Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

Riwayat asupan energi dan protein yang kurang bukan faktor risiko stunting pada anak usia 6-23 bulan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehari-hari. Makanan atau zat gizi merupakan salah satu penentu kualitas kinerja

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

BAB I PENDAHULUAN. besar. Masalah perbaikan gizi masuk dalam salah satu tujuan MDGs tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan prevalensi balita gizi pendek menjadi 32% (Kemenkes RI, 2010).

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendek atau stunting. Stunting merupakan gangguan pertumbuhan fisik berupa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI DESA KANIGORO, SAPTOSARI, GUNUNG KIDUL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

INFOKES, VOL. 4 NO. 1 Februari 2014 ISSN :

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI. Hari Anak-Anak Balita 8 April SITUASI BALITA PENDEK

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Kelompok

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Esa Unggul

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang

PENDAHULUAN. Setiap manusia mengalami siklus kehidupan mulai dari dalam. kandungan (janin), berkembang menjadi bayi, tumbuh menjadi anak,

BAB I PENDAHULUAN. fisik. Pertumbuhan anak pada usia balita sangat pesat sehingga memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB 1 : PENDAHULUAN. terutama dalam masalah gizi. Gizi di Indonesia atau negara berkembang lain memiliki kasus

BAB I PENDAHULUAN. yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya. Manusia

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

PENDIDIKAN IBU, KETERATURAN PENIMBANGAN, ASUPAN GIZI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-24 BULAN

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang dimulai sejak janin berada di kandungan sampai anak berusia 2 tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian negara berkembang di dunia termasuk Indonesia menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kematian bayi dan anak merupakan ciri yang umum

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dengan ambang batas (z-score) antara -3

BAB I PENDAHULUAN. penting terjadinya kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita

BAB I PENDAHULUAN. konsepsi, fertilisasi, nidasi, dan implantasi. Selama masa kehamilan, gizi ibu dan

BAB I PENDAHULUAN. adanya malnutrisi asupan zat gizi kronis dan atau penyakit infeksi kronis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Status pendidikan dan ekonomi sebuah negara berkaitan erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang bermutu. Menurut data United Nations Development Program

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kontribusi penting dalam Millenium Development Goals (MDGs)

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab morbiditas dan. Secara nasional, target Sustainable Development Goals (SDGs) untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui -2 SD di bawah median panjang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asupan gizi yang baik selama kehamilan merupakan hal yang penting,

BAB 1 : PENDAHULUAN. diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. (1) anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya serta dapat menyebabkan

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gizi utama yang banyak dijumpai pada balita (Sarmin, 2009). pada anak usia balita (WHO, 2007). Hal ini dibuktikannya dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. atau konsentrasi hemoglobin dibawah nilai batas normal, akibatnya dapat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi masih menjadi perhatian di negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini dapat terlihat di dalam rumusan Millennium Development Goals (MDGs) goal pertama yang menggunakan indikator prevalensi Balita Kurang Gizi (BKG) dan proporsi penduduk yang berada di bawah garis konsumsi minimum 2100 Kkal/kapita/hari (Bappenas, 2011). Kekurangan gizi berupa energi protein dapat bersifat akut (wasting), bersifat kronis (stunting) dan bersifat akut dan kronis (underweight) (London School of Hygiene and Tropical Medicine, 2009). Kurang gizi kronis (stunting) dapat berisiko terhadap penyakit dan kematian, anak yang bertahan hidup cenderung memiliki prestasi tidak baik di sekolah (Unicef, 2009). Selain masalah kognitif dan prestasi sekolah, stunting juga mempengaruhi produktivitas ekonomi di masa dewasa dan hasil reproduksi ibu (Dewey et al, 2011). Stunting merupakan tinggi badan menurut umur <-2 Standar Deviasi dari median tinggi badan menurut umur berdasarkan standar populasi yang dijadikan referensi (Unicef, 2009). Stunting pada anak usia 2 tahun berawal dari ibu hamil kurang gizi disamping berkontribusi pula terhadap pertumbuhan janin dan risiko kematian neonatal (Black et al, 2013). Selain kurang gizi ibu hamil, stunting juga disebabkan praktik pemberian makan yang buruk, kualitas makanan tidak baik serta infeksi yang menghambat pertumbuhan. Selain itu, pelayanan kesehatan yang optimal, akses terhadap air bersih dan sanitasi ternyata juga berpengaruh (Unicef, 2009). Penelitian di Kenya Barat juga menyimpulkan pemberian ASI dan pertumbuhan anak pada tahun kedua kehidupan memiliki hubungan yang erat (Onyango et al, 1999). Secara umum penyebab utama stunting adalah retardasi pertumbuhan intrauteri, asupan gizi yang tidak mencukupi dan penyakit infeksi selama awal kehidupan (Alivea and Thrive, 2010). 1

2 Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika Utara dikemukakan bahwa tingginya persentase stunting menunjukkan telah terjadi defisiensi asupan gizi berupa energi dan asupan lainnya seperti kalsium, seng, selenium, yodium, niasin, vitamin B6, folat, pantotenat, biotin, vitamin C, D dan E (Oldewage et al, 2006). Kepatuhan waktu pemberian MP-ASI juga berpengaruh terhadap stunting, anak diberi MP-ASI sebelum atau di atas 6 bulan sesuai yang direkomendasikan berisiko lebih besar stunting (Tessema et al, 2013). Penelitian juga dilakukan pada anak usia 5-11 bulan, dihasilkan bahwa untuk mencegah stunting kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh bayi ternyata tidak cukup tapi diperlukan peningkatan asupan dan konsentrasi gizi ASI dan makanan tambahan maupun suplemen (Umeta et al, 2003). Keragaman makanan juga diperlukan agar asupan energi dan nutrisi meningkat. Keragaman makanan secara bermakna dikaitkan dengan BB/U, PB/U dan BB/PB (Nti, 2011). Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (2000) dan Azwar (2004) secara umum di Indonesia masih terdapat rumah tangga yang mengonsumsi energi dan protein di bawah dari yang dianjurkan yaitu sebanyak 40-50% rumah tangga mengkonsumsi energi kurang dari 1500 Kkal dan 25% rumah tangga mengkonsumsi protein kurang dari 70%. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes, 2010), secara nasional penduduk Indonesia yang mengonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal (<70% dari Angka Kecukupan Gizi/AKG) sebanyak 40,7% dan konsumsi protein di bawah kebutuhan minimal (<80% dari AKG) sebanyak 37%. Sementara itu khusus di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) jumlah penduduk yang mengonsumsi energi dan protein di bawah kebutuhan minimal secara berturut-turut sebesar 40,9% dan 43,7%. Menurut Asrar et al (2009), berdasarkan hasil penelitian pada balita di masyarakat Suku Naulu Maluku diketahui bahwa terdapat hubungan bermakna antara asupan zat gizi (energi dan protein) dengan status gizi berdasarkan indeks BB/U dan TB/U. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmat (2000) tentang

3 hubungan konsumsi energi dan status gizi anak umur 6-18 bulan di panti sosial anak se-dki dan Tangerang yang diketahui bahwa anak dengan asupan energi kurang mempunyai risiko 1,7 kali menjadi gizi kurang pada indeks TB/U dan 2,2 kali pada indeks BB/U. Menurut Anh et al (2009), berdasarkan hasil penelitian pada anak umur 6-24 bulan di Soc Son Vietnam mengemukakan bahwa konsumsi protein berhubungan dengan stunting, anak yang tidak mengonsumsi protein sesuai dengan kebutuhan lebih berisiko terhadap stunting dibanding anak yang mengonsumsi protein sesuai dengan kebutuhan. Prevalensi stunting di seluruh dunia pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 171 juta anak, 167 juta diantaranya berada di negara berkembang dan secara global prevalensi stunting berkurang dari tahun 1990 (39,7%) menjadi 26,7% pada tahun 2010, kecenderungan ini diperkirakan akan mencapai 21,8% (142 juta) pada tahun 2020. Khusus di Asia pada tahun 1990 (49%) berkurang menjadi 28% pada tahun 2010, diperkirakan tahun 2020 akan semakin mengalami penurunan (Onis et al, 2011). Di Indonesia prevalensi pendek pada balita secara nasional sebesar 35,7% dan di Provinsi DIY (22,5%) (Kemenkes, 2010). Prevalensi stunting di DIY berada dibawah prevalensi nasional, akan tetapi meskipun demikian prevalensi tersebut masih merupakan masalah jika dibandingkan dengan batas non public health problem WHO sebesar 20%. Khusus di Kabupaten Bantul, prevalensi stunting di tahun 2012 pada anak usia 6-24 bulan sebesar 18,08%, tertinggi kedua di DIY sedangkan di Kecamatan Sedayu sebesar 30,51% (Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, 2012). Ini berarti bahwa prevalensi stunting di Kecamatan Sedayu masih melebihi angka Kabupaten. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti tentang asupan energi dan protein kaitannya terhadap stunting dengan mengendalikan beberapa faktor yang dicurigai sebagai confounding. B. Perumusan Masalah Apakah riwayat asupan energi dan protein merupakan faktor risiko stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2014?

4 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui riwayat asupan energi dan protein sebagai faktor risiko stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2014. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui riwayat asupan energi sebagai faktor risiko stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kec. Sedayu Kab. Bantul. b. Mengetahui riwayat asupan protein sebagai faktor risiko stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kec. Sedayu Kab. Bantul. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul dalam rangka mengembangkan pelayanan pencegahan dan penanggulangan masalah stunting pada anak usia di bawah 2 tahun. 2. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan bagi mahasiswa, praktisi kesehatan dan para peneliti. 3. Manfaat bagi Penulis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam meneliti serta menganalisis permasalahan gizi terutama stunting pada anak usia di bawah 2 tahun. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang telah dilakukan orang lain berhubungan dengan penelitian ini antara lain adalah: 1. Taufiqurrahman (2009). Defisiensi vitamin A dan zinc sebagai faktor risiko terjadinya stunting pada balita di Nusa Tenggara Barat. Jenis penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional study. Subjek penelitian anak umur 6-59 bulan sebanyak 327 orang. Persamaannya yaitu pada variabel

5 terikat, perbedaan pada variabel bebas berupa vitamin A dan zinc, subjek, tempat, besar sampel serta rancangan penelitian. 2. Umeta et al (2003). Factors Associated with Stunting in Infants Aged 5 11 Months in the Dodota-Sire District, Rural Ethiopia. Jenis penelitian observasional dengan rancangan cross sectional study. Subjek penelitian anak umur 5-11 bulan sebanyak 305 orang. Persamaannya yaitu pada variabel terikat, perbedaan pada variabel bebas berupa pola makan dan asupan zat gizi berupa kalsium dan zink, subjek, tempat, besar sampel serta rancangan penelitian. 3. Nabuasa (2011). Hubungan riwayat pola asuh, pola makan, asupan zat gizi terhadap kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di Kecamatan Biboki Utara Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jenis penelitian observasional dengan rancangan case control. Subjek penelitian anak umur 24-59 bulan, sampel 152 orang. Persamaan pada variabel terikat dan variabel bebas zat gizi (energi dan protein) serta rancangan penelitian, perbedaan pada variabel bebas berupa riwayat pola asuh dan pola makan, subjek, tempat serta besar sampel.