BAB I PENDAHULUAN. dengan membuka sayatan.berdasarkan data yang diperoleh dari World Health

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. mengiris anggota tubuh yang sakit. Biasanya dilaksanakan dengan anastesi,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh seluruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (Peraturan Menteri

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. kesehatan (dokter, perawat, terapis, dan lain-lain) dan dilakukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan masalah kesehatan benar-benar merupakan kebutuhan. penting. Oleh karena itu, organisasi pelayanan kesehatan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. urin (Brockop dan Marrie, 1999 dalam Jevuska, 2006). Kateterisasi urin ini

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan

yang disampaikan perawat dapat diterima dengan baik oleh pasien (Alex, 2010). Sasongko (2010), dalam penelitiannya yang berjudul perbedaan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan. kesejahteraan diri serta keluarganya (KKI, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. berdampak terhadap pelayanan kesehatan, dimana dimasa lalu pelayanan. diharapkan terjadi penekanan / penurunan insiden.

BAB I PENDAHULUAN. terdapat kasus dengan berbagai tingkat kegawatan yang harus segera mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. tentang pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pelayanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. yaitu pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. (1,2)

BAB I PENDAHULUAN. terhadap hubungan antara tenaga kesehatan dan penerima layanan kesehatan. juga dapat menimbulkan aspek hukum.

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

Indikator Wajib pengukuran kualitas pelayanan keesehatan di FKRTL. Indikator Standar Dimensi Input/Proses l/klinis 1 Kepatuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan adalah

RUJUKAN. Ditetapkan Oleh Ka.Puskesmas SOP. Sambungmacan II. Kab. Sragen. Puskesmas. dr.udayanti Proborini,M.Kes NIP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

BAB I PENDAHULUAN. Bagi sebagian besar pasien, masuk rumah sakit karena sakitnya dan harus

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap penduduk, agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KECEMASAN PASIEN DENGAN TINDAKAN KEMOTERAPI DI RUANG CENDANA RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat yang berfungsi untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TERHADAP PELAKSANAAN MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL DI RUANG RAWAT INAP RS. JIWA PROF.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Dep Kes RI (2008), rumah sakit adalah sarana kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemui

PEDOMAN PELAYANAN TIM PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT RUMAH SAKIT LAVALETTE

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP PESERTA JAMKESMAS DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR

tahun 2004 diperkirakan jumlah tindakan pembedahan sekitar 234 juta per tahun (Weiser, et al,

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI HERNIA DI RSUD SRAGEN

MAKALAH TEORI, TIPE KEPEMIMPINAN, PERAN DAN FUNGSI MANAJEMEN KEPERAWATAN

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB 1 PENDAHULUAN. PERMENKES RI Nomor: 159b/Menkes/Per/II/1988 disebutkan bahwa setiap

I. PENDAHULUAN. Pemerintah sebagai abdi masyarakat merupakan pihak yang bertanggung

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan upaya yang dapat mendatangkan stres karena terdapat ancaman

PANDUAN INFORMED CONSENT

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

URAIAN TUGAS KEPALA INSTALASI RAWAT INAP

prioritas area yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: No Prioritas Area Indikator Standart 1. Kemampuan menangani life saving anak dan dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit adalah sebuah institusi pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

DAFTAR DOKUMEN APK BERDASARKAN ELEMEN PENILAIAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Pada saat ini kegiatan pelayanan kesehatan tidak. terlepas dari aspek hukum yang melindungi pasien dari

BAB I PENDAHULUAN. upaya perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sakit. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

pendidikan dan penelitian yang erat hubungannya dengan kehidupan menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB I PENDAHULUAN. dibahas dalam pelayanan kesehatan. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. yang mengarah pada kestabilan emosional (Nasir dan Muhith, 2011). mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. data statistik yang menyebutkan bahwa di Amerika serangan jantung. oleh penyakit jantung koroner. (WHO, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. eklampsia, sepsis, dan komplikasi keguguran. Sebagian besar penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah industri yang bergerak di bidang pelayanan jasa

BAB I PENDAHULUAN. optimal dimana hal ini merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. dan gawat darurat (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 17 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG TARIF PELAYANAN PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT RAWAT JALAN RUMAH SAKIT ELIZABETH

BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman modern ini banyak ibu yang memilih melakukan

BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan aktivitasnya sehari-hari (Noor, 2001). World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. Sistem kesehatan (health system) adalah tatanan yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia, prevalensi gangguan kecemasan berkisar pada angka 6-7% dari

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan swasta semakin menuntut pelayanan yang bermutu. Tidak dapat dipungkiri pada

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Unsur terpenting dalam organisasi rumah sakit untuk dapat mencapai

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN. Mathis (2001) faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu: kemampuan, motivasi,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu rumah sakit dalam menjalankan fungsinya ditandai. sumber daya manusia.(depkes,2002).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Rekam medis a. Pengertian rekam medis Menurut permenkes No.269/MENKES/PER/III/2008 rekam medis adalah

BAB I PENDAHULUAN. makanan, tempat tinggal, eliminasi, seks, istirahat dan tidur. (Perry, 2006 : 613)

PANDUAN TEKNIS PESERTA DIDIK KEDOKTERAN DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuknya perilaku dapat dibedakan menjadi perilaku tertutup dan terbuka

DINAS KESEHATAN UPTD PUSKESMAS TABA

BAB I PENDAHULUAN. sakit memegang peranan penting terhadap meningkatnya derajat kesehatan

HUBUNGAN STRES KERJA DENGAN ADAPTASI PADA PERAWAT DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan rumah sakit yang didorong oleh permintaan. pelanggan menyebabkan layanan rumah sakit tidak hanya memperhatikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kualitas jasa pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting yang perlu

URAIAN TUGAS PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP

BAB I PENDAHULUAN. diolah sebagai bahan pembuat laporan pelayanan rumah sakit. Rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara pariurna yang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis merupakan salah satu

100% 100% (2/2) 100% 100% (4142) (4162) (269) (307) (307) (269) (278) (263) (265) (264) 0% (638) 12 mnt. (578) 10 mnt

BAB I PENDAHULUAN. infeksi tersebut. Menurut definisi World Health Organization. (WHO, 2009), Healthcare Associated Infections (HAIs)

Perancangan ulang tata letak gedung di RSUD dr. Soeroto Ngawi dengan menggunakan pendekatan systematic layout planning (slp) Yenni Ernawati I

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Operasi atau pembedahan adalah suatu penanganan medis secara invasif yang dilakukan untuk mendiagnosa atau mengobati penyakit, injuri, atau deformitas tubuh yang akan mencederai jaringan yang dapat menimbulkan perubahan fisiologis tubuh dan mempengaruhi organ tubuh lainnya. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuka sayatan.berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO) jumlah pasien dengan tindakan operasi mencapai angka peningkatan yang sangat signifikan dari tahun ke tahun. Tercatat di tahun 2011 terdapat 140 juta pasien di seluruh rumah sakit di dunia, sedangkan pada tahun 2012 data mengalami peningkatan sebesar 148 juta jiwa, sedangkan untuk di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 1,2 juta jiwa(sartika,2013). Tindakan pembedahan dapat menimbulkan stress, karena terdapat ancaman terhadap tubuh, integritas dan jiwa seseorang. Keadaan stress yang tidak diatasi dapat menimbulkan permasalahan pada saat pra bedah, selama pembedahan maupun pasca bedah. Petugas kesehatan dituntut untuk dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien agar pemahaman pasien dan keluarga bertambah, respon psikologis negatif dapat dikurangi dan tuntutan terhadap kejadian yang tidak diinginkan dapat dicegah (Rhodianto, 2008).Salah satu upaya yang harus dilaksanakan oleh perawat untuk mengatasi permasalahan di atas adalah melaksanakan pendidikan kesehatan pra bedah, yang pada prinsipnya bertujuan untuk mempersiapkan fisik dan mental klien dalam menghadapi pembedahan(perry & Potter,2005).Menurut Jebbin NJ& Adoty (2004) dalam Hanoom (2016) ditemukan sebanyak 74,6% dari pasien yang mengalami

pembedahan yang diberikan informasi diagnosanya dan hanya 36,7% yang di informasikan mengenai komplikasi pembedahan. Perasaan cemas ini hampir selalu didapatkan pada pasien preoperasi yang sebagian besar disebabkan oleh kurangnya pengetahuan atau informasi yang didapatkan terkait dengan operasi yang akan dilakukan, hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya daya pengingatan, salah interprestasi informasi tentang operasi atau tidak akrab dengan sumber informasi. Petugas kesehatan dalam periode pre operatif dituntut untuk dapat memberikan informed consent kepada pasien agar pemahaman pasien dan keluarga bertambah, respon psikologis negatif dapat dikurangi dan tuntutan terhadap kejadian yang tidak diinginkan dapat dicegah, sehingga pasien dalam pemberian informed concent pasien harus ditempatkan sebagai pengambil keputusan tertinggi tanpa paksaan dari petugas kesehatan (Rhodianto, 2008). Berdasarkan data WHO tahun 2007 Amerika Serikat menganalisis data dari 35.539 pasien bedah dirawat di unit perawatan intensif antara 10 Oktober 2003 sampai 30 September 2006, dari 8.922 pasien (25,1%) mengalami kondisi kejiwaan dan 2.473 pasien (7%) mengalami kecemasan sebelum operasi. Menurut Kusuma (dalam Soesimukti,2004) dari data Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia didapatkan sekitar 11,6% kasus malpraktik yang ada di Indonesia terkait tindakan operatif, data ini merupakan data yang masuk berdasarkan laporan serta keluhan pasien dan keluarga, kemungkinan besar realita di lapangan dapat menunjukkan angka yang lebih besar (Yulnito,2004). Kontribusi perawat dalam pelayanan kesehatan sangatlah besar, oleh karena itu perilaku perawat mempunyai pengaruh yang penting dalam menentukan kualitas pelayanan, terutama pada klien yang akan menjalani pembedahan, karena tindakan tersebut dapat

menimbulkan masalah psikologis (Muttaqin, 2009).Dalam hal ini, perawat dalam tugas dan fungsinya memiliki banyak kewajiban terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan.salah satu kewajibannya adalah memberikan pendidikan kesehatan yang diperlukan pasien atau dalam hal ini perawat berperan sebagai educator Perawat bertugas meningkatkan atau mengembangkan tingkat pemahaman pasien. Hal ini sesuai dengan hak yang semestinya diterima oleh pasien yaitu menerima informasi berkaitan dengan kesakitannya, mulai daripemahaman tentang penyakit, prosedur tindakan yang akan dilakukan sampai pada persiapan pulang pasien dalam hal ini pendidikan kesehatan merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan kesehatan dirumah sakit(lasmito,2014).menurut Ignativicius, (2007) Penyuluhan pada pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan diberikan dengan tujuan meningkatkan kemampuan adaptasi pasien dalam menjalani rangkaian prosedur pembedahan sehingga klien diharapkan lebih kooperatif, berpartisipasi dalam perawatan post operasi, dan mengurangi resiko komplikasi post operasi (Kadrianti 2016). Penelitian yang dilakukan oleh Septiana (2016) tentang pengaruh pendidikan kesehatan pra bedah terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi frakturdi RSUD dr.moewardi didapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi fraktur.kecemasan pasien pre operasi dipengaruhi antara lain karena kurangnya pengetahuan pasien tentang persiapan operasi baik fisik maupun penunjang. Penelitian menunjukkan hasil nilai rata-rata skor kecemasan sebelum pendidikan kesehatan adalah 42,6 sedangkan sesudah pendidikan kesehatan adalah 20,4%. Pemberianan pendidikan kesehatan tentang informed consent diperlukan bukan hanya didasarkan pada kewajiban moral berkaitan dengan hak asasi individu dan tanggung

jawab individu ataskesehatannya, tetapi berfungsi melindungi manusia agar tidak termanipulasi sebagai objek kepentingan. Bila diperhatikan kasus-kasus gugatan mal praktek yang mencuat kepermukaan, hampir sebagian besar ketidakjelasan disebabkan oleh kurangnya komunikasi antara tenaga kesehatan dan pasien ditambah masih rendahnya pengetahuan pasien terhadap pelaksanaan operasi (Surianto, 2006).Penelitian ini juga sama dengan penelitian Apdika (2015) tentang hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan pelaksanaan peran advokasi dalam pemberian informed consent pada klien prabedah di RSUD Sijunjung dengan hasilpenelitianmenunjukan 68,8% perawatmemilikipengetahuanrendah, sebanyak 31,2% perawat memiliki pengetahuan tinggi. Sedangkan 53,1% perawat memilikisikap negatif dan sebanyak 46,9 perawat memiliki sikap positif. MenurutNotoatmodjo(2012) pengetahuan merupakan hasil dari tahu,dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderan terhadap suatu objek tertentu.pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang diketahui manusia tentang suatu objek tertentu yang akan mempengaruhi perilaku atau kegiatannya.sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi adalah merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku, menurut Notoatmodjo (2012) perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif akan lebih langgeng ( long lasting ) dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang negatif. Di Indonesia hasil kajian tim manajemen patient safetyuntuk pelayanan rumah sakit diperoleh informasi bahwa pemberian informed consent di berbagai institusi pelayanan kesehatan belum dilakukan dengan optimal, sebagian besar petugas kesehatan hanya meminta pasien dan keluarga untuk menandatangani lembar informed consent tanpa

memberikan penjelasan secara rinci, kondisi ini tentunya sangat berpengaruh terhadap pengetahuan pasien dan keluarga, pengetahuan yang kurang baik dari pasien dan keluarga tentunya berpotensi menimbulkan permasalahan jika seandainya terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (Departemen kesehatan, RI, 2008). Di Indonesia lahirnya undang-undang perlindungan konsumen nomor 8 tahun 1999 dan meningkatnya pengetahuan masyarakat terhadap kebutuhan, hak dan kewajiban terhadap petugas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan, memberikan efek yang sangat normatif dan akseleratif bagi profesi untuk meningkatkan kompetensinya. Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan dirasakan sebagai suatu fenomena yang harus direspon oleh petugas kesehatan. Respon yang ada harus kondusif dan konstruktif yaitu dengan cara belajar banyak (learning enrichment) tentang konsep pengelolaan dan langkah-langkah konkrit dalam pemberian informasi pelayanan. Salah satu langkah konkret tersebut dapat berupa penataan sistem model pelayanan dengan memberikan hak pasien(hoesin, 2009). Rumah Sakit Umum Daerah X merupakan Rumah Sakit rujukan bagi Puskesmas Wilayah Kota X. Saat ini RS X terus memperbaiki mutu pelayanan kesehatan yang sesuai dengan visinya yaitu Terwujudnya Pelayanan RS yang bermutu dan berorientasi pada kepuasan pasien serta menjadikan RS Tipe B Tahun 2019. Pelayanan yang telah dilaksanakan oleh RSX ini yaitu pelayanan Rawat Jalan dengan 12 poliklinik, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik dan penunjang, pelayanan rawat inap dengan 4 besar, Instalasi OK dan ICU. RS X selalu berusaha untuk meningkatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan visi dan misinya memberikan pelayanan prima.pelayanan prima yang diberikan dapat dilihat dari 6 unsur pokok yaitu kemampuan, sikap, penampilan,

perhatian dan tanggung jawab yang harus dimiliki oleh semua jajaran yang ada di Rumah sakit.(bidang Profil RS X Tahun 2015). Berdasarkan data yang terdapat dibagian Rekam Medis RS X pada tahun 2016 terdapat 1.126 pasien bedah dan sebanyak 367 orang pasien yang dilakukan tindakan operasi, 10 orang dilakukan penundaan operasi dengan alasan ketidaksiapan pasien dengan tindakan operasi dan kondisi kesehatan pasien yang semakin menurun.kemudian dari data diruangan bedah dan kebidanan didapatkan jumlah pasien yang melakukan kunjungan ulang setelah operasi ditemukan 4 orang diruangan bedah yang mengalami infeksi luka operasi dan 3 orang diruang kebidanan. Sedangkan menurut survey awal yang dilakukanpeneliti pada tanggal 16 Maret 2017 ruang bedah dan KebidananRSX, ada 33 orang jumlah perawat di Ruang Rawat Inap Bedah RS X. Peneliti mewawancarai perawat sebanyak 4 orang dari 8 orang yang dinas pagi di bedah, mereka mengatakan ada melakukan penyuluhan pada pasien pra bedah tapi secara singkat saja, alasannya pasien yang banyak, waktu yang terbatas, sibuk dan terlalu banyak pekerjaan. Mereka hanya menjelaskan pada pasien pra bedah tentang persiapan bedah dan menyerahkan blanko informed consent pada pasien tanpa memastikan lagi apakah dokter sudah memberikan penjelasan tentang informasi pra bedah. Perawat juga mengatakan bahwa tidak optimalnya pelaksanaan pendidikan kesehatan tentang informed consent dikarenakan faktor perawat sendiri berupa pengetahuan dan sikap perawat serta disamping tidak adanya pelaksanaan supervisi dan pengontrolan dari atasan. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan pelaksanaan pendidikan kesehatan tentang informed consent pasien Pra bedah di RS X tahun 2017.

1.2 Rumusan Masalah Perawat belum optimal melaksanakan pendidikan kesehatan tentang informed consent sebelum dilakukan operasi pada pasien. Permasalahan yang sering terjadi adalah perawat bangsal yang memintakan tanda tangan informed consent kepada pasien atau keluarganya, dan perawat juga diminta penjelasan yang bukan wewenangnya yang seharusnya perawat memastikan bahwa informasi pra bedah telah diberikan atau belum diberikan oleh dokter. Berdasarkan hal diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah Apakah terdapat hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan pelaksanaan pendidikan kesehatan tentang informed consent pasien Pra bedah di RS X tahun 2017. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan pelaksanaan pendidikan kesehatan tentang informed consent pasien Pra bedah di RS X tahun 2017. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Diketahui distribusi frekuensi pelaksanaan pendidikan kesehatan tentang informed consent pasien Pra bedah di RS X tahun 2017. b. Diketahui karakteristik perawat (umur, jenis kelamin,pendidikan dan lama dinas) c. Diketahuinya distribusi frekuensi pengetahuan perawat di RS X tahun 2017. d. Diketahui distribusi frekuensi sikap perawatdi RS X tahun 2017. e. Diketahuinya hubungan pengetahuan perawat dengan pelaksanaan pendidikan kesehatantentang informed consent pasien pra bedah di RS X tahun 2017 f. Diketahuinya hubungan sikap perawat dengan pelaksanaan pendidikan kesehatan tentang informed consent pasien pra bedah di RS X tahun 2017

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 ManfaatAplikatif Hasil penelitian ini akan memberikan hasil yang menjadi dasar dalam pengembangan intervensi keperawatan yang befokus pada pelayanan kepada pasien dan keluarga tentang pemberian pendidikan kesehatan sebelum dilakukan operasi. 1.4.2 Manfaat Keilmuan Bagi institusi pendidikan keperawatan manajemen untuk menguatkan pelaksanaan kurikulum bagi peserta didiknya untuk mengaplikasikan pentingnya kebutuhan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga saat praktek klinik, sehingga bisa memberikan sumber informasi bagi pasien dan keluarga yang akan dilakukan operasi. 1.4.3 Manfaat Metodologi Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi sebagai dasar untuk dikembangkan dalam penelitian lebih lanjut yang berbentuk penelitian kualitatif dengan mengembangkan model konseptual keperawatan dalam hubungan antara perawat dan pasien dalam pemberian pendidikan kesehatan pada pasien yang akan dilakukan pembedahan.