,601667 45,808333 45,561667 45,62 Vib.Bearing Vib. Shaft Turbine MBD 11 CY 002 μm 49,13 49,015833 48,994167 48,905833 48,726667 48,96 Vib. Shaft Compressor MBD 21 CY 001 μm 128,79 128,78167 128,865 128,9675 128,86417 128,85 Vib. Shaft Compressor MBD 21 CY 002 μm 67,79 67,494167 67,874167 67,729167 67,795833 67,74 Vib. Shaft Gen DE MKD 10 CY 021 μm 81,44 81,038333 81,394167 81,446667 81,650833 81,39 Vib. Shaft Gen DE MKD 10 CY 022 μm 20,37 20,315 20,4725 20,385 20,515833 20,41 Vib. Shaft Gen NDE MKD 20 CY 021 μm 47,29 47,283333 46,896667 46,978333 46,874167 47,06 Vib. Shaft Gen NDE MKD 20 CY 022 μm 56,51 56,153333 56,519167 56,228333 56,191667 56,32 Temp. Bearing Turbine MBD 11 CT 001 C 107,57 107,54583 107,57417 107,6025 107,61167 107,58 Temp. Bearing Turbine MBD 11 CY 002 C 103,63 103,60833 103,635 103,62083 103,63833 103,63 Temp. Bearing Compressor MBD 21 CT 001 C 110,60 110,59833 110,60833 110,62333 110,60917 110,61 Temp. Bearing Compressor MBD 21 CT 002 C 99,17 99,17 99,1875 99,231667 99,234167 99,20 Temp. Bearing Gen DE MKD 11 CT 001 C 84,25 84,3025 84,334167 84,255 84,29 84,29 Temp. Bearing Gen DE MKD 11 CT 002 C 83,28 83,250833 83,326667 83,319167 83,391667 83,31 Temp. Bearing Temp. Bearing Gen NDE MKD 21 CT 001 C 97,27 97,250833 97,289167 97,265833 97,254167 97,27 Temp. Bearing Gen NDE MKD 21 CT 002 C 85,42 85,381667 85,396667 85,41 85,426667 85,41 Temp. Thrust Bearing Comp. MBD 22 CT 003 C 83,05 83,055833 83,1325 83,105 83,120833 83,09 Temp. Thrust Bearing Comp. MBD 22 CT 005 C 83,41 83,420833 83,500833 83,468333 83,483333 83,46 Temp. Thrust Bearing Gen MBD 22 CT 003 C 83,05 83,055833 83,1325 83,105 83,120833 83,09 Temp. Thrust Bearing Gen MBD 22 CT 005 C 83,41 83,420833 83,500833 83,468333 83,483333 83,46 Speed MBA30CS902 rpm 2999,40 2997,3117 3000,2983 2999,4692 2999,9542 2999,29 Frequency MKA10CE103 Hz 49,94 49,93 49,96 49,99 50,005 49,97 Gas Concentration % #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! miscellaneous Power Active MKA 10 CE 902 MW 134,57 134,88 134,66 134,30917 134,28 134,54 Reactive Power MKA 10 CE 606 Mvar 52,56 54,465 54,081667 57,013333 58,583333 55,34 Cos Phi 0,93 0,92 0,92 0,9175 0,9108333 0,92 Rotor Front Face MBA 30 CT 009 C 150,78 150,90083 150,995 151,30583 151,40583 151,08 Fuel Gas GHV MMBTU/MMSCF 1141,31 1141,31 Fuel Gas Flow MBP 01 CF001 kg/s 8,38 8,3841667 8,375 8,3633333 8,3575 8,37 Fuel Gas Temperature MBP 31 CT001 C 73,23 73,238333 73,215 73,2375 73,261667 73,24 Fuel Fuel Gas Pressure MBP 40 CP 001 Bar 22,69 22,684167 22,715 22,730833 22,72 22,71 Fuel Oil Flow MBN 32 CF 001 kg/s 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Fuel Oil Pressure MBN 32 CP 001 Bar 0,89 0,89 0,89 0,89 0,89 0,89 Fuel Oil Temperature MBN32CT004 C 31,81 31,86 31,86 31,88 31,93 31,87 Cyclelink

Dari pengolahan data kita akan mendapatkan nilai nilai performa unit maupun peralatan berupa effisiensi dan heat rate. Didalam pengolahan data yang perlu diperhatikan adalah standar metode hitung dan corection factor. Yang disebut standar metode hitung misalnya adalah perhitungan effisiensi ASME PTC 4.1 1964, ada dua cara yaitu : Input Output method Heat loos method Gb3.20 Metode hitung effisensi ASME PT4.1 1964

Corection Factor merupakan suatu grafik dari pabrikan atau pembuatan thermal kits melalui software untuk menggambarkan pengaruh perubahan variabel terhadap output. Gb3.21 Corection Curve Reheat temperature terhadap output load PLTU Rembang 300 MW Dari gambar 3.8 dapat dilihat grafik reheat temperature dan pengaruhnya terhadap % output load yang dihasilkan. Sebagai contoh temperatur design dari steam reheat PLTU rembang adalah 538 º C dari hasil pengujian saat ini pada kondisi yang sama temperature steam reheat adalah 535 º C maka akan ada penambahan 0.08 % terhadap heat rate yang dihasilkan.

Thermal kits dapat diartikan sebagai karakteristik peralatan pembangkit termal yang berupa diagram, kurva, persamaan-persamaan seperti gambar diatas. Grafik tersebut disediakan/ dibuat oleh vendor dari pembangkitnya. Thermal kits dapat dibuat sendiri apabila dimiliki sebuah model heat balance dari software gate cycle, dari gambar 3.9 divariasikan perubahan TTD peralatan Feed Water Heater kemudian didapatkan dampaknya terhadap Heat Rate dari power plant tersebut. Gb3.22 Thermal Kits dari program gate cycle 3.2.3 Analisa Data Analisis data yang dimaksud adalah membandingkan nilai nilai performa unit dengan titik referensi awal yaitu performance test pada saat comissioning. Salah satu metode analisis yang digunakan PT.PJB dalam buku panduan OPI adalah Heat rate Gap Anilisis. Heat Rate merupakan parameter yang umum digunakan untuk menilai efisiensi suatu power plant. Heat rate menunjukkan jumlah kalori/panas yang dibutuhkan untuk menghasilkan per kwh listrik dari generator. Semakin besar nilai Heat Rate maka semakin jelek efisiensi power plan, dan semakin kecil nilai Heat Rate maka semakin efisien power plan tersebut.

Berdasarkan patokan Output yang digunakan sebagai dasar perhitungan, perumusan Heat rate dibagi menjadi dua macam, yaitu : a. Netto Heat Rate : yaitu perhitungan Heat Rate dengan menggunakan data kwh Netto dari Output generator. Yang dimaksud kwh Netto adalah jumlah dari travo generator setelah dikurangi pemakaian sendiri. b. Gross Heat Rate : yaitu perhitungan Heat Rate dengan menggunakan data Gross Generator Output (GGO). Yang dimaksud GGO adalah jumlah total output kwh dari travo generator Untuk melihat perkembangan kondisi efisiensi unit, berdasarkan Buku EPRI Heat Rate Improvement Reference Manual maka perlu dibandingkan antara Heat Rate Reference dengan kondisi Heat rate unit saat ini. Semakin besar gap yang dihasilkan berarti semakin besar pula degradasi efisiensi dari power plan tersebut. Metode yang digunakan dalam Heat Rate Analysis ini, mengacu pada dokumen best practice EPRI (Heat rate reference improvement manual) dan Southern Company (Heat rate handbook). Contoh Pengelompokkan point heat loss PLTU dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Operator Controllable - Flue gas in AH temperature - Orsat O2 gas in AH - Main steam temperature - Hot Reheat steam temperature - Water spray to DeSH - Water spray to DeRH 2. Unit Controllable - Auxilliary power, % - Final Feed water outlet temperature - Unburn carbon - Main steam flow - Hot Reheat steam flow - Condenser vaccum, mmhga 3. Turbine Component

- HP turbine Efficiency - IP turbine Efficiency - LP turbine Efficiency - HP seal clearence - IP seal clearence - LP seal clearence 4. Cycle Component - BFP Performance - FWH not in service - TTD FWH - Isolation cycle 5. Boiler Component - %Moisture in fuel - %H composition in fuel - AH leakage - AH effectiveness - Air in AH temperature - Mill out air temperature 6. Other losses - Make Up water - Unexplained gap

Data Pengukuran Data Perhitungan (gate Cycle dll) Data Uji Laboratorium Heat Rate Hand Book Thermal Kits Pabrikan Thermal kits dari gate cycle Gb3.23 Format Laporan Analisa looses heat rate

Selanjutnya dari data data diatas gao heat rate dari masing masing komponen diakumulasi seperti pada gambar 3.11 berikut ini PARAMETER UOM REFERENCE DATA EXISTING DATA (Commisioning & Design Data) (Average Data 2009) GAP Actual Heat Rate (Netto) kcal/kwh 0 2722.86895 2722.87 Outlet Gas Temperature kcal/kwh 2699.48 2722.86895 23.39 Outlet Gas O2 kcal/kwh 2699.48 2719.292351 19.82 Main Steam Temperature kcal/kwh 2713.925713 2719.292351 5.37 Hot Reheat Steam Temperature kcal/kwh 2712.730417 2713.925713 1.20 Main Steam Pressure kcal/kwh 2712.684118 2712.730417 0.05 Superheat Spray kcal/kwh 2700.160988 2712.684118 12.52 Reheat Spray kcal/kwh 2695.90674 2700.160988 4.25 Operator Controllable kcal/kwh 0 2695.90674 2695.91 Condenser Pressure kcal/kwh 2692.74205 2695.90674 3.16 Station Service (Auxilliary Power) kcal/kwh 2668.645824 2692.74205 24.10 Final Feedwater Temperature kcal/kwh 2660.00 2668.645824 8.64 Unburned Carbon kcal/kwh 2660.00 2662.036729 2.03 Unit/Plan Controllable kcal/kwh 0 2662.036729 2662.04 HP Turbine Efficiency kcal/kwh 2625.905011 2662.036729 36.13 IP Turbine Efficiency kcal/kwh 2609.188666 2625.905011 16.72 LP Turbine Efficiency kcal/kwh 2419.476803 2609.188666 189.71 BFP Efficiency kcal/kwh 2415.132136 2419.476803 4.34 TTD LPH 1 kcal/kwh 2414.876001 2415.132136 0.26 TTD LPH 2 kcal/kwh 2414.327141 2414.876001 0.55 TTD LPH 3 kcal/kwh 2413.192829 2414.327141 1.13 TTD HPH 5 kcal/kwh 2381.545929 2413.192829 31.65 TTD HPH 6 kcal/kwh 2377.972236 2381.545929 3.57 TTD HPH 7 kcal/kwh 2372.906455 2377.972236 5.07 Turbine Cycle Component kcal/kwh 0 2372.906455 2372.91 Coal Moisture kcal/kwh 2330.883893 2372.906455 42.02 Air Heater Leakage kcal/kwh 2259.226269 2330.883893 71.66 Air Heater Effectiveness kcal/kwh 2247.97 2259.226269 11.26 FD Fan Air Inlet Temperature kcal/kwh 2247.97 2248.652041 0.68 Mill Outlet Air Temperature kcal/kwh 2247.969015 2248.652041 0.68 Boiler Component kcal/kwh 0 2247.97 2247.97 Unexplained Gap kcal/kwh 2247.97 2260.492855 12.52 Reference Heat Rate (Netto) kcal/kwh 0 2260.492855 2260.49 Gb3.24 Format Laporan Analisa Gap heat rate Setelah semua komponen dihitung gap heat ratenya berikutnya dapat diplotkan dalam bentuk grafik gap heat rate breakdown dan sesuai pareto analisis yang dianjurkan dalam buku panduan OPI dapat diplotkan grafik 5 terbesar penyebab gap heat rate dibandingkan kondisi comissioning. Dapat dilihat dalam contoh bahwa penurunan LP efficiency turbine adalah penyebab terbesar turunnya Heat Rate. Sehingga timbul rekomendasi pada saat inpection untuk dilakukan pengecekan di LP turbine

Gb3.25 Grafik Gap Heat Rate Break down Gb3.26 Pareto Gap Heat Rate