TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI HIJAUAN PAKAN TERNAK DI DESA MARENU, TAPANULI SELATAN

dokumen-dokumen yang mirip
Banyak petani yang ingin menanam dan mengembangkannya namun ketersediaannya sangat terbatas, sehingga untuk memperoleh rumput dalam memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

II. Beberapa Istilah di dalam Hijauan Pakan Ternak Di dalam buku ini yang dimaksud dengan hijauan pakan ternak (HPT) adalah semua pakan sumber serat

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

Lampiran 1. Peta Kabupaten Pati

PRODUKSI TANAMAN PANGAN PROVINSI PAPUA TAHUN 2015 (BERDASARKAN ANGKA SEMENTARA 2015)

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kunci keberhasilan

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT

Integrasi Tanaman Jeruk dengan Ternak Kambing

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Gunungkidul (2013), wilayah Gunungkidul memiliki topografi

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus)

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al.

Johanis A. Jermias; Vinni D. Tome dan Tri A. Y. Foenay. ABSTRAK

A. Realisasi Keuangan

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

PENGARUH UMUR DAN PANJANG CACAHAN RUMPUT RAJA TERHADAPEFISIENSI BAGIANYANGTERMAI{AN DOMBA DEWASA

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

AGRITECH : Vol. XVII No. 2 Desember 2015 : ISSN :

POTENSI KING GRASS SEBAGAI PAKAN TERNAK DAN TANAMAN PENGUAT TERAS DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN

MINAT PETERNAK UNTUK MENGEMBANGKAN TERNAK SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Studi Kasus : Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi)

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

HIJAUAN GLIRICIDIA SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

PENGARUH SUBSTITUSI RUMPUT GAJAH DENGAN LIMBAH TANAMAN SAWI PUTIH FERMENTASI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI DOMBA LOKAL JANTAN EKOR TIPIS SKRIPSI

PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT MELALUI PENINGKATAN PRODUKTIFITAS TERNAK SAPI POTONG DI KELURAHAN MERDEKA KECAMATAN KUPANG TIMUR KABUPATEN KUPANG

diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. dilihat pada tabel

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

Ransum Ternak Berkualitas (Sapi, Kambing, dan Domba)

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak bawah pengawasan pemiliknya. Peran ternak domba di lokasi tersebut

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (ANGKA RAMALAN III 2008)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik

BAB I PENDAHULUAN. Balai Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT)

LUMBUNG PAKAN RUMINANSIA. Bernadete Barek Koten 1), Lilo J.M. Ch. Kalelado 1) dan Redempta Wea 1)

PEMANFAATAN KULIT KAKAO SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING PE DI PERKEBUNAN RAKYAT PROPINSI LAMPUNG

TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG

BAB V SUMBER DAYA ALAM

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

TANAMAN STYLO (Stylosanthes guianensis) SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

SKRIPSI. Oleh : Desvionita Nasrul BP

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN

LAPORAN AKHIR PENYULUHAN DAN PENYEBARAN INFORMASI HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN TEMU INFORMASI TEKNOLOGI TERAPAN

PENANAMAN Untuk dapat meningkatkan produksi hijauan yang optimal dan berkualitas, maka perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ada beberapa hal yan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 OPTIMALISASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERTANIAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

S. Andy Cahyono dan Purwanto

MEMBUAT SILASE PENDAHULUAN

JURNAL INFO ISSN : TEKNOLOGI TEPAT GUNA UNTUK MENCUKUPI KONTINUITAS KEBUTUHAN PAKAN DI KTT MURIA SARI

METODA BAKU UJI ADAPTASI DAN UJI OBSERVASI

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU DAN UBI JALAR (ANGKA SEMENTARA 2013)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati

KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas tanam, produksi, dan produktivitas tanaman padi dan jagung per Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008.

Produksi Tanaman Pangan Provinsi Papua Tahun 2015 (Berdasarkan Angka Ramalan II 2015)

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna

LAPORAN KEGIATAN DISEMINASI GELAR TEKNOLOGI DAN TEMU LAPANG

Berdasarkan tehnik penanaman tebu tersebut dicoba diterapkan pada pola penanaman rumput raja (king grass) dengan harapan dapat ditingkatkan produksiny

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN TAHUN 2014

1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan

KAJIAN POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI SUMBER PAKAN ALTERNATIF TERNAK KERBAU MOA DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT (MTB)

1. Penyempurnaan Database 2. Penyempurnaan Aplikasi

Petunjuk Teknis PENGELOLAAN PAKAN DALAM USAHA TERNAK KAMBING

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

1 SET A. INDIVIDU PETANI

PENGENALAN TEKNIK USAHATANI TERPADU DI KAWASAN EKONOMI MASYARAKAT DESA PUDAK

JENIS PAKAN. 1) Hijauan Segar

Transkripsi:

TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI HIJAUAN PAKAN TERNAK DI DESA MARENU, TAPANULI SELATAN RIJANTO HUTASOIT Loka Penelitan Kambing Potong, P.O. Box 1 Galang, Medan RINGKASAN Untuk pengujian terhadap tingkat adopsi hijauan pakan ternak di Desa Marenu Tapanuli Selatan dilakukan survei terhadap 10 petani (Kooperator) binaan sebagai sampel yang berpartisipasi dalam melaksanakan ujicoba beberapa jenis hijauan pakan ternak dan telah mengadopsi hasil ujicoba tersebut dan terhadap 8 petani (Kooperator) yang tidak melaksnakan ujicoba, tetapi juga menanam berbagai macam jenis hijauan pakan ternak. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat adposi serta kriteria positif dan negatif dari berbagai jenis hijauan pakan ternak. Dari data yang terkumpul disimpulkan beberapa kriteria positif dan negatif dari jenis hijauan yang mereka tanam. Berdasarkan kriteria tersebut dapat diketahui tingkat adopsi hijauan pakan ternak yang populer. Dari data konsumsi hijauan potongan kooperator (n= 10) menunjukkan 100 % petani menggunakan Paspalum gueonarum sebanyak 15,5 % dalam ransum pada musim hujan dan 80 % petani menggunakan rumput lokal dalam ransumnya sebanyak 17,1 % pada musim kemarau. Sementara kooperator (n= 8) 75 % petani menggunakan 22,8 % rumput lokal dalam ransumnya pada musim hujan dan 75 % petani menggunakan rumput lokal sebanyak 38,4 % pada musim kemarau. Kata kunci: kooperator, hijauan pakan ternak. PENDAHULUAN Dalam pengembangan peternakan ada beberapa faktor yang harus diperhatikan misalnya, bibit, pakan, kesehatan, perkandangan dan manajemen lainnya. Khusus bagi ternak ruminansia faktor pakan banyak dipengaruhi oleh ketersediaan hijauan karena sebahagian besar dari pakan yang dikonsumsi oleh ternak ruminansia adalah hijauan. Menurut Winugroho (1991) kelemahan sistem produksi peternakan pada umumnya terletak pada tata laksana pakan dan kesehatan, keterbatasan pakan dapat menyebabkan populasi ternak suatu daerah menurun, oleh karena itu kemampuan peternak dalam penyediaan pakan akan menentukan jumlah ternak yang mampu dipelihara. Hijauan pakan ternak adalah rumput dan leguminosa alamai atau yang dibudidayakan dan digunakan sebagai pakan ternak (Tatang, 1998). Pengembangannya perlu mendapat perhatian karena setiap kenaikan jumlah populasi ternak tidak diikuti oleh peningkatan areal penanaman hijauan. Untuk mengatasi keterbatasan lahan perlu adanya upaya dalam peningkatan produksi hijauan pakan dengan cara intensifikasi (Wahyudi, 1981). Banyak hasil penelitian tentang pakan ternak baik dari segi kualitas maupun kuantitias, namun kenyataannya sampai saat ini masih kekurangan persediaan pakan terutama pada musim kemarau dan masih kurangnya minat petani untuk menanam rumput budidaya. Menurut pengamatan di lapangan apabila musim hujan, produksi rumput meningkat karena kandungan air dalam tanah tinggi, sebaliknya pada musim kemarau produksi rumput menurun bahkan mati kekeringan karena kandungan air dalam tanah menurun, hal ini diamati juga oleh Rekso Hadiprojo, (1985). Di Indonesia hijauan sulit didapat dan kualitasnya rendah 136 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

khususnya pada musim kemarau. Hal ini menyebabkan menurunnya produktivitas ternak ruminansia yang dipelihara. Untuk itu perlu data dari berbagai jenis hijauan untuk mendapatkan jenis/species hijauan yang produksinya tinggi dan tahan di musim kemarau dikembangkan sebagai hijauan pakan ternak. Tujuan penulisan ini untuk memberikan informasi kriteria positif dan negatif dari berbagai jenis hijauan pakan ternak dan tingkat adopsi oleh petani serta persentase konsumsi hijauan potongan yang digunakan pada musim hujan dan kemarau. MATERI DAN METODA Pengamatan dilakukan di Desa Marenu, Tapanuli Selatan pada bulan Maret 1999, data yang diambil berdasarkan survei terhadap 10 Kooperator (petani binaan) dan 8 non-kooperator (petani bukan binaan). Ananalisis data diperoleh dengan cara tabulasi hitung rata-rata dan perbandingan nilai rata-rata. Data yang dikumpulkan 1. Pemilikan lahan (wawancara) 2. Usaha tani utama (wawancara) 3. Masalah utama (wawancara) 4. Jenis dan jumlah ternak (wawancara) 5. Sistem pemberian pakan (wawancara) 6. Data konsumsi hijauan potongan serta kriteria positif dan negatifnya (matriks ranking) HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pemilikan lahan, jumlah ternak, usaha utama dan masalah utama petani kooperator dan non kooperator Dari hasil wawancara data yang dikumpulkan pemilikan lahan rata-rata petani memiliki luas lahan 1,0 Ha, sedangkan pemilikan ternak petani kooperator rata-rata memiliki ternak 34 ekor domba dan non kooperator 19 ekor domba (Tabel 1). Adapun perbedaan jumlah ternak tersebut menunjukkan keseriusan petani kooperator dalam menangani ternaknya dan adanya binaan petugas yang memberikan penyuluhan dalam pengembangan hijauan pakan ternak. Usaha utama petani adalah beternak domba dan sebagai tambahan menjual sayuran dari hasil ladang dan bekerja sebagai buruh tani, sedangkan hasil padi ladang dan sawah hanya satu kali setahun diakibatkan oleh kurangnya lahan irigasi di daerah tersebut. Masalah utama petani adalah kurangnya air pada saat musim kemarau sehingga produksi tanaman rumput menurun dan lahan-lahan untuk penggembalaan ternak kekeringan, banyak lahan yang tidak dapat digembalakan, sehingga mengakibatkan turunnya produktivitas ternak, kurangnya modal juga merupakan faktor terbatasnya lahan yang dapat diolah oleh petani disebabkan karena besarnya biaya saprodi untuk pertanian sementara hama babi hutan juga sulit untuk diberantas. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan 137

Tabel 1. Data pemilikan lahan, jumlah ternak, usaha utama dan masalah utama petani kooperator dan non kooperator. Petani Kooperator (n = 10) Kooperator (n = 8) Pemilikan lahan dan ternak 1,0 Ha 34 ekor domba 1,0 Ha 19 ekor domba 2. Sistem Pemberian Pakan Usaha utama Ternak domba Sayuran Buruh tani Ternak domba Padi ladang Sayuran Padi sawah Kelapa sawit Masalah utama Kurang pakan di musim kemarau Kurang kesempatan kerja Kurang modal Hama babi Kurang air Kurang modal Hama babi Pemberian pakan pada ternak diberikan dengan cara Pemberian rumput potong dua kali sehari, pagi hari jam 08.00 dan sore hari jam 18.00. Lokasi pengambilan rumput diperoleh dari lahan sendiri, di sekitar sungai, pinggiran hutan dan lahan lainnya dengan izin pemilik lahan. Lamanya pengambilan rumput pada musim hujan : 0,5-2 jam dan pada musim kemarau 2 4 jam. Digembalakan pada siang hingga sore hari pada jam 14.30 18.00 di lahan umum dan lahan lain dengan izin. Tabel 2. Data pemberian pakan hijauan bagi domba kooperator (n = 10) Jenis hijauan Musim Hujan Musim Kemarau % Ransum % Petani % Ransum % Petani A. Kinggrass 4 20 2,6 20 B. P. atratum 15,2 90 15,6 90 P. gueonarum 15,5 100 12,7 100 P. plicatulum 0,7 10 0,7 10 B. humidicola 4 50 12,1 60 B. decumbens 6,6 60 6 60 S. splendida 2,8 20 3,2 20 Rumput lokal 12,5 80 17,1 80 Gliricidia 8,7 90 7,1 90 Albazia 7,7 70 5,5 60 Leucaena 9,3 90 7,4 90 Caliandra 1,5 20 0,9 20 C. Stylosanthes 7,7 50 4,1 50 Daun nangka 2 50 3,4 50 Daun ubi jalar 0,8 10 0,4 10 Daun ubi kayu 0,5 20 0,6 20 Daun pisang 0,5 10 0,6 10 Jumlah (%) 100 100 138 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Jumlah hijauan potongan yang diperoleh 17 jenis, 12 diantaranya adalah hijauan budidaya. Komponen tertinggi yang diberikan P. gueonerum dan P. atratum pada musim hujan, sedangkan pada musim kemarau komponen tertinggi rumput lokal, untuk jenis legum Gliricidia dan Leucaena diberikan dalam jumlah antara rendah 8,7% dan sedang 9,3%. Legum dalam ransum diberikan sebanyak 34,9 % pada musim hujan dan 25,0 % pada musim kemarau. Konstribusi B. humidicola dan rumput lokal meningkat pada musim kemarau. Tabel 3. Data pemberian pakan hijauan bagi domba non-kooperator (n = 8) Jenis hijauan Musim Hujan Musim Kemarau % Ransum % Petani % Ransum % Petani D. Kinggrass 12,8 87,5 9,1 62,5 E. P. atratum 19,4 100,0 14,5 100,0 P. gueonarum 11,2 75,0 8,0 75,0 B. humidicola 7,0 25,0 6,2 25,5 B. decumbens 8,5 50,0 6,2 50,0 S. splendida 1,2 12,5 1,1 12,5 Rumput lokal 22,8 75,0 38,4 75,0 Gliricidia 3,5 37,5 3.0 37,5 Albazia 5,9 62,5 6,1 62,5 Leucaena 5,1 50,0 5,0 50,0 Daun nangka 0,4 12,5 0,4 12,5 Daun jagung 2,0 12,5 1,6 12,5 Daun pisang 0,2 12,5 0,2 12,5 Jumlah (%) 100 100 3. Sikap Petani kooperator dan non-kooperator terhadap pakan hijauan yang diadopsi 1. Paspalum gueonarum Hampir semua petani menanam Paspalum gueonarum dan memberikannya kepada ternak 100 % kooperator dan 75 % non-kooperator yang menanam. Jumlah pemberian cukup tinggi Adopsi cukup baik. 2. Paspalum atratum Hampir semua petani menanam dan memberikannya kepada ternak 90% petani kooperator dan 100% petani non kooperator yang menanam 3. Gliricidia Sebagai pakan ternak petani kooperator yang banyak menggunakannya 90% petani kooperator dan 37% petani non kooperator yang menanam Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan 139

4. Leucaena Sebagai pakan ternak petani kooperator yang banyak menggunakannya 90% petani kooperator dan 50% petani non kooperator yang menanam 5. Kinggrass Sebagai pakan ternak petani non kooperator yang banyak menggunakannya 20% petani kooperator dan 87% petani non kooperator yang menanam Tabel 4. Data kriteria positif dan negatif hijauan pakan ternak Jenis Hijauan Positif Negatif a. Paspalum - Pertumbuhan kembali cepat geonarum b. Paspalum atratum - Mudah dipotong - Produksi tinggi - Mudah dipanen - Musim kemarau mudah diperoleh - Pertumbuhan kembali cepat - Produksi daun tinggi - Mudah dipanen - Tahan penggembalaan c. Gliricidia - Mudah dipotong - Produksi tinggi - Tahan kemarau - Meningkatkan produksi susu induk d. Leucaena - Mudah dipotong - Biji dapat dikonsumsi manusia - Meningkatkan produksi susu induk b. Kinggrass - Mudah ditanam - Pertumbuhan kembali cepat - Produksi tinggi KESIMPULAN - Tidak tahan kemarau - Tidak tahan gembala - Mengakibatkan busuk bila dipotong terlalu pendek. - Tepinya tajam. - Terlalu tua tidak disukai - Lama untuk dipanen - Harus dicampur dengan rumput lain - Hama. - Pertumbuhan kembali lambat - Pemberian tinggi mengakibatkan blooding pada ternak bunting - Tidak dapat diberikan terlalu banyak tanpa campuran. - Terlalu tua tidak disukai - Persaingan dengan tanaman lain - Sulit dipelihara - Gatal 1. Dari data konsumsi hijauan menunjukkan tinggkat adopsi tertinggi hijauan yang digunakan yaitu paspalum gueonarum dan paspalum atratum.100% petani menggunakan paspalum 140 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

gueonarum (sebanyak 15,5% dalam ransumnya) pada musim hujan dan 80% petani menggunakan rumput lokal (17,1% dalam ransumnya) pada musim kemarau. Sementara non kooperator 75% petani menggunakan rumput lokal (22,8% dalam ransumnya) pada musim hujan dan 75% petani menggunakan rumput lokal (38,4% dalam ransumnya) pada musim kemarau. 2. Kriteria positif dari berbagai jenis hijauan yaitu : pertumbuhan kembali cepat, mudah dipotong / dipanen, produksi tinggi, disukai ternak, tahan kemarau, tahan pengembalaan, meningkatkan produksi susu induk. 3. Kriteria negatif dari berbagai jenis hijauan yaitu : pertumbuhan kembali lambat, terlalu tua tidak disukai, tidak tahan kemarau, tidak dapat diberikan terlalu banyak tanpa campuran, sulit dipelihara,gatal, tidak tahan gembala. SARAN-SARAN 1. Dengan diadopsinya hijauan pakan ternak Paspalum atratum dan Paspalum gueonarum maka perlu pengembangan hijauan lebih luas lagi, sehingga dapat mencukupi kebutuhan ternak setiap hari dari lahan sendiri. 2. Dengan mengetahui kriteria positif dan negatif dari berbagai jenis hijauan, petugas / penyuluh dapat merekomendasikan jenis hijauan yang mudah untuk diadopsi dan dikembangkan oleh petani. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Tatang M. Ibrahim, yang telah memberikan bimbingan sehingga tulisan ini dapat diselesaikan. DAFTAR BACAAN Rekso hadiprojo, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan makanan Ternak Tropik. Edisi Revisi, cetakan 1. BPFE UGM, Yogyakarta. Tatang. 1998. Pengkajian perbaikan Teknologi usaha Tani Sapi Potong Mendukung SPAKU di Sumatera Utara. (Disajikan pada Pelatihan Budidaya Ternak Sapi Potong, sipagimbar, SDH, Tapanuli Selatan). BPTP Gedong Johor Medan. Hal : 11-13 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan 141