BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi masih menjadi perhatian di negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini dapat terlihat di dalam rumusan Millennium Development Goals (MDGs) goal pertama yang menggunakan indikator prevalensi Balita Kurang Gizi (BKG) dan proporsi penduduk yang berada di bawah garis konsumsi minimum 2100 Kkal/kapita/hari (Bappenas, 2011). Kekurangan gizi berupa energi protein dapat bersifat akut (wasting), bersifat kronis (stunting) dan bersifat akut dan kronis (underweight) (London School of Hygiene and Tropical Medicine, 2009). Kurang gizi kronis (stunting) dapat berisiko terhadap penyakit dan kematian, anak yang bertahan hidup cenderung memiliki prestasi tidak baik di sekolah (Unicef, 2009). Selain masalah kognitif dan prestasi sekolah, stunting juga mempengaruhi produktivitas ekonomi di masa dewasa dan hasil reproduksi ibu (Dewey et al, 2011). Stunting merupakan tinggi badan menurut umur <-2 Standar Deviasi dari median tinggi badan menurut umur berdasarkan standar populasi yang dijadikan referensi (Unicef, 2009). Stunting pada anak usia 2 tahun berawal dari ibu hamil kurang gizi disamping berkontribusi pula terhadap pertumbuhan janin dan risiko kematian neonatal (Black et al, 2013). Selain kurang gizi ibu hamil, stunting juga disebabkan praktik pemberian makan yang buruk, kualitas makanan tidak baik serta infeksi yang menghambat pertumbuhan. Selain itu, pelayanan kesehatan yang optimal, akses terhadap air bersih dan sanitasi ternyata juga berpengaruh (Unicef, 2009). Penelitian di Kenya Barat juga menyimpulkan pemberian ASI dan pertumbuhan anak pada tahun kedua kehidupan memiliki hubungan yang erat (Onyango et al, 1999). Secara umum penyebab utama stunting adalah retardasi pertumbuhan intrauteri, asupan gizi yang tidak mencukupi dan penyakit infeksi selama awal kehidupan (Alivea and Thrive, 2010). 1
2 Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika Utara dikemukakan bahwa tingginya persentase stunting menunjukkan telah terjadi defisiensi asupan gizi berupa energi dan asupan lainnya seperti kalsium, seng, selenium, yodium, niasin, vitamin B6, folat, pantotenat, biotin, vitamin C, D dan E (Oldewage et al, 2006). Kepatuhan waktu pemberian MP-ASI juga berpengaruh terhadap stunting, anak diberi MP-ASI sebelum atau di atas 6 bulan sesuai yang direkomendasikan berisiko lebih besar stunting (Tessema et al, 2013). Penelitian juga dilakukan pada anak usia 5-11 bulan, dihasilkan bahwa untuk mencegah stunting kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh bayi ternyata tidak cukup tapi diperlukan peningkatan asupan dan konsentrasi gizi ASI dan makanan tambahan maupun suplemen (Umeta et al, 2003). Keragaman makanan juga diperlukan agar asupan energi dan nutrisi meningkat. Keragaman makanan secara bermakna dikaitkan dengan BB/U, PB/U dan BB/PB (Nti, 2011). Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (2000) dan Azwar (2004) secara umum di Indonesia masih terdapat rumah tangga yang mengonsumsi energi dan protein di bawah dari yang dianjurkan yaitu sebanyak 40-50% rumah tangga mengkonsumsi energi kurang dari 1500 Kkal dan 25% rumah tangga mengkonsumsi protein kurang dari 70%. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes, 2010), secara nasional penduduk Indonesia yang mengonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal (<70% dari Angka Kecukupan Gizi/AKG) sebanyak 40,7% dan konsumsi protein di bawah kebutuhan minimal (<80% dari AKG) sebanyak 37%. Sementara itu khusus di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) jumlah penduduk yang mengonsumsi energi dan protein di bawah kebutuhan minimal secara berturut-turut sebesar 40,9% dan 43,7%. Menurut Asrar et al (2009), berdasarkan hasil penelitian pada balita di masyarakat Suku Naulu Maluku diketahui bahwa terdapat hubungan bermakna antara asupan zat gizi (energi dan protein) dengan status gizi berdasarkan indeks BB/U dan TB/U. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmat (2000) tentang
3 hubungan konsumsi energi dan status gizi anak umur 6-18 bulan di panti sosial anak se-dki dan Tangerang yang diketahui bahwa anak dengan asupan energi kurang mempunyai risiko 1,7 kali menjadi gizi kurang pada indeks TB/U dan 2,2 kali pada indeks BB/U. Menurut Anh et al (2009), berdasarkan hasil penelitian pada anak umur 6-24 bulan di Soc Son Vietnam mengemukakan bahwa konsumsi protein berhubungan dengan stunting, anak yang tidak mengonsumsi protein sesuai dengan kebutuhan lebih berisiko terhadap stunting dibanding anak yang mengonsumsi protein sesuai dengan kebutuhan. Prevalensi stunting di seluruh dunia pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 171 juta anak, 167 juta diantaranya berada di negara berkembang dan secara global prevalensi stunting berkurang dari tahun 1990 (39,7%) menjadi 26,7% pada tahun 2010, kecenderungan ini diperkirakan akan mencapai 21,8% (142 juta) pada tahun 2020. Khusus di Asia pada tahun 1990 (49%) berkurang menjadi 28% pada tahun 2010, diperkirakan tahun 2020 akan semakin mengalami penurunan (Onis et al, 2011). Di Indonesia prevalensi pendek pada balita secara nasional sebesar 35,7% dan di Provinsi DIY (22,5%) (Kemenkes, 2010). Prevalensi stunting di DIY berada dibawah prevalensi nasional, akan tetapi meskipun demikian prevalensi tersebut masih merupakan masalah jika dibandingkan dengan batas non public health problem WHO sebesar 20%. Khusus di Kabupaten Bantul, prevalensi stunting di tahun 2012 pada anak usia 6-24 bulan sebesar 18,08%, tertinggi kedua di DIY sedangkan di Kecamatan Sedayu sebesar 30,51% (Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, 2012). Ini berarti bahwa prevalensi stunting di Kecamatan Sedayu masih melebihi angka Kabupaten. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti tentang asupan energi dan protein kaitannya terhadap stunting dengan mengendalikan beberapa faktor yang dicurigai sebagai confounding. B. Perumusan Masalah Apakah riwayat asupan energi dan protein merupakan faktor risiko stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2014?
4 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui riwayat asupan energi dan protein sebagai faktor risiko stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2014. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui riwayat asupan energi sebagai faktor risiko stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kec. Sedayu Kab. Bantul. b. Mengetahui riwayat asupan protein sebagai faktor risiko stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kec. Sedayu Kab. Bantul. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul dalam rangka mengembangkan pelayanan pencegahan dan penanggulangan masalah stunting pada anak usia di bawah 2 tahun. 2. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan bagi mahasiswa, praktisi kesehatan dan para peneliti. 3. Manfaat bagi Penulis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam meneliti serta menganalisis permasalahan gizi terutama stunting pada anak usia di bawah 2 tahun. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang telah dilakukan orang lain berhubungan dengan penelitian ini antara lain adalah: 1. Taufiqurrahman (2009). Defisiensi vitamin A dan zinc sebagai faktor risiko terjadinya stunting pada balita di Nusa Tenggara Barat. Jenis penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional study. Subjek penelitian anak umur 6-59 bulan sebanyak 327 orang. Persamaannya yaitu pada variabel
5 terikat, perbedaan pada variabel bebas berupa vitamin A dan zinc, subjek, tempat, besar sampel serta rancangan penelitian. 2. Umeta et al (2003). Factors Associated with Stunting in Infants Aged 5 11 Months in the Dodota-Sire District, Rural Ethiopia. Jenis penelitian observasional dengan rancangan cross sectional study. Subjek penelitian anak umur 5-11 bulan sebanyak 305 orang. Persamaannya yaitu pada variabel terikat, perbedaan pada variabel bebas berupa pola makan dan asupan zat gizi berupa kalsium dan zink, subjek, tempat, besar sampel serta rancangan penelitian. 3. Nabuasa (2011). Hubungan riwayat pola asuh, pola makan, asupan zat gizi terhadap kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di Kecamatan Biboki Utara Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jenis penelitian observasional dengan rancangan case control. Subjek penelitian anak umur 24-59 bulan, sampel 152 orang. Persamaan pada variabel terikat dan variabel bebas zat gizi (energi dan protein) serta rancangan penelitian, perbedaan pada variabel bebas berupa riwayat pola asuh dan pola makan, subjek, tempat serta besar sampel.