PERFORMA DOMBA LOKAL JANTAN YANG MENDAPAT SUMBER SERAT TONGKOL JAGUNG DENGAN BEBERAPA KOMBINASI SUMBER PROTEIN SKRIPSI IKKA F. M.

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

Gambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Jantan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Rataan Hasil Pengamatan Konsumsi, PBB, Efisiensi Pakan Sapi PO selama 48 Hari Pemeliharaan

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu

EVALUASI PEMBERIAN RANSUM DENGAN SUMBER ENERGI YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI DOMBA LOKAL BALIBU SKRIPSI MAULANI BARKAH SHALIHA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

PENAMPILAN PRODUKSI PEDET PERANAKAN FRIESIAN HOLSTEIN PERIODE LEPAS SAPIH YANG DIBERI RANSUM DENGAN SISTEM BEBAS PILIH SKRIPSI KHARIS ABDUR ROZZAQ

PENAMPILAN DOMBA LOKAL YANG DIKANDANGKAN DENGAN PAKAN KOMBINASI TIGA MACAM RUMPUT (BRACHARIA HUMIDICOLA, BRACHARIA DECUMBENS DAN RUMPUT ALAM)

MATERI DAN METODE. Materi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SUBSTITUSI RUMPUT GAJAH DENGAN LIMBAH TANAMAN SAWI PUTIH FERMENTASI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI DOMBA LOKAL JANTAN EKOR TIPIS SKRIPSI

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Ternak Domba. Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak

Transkripsi:

PERFORMA DOMBA LOKAL JANTAN YANG MENDAPAT SUMBER SERAT TONGKOL JAGUNG DENGAN BEBERAPA KOMBINASI SUMBER PROTEIN SKRIPSI IKKA F. M. KENNEDY DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

RINGKASAN IKKA F. M. KENNEDY. D24070296. 2012. Performa Domba Lokal Jantan yang Mendapat Sumber Serat Tongkol Jagung dengan Beberapa Kombinasi Sumber Protein. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Ir. Lilis Khotijah, M.Si. : Dr. Sri Suharti, S.Pt., M.Si. Peternakan domba berpotensi akan terus meningkat karena kebutuhan domba untuk aqiqah dan kurban saat Idul Adha yang berlangsung tiap tahun, namun usaha peternakan domba di Indonesia sampai saat ini masih mengalami kendala berupa keterbatasan pakan sumber serat terutama untuk memenuhi kebutuhan kurban saat Idul Adha. Pemeliharaan domba untuk Idul Adha hanya dalam waktu singkat dan biasanya hanya untuk mempertahankan performa domba, namun ketersediaan rumput terbatas karena banyaknya penggunaan bahan pakan dari rumput. Alternatif pakan pengganti rumput diperlukan sebagai pakan ternak domba. Salah satu pakan alternatif untuk pengganti rumput yang dapat diberikan pada domba saat Idul Adha adalah tongkol jagung. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi performa domba lokal jantan dan Income Over Feed Cost (IOFC) usaha pemeliharaan domba lokal jantan yang mendapat sumber serat tongkol jagung dengan beberapa kombinasi sumber protein. Ternak yang digunakan adalah 16 ekor domba lokal jantan berumur sekitar 1,5 tahun dengan kisaran bobot badan 22,3-29,4 kg. Ransum yang digunakan adalah ransum yang mengandung protein kasar sekitar 15%; Total Digestible Nutrient (TDN) sekitar 65%; dan air diberikan secara ad libitum. Terdapat empat perlakuan dalam penelitian ini, diantaranya ransum yang terdiri dari tongkol jagung, onggok, bungkil kelapa, dan urea (P1); ransum yang terdiri dari tongkol jagung, onggok, bungkil kelapa, dan bungkil kedelai (P2); ransum yang terdiri dari tongkol jagung, onggok, bungkil kelapa, dan tepung ikan (P3); dan ransum yang terdiri dari tongkol jagung, onggok, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan tepung ikan (P4). Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK). Pengelompokan domba dilakukan berdasarkan bobot badan besar (27,2-29,4 kg), agak besar (26,0-27,0 kg), sedang (24,8-25,6 kg), dan kecil (22,3-24,5 kg). Peubah yang diamati adalah konsumsi bahan kering (BK), protein kasar (PK), serat kasar (SK), lemak kasar (LK), bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), TDN, pertambahan bobot badan (PBB), konversi ransum, serta Income Over Feed Cost (IOFC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap konsumsi BK, SK, BETN, konversi ransum, dan PBB. Perlakuan berpengaruh terhadap konsumsi PK, LK, dan TDN. Pemberian ransum untuk domba lokal jantan yang mengandung sumber serat tongkol jagung dengan kombinasi sumber protein dari bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan tepung ikan masih memberikan pengaruh yang sama baik terhadap performa domba. Perhitungan Income Over Feed Cost (IOFC) menunjukkan bahwa ransum tongkol jagung dan onggok yang dikombinasikan dengan bungkil kelapa dan tepung ikan memberikan nilai ekonomis yang paling tinggi. Kata-kata kunci : domba lokal jantan, tongkol jagung, sumber protein

ABSTRACT Performance of Local Sheep With The Ration of Corn Cob Fiber Sources Combined with Different Protein Sources Kennedy, I. F. M., L. Khotijah, and S. Suharti The objective of this research was to evaluate the performance of local sheep with the ration of corn cob fiber sources combined with different protein sources. Sixteen local sheeps about 1.5 years old, weighed about 22.3-29.4 kg were used and divided into four groups of four animals in each group. The sheep were allocated in a Block Randomized Design. The treatment diets were, P1: ration of corn cob, cassava by product, coconut meal, and urea; P2: ration of corn cob, cassava by product, coconut meal, and soybean meal; P3: ration of corn cob, cassava by product, coconut meal, and fish meal; and P4: ration of corn cob, cassava by product, coconut meal, soybean meal, and fish meal. Data were analyzed using analysis of variance and the differences were tested using Duncan s method. The results showed that the treatments did not significantly affect on dry matter intake, crude fiber intake, nitrogen-free extract intake, feed conversion ratio, and daily weight gain. The treatment significantly affect on intake of crude protein, crude fat, and Total Digestible Nutient (TDN). The ration of corn cob fiber sources combined with copra meal, soybean meal, and fish meal can be used in local sheep and still have good performance on local sheep. Income Over Feed Cost (IOFC) showed that ration of corn cob fiber sources combined with copra meal and fish meal gave the highest economic value. Key words : local sheep, corn cobs, protein sources

PERFORMA DOMBA LOKAL JANTAN YANG MENDAPAT SUMBER SERAT TONGKOL JAGUNG DENGAN BEBERAPA KOMBINASI SUMBER PROTEIN IKKA F. M. KENNEDY D24070296 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Judul Nama NIM : Performa Domba Lokal Jantan yang Mendapat Sumber Serat Tongkol Jagung dengan Beberapa Kombinasi Sumber Protein : Ikka F. M. Kennedy : D24070296 Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Ir. Lilis Khotijah, M.Si.) (Dr. Sri Suharti, S.Pt., M.Si.) NIP. 19660703 199203 2 003 NIP. 19741012 200501 2 002 Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr.) NIP. 19670506 199103 1 001 Tanggal Ujian : 6 September 2012 Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada 10 Mei 1989 di Blitar, Jawa Timur. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Ridwan dan Ibu Tutuk Sri Winarti. Pendidikan kanak-kanak diselesaikan di TK Dharma Wanita, Plosorejo pada tahun 1994-1995, dilanjutkan dengan Sekolah Dasar di SD Negeri Plosorejo 2, Blitar pada tahun 1995-2001, kemudian menyelesaikan sekolah lanjutan tingkat pertama pada tahun 2001-2004 di SLTP Negeri 1 Blitar dan pendidikan lanjutan atas diselesaikan pada tahun 2004-2007 di SMA Negeri 1 Blitar, Jawa Timur. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama aktif menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan organisasi dalam skala kampus maupun nasional. Penulis dipercaya menjadi Koordinator Wilayah Forum Mahasiswa Indonesia Tanggap Flu Burung (FMITFB) pada tahun 2008-2010, Pengurus Wilayah II Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (Ismapeti) pada tahun 2008-2010, dan Ketua Kelompok Pecinta Alam Fakultas Peternakan, IPB (Kepal-D) pada tahun 2008-2010. Penulis juga berkesempatan mendapat beasiswa Dana POM pada tahun 2007-2009 dan PPA dari pemerintah pada tahun 2009-2011. Bogor, September 2012 Ikka F. M. Kennedy D24070296

KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala kekuasaan, hidayah, serta karunia-nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Performa Domba Lokal Jantan yang Mendapat Sumber Serat Tongkol Jagung dengan Beberapa Kombinasi Sumber Protein yang ditulis berdasarkan penelitian pada bulan September sampai November 2011 di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor serta analisis sampel dilakukan di Laboratorium Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Peternakan, Insitut Pertanian Bogor. Skripsi ini berisi informasi tentang performa domba lokal jantan yang mendapat sumber serat tongkol jagung dengan beberapa kombinasi sumber protein. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar skripsi ini menjadi lebih baik. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan, bermanfaat bagi Penulis sendiri maupun pembaca pada umumnya. Bogor, September 2012 Penulis

DAFTAR ISI RINGKASAN.. ABSTRACT. LEMBAR PERNYATAAN. LEMBAR PENGESAHAN. RIWAYAT HIDUP.. KATA PENGANTAR. DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN Halaman PENDAHULUAN 1 Latar Belakang. 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Domba Lokal 3 Pakan 4 Tongkol Jagung. 4 Onggok.. 5 Bungkil Kelapa. 5 Bungkil Kedelai 6 Tepung Ikan.. 7 Konsumsi Pakan... 8 Protein Kasar. 9 Lemak Kasar..... 10 Serat Kasar... 10 Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen. 10 Total Digestible Nutrient.. 11 Pertambahan Bobot Badan.. 12 Konversi Pakan 13 Income Over Feed Cost (IOFC)... 14 MATERI DAN METODE... 16 Lokasi dan Waktu. 16 Materi... 16 Ternak Percobaan. 16 Kandang dan Peralatan. 16 Pakan.... 16 Prosedur 18 i ii iii iv v vi vii ix x xi

Pembuatan Pakan. 18 Pemeliharaan 18 Rancangan dan Analisis Data.. 19 Perlakuan. 19 Rancangan 20 Analisis Data 20 HASIL DAN PEMBAHASAN 21 Konsumsi Pakan...21 Konsumsi Bahan Kering (BK). 21 Konsumsi Protein Kasar (PK)... 23 Konsumsi Lemak Kasar (LK).. 24 Konsumsi Serat Kasar (SK). 24 Konsumsi Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN). 25 Konsumsi Total Digestible Nutrient (TDN) 26 Pertambahan Bobot Badan (PBB) 27 Konversi Pakan.... 29 Income Over Feed Cost (IOFC)... 30 KESIMPULAN DAN SARAN 32 Kesimpulan... 32 Saran. 32 UCAPAN TERIMA KASIH 33 DAFTAR PUSTAKA.. 34 LAMPIRAN. 39

DAFTAR TABEL Nomor 1. Komposisi Nutrien Tongkol Jagung Berdasarkan Bahan Kering...4 Halaman 2. Kandungan Nutrien Onggok Berdasarkan Bahan Kering....... 5 3. Kandungan Nutrien Bungkil Kelapa Berdasarkan Bahan Kering...6 4. Kandungan Nutrien Bungkil Kedelai Berdasarkan Bahan Kering.. 7 5. Kandungan Nutrien Tepung Ikan Berdasarkan Bahan Kering... 7 6. Asam Amino Bungkil Kelapa, Bungkil Kedelai dan Tepung 8 Ikan. 7. Komposisi dan Harga Bahan Pakan Ransum Penelitian.... 17 8. Kandungan Nutrien Pakan Perlakuan....... 17 9. Rataan Konsumsi Bahan Kering.. 21 10. Rataan Konsumsi Nutrien Pakan........ 22 11. Rataan Pertambahan Bobot Badan.. 27 12. Rataan Konversi Pakan....... 29 13. Perhitungan Income Over Feed Cost (IOFC) Selama 28 Hari Pemeliharaan... 30

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kurva Pertumbuhan Domba Garut dan Persilangannya.. 12 2. Domba yang Digunakan dalam Penelitian.. 16 3. Pakan yang Digunakan dalam Penelitian..... 18 4. Kurva Pertumbuhan Domba Selama Penelitian...... 28

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Analisis Ragam Konsumsi BK... 40 2. Analisis Ragam Konsumsi PK.... 40 3. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi PK 40 4. Analisis Ragam Konsumsi LK... 40 5. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi LK...41 6. Analisis Ragam Konsumsi SK... 41 7. Analisis Ragam Konsumsi BETN...... 41 8. Analisis Ragam Konsumsi TDN........ 41 9. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi TDN.. 42 10. Analisis Ragam PBB........ 42 11. Analisis Ragam Konversi Pakan........ 42

PENDAHULUAN Latar Belakang Prospek peternakan domba di Indonesia sangat menjanjikan, ditunjukkan dengan peningkatan konsumsi daging domba sebesar 7,84% pada tahun 2011 (BPS, 2012 a ). Peternakan domba berpotensi akan terus meningkat karena kebutuhan domba untuk aqiqah dan kurban saat Idul Adha yang berlangsung tiap tahun, namun usaha peternakan domba di Indonesia sampai saat ini masih mengalami kendala berupa keterbatasan pakan sumber serat terutama untuk memenuhi kebutuhan kurban saat Idul Adha. Pemeliharaan domba untuk Idul Adha hanya dalam waktu singkat dan biasanya hanya untuk mempertahankan performa domba, namun ketersediaan rumput terbatas karena banyaknya penggunaan bahan pakan dari rumput. Alternatif pakan pengganti rumput diperlukan sebagai pakan ternak domba. Salah satu pakan alternatif untuk pengganti rumput yang dapat diberikan pada domba saat Idul Adha adalah tongkol jagung. Tongkol jagung merupakan limbah hasil pengolahan jagung yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan sumber serat dan ketersediaannya juga cukup banyak. Kuantitas tongkol jagung dalam jumlah yang banyak, diindikasikan dengan produksi jagung di Indonesia pada tahun 2011 yang mencapai 17.643.250 ton (BPS, 2012 b ). Tongkol jagung mengandung serat kasar yang tinggi yang diperkirakan dapat menjadi alternatif pakan sumber serat untuk substitusi rumput. Penggunaan tongkol jagung sebagai sumber serat harus diimbangi dengan sumber protein untuk meningkatkan kualitas ransum karena tongkol jagung memiliki kandungan protein yang rendah. Pakan sumber protein yang dapat digunakan adalah bungkil kedelai dan tepung ikan. Bahan pakan sumber protein yang dikombinasikan adalah bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung ikan, dan urea. Bungkil kelapa memiliki kandungan lemak yang tinggi, serta kandungan protein nabati yang sangat potensial untuk meningkatkan kualitas karkas. Bungkil kedelai memiliki kandungan dan kelarutan protein yang tinggi, memiliki asam amino yang seimbang, serta palatabilitas yang tinggi. Penggunaan bungkil kedelai diharapkan juga dapat meningkatkan palatabilitas ransum dan meningkatkan kualitas ransum. Menurut Sutardi (1979), perpaduan antara bungkil kelapa dan bungkil kedelai dapat saling menutupi kelemahan masing-

masing sehingga menjadi jauh lebih baik, bungkil kelapa yang biasanya defisien akan metionin, kelemahannya itu dapat ditutupi oleh bungkil kedelai. Tepung ikan termasuk sumber protein hewani dengan kelarutan rendah jika dibandingkan dengan sumber protein nabati. Tepung ikan diharapkan dapat mencukupi kebutuhan protein bypass domba. Rocha et al. (1995) menyatakan bahwa tepung ikan merupakan bahan pakan sumber ruminally undegradable protein dan kaya akan lisin dan metionin, sehingga diharapkan tepung ikan juga dapat menutupi kelemahan bungkil kelapa yang defisien akan metionin. Urea merupakan sumber nitrogen nonprotein yang dapat dimanfaatkan sebagai campuran pada ransum. Pemanfaatan urea diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan unsur nitrogen untuk mikroba rumen sehingga dapat meningkatkan kualitas ransum. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi performa domba lokal jantan dan Income Over Feed Cost (IOFC) usaha pemeliharaan domba lokal jantan yang mendapat sumber serat tongkol jagung dengan beberapa kombinasi sumber protein. 2

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Ternak domba termasuk dalam phylum Chordata, kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, subfamili Cuprinae, famili Bovidae, genus Ovis, dan spesies Ovis aries. Domba adalah ternak ruminansia yang mempunyai perut majemuk dan secara fisiologis sangat berbeda dengan ternak berperut tunggal seperti babi dan unggas (Wodzicka et al., 1993). Domba yang dikenal di Indonesia ada tiga bangsa yaitu domba garut, domba ekor gemuk, dan domba ekor tipis atau lebih dikenal dengan nama domba lokal. Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang memiliki daya adaptasi yang baik pada iklim tropis dan tidak mengenal adanya musim pembiakan (non seasonal breeding) sehingga perkembangbiakan dapat berlangsung sepanjang tahun. Domba lokal memiliki ciri-ciri ukuran tubuh yang relatif kecil, warna bulunya beragam, ekor tipis, dan tidak terlalu panjang (Devendra dan McLeroy, 1992). Karakteristik domba lokal diantaranya bertubuh kecil, lambat dewasa, berbulu kasar, tidak seragam, hasil daging relatif sedikit, dan pola warna bulu sangat beragam dari bercak putih, coklat, hitam atau warna polos putih dan hitam umumnya. Bobot dewasa dapat mencapai 30-40 kg pada jantan dan betina 20-25 kg dengan persentase karkas berkisar antara 44%-49% (Devendra dan McLeroy, 1992). Ekor pada domba lokal umumnya pendek dengan ukuran panjang rata-rata 19,3 cm; lebar pangkal ekor 5,6 cm; dan tebal 2,7 cm (Devendra dan McLeroy, 1992). Prospek peternakan domba di Indonesia sangat menjanjikan, ditunjukkan dengan peningkatan konsumsi daging domba sebesar 7,84% pada tahun 2011 (BPS, 2012 a ). Hai ini dikarenakan domba lokal mempunyai posisi yang sangat strategis di masyarakat karena mempunyai fungsi ekonomis, sosial, dan budaya serta merupakan sumber gen yang khas untuk digunakan dalam perbaikan bangsa domba di Indonesia melalui persilangan antar bangsa domba lokal dengan domba impor (Sumantri et al., 2007). Ternak-ternak lokal penting untuk dilindungi karena mempunyai keunggulan antara lain mampu bertahan hidup pada tekanan iklim dan pakan yang berkualitas rendah, penyakit dan gangguan caplak, sumber gen yang khas, produktif dipelihara dengan biaya rendah, mendukung keragaman pangan, pertanian, dan budaya (FAO, 2002).

Tongkol Jagung Pakan Potensi limbah tanaman jagung yaitu 50% batang, 20% daun, 20% tongkol, dan 10% kulit buah jagung (klobot) dihasilkan pertahun, akan tetapi pemanfaatan limbah tanaman jagung belum maksimal karena bersifat bulky, musiman, dan cepat rusak setelah dipanen (Umiyasih dan Wina, 2008). Penggunaan limbah tongkol jagung sebagai pakan umumnya dilakukan oleh peternak yang memiliki lahan dan menanam tanaman pangan (Febrina dan Liana, 2008). Tongkol jagung merupakan salah satu limbah padat yang dihasilkan industri pengolahan jagung. Menurut Parakkasi (1999), tongkol jagung memiliki persentase sebesar 20% dari berat jagung bertongkol (buah jagung tanpa klobot). Kuantitas tongkol jagung dalam jumlah yang banyak, diindikasikan dengan produksi jagung pipil di Indonesia pada tahun 2011 yang mencapai 17.643.250 ton (BPS, 2012 b ). Pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa kuantitas tongkol jagung di Indonesia sebanyak 4.410.813 ton. Komposisi nutrien tongkol jagung dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Nutrien Tongkol Jagung Berdasarkan Bahan Kering Nutrien Tongkol Jagung a Tongkol Jagung b Bahan Kering (%) 90 90 Abu (%) 1,9 2,2 Protein Kasar (%) 3,6 3,3 Lemak Kasar (%) 0,8 0,6 Serat Kasar (%) 40,2 40 BETN (%) 53,5 53,9 Selulosa (%) 28 - Lignin (%) 7 - TDN (%) 50 48 Keterangan : a Perry et al. (2003), b Parakkasi (1999) Tongkol jagung mengandung protein kasar yang rendah yaitu sebesar 4,64% dengan kadar lignin dan selulosa yang tinggi (Aregheore, 1995). Rendahnya kandungan protein dan tingginya kandungan lignin tongkol jagung menyebabkan selulosa tidak tersedia untuk difermentasi di dalam rumen yang berakibat kecernaannya menjadi rendah (Brandt dan Klopfenstein, 1986). Menurut Perry et al. (2003), tongkol jagung sebaiknya dipotong-potong atau digiling terlebih dahulu sebelum diberikan pada ternak ruminansia agar dapat dimanfaatkan dengan baik dan 4

efisien. Yulistiani (2010) melaporkan bahwa, amoniasi tongkol jagung dapat digunakan dalam ransum komplit domba komposit sumatra dan menghasilkan pertambahan bobot badan 146-176 g/ekor/hari. Penelitian lain melaporkan bahwa tongkol jagung giling dipakai dalam ransum kambing lokal afrika jantan pada level 36% dapat menghasilkan pertambahan bobot badan harian 37 g/ekor/hari (Aregheore, 1995). Onggok Onggok adalah produk limbah yang merupakan hasil samping pembuatan pati dari ubi kayu (cassava). Onggok merupakan pakan sumber energi yang berasal dari limbah pembuatan tepung tapioka dengan jumlah mencapai 19,7% dari produksi ubi kayu. Pemanfaatan onggok masih sangat sederhana dan dikategorikan sebagai hasil samping yang bernilai ekonomi sangat rendah. Serat terdiri dari hemiselulosa, pektin, dan selulosa. Onggok juga kaya akan karbohidrat yang mudah dicerna bagi ternak dan penggunaannya dalam ransum mampu menurunkan biaya ransum karena harganya murah, cukup tersedia, dan mudah didapat (Rasyid et al., 1996). Penelitian Shaliha (2012) terhadap domba yang mendapat sumber energi berbasis onggok mendapatkan pertambahan bobot badan 91-108 g/ekor/hari. Kandungan nutrien dari onggok dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan Nutrien Onggok Berdasarkan Bahan Kering Nutrien Kandungan Bahan Kering (%) 86 Abu (%) 0,89 Protein Kasar (%) 1,77 Lemak Kasar (%) 1,48 Serat Kasar (%) 6,66 BETN (%) 89,20 Sumber : Irawan (2002) Bungkil Kelapa Bungkil kelapa adalah hasil ikutan yang didapat dari ekstraksi daging buah kelapa segar/kering (SNI, 1996 a ) dan mengandung protein kasar sebesar 18% (Wibowo, 2010). Bahan pakan ini mengandung protein nabati dan sangat potensial untuk meningkatkan kualitas karkas (Parakkasi, 1999). Sebagai sumber protein, bungkil kelapa baik digunakan untuk ternak, namun bungkil kelapa memiliki 5

kecernaan yang rendah karena tingginya kandungan serat kasar. Menurut Sutardi (1979), perpaduan antara bungkil kelapa dan bungkil kedelai ternyata lebih unggul daripada bungkil kelapa atau bungkil kedelai saja. Kedua sumber protein ini seolah- olah dapat saling menutupi kelemahan masing-masing sehingga menjadi jauh lebih baik, kemungkinan bungkil kelapa yang biasanya defisien akan metionin, kelemahannya itu dapat ditutupi oleh bungkil kedelai. Aregheore (2005) menyatakan bahwa peningkatan pemberian bungkil kelapa dapat menurunkan konsumsi bahan kering, namun dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan memberikan konversi pakan yang rendah. Balitnak (2011) melaporkan bahwa bungkil kelapa mengandung 21,7% protein kasar; 17,1% lemak kasar; 16,2% serat kasar; 0,1% kalsium; 0,62% fosfor; 1667 kkal/kg ME; dengan kecernaaan bahan kering sebesar 60%. Kandungan nutrien bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan Nutrien Bungkil Kelapa Berdasarkan Bahan Kering Nutrien Mutu 1 Mutu 2 Bahan Kering (%) 88 88 Protein Kasar (%) 20 18 Serat Kasar (%) 16 18 Abu (%) 8 10 Lemak Kasar (%) 14 17 BETN (%) 42 36 Sumber: SNI (1996 a ) Bungkil Kedelai Bungkil kedelai adalah produk hasil ikutan penggilingan biji kedelai setelah diekstraksi minyaknya secara mekanis (expeller) atau secara kimia (solvent) (SNI, 1996 b ). Kandungan protein bungkil kedelai mencapai 43%-48%. Bungkil kedelai juga mengandung zat antinutrisi seperti tripsin inhibitor, namun zat antinutrisi tersebut tersebut akan rusak oleh pemanasan sehingga aman untuk digunakan sebagai bahan pakan. Bungkil kedelai merupakan sumber protein nabati yang memiliki kandungan protein yang tinggi tetapi kandungan Ca, P, dan vitamin A rendah serta mengandung asam amino yang hampir lengkap (Tangendjaja, 1987). Fahmy et al. (1992) mengatakan bahwa dengan bungkil kacang tanah dan kacang kedelai sebagai sumber protein utamanya dapat menggemukkan berbagai bangsa domba. Hasilnya adalah pertambahan bobot hidup 189-186 g/ekor/hari. Penggunaan bungkil kedelai sebanyak 20% pada ransum berbasis tongkol jagung yang diberikan pada domba 6

komposit sumatra dapat menghasilkan pertambahan bobot badan 146-176 g/ekor/hari (Yulistiani, 2010). Kandungan nutrien bungkil kedelai dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kandungan Nutrien Bungkil Kedelai Berdasarkan Bahan Kering Nutrien Mutu 1 Mutu 2 Mutu 3 Bahan Kering (%) 88 88 88 Protein Kasar (%) 53,4 50 46,6 Serat Kasar(%) 6,8 7,4 10,2 Abu(%) 6,8 8 9,1 Lemak Kasar(%) 4 4 5,7 BETN(%) 29 30,6 28,4 Sumber: SNI (1996 b ) Tepung Ikan Tepung ikan adalah ikan atau bagian-bagian ikan yang minyaknya diambil atau tidak, dikeringkan kemudian digiling (SNI, 1996 c ). Tepung ikan mengandung protein yang cukup tinggi, sehingga bahan tersebut digunakan sebagai sumber utama protein pada pakan, disamping pakan lainnya. Selain sebagai sumber protein, tepung ikan juga digunakan sebagai sumber kalsium. Tepung ikan yang baik mempunyai kandungan protein kasar 58%-68%; air 5,5%-8,5%; dan garam 0,5%-3,0% (Sitompul, 2004). Tepung ikan mempunyai variasi kualitas yang sangat tinggi, standarisasi pengolahan dan tingkat nutrien tepung ikan yang didatangkan dari luar negeri mempunyai kadar protein antara 55%-65% dan lemak 5%-7% (NRC, 2006). Kandungan nutrien tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kandungan Nutrien Tepung Ikan Berdasarkan Bahan Kering Nutrien Mutu 1 Mutu 2 Mutu 3 Bahan Kering (%) 90 88 88 Protein Kasar (%) 65 55 45 Serat Kasar(%) 1,5 2,5 3 Abu(%) 20 25 30 Lemak Kasar(%) 8 10 12 Ca(%) 2,5-5,0 2,5-6,0 2,5-7,0 P(%) 1,6-3,2 1,6-4,0 1,6-4,7 Sumber: SNI (1996 c ) Rocha et al. (1995) menyatakan bahwa tepung ikan merupakan bahan pakan sumber ruminally undegradable protein dan kaya akan lisin dan metionin yang merupakan asam amino pembatas pada ternak ruminansia. Kandungan protein atau asam amino tepung ikan dipengaruhi oleh bahan ikan yang digunakan serta proses 7

pembuatannya. Pemanasan yang berlebihan akan menghasilkan tepung ikan yang berwarna coklat dan kadar protein atau asam aminonya cenderung menurun atau menjadi rusak (Sitompul, 2004). Susunan asam amino bungkil kelapa, bungkil kedelai dan tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Asam Amino Bungkil Kelapa, Bungkil Kedelai dan Tepung Ikan No. Asam Amino B. Kelapa B. Kedelai Tepung Ikan 1 Arginin 1,96 3,14 3,68 2 Glisin 0,89 1,90 4,46 3 Serin 0,96 2,29 2,37 4 Histidin 0,41 1,17 1,42 5 Isoleusin 0,60 1,96 2,28 6 Leusin 1,21 3,39 4,16 7 Lisin 0,48 2,69 4,51 8 Metionin 0,37 0,62 1,63 9 Sistin 0,24 0,66 0,57 10 Fenilalanin 0,81 2,16 2,21 11 Tirosin 0,46 1,91 1,80 12 Treonin 0,66 1,72 2,46 13 Triptofan - 0,74 0,49 14 Valin 0,89 2,07 2,77 Sumber : NRC (2006) dan Parakkasi (1999) Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh terrnak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi (Tillman et al., 1998). Tingkat konsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan ad libitum, tingkat konsumsi ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor kompleks yang terdiri dari hewan, makanan yang diberikan, dan lingkungan tempat hewan tersebut dipelihara (Parakkasi, 1999). Daya cerna makanan diikuti kecepatan aliran makanan yang tinggi dalam saluran pencernaan dapat meningkatkan konsumsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi adalah palatabilitas yang tergantung dari beberapa hal yaitu penampilan dan bentuk pakan, bau, rasa, tekstur, dan temperatur lingkungan (Pond et al., 1995). Jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu yang paling penting untuk menentukan jumlah zat-zat makanan yang tersedia bagi ternak. Menurut Aregheore (2005), konsumsi merupakan faktor yang penting dalam menentukan produktivitas ruminansia dan ukuran tubuh ternak. Konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh 8

kualitas makanan dan kebutuhan energi ternak. Semakin baik kualitas makanannya, semakin tinggi konsumsi ransum ternak (Parakkasi, 1999). Standar NRC (2006) menyebutkan bahwa, domba pada fase penggemukan dengan bobot badan 20-30 kg, akan mengkonsumsi bahan kering sebanyak 690-1240 g/ekor/hari. Kisaran konsumsi bahan kering yang disarankan NRC untuk ternak domba dengan bobot badan 20-30 kg adalah sebesar 3,44% - 4,14% bobot badan. Yulistiani (2010) menyatakan bahwa konsumsi bahan kering domba yang mendapatkan ransum berbasis tongkol jagung adalah sebesar 1092-1240 g/ekor/hari atau 4,17% bobot badan. Protein Kasar Protein merupakan zat makanan yang penting bagi pertumbuhan ternak dan juga merupakan bagian terpenting dari jaringan-jaringan tubuh hewan. Protein tersusun dari rantai asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Protein berfungsi sebagai zat pembangun karena protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh dan digunakan sebagai bahan bakar jika kebutuhan energi tubuh belum terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Winarno, 1992). Pemberian pakan yang tidak dibatasi (melebihi hidup pokok) akan meningkatkan konsumsi protein karena ternak mempunyai kesempatan untuk makan lebih banyak (Haryanto dan Djajanegara, 1993). Peningkatan konsumsi protein juga dipengaruhi oleh kandungan protein dalam pakan yaitu semakin tinggi kandungan protein semakin banyak pula protein yang terkonsumsi (Boorman, 1980). Menurut NRC (2006), domba yang sedang tumbuh membutuhkan protein dalam jumlah yang tinggi dibandingkan domba yang dewasa. Kisaran standar NRC (2006) untuk domba dengan bobot badan 20-30 kg membutuhkan konsumsi protein kasar sebesar 122-154 g/ekor/hari dengan pertambahan bobot badan harian sebesar 100-200 g/ekor/hari. Konsumsi protein kasar pakan dipengaruhi oleh pertambahan bobot badan yang dikehendaki setiap hari, serta jumlah dan kualitas pakan yang diberikan (Parakkasi, 1999). Konsumsi protein pakan sangat erat kaitannya dengan konsumsi bahan kering pakan, semakin tinggi konsumsi bahan kering pakan mengakibatkan semakin tinggi pula konsumsi protein pakan (Sudarman et al., 2008). Konsumsi protein kasar juga sangat erat kaitannya dengan kandungan serat kasar di dalam 9

ransum. Menurut Maynard dan Loosli (1993), sifat voluminous serat kasar dapat menurunkan kapasitas ruang rumen sehingga ternak merasa kenyang dan konsumsi protein pun menurun. Lemak Kasar Lemak merupakan zat tidak larut air, bahan organik yang larut dalam pelarut organik (Parakkasi, 1999). Kadar lemak yang tinggi pada ransum mengganggu pertumbuhan mikroba rumen. Penambahan lemak dalam ransum sapi dan domba menurunkan kecernaan serat karena asam lemak rantai panjang menghambat metabolisme mikroba rumen (Palmquist et al., 1986). Lemak mempengaruhi palatabilitas suatu pakan oleh karenanya mempengaruhi tingkat konsumsi pakan (Toha et al., 1999). Konsumsi lemak kasar juga dapat dipengaruhi oleh sifat kimia pakan, yaitu salah satunya kandungan asam lemak tak jenuh dalam perlakuan. Konsumsi lemak kasar domba menurut Haddad dan Younis (2004) dalam ransum untuk domba awwasi jantan lepas sapih pada periode pembesaran yaitu sebesar 59 g/ekor/hari. Serat Kasar Pakan kaya serat mempunyai sifat fisik yang bervariasi dan dapat berpengaruh terhadap tingkat konsumsi dan kecernaannya. Kandungan serat kasar yang tinggi mampu menjadi faktor yang dapat mempengaruhi daya cerna pakan (Tillman et al., 1998). Menurut Toharmat et al. (2006), jenis pakan kaya serat dapat mempengaruhi konsumsi bahan kering yang selanjutnya mempengaruhi konsumsi nutrien. Hal ini berarti bahwa konsumsi bahan kering pakan dapat dimanipulasi melalui pemilihan jenis pakan kaya serat yang diberikan. Faktor yang berpengaruh pada konsumsi serat kasar antara lain konsumsi bahan kering dan kandungan nutrien ransum. Kandungan serat kasar dalam bahan pakan mampu mengurangi tingkat kecernaan pakan dalam tubuh ternak. Semakin banyak serat kasar yang terdapat dalam suatu bahan pakan maka semakin tebal dinding sel dan akibatnya semakin rendah daya cerna dari bahan makanan (Hartadi et al., 1997). Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen (BETN) BETN merupakan fraksi karbohidrat selain serat kasar yang umumnya mudah tercerna, antara lain pati dan gula. Pada fase pertumbuhan, salah satu komponen 10

nutrien yang penting dalam pakan adalah energi, kebutuhan energi ini sangat bergantung dari status fisiologis ternak. Hartadi et al. (1997) menambahkan bahwa hewan yang sedang tumbuh membutuhkan energi untuk hidup pokok, memenuhi kebutuhan akan energi mekanik untuk gerak otot dan sintesa jaringan-jaringan baru. Menurut Pond et al. (1995), secara umum nutrisi yang paling membatasi dalam nutrisi ternak domba adalah energi. Konsumsi energi yang berlebihan oleh ternak akan mengalihkan penggunaan energi untuk memproduksi lemak tubuh yang lebih tinggi. Defisiensi energi pada ternak yang sedang dalam fase pertumbuhan akan menyebabkan penurunan laju peningkatan bobot badan, yang akhirnya akan menghentikan pertumbuhan, bobot badan semakin menurun, dan yang paling buruk adalah dapat menyebabkan kematian. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa kebutuhan energi pakan ditentukan oleh lingkungan, umur, bobot badan, bangsa, komposisi pakan, dan pertambahan bobot badan yang dikehendaki. Kondisi lingkungan yang mempengaruhi kebutuhan energi adalah temperatur, kelembaban, dan kecepatan angin (Haryanto dan Djajanegara, 1993). Total Digestible Nutrient (TDN) Total Digestible Nutrient (TDN) merupakan nilai yang menunjukkan jumlah dari zat-zat makanan yang dapat dicerna oleh hewan, yang merupakan jumlah dari semua zat-zat makanan organik yang dapat dicerna seperti protein, lemak, serat kasar, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi TDN seperti suhu lingkungan, laju perjalanan melalui alat pencernaan, bentuk fisik bahan makanan, komposisi ransum dan pengaruh terhadap perbandingan dari zat makanan lainnya (Aboenawan, 1991). Perry et al. (2003) menyatakan bahwa nilai TDN suatu bahan pakan dipengaruhi beberapa hal, antara lain persentase bahan kering dari bahan tersebut, bahan kering pakan yang akan dicerna, jumlah bahan mineral dalam kecernaan bahan kering, dan jumlah lemak dalam bahan kering yang dapat dicerna. Semakin tinggi TDN dari suatu pakan, maka pakan tersebut akan semakin baik karena banyak zat-zat makanan yang dapat digunakan. Kadar TDN bahan pakan umumnya berbanding terbalik dengan serat kasarnya (Anggorodi, 1990). Standar NRC (2006) menyebutkan bahwa, domba dengan bobot badan 20-30 kg membutuhkan konsumsi protein kasar sebesar 550-990 g/ekor/hari dengan pertambahan bobot badan harian sebesar 100-200 g/ekor/hari. 11

Rianto et al. (2006) melaporkan bahwa konsumsi TDN domba yaitu sebesar 341,33 g/hari dan menurut Purbowati et al. (2009) konsumsi TDN antar perlakuan yang tidak berbeda nyata dapat disebabkan oleh kandungan TDN pakan relatif sama dan konsumsi BK yang tidak berbeda nyata. Kurangnya konsumsi energi dapat mengakibatkan pertumbuhan lambat atau berhenti, bobot hidup berkurang, fertilitas menjadi rendah, kegagalan reproduksi, rendahnya kualitas wol, daya tahan tubuh terhadap penyakit berkurang, dan angka kematian tinggi (Ensminger, 1991). Pertambahan Bobot Badan Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan ukuran dari tulang, otot, organ dalam, dan bagian lain dari tubuh ternak. Pertumbuhan secara normal dimulai dari saat sebelum lahir dan sesudah lahir hingga ternak mencapai ukuran tubuh dewasa (Ensminger, 1991). Hewan yang sedang tumbuh membutuhkan energi pemeliharaan tubuh (hidup pokok), memenuhi kebutuhan akan energi mekanik untuk gerak otot, dan sintesa jaringan-jaringan baru (Tillman et al., 1998). Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen yang dipakai, tingkat nutrisi yang tersedia, kesehatan dan iklim. Laju pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana berat tubuh awal fase penggemukan berhubungan dengan berat dewasa (Wodzicka et al., 1993). Kurva yang menunjukkan hasil penelitian Inounu et al. (2008) mengenai pertumbuhan bobot badan domba dapat dilihat pada Gambar 1. Domba Garut Domba M. Charollais X Garut Domba St. Croix X Garut Domba M. Charollais X St. Croix X Garut Domba St. Croix X M. Charollais X Garut Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Domba Garut dan Persilangannya Sumber : Inounu et al. (2008) 12

Pada umumnya pertumbuhan domba diketahui dengan cara pengukuran terhadap bobot dan tinggi badan. Pengukuran bobot tubuh dapat menentukan tingkat konsumsi, efisiensi pakan, dan harga (Parakkasi, 1999). Sebagai gambaran pertumbuhan bobot badan domba, (Inounu et al., 2008) menyatakan bahwa domba garut akan mencapai bobot potong 35 kg pada umur 25,07 bulan dan persilangannya akan mencapai bobot potong 35 kg pada kisaran umur 15-19 bulan. Pertumbuhan bobot badan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsumsi total protein yang diperoleh setiap hari, jenis kelamin, umur, keadaan genetik, lingkungan, kondisi fisiologis ternak, dan tata laksana (NRC, 2006). Arifiyanti (2002) menyatakan bahwa kandungan zat makanan dalam pakan memenuhi batas kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan sehingga jumlah pakan yang dikonsumsi akan lebih tinggi dan akan memberikan respon pertumbuhan yang lebih baik. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa penambahan protein dalam pakan dapat meningkatkan pertambahan bobot badan sedangkan penambahan serat kasar dalam pakan akan menurunkan bobot badan. Tingkat kenaikan bobot badan harian domba dan kambing di pedesaan berkisar antara 20-40 g/ekor/hari. Rataan pertambahan bobot badan harian domba yang sedang dalam masa pertumbuhan berkisar antara 49-71 g/ekor/hari (Tarmidi, 2004). Hasil penelitian Junaidi et al. (2011) menyatakan bahwa PBB domba yang mendapat ransum 30% tongkol jagung berkisar antara 83-97 g/ekor/hari. Yulistiani (2010) menyatakan bahwa PBB domba yang mendapatkan ransum berbasis tongkol jagung adalah 146,3-176,2 g/ekor/hari. Penggunaan konsentrat terutama yang banyak mengandung biji-bijian lebih tinggi akan mempercepat pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan lebih baik (Velez et al., 1993). Kualitas hijauan juga sangat menentukan konsumsi dan pertambahan bobot badan ternak ruminansia (Hart et al., 1993). Konversi Pakan Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk menghasilkan satu unit produksi ternak (Katangole et al., 2009). Konversi pakan suatu ransum bergantung pada konsumsi bahan kering dan pertambahan bobot badan harian. Konsumsi bahan kering yang rendah belum tentu menyebabkan nilai konversi pakan menjadi rendah atau sebaliknya konsumsi pakan yang tinggi juga belum tentu menyebabkan nilai konversi pakan menjadi tinggi (Thalib et al., 2001). 13

Nilai konversi yang tinggi menunjukkan bahan makanan tersebut kurang efisien untuk diubah menjadi daging, sebaliknya semakin rendah nilai konversi ransum menunjukkan bahan makanan tersebut sangat efisien untuk diubah menjadi daging. Semakin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak, akan diikuti dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dan semakin efisien penggunaan pakannya (Martawidjaja, 2003). Penelitian Yulistiani (2010) menyatakan bahwa konversi pakan domba yang mendapatkan ransum berbasis tongkol jagung adalah 6,6-7,5. Konversi pakan khususnya ternak ruminansia kecil dipengaruhi oleh kualitas pakan, nilai kecernaan, dan efisiensi pemanfaatan zat gizi dalam proses metabolisme di dalam jaringan tubuh ternak. Semakin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak, diikuti dengan pertambahan bobot badan yang tinggi maka nilai konversi pakan akan semakin rendah dan akan semakin efisien pakan yang digunakan (Pond et al., 1995). Konversi pakan bergantung pada konsumsi bahan kering dan pertambahan bobot badan harian. Konsumsi bahan kering yang tinggi belum tentu menyebabkan nilai konversi pakan menjadi tinggi atau sebaliknya konsumsi bahan kering yang rendah belum tentu menyebabkan nilai konversi pakan menjadi rendah (Thalib et al., 2001). Income Over Feed Cost (IOFC) Income Over Feed Cost (IOFC) adalah salah satu cara untuk menghitung pendapatan yang diterima oleh peternak. Secara sederhana, perhitungan IOFC adalah pendapatan dari penjualan ternak dikurangi biaya pakan. Komponen utama yang diperhatikan dari perhitungan ini adalah harga jual domba, harga beli bakalan, dan biaya pakan. Faktor lain yang mempengaruhi nilai IOFC antara lain jumlah konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan (Kamesworo, 2010). IOFC adalah pendapatan yang diperoleh setelah dikurangi biaya pakan selama pemeliharaan. Pendapatan diperoleh dari perkalian pertambahan bobot badan dengan harga jual ternak dalam bobot hidup, sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan tersebut (Mayulu et al., 2009). Kasim (2002) menyatakan bahwa konsumsi pakan, PBB, dan harga pakan saat pemeliharaan dapat berpengaruh terhadap nilai perhitungan IOFC. Faktor-faktor yang berpengaruh penting dalam IOFC adalah pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, dan harga 14

pakan selama pemeliharaan. Pertambahan bobot badan yang tinggi belum tentu menjamin keuntungan yang maksimum, tetapi pertumbuhan yang baik diikuti dengan konversi pakan yang baik pula serta biaya pakan yang minimal akan mendapatkan keuntungan yang maksimal (Wahju, 1997). 15

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September sampai November 2011. Materi Ternak Percobaan Ternak yang digunakan adalah 16 ekor domba lokal jantan berumur sekitar 1,5 tahun dengan kisaran bobot badan 22,3-29,4 kg. Ternak domba tersebut dikandangkan secara individu. Ternak domba lokal yang digunakan dikandangkan secara individu seperti disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Domba yang Digunakan dalam Penelitian Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan adalah kandang individu. Kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum. Peralatan lain yang digunakan adalah timbangan digital kapasitas 5 kg untuk menimbang pakan dan timbangan gantung kapasitas 50 kg untuk menimbang bobot hidup domba. Pakan Pakan yang digunakan selama penelitian adalah pakan yang mengandung protein kasar sekitar 15% dan TDN sekitar 69%. Pakan yang digunakan terdiri atas

tongkol jagung dengan beberapa kombinasi sumber protein. Air minum diberikan secara ad libitum. Komposisi pakan, harga bahan pakan, dan kandungan zat makanan pakan disajikan dalam Tabel 7 dan Tabel 8. Tabel 7. Komposisi dan Harga Bahan Pakan Ransum Penelitian Harga Bahan Bahan Pakan Penelitian (% BK) Harga Pakan (Rp/kg) Pakan Pakan (Rp/kg) P1 P2 P3 P4 P1 P2 P3 P4 Tongkol Jagung 739 30,00 30,00 30,00 30,00 222 222 222 222 Onggok 1.880 20,00 20,00 20,00 20,00 376 376 376 376 Bungkil Kelapa 2.822 45,00 31,50 36,50 34,00 1.270 889 1.030 9.59 Bungkil Kedelai 8.939-15,00-7,50-1.341-670 Tepung Ikan 10.881 - - 10,00 5,00 - - 1.088 544 Mineral Mix 2.020 3,50 3,50 3,50 3,50 71 71 71 71 Urea 2.632 1,50 - - - 39 - - - Total 100 100 100 100 1.977 2.898 2.786 2.842 Tabel 8. Kandungan Nutrien Pakan Perlakuan* Nutrien P1 Pakan Penelitian P2 P3 P4 ----------------- % BK ------------------ Bahan Kering 90,85 90,59 90,51 90,35 Abu 6,59 6,20 11,13 8,19 Protein Kasar 15,06 19,01 14,69 15,31 Lemak Kasar 5,50 3,42 3,33 2,94 Serat Kasar 14,55 14,06 13,94 13,79 BETN 58,26 57,03 56,91 59,77 TDN ** 70,85 71,96 68,06 71,56 Keterangan : 1) P1 = bungkil kelapa dan urea, P2 = bungkil kelapa dan bungkil kedelai, P3 = bungkil kelapa dan tepung ikan, dan P4 = bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan tepung ikan. 2) * Hasil analisa kandungan nutrien ransum di laboratorium PAU, IPB 3) ** Perhitungan TDN berdasarkan Hartadi et al. (1997) 17

Prosedur Pembuatan Pakan Tongkol jagung dikeringkan di bawah sinar matahari. Tongkol jagung yang telah kering dicacah dengan chopper, kemudian digiling dengan hammer mill sampai berbentuk butiran kecil. Tongkol jagung yang telah digiling kemudian dicampur dengan bahan pakan lain sesuai dengan komposisi bahan pakan yang diperlihatkan pada Tabel 7. Pakan yang telah tercampur berbentuk mash dengan butiran kecil-kecil dapat dilihat pada Gambar 3. (a) (b) (c) Gambar 3. Pakan yang Digunakan dalam Penelitian (a) Tongkol Jagung, (b) Tongkol Jagung Giling, dan (c) Ransum Tongkol Jagung dengan Konsentrat Pemeliharaan Pemeliharaan domba lokal jantan dilakukan selama empat minggu dalam kandang individu. Domba yang digunakan ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot awal. Domba ditimbang setiap satu minggu sekali untuk mengetahui perubahan bobot badannya. Pakan diberikan pada pagi dan sore hari, sedangkan air minum diberikan secara ad libitum. Konsumsi pakan dan sisa pakan ditimbang setiap hari. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Konsumsi Bahan Kering Pakan Konsumsi bahan kering pakan dihitung dari selisih antara pemberian pakan dan sisa pakan harian dalam bentuk bahan kering. Konsumsi pakan (g/ekor) = Pakan yang diberikan (g/ekor) sisa pakan (g/ekor) 2. Konsumsi Nutrien Pakan Konsumsi nutrien didapat dengan cara menghitung persentase nutrien yang dikonsumsi di dalam pakan dikalikan dengan konsumsi bahan kering. Persentase nutrien yang dikalikan dalam bentuk bahan kering (BK). Konsumsi 18

nutrien yang dihitung terdiri atas protein kasar (PK), lemak kasar (LK), serat kasar (SK), bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), dan total digestible nutrient (TDN). Konsumsi nutrien pakan (g/ekor/hari) = % Nutrien pakan Konsumsi BK (g/ekor/hari) 3. Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan (PBB) diketahui dengan cara menghitung bobot badan akhir dikurangi bobot badan awal, kemudian dibagi dengan lama pemeliharaan. 4. Konversi Pakan Konversi pakan dapat dihitung dari jumlah pakan yang dikonsumsi dibagi dengan pertambahan bobot badan selama pemeliharaan. 5. Perhitungan Income Over Feed Cost (IOFC) Income Over Feed Cost (IOFC) adalah pendapatan yang diperoleh setelah dikurangi biaya pakan selama 28 hari pemeliharaan (Mayulu et al., 2009). IOFC = [PBB (kg) x Harga per kg bobot hidup (Rp)] [Jumlah pakan yang dikonsumsi (kg) x Harga pakan (Rp)] Perlakuan Rancangan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan 4 jenis pakan sumber serat tongkol dengan beberapa kombinasi sumber protein yang dicobakan pada 16 ekor domba lokal jantan yang dibagi menjadi 4 kelompok. Empat perlakuan yang diberikan adalah pakan tongkol jagung dan onggok dengan kombinasi sumber protein sebagai berikut: P1 = bungkil kelapa dan urea, P2 = bungkil kelapa dan bungkil kedelai, P3 = bungkil kelapa dan tepung ikan, P4 = bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan tepung ikan. 19

Rancangan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Pengelompokan domba dilakukan berdasarkan bobot badan besar (27,2-29,4 kg), agak besar (26,0-27,0 kg), sedang (24,8-25,6 kg), dan kecil (22,3-24,5 kg). Model matematik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1993): Yij = + i +βj + ij Keterangan : Yij = Nilai variabel hasil pengamatan = Rataan umum pengamatan i = Pengaruh pemberian pakan ke-i (1, 2, 3, 4) βj = Efek kelompok ke-j (1,2,3,4) ij = Pengaruh galat pakan ke-i (1, 2, 3, 4) dan ulangan ke-j (1, 2, 3, 4) Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian akan dianalisis menggunakan analisis ragam (Analyses of Variance, ANOVA) dan bila terjadi perbedaan dilanjutkan dengan Uji Duncan (Steel dan Torrie, 1993). 20

Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi (Tillman et al., 1998). Menurut Aregheore (2005), konsumsi merupakan faktor yang penting dalam menentukan produktivitas ruminansia dan ukuran tubuh ternak. Konsumsi bahan kering pakan yang dihasilkan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Rataan Konsumsi Bahan Kering Perlakuan Konsumsi (gram/ekor/hari) Konsumsi/BB (%) P1 741,2±37,2 2,90 P2 785,1±64,4 2,99 P3 746,3±45,4 2,88 P4 761,4±31,1 2,95 Keterangan : P1 = bungkil kelapa dan urea, P2 = bungkil kelapa dan bungkil kedelai, P3 = bungkil kelapa dan tepung ikan, dan P4 = bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan tepung ikan. Pakan sumber serat dari tongkol jagung dengan kombinasi berbagai sumber protein tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering (P>0,05). Tidak adanya perbedaan konsumsi bahan kering menunjukkan bahwa palatabilitas dari keempat macam pakan yang diberikan sama. Palatabilitas yang sama dikarenakan secara fisik pakan yang diberikan memiliki tekstur yang sama. Hal ini didukung oleh pernyataan Pond et al. (1995), bahwa tekstur dari bahan pakan yang diberikan dapat mempengaruhi palatabilitas pakan. Pakan juga cenderung memiliki kandungan bahan kering yang sama sehingga konsumsi bahan kering tidak berbeda. Yulistiani (2010) menyatakan bahwa domba yang mendapatkan pakan berbasis tongkol jagung cenderung memiliki konsumsi bahan kering yang sama karena bentuk fisik dan bahan kering yang hampir sama. Kisaran konsumsi bahan kering pada penelitian ini adalah sebesar 741,2-758,1 g/ekor/hari. Standar NRC (2006) menyebutkan bahwa, domba pada fase penggemukan dengan bobot badan 20-30 kg, akan mengkonsumsi bahan kering sebanyak 690-1240 g/ekor/hari. Jika dibandingkan dengan NRC terlihat bahwa konsumsi bahan kering domba masih berada dalam standar. Hal berbeda terjadi

dimana konsumsi bahan kering domba pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian Yulistiani (2010) yang menyatakan bahwa, konsumsi bahan kering domba yang mendapatkan pakan berbasis tongkol jagung adalah sebesar 1092-1240 g/ekor/hari. Kisaran konsumsi bahan kering domba berdasarkan bobot badan adalah 2,88% - 2,99% bobot badan. Kisaran konsumsi bahan kering yang disarankan NRC (2006) untuk ternak domba dengan bobot badan 20-30 kg adalah sebesar 3,44% - 4,14% bobot badan. Berdasarkan bobot badan, konsumsi bahan kering pada penelitian ini jauh di bawah standar NRC (2006). Konsumsi bahan kering pada penelitian ini juga lebih rendah jika dibandingkan dengan Yulistiani (2010), yang menyatakan bahwa konsumsi bahan kering domba yang mendapatkan pakan berbasis tongkol jagung adalah 4,17% bobot badan. Rendahnya konsumsi bahan kering domba diduga karena tongkol jagung mengandung serat kasar yang tinggi. Kandungan serat kasar yang tinggi pada bahan pakan menyebabkan keambaan bahan pakan tinggi, sehingga dapat menurunkan konsumsi. Menurut Toharmat et al. (2006), jenis pakan yang memiliki kandungan serat yang tinggi dapat menurunkan konsumsi bahan kering. Jumlah nutrien pakan yang dikonsumsi oleh ternak yang terdiri dari konsumsi protein kasar (PK), serat kasar (SK), lemak kasar (LK), bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), dan Total Digestible Nutrient (TDN) dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rataaan Konsumsi Nutrien Pakan Peubah Perlakuan P1 P2 P3 P4 --------------------------g/ekor/hari--------------------------- Konsumsi Protein Kasar 111,6±5,6 b 149,2 a ±12,2 109,7 b ±6,7 116,5 b ±4,8 Konsumsi Lemak Kasar 40,8±2,0 a 26,9 b ±2,2 24,8 c ±1,5 22,4 d ±0,9 Konsumsi Serat Kasar 108,1±5,4 110,4±9,1 104,1±6,3 105,0±4,3 Konsumsi BETN 431,8±21,7 449,9±36,9 424,7±25,8 455,1±18,6 Konsumsi TDN 525,1±26,3 ab 565,0 a ±46,4 508,1 b ±30,9 544,9 b ±22,2 Keterangan : 1) P1 = bungkil kelapa dan urea, P2 = bungkil kelapa dan bungkil kedelai, P3 = bungkil kelapa dan tepung ikan, dan P4 = bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan tepung ikan. 2) Superskrip pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada P <0,05. 22

Jumlah konsumsi bahan kering merupakan faktor penentu yang paling penting untuk menentukan jumlah zat-zat makanan yang tersedia bagi ternak. Menurut Aregheore (2005), konsumsi merupakan faktor yang penting dalam menentukan produktivitas ruminansia dan ukuran tubuh ternak. Konsumsi nutrien pakan juga dipengaruhi oleh kualitas makanan dan kebutuhan energi ternak, semakin baik kualitas makanannya, semakin tinggi konsumsi pakan ternak (Parakkasi, 1999). Konsumsi Protein Kasar (PK) Protein merupakan zat makanan yang penting bagi pertumbuhan ternak dan juga merupakan bagian terpenting dari jaringan-jaringan tubuh hewan. Konsumsi protein kasar pakan erat kaitannya dengan pertambahan bobot badan yang dikehendaki setiap hari, serta jumlah dan kualitas pakan yang diberikan (Parakkasi, 1999). Konsumsi protein kasar pakan yang dihasilkan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 10. Konsumsi protein kasar pakan P2 nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan P1, P3, dan P4. Pakan P2 dengan sumber protein kombinasi dari bungkil kelapa dan bungkil kedelai menyebabkan konsumsi protein kasar lebih tinggi dibandingkan dengan pakan P1, P3, dan P4. Tingginya konsumsi protein pada P2 juga dikarenakan kandungan protein kasar yang lebih tinggi jika dibandingkan antara pakan P1, P3, dan P4 (Tabel 8). Tingginya kadungan protein kasar pada pakan P2 diduga karena kombinasi sumber protein dari bungkil kelapa dan bungkil kedelai. Hal ini juga berkaitan dengan konsumsi bahan kering yang tidak berbeda. Sudarman et al. (2008) menyatakan bahwa, konsumsi protein sangat erat kaitannya dengan konsumsi bahan kering sehingga pada penelitian ini, pakan yang memiliki kandungan protein kasar tinggi akan lebih tinggi pula konsumsi protein kasarnya. Kisaran konsumsi protein kasar pada penelitian ini adalah 109,7-149,2 g/ekor/hari. Standar NRC (2006) menyebutkan bahwa, domba dengan bobot badan 20-30 kg membutuhkan konsumsi protein kasar sebesar 70-122 g/ekor/hari dengan pertambahan bobot badan harian sebesar 100-200 g/ekor/hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, konsumsi protein kasar domba yang mendapat pakan dengan kombinasi beberapa sumber protein masih masuk dalam kisaran standar NRC (2006). Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi protein kasar domba yang mendapatkan pakan 23