BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan. warna atau yang dinamakan diskolorisasi gigi (Grossman, 1995).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. restorasi general (Heymaan et al, 2011). depan karena faktor intrinsik (Heymaan et al, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin epoksi, seperti lamanya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung

BAB 2 RESIN KOMPOSIT. yang dihasilkan dari restorasi resin komposit, sebuah restorasi yang paling digemari

BAB 2 RESIN KOMPOSIT SEBAGAI BAHAN TAMBALAN. seperti bubuk quartz untuk membentuk struktur komposit.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris murni. b. Semen ionomer kaca tipe 1 (Fuji I, GC, Japan)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan geser antara self adhesif semen

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah ekperimental laboratoris murni.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedokteran gigi mengembangkan berbagai jenis material restorasi sewarna gigi

BAB 2 BAHAN RESTORASI RESIN KOMPOSIT

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahan tumpatan warna gigi yang lain (Winanto,1997). Istilah resin komposit dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pergaulan, pasien menginginkan restorasi gigi yang warnanya sangat mendekati

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara adhesif semen dan

BAB 1 PENDAHULUAN. mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beberapa tahun terakhir sejalan dengan tuntutan pasien dalam hal estetik. Resin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi. Resin komposit banyak digunakan sebagaibahan restorasi pada gigi anterior

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris murni. b. Adhesif semen konvensional (Fuji I merk GIC).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. (RelyX) dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1 terhadap restorasi veneer

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. yang paling sering digunakan dibidang kedokteran gigi restoratif. Selain segi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mahkota (crown) dan jembatan (bridge). Mahkota dapat terbuat dari berbagai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan bersih menjadi tujuan utamanya. Bleaching merupakan salah satu perawatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beberapa tahun terakhir sejalan dengan tuntutan pasien dalam hal estetik. 27 Dewasa

BAB 2 BAHAN ADHESIF. Kata adhesi berasal dari bahasa latin adhaerere yang berarti menyatukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fungsional gigi dapat menyebabkan migrasi (tipping, rotasi, dan ekstrusi),

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena selain dapat menghasilkan senyum yang indah juga sangat membantu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai macam bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karies dini, tersedia dalam bentuk bahan resin maupun glass ionomer cement dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan bahan adhesif telah menyebabkan restorasi resin komposit lebih dapat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. masalah estetik namun juga melibatkan fungsi dari gigi yang akan direstorasi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. silikat dan semen polikarboksilat pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggantikan gigi hilang. Restorasi ini dapat menggantikan satu atau lebih gigi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Hasil studi morbiditas SKRT-Surkesnas menunjukkan penyakit gigi menduduki urutan pertama (60% penduduk)

toksisitas amalgam yang dikaitkan dengan merkuri yang dikandungnya masih hangat dibicarakan sampai saat ini. 1,2,3 Resin komposit adalah suatu bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. telah banyak perbaikan yang dicapai dalam hal warna dan daya tahan terhadap

BAB 2 RESIN KOMPOSIT YANG DIGUNAKAN DALAM RESTORASI RIGID

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksi antara bahan restorasi dengan jaringan gigi merupakan hal yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Sistem stomatognasi dalam kedokteran gigi merupakan ilmu yang di

BAB I PENDAHULUAN. gigi berlubang (karies gigi). Pasien datang dengan kondisi gigi berlubang yang

PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat dewasa ini. Akhir-akhir ini bahan restorasi resin komposit

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. estetika yang sangat mempengaruhi penampilan. Hal ini menjadi permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. pada jaringan keras dan akan terus berlangsung sampai jaringan dibawahnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu tindakan restorasi gigi tidak hanya meliputi pembuangan karies

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencegah timbulnya kembali karies, tetapi juga untuk mengembalikan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut, yang salah satunya digambarkan oleh indeks DMF-T

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baik restorasi indirek maupun pasak. Dibandingkan semen konvensional, semen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Menurut Powers dan Sakaguchi (2006) resin komposit adalah salah satu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, kebutuhan dan tuntutan pasien akan bahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Restorasi dapat dibedakan menjadi restorasi direk dan indirek. Restorasi direk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. digunakan dikedokteran gigi. Bahan restorasi ini diminati masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN. Abrasi merupakan suatu lesi servikal pada gigi dan keadaan ausnya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pasien untuk mencari perawatan (Walton dan Torabinejad, 2008).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Beberapa dekade terakhir dalam kedokteran gigi konservatif resin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi yang populer belakangan ini adalah perawatan bleaching yaitu suatu cara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dunia

BAB I PENDAHULUAN. karena memiliki warna yang hampir mirip dengan warna gigi asli dan kekuatan

3 Universitas Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. efisiensi pengunyahan, meningkatkan pengucapan dan memperbaiki estetika

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. warna gigi baik karena faktor intrinsik ataupun ekstrinsik dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuanpenemuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Veneer a. Pengertian Veneer adalah sebuah bahan pelapis yang sewarna dengan gigi diaplikasikan pada sebagian atau seluruh permukaan gigi yang mengalami cacat pada email, diskolorisasi maupun kelainan bentuk (Heymann, 2011). b. Indikasi dan Kontraindikasi Indikasi pemakaian veneer yaitu malformasi permukaan gigi, perubahan warna gigi, abrasi, erosi atau kesalahan dalam restorasi sedangkan kontraindikasi dari veneer ini adalah keadaan pembentukan email tidak sempurna, bernafas melalui mulut atau memiliki kebiasaan buruk seperti musisi yang selalu menggunakan alat musik tiup, gigi berjejal parah dan labio versi. Veneer ini bukan solusi yang tepat bagi anak-anak karena memiliki ukuran tanduk pulpa yang besar dan kamar pulpa yang muda serta kontur gusi yang belum dewasa (Welbury dkk, 2005). c. Macam-macam veneer Berdasarkan cara pembuatannya veneer dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 7

8 1) Veneer Direk Suatu cara memperbaiki lapisan gigi yang dilakukan secara langsung pada gigi pasien (Welbury dkk, 2005), biasanya dengan menggunakan bahan resin komposit aktivasi sinar (Heymann, 2002). Veneer direk terbagi atas dua tipe, yaitu: a) Partial Veneer diindikasikan untuk restorasi sebagian permukaan gigi atau area yang mengalami perubahan warna karena faktor intrinsik (Heymann dkk, 2011). b) Full Veneer diindikasikan untuk restorasi seluruh permukaan gigi atau area yang mengalami perubahan warna karena faktor intrinsik yang melibatkan sebagian besar permukaan fasial gigi dengan mempertimbangkan umur pasien, oklusi dan kebersihan mulut (Heymann dkk, 2011). 2) Veneer Indirek Suatu cara memperbaiki lapisan gigi yang memerlukan kerjasama dengan tekniker lab. kedokteran gigi sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk proses pembuatannya. Biasanya teknik ini terbuat dari bahan resin komposit, porselen dan keramik. Teknik ini membutuhkan perlekatan pada enamel dengan bantuan bahan adhesif dan light-cure self adhesif semen (Heymann dkk, 2011).

9 Veneer indirek ini memang membutuhkan waktu pembuatan yang lama tetapi terdapat tiga keunggulan yang diberikan oleh teknik ini, yaitu: a) Faktor keindahan yang lebih baik karena veneer ini membutuhkan seni dan perhatian yang khusus dalam pembuatannya. b) Memiliki kekuatan perlekatan yang baik. c) Indirek veneer dapat bertahan lebih lama dibandingkan direk veneer terutama jika terbuat dari bahan porselen (Heymann dkk, 2011). 2. Resin Komposit a. Pengertian Resin komposit merupakan gabungan dua atau lebih bahan berbeda dengan sifat-sifat yang unggul daripada bahan itu sendiri, bahan tersebut ialah matriks resin dan partikel bahan pengisi (Anusavice, 2004). Bowen (1960) melakukan kombinasi dari keunggulan epoksi dan akrilat, percobaan ini dilakukan karena kelemahan resin epoksi yaitu lamanya pengerasan dan kecenderungan berubah warna. Pengembangan molekul bis-gma inilah yang merupakan hasil kombinasi yang dilakukan Bowen dan ternyata memenuhi matriks resin komposit gigi (Philips, 1991). Craig dkk, (2004) restorasi kelas I, III, dan kelas V, apabila tidak ada

10 permasalahan dengan oklusal dan memerlukan nilai estetik didalamnya maka dapat direkomendasikan memakai resin komposit. Resin komposit diklasifikasikan dalam beberapa cara, tergantung pada komposisinya. Philips (1991), resin komposit dibagi berdasarkan ukuran partikelnya, yaitu macro filler komposit yang partikel-partikel dari 0,1-100 u, micro filler komposit yang ukuran partikel 0,04 µ partikel, dan hybrid komposit sedangkan William mengklasifikasikan resin komposit berdasarkan jumlah parameter yaitu persentase (dengan volume) dari inorganik filler, ukuran dari partikel utama, kekasaran permukaan dan tekanan kompresif. Selain berdasarkan ukuran partikelnya, resin komposit dapat ditentukan menurut konsistensinya, yaitu komposit hybrid yang flowable (kandungan filler yang rendah, ukuran partikel yang kecil dan kepekatan yang rendah) dan packable (high-density composite). b. Komposisi Resin komposit dibentuk oleh tiga komponen utama yaitu resin matriks, partikel bahan pengisi, dan bahan coupling. Komponen tersebut mengikat partikel filler secara bersama-sama melalui agen coupling (Van Noort, 2007). Kemudian terdapat aktivator inisiator yang berfungsi dalam proses polimerisasi resin dan bahan tambahan lain untuk meningkatkan stabilitas warna dengan menyerap sinar ultra violet, serta terdapat bahan penghambat untuk mencegah polimerisasi

11 dini dan pigmen untuk mendapatkan warna yang sesuai dengan gigi, yaitu hidrokuinon (Anusavice, 2004). Powers dan Sakaguchi (2007), empat komponen utama bahan resin komposit, yaitu: 1) Resin Matriks Diakrilat aromatik atau alipatik adalah monomer yang paling sering digunakan oleh bahan komposit. Dimetakrilat yang umum digunakan dalam resin komposit ialah Bisphenol-A-Glycidyl Methacrylate (Bis- GMA), Urethane Dimethacrylate (UDMA), dan Trietilen Glikol Dimetakrilat (TEGDMA). Monomer dengan berat molekul tinggi, khususnya Bis-GMA sangat kental pada temperatur ruang (25 0 c). Monomer yang memiliki berat molekul lebih tinggi dari pada metil metakrilat yang membantu mengurangi pengerutan polimerisasi. Nilai polimerisasi pengerutan untuk resin metil metakrilat adalah 22 % vol dimana untuk resin Bis-GMA 7,5 % vol (Craig dkk, 2004). Terdapat sejumlah komposit yang menggunakan UDMA daripada Bis-GMA. Berat molekul yang tinggi sehingga memiliki kekentalan tinggi adalah Bis-GMA dan UDMA. Penambahan filler dalam jumlah kecil menghasilkan komposit dengan kekakuan yang dapat digunakan secara klinis, untuk mengatasi masalah tersebut, monomer yang memiliki kekentalan rendah yang dikenal sebagai pengontrol kekentalan ditambahkan seperti metil metakrilat

12 (MMA), etilen glikol dimetakrilat (EDMA), dan trietilen glikol dimetakrilat (TEGDMA) adalah yang paling sering digunakan (Van Noort, 2007). Oligomers dimethacrylate merupakan bahan yang paling mendasari resin komposit dan yang paling banyak digunakan bersama bis-gma dan uretan dimetakrilat (UDMA). Oligomers tersebut adalah cairan kental yang memerlukan pertambahan dimetakrilat dengan berat molekul rendah seperti TEGMA (triethylene glycol dimethacrylate) (Fraunhofer, 2010). 2) Bahan Pengisi (filler) Penambahan partikel bahan pengisi kedalam resin matriks secara signifikan meningkatkan sifatnya. Jumlah resin sedikit mengakibatkan berkurangnya pengerutan, penyerapan air dan ekspansi koefisien panas, serta meningkatkan sifat mekanis seperti kekuatan, kekakuan, kekerasan, dan ketahanan abrasi. Faktorfaktor penting lainnya yang menentukan sifat dan aplikasi klinis komposit adalah jumlah bahan pengisi yang ditambahkan, ukuran partikel dan distribusinya, radiopak, dan kekerasan (Powers and Sakaguchi, 2007). Craig dkk, (2004), komposit mempunyai bahan pengisi dengan rata-rata diameter 0,2-3 µm (fine particles) atau 0,04 µm (microfine particles).

13 3) Bahan Pengikat (coupling) Bahan pengikat berfungsi untuk mengikat partikel bahan pengisi dengan resin matriks agar lebih fleksibel dalam meneruskan tekanan ke bahan pengisi yang lebih kaku. Aplikasi bahan pengikat yang tepat dapat meningkatkan sifat mekanis dan fisik serta memberikan kestabilan hidrolitik dengan mencegah air menembus sepanjang pertemuan bahan pengisi dan resin. Adapun kegunaannya yaitu untuk meningkatkan sifat mekanis dan fisik resin, dan untuk menstabilkan hidrolitik dengan pencegahan air (Anusavice, 2004). Ikatan akan berkurang ketika komposit menyerap air dari penetrasi bahan pengisi resin. Bahan pengikat yang sering digunakan adalah silane, silane merupakan ikatan organik yang menghubungkan antara bahan pengisi dan resin matriks (Craig dkk, 2004). 4) Inisiator-Akselerator Sinar tampak merupakan prinsip sistem utama dari polimerisasi. Sistem polimerisasi ini menggunakan penyinaran sinar ultra violet (Craig dkk, 2004). Sinar diserap oleh diketon yang dihasilkan dari amina organik, untuk memulai reaksi polimerisasi.

14 c. Polimerisasi Mekanisme polimerisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1) Aktivasi kimia, proses ini diawali denngan percampuan dua pasta yang terdiri dari inisiator benzoil peroksida dan aktivator amin tersier. 2) Aktivasi sinar, proses ini diawali dengan penyinaran pada molekul fotoinisiator dan aktivator lainnya yang terdapat dalam satu pasta. Proses ini lebih sering digunakan dibandingkan proses yang pertama tersebut (Anusavice, 2004). Dari mekanisme polimerisasi resin komposit sinar tersebut terdapat tahapan polimerisasi, yaitu : 1) Tahap Inisiasi Terjadi kombinasi radikal bebas dengan monomer untuk menciptakan rantai awal. 2) Tahap Propagasi Terjadi penambahan monomer terus menerus yang mendorong terbentunya rantai polimer. 3) Tahap Terminasi Telah terbentuk molekul yang stabil. d. Sifat-sifat Resin Komposit Ada beberapa sifat sifat yang terdapat pada resin komposit, antara lain:

15 1) Sifat fisik a) Warna Resin komposit resisten terhadap perubahan warna yang disebabkan oleh oksidasi tetapi sensitif pada penodaan. Stabilitas warna resin komposit dipengaruhi oleh pencelupan berbagai noda seperti kopi, teh, jus anggur, arak, dan minyak wijen. Oksidasi dan akibat dari penggantian air dalam polimer matriks menyebabkan perubahan warna. Komposit kedokteran gigi harus memiliki warna visual (shading) untuk mencocokan dengan warna gigi, dan translusensi yang dapat menyerupai struktur gigi. Translusensi atau opasitas dibuat untuk menyesuaikan dengan warna email dan dentin (Anusavice, 2004). b) Strength Tensile dan compressive strength Kekuatan resin komposit ini lebih rendah dari amalgam, hal ini memungkinkan bahan tersebut digunakan untuk pembuatan restorasi pada pembuatan insisal. Nilai kekuatan dari masing-masing jenis bahan resin komposit berbeda (Anusavice, 2004). c) Setting Setting komposit ini terjadi selama 20-60 detik sedikitnya waktu yang diperlukan setelah penyinaran. Pencampuran dan setting bahan dengan light cured dalam beberapa detik setelah

16 aplikasi sinar sedangkan pada bahan yang diaktifkan secara kimia memerlukan setting time 30 detik selama pengadukan. Apabila resin komposit telah mengeras tidak dapat dicarving dengan instrument yang tajam tetapi dengan menggunakan abrasive rotary (Anusavice, 2004). 2) Sifat Mekanis a) Adhesi Dua subtansi yang berbeda melekat sewaktu berkontak disebabkan adanya gaya tarik menarik yang timbul antara kedua benda tersebut dikatakan adhesi. Resin komposit tidak berikatan secara kimia dengan email. Adhesi diperoleh dengan dua cara, pertama dengan menciptakan ikatan fisik antara resin dengan jaringan gigi melalui etsa. Kedua dengan penggunaan lapisan yang diaplikasikan antara dentin dan resin komposit dengan maksud menciptakan ikatan antara dentin dengan resin komposit tersebut (dentin bonding agent) (Anusavice, 2004). b) Kekuatan dan keausan Kekuatan kompresif dan kekuatan tensile resin komposit lebih unggul dibandingkan resin akrilik. Kekuatan tensile komposit dan daya tahan terhadap fraktur memungkinkannya digunakan bahan restorasi ini untuk penumpatan sudut insisal, tetapi memiliki derajat keausan yang sangat tinggi, karena resin

17 matriks yang lunak lebih cepat hilang sehingga akhirnya filler lepas (Anusavice, 2004). 3) Sifat Khemis Resin gigi menjadi padat bila berpolimerisasi. Polimerisasi adalah serangkaian reaksi kimia dimana molekul makro, atau polimer dibentuk dari sejumlah molekul yang disebut monomer. Inti molekul yang terbentuk dalam sistem ini dapat berbagai bentuk, tetapi gugus metrakilat ditemukan pada ujung rantai percabangan. Salah satu metakrilat multifungsional yang pertama kali digunakan dalam kedokteran gigi adalah resin Bowen (Bis- GMA). Resin ini dapat digambarkan sebagai suatu ester aromatik dari metakrilat, yang tersintesa dari resin epoksi (etilen glikol dari Bis-fenol A) dan metal metakrilat, karena Bis-GMA mempunyai struktur sentral yang kaku (2 cincin) dan dua gugus OH, Bis-GMA murni menjadi amat kental. Untuk mengurangi kekentalannya, suatu dimetakrilat berviskositas rendah seperti trietilen glikol dimetakrilat (TEDGMA) ditambahkan (Anusavice, 2004). e. Klasifikasi Resin Komposit Resin komposit diklasifikasikan kedalam lima grup utama berdasarkan alam dan ukuran partikel filler (Van Noort, 2007). Powers dan Sakaguchi (2007), resin komposit terdiri atas beberapa macam, yaitu multi purpose (sifat kekuatan dan modulusnya tinggi), nanocomposite (sifat kekuatan dan modulusnya tinggi serta sifat menghaluskan yang baik), microfilled (sifat estetis dan sifat

18 menghaluskan yang baik tetapi mudah terjadi pengerutan), flowable (sifat modulusnya yang rendah namun mempunyai sifat aus yang lebih tinggi) dan packable (sifat yang jarang terjadi pada packable adalah pengerutan). Anusavice (2004) mengklasifikasikan resin komposit menjadi komposit tradisional, komposit berdasarkan bahan pengisi partikel kecil, komposit berbahan pengisi mikro dan komposit hibrid. f. Resin Komposit Nanohibrid Resin komposit nanohybrid mengandung partikel yang berukuran nano (0,005-0,01 mikron) pada matriks resin dengan bahan pengisi yang lebih konvensional. Resin komposit nanohybrid dapat diklasifikasikan sebagai resin komposit universal pertama yang memiliki sifat penanganan dan kemampuan poles didapat dari komposit mikrofilled serta kekuatan dan ketahanan aus dari hybrid tradisional. Keuntungan resin komposit nanohibrid diantaranya dapat digunakan pada restorasi kelas 1, 2, 3, 4 dan 5, kemampuan poles yang baik karena memiliki ukuran pertikel yang sangat kecil sehingga dapat mengurangi retensi sisa makanan, memiliki kekerasan yang lebih bagus daripada bahan restorasi komposit lainnya dan memiliki ciri-ciri seperti enamel dan dentin. 3. Dental Semen Philips (1991), Berbagai perawatan gigi memerlukan perlekatan restorasi tidak langsung dan dengan bantuan semen. Restorasi logam, logam-resin, resin, logam keramik, veneer dan peralatan ortodontik merupakan perawatan gigi yang memerlukan bahan perekat. Semen adalah

19 suatu bahan yang dapat dibentuk untuk menutup sebelah celah atau untuk melekatkan dua bahan menjadi satu. Semen dibedakan menjadi semen basis dan semen pelapik. Seng fosfat, silikofosfat, polikarboksilat, ionomer kaca, oksida seng-eugenol dan semen yang berbasis resin merupakan contoh dari bahan semen tersebut (Philips, 1991). a. Semen ionomer kaca tipe 1 Semen ionomer kaca tipe 1 mempunyai sifat perlekatan yang baik. Semen ini melekat pada enamel dan dentin melalui ikatan kimia. Sifat semen ini adalah biokompabilitas terhadap jaringan gigi, sifat perlekatan baik secara kimia terhadap dentin dan enamel, serta memiliki beberapa sifat fisis. Semen ionomer kaca tipe 1 berdasarkan penggunannya terdiri dari : 1) Tipe I : Bahan luting semen (perekat) 2) Tipe II : Bahan restorasi (bahan tumpatan) 3) Tipe III : Bahan pelapis (lining atau basis) Perbedaan kegunaan material ini terletak pada ukuran partikelnya, dimana material untuk restorasi memiliki ukuran partikel maksimum 50 µm dan ukuran partikel untuk material perekat atau pelapis dibawah 20 µm (Anusavice, 2004). Secara umum semen ionomer kaca tipe 1 ini diklasifikasikan menjadi empat tipe dasar, yaitu semen ionomer kaca tipe 1

20 konvensional, semen ionomer hybrid, semen ionomer tri-cure dan semen ionomer yang diperkuat dengan mental (Philips, 1991). b. Semen ionomer kaca tipe 1 Konvensional Bahan ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1972 oleh Wilsondan Kent yang berasal dari asam polyalkenoat cair seperti asam polyacrilic dan komponen kaca yang biasa digunakan adalah fluoroaluminosilika. Saat bubuk dan cairan dicampur terjadi reaksi asam basa kemudian asam polyalkenoat mengalami percepatan hingga terjadi pengentalan sampai semen mengeras. Sifat umum dari semen ionomer ini adalah mampu membentuk lapisan setebal 25 µm atau lebih tipis. Waktu kerjanya lebih singkat dibandingkan semen seng fosfat. Modulus elastisnya hanya separuh dari seng fosfat, jadi semen ionomer kaca tipe 1 tidak terlalu kaku dan lebih peka terhadap perubahan bentuk elastisitas sedangkan sifat biologis dari bahan ini adalah sifat asamnya yang tidak terlalu mengiritasi tetapi tetap harus dilakukan perlindungan pulpa. Manipulasi bahan ini adalah dengan mencampurkan bubuk dan cairan kemudian diaduk dan apabila kelebihan semen saat restorasi dapat dibuang ketika bahan sudah mengeras (Anusavice, 2004). Mekanisme adhesi khemis dari semen ionomer kaca tipe 1 terhadap jaringan gigi adalah melalui kombinasi asam polikarboksilat dengan hidroksiapatit (HA) dan merupakan keunggulana utama dari SIK. Adhesi khemis ke dentin dicapai melalui pergantian ion

21 poliakrilat dengan ion fosfat pada struktur permukaan dari HA. Walaupun mekanisme sebenarnya belum diketahui, diduga bahwa kelembaban yang baik dan formasi ikatan ionik memiliki peran penting dalam ikatan SIK ke struktur gigi (Lohbauer, 2010). c. Self adhesif semen Komposisi dari bahan semen mirip dengan bahan tumpatan resin komposit, yaitu resin matrik dengan bahan pengisi anorganik yang telah diproses silane. Organofosfonat, hidroksietil metakrilat dan 4- META dan monomer yang mengandung gugus fungsional sudah digunakan untuk menciptakan ikatan dengan permukaan gigi yang dipreparasi sering ditambahkan ke semen ini. Penambahan peroksidaamin sebagai inisiator-akselerator atau dengan aktivasi sinar merupakan polimerisasi yang dapat dicapai secara konvensional dan Tributhyl borane sebagai catalyst (Philips, 1991). Sifat dari self adhesif semen adalah tidak larut didalam cairan rongga mulut, ikatan yang cukup kuat dengan dentin, tidak mempunyai potensi sifat antikariogenik sehingga ikatan terhadap struktur gigi lebih penting, dan self adhesif semen dirancang untuk kegunaan khusus dibandingkan kegunaan umum karena diformulasikan untuk menghadirkan sifat penanganan yang diinginkan untuk kegunaan tertentu (Philips, 1991). Dari segi sifat biologi, bahan ini dapat mengiritasi pulpa sehingga diperlukannya lapisan pelindung pulpa yaitu kalsium

22 hidroksida tetapi apabila ketebalan dentin yang tersisa masih cukup tebal, sifat iritasi ini tidak terlalu kelihatan (Philips, 1991). Manipulasi self adhesif semen jika diaktifkan secara kimia, yaitu bubuk dan cairan, atau dua pasta. Inisiator peroksida dan aktivator dikombinasikan dengan mengaduknya di atas kertas aduk selama 20-30 detik kemudian diaplikasikan, dan waktu pembuangan sisa asam yang terbaik adalah sesegera mungkin sebelum melakukan restorasi. Semen ini dapat disinari dengan pengerasan sinar dan sinar ganda (Philips, 1991). Self adhesif semen merupakan pilihan untuk beberapa prosedur gigi, yaitu: 1) Jembatan Berikatan-Resin 2) Bracket Orthodontik 3) Restorasi Kaca-Keramik 4) Sementasi veneer keramik dan komposit RelyX TM U200 terdiri dari acidic dan hidrofilik pada saat pengaplikasiannya, kemudian setelah setting akan berubah menjadi netral dan hidrofobik. Semen resin memiliki daya tahan terhadap fraktur yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan semen yang lainnya. Komposisi resin-based cements hampir menyerupai resin-based composite filling materials (matriks resin dengan inorganic fillers). Monomer yang tergabung di dalam semen resin digunakan untuk meningkatkan

23 perlekatan ke dentin. Polimerisasi dapat dicapai dengan conventional peroxide-amine induction system (self cure, autopolymerizble) atau light cure. Beberapa sistem menggunakan kedua mekanisme tersebut dan disebut sistem dual-cure. Dual-cure dapat meningkatkan derajat konversi dari semen, sifat mekanis semen seperti modulus elastisitas dapat diperbaiki (Giachetti et al 2004). Mekanisme adhesi terpenting dari sistem adhesi pada post cementation adalah mekanisme adhesi (interlocking), chemical adhesi, dan interdiffusion. Mekanisme adhesi bergantung pada interlocking dari adhesif ke permukaan substrat. Chemical adhesi berdasarkan ikatan kovalen ataupun ionik yang menghasilkan sistem perlekatan yang kuat. Perlekatan interdiffusion didasarkan pada difusi dari molekul polimer pada suatu permukaan ke permukaan yang lainnya. 4. Kekuatan Tarik/Tensile Uji pembebanan pada keadaan regang atau tertarik sampai terjadi fraktur merupakan evaluasi efektifitas adhesif dentin umumnya berdasarkan pada pengukuran kekuatan ikatan. Data yang ditulis mengenai kekuatan ikatan untuk bahan tertentu bervariasi dan standar deviasi dari nilai rata-rata pada serangkaian uji yang diaplikasikan umumnya tinggi. Variasi besar dalam data tersebut mungkin berasal dari variabel tak terkontrol yang ada pada permukaan dentin, seperti kandungan air, ada atau tidaknya lapisan permukaan, permeabilitas dentin, orientasi tubulus terhadap permukaan dan perbedaan dalam metodologi pengujian secara in

24 vitro. Meskipun tidak ada kesepakatan universal mengenai kekuatan ikat minimal yang diperlukan untuk mendapatkan perlekatan yang berhasil, nilai sebesar 20 Mpa atau lebih tinggi adalah nilai yang dapat diterima (Anusavice, 2004). Rumus kekuatan tarik (Gunawan dkk, 2008): (σ τ =F/A) Keterangan : (σ τ ) adalah kekuatan tarik (Mpa) (F) adalah gaya tariknya (A) adalah luas penampang dari bahan yang diuji Faktor yang mempengaruhi kekuatan tarik komposit antara lain : a. Temperatur Apabila temperatur naik, kekuatan tarik akan turun. b. Kelembapan Bertambahnya absorbsi air, sehingga menaikkan regangan patah, sedangkan tegangkan patah dan modulus elastisitasnya menjadi menurun. c. Laju tegangan Laju tegangan kecil, maka perpanjangan bertambah sehingga mengakibatkan kurva tegangan-regangan landai, modulus elastisitasnya rendah. Jika laju tegangan tinggi, beban patah dan modulus elastisitasnya meningkat tetapi regangan mengecil.

25 B. Landasan Teori Warna gigi ini dapat mengalami perubahan warna atau yang dinamakan diskolorisasi gigi, perubahan warna gigi tersebut dapat terjadi saat atau setelah terbentuk email dan dentin. Faktor yang menyebabkan perubahan warna gigi adalah sejumlah noda (stain) sebagai hasil prosedur perawatan dental dan dapat juga karena perubahan warna yang mengenai bagian dalam struktur gigi selama pertumbuhan gigi (perubahan warna intrinsik). Veneer merupakan suatu cara memperbaiki lapisan gigi baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahan yang digunakan biasanya adalah porselen dan resin komposit. Karena harga bahan porselen yang mahal maka digantikan bahan resin komposit, pada veneer resin komposit terdapat dua teknik yaitu indirek dan direk. Resin komposit merupakan bahan restorasi yang memiliki estetik baik dibanding bahan restorasi lainnya. Komponen dari resin komposit adalah bahan matriks, bahan pengikat, aktivator-inisiator dan bahan pengisi dengan berbagai klasifikasinya. Berdasarkan ukuran partikelnya terdapat resin komposit nanohibrid yaitu bahan restorasi universal yang diaktifasi oleh visible-light yang dirancang untuk keperluan merestorasi gigi anterior maupun posterior dan memiliki sifat ketahanan polishing dan kekuatan yang sangat baik serta dikembangkan dengan nanotechnology. Self adhesif semen merupakan bahan yang dimana komposisinya mirip dengan resin komposit dan biasanya diindikasikan untuk sementasi crown dan bridge, sementasi veneer keramik maupun komposit, sementasi restorasi

26 komposit dan bracket orthodontic sedangkan semen adhesif konvensional yang akan digunakan adalah semen ionomer kaca tipe 1 konvensional yang berasal dari asam polyalkenoat cair seperti asam polyacrilic dan komponen kaca yang biasanya adalah fluoroaluminosilika. Uji mekanis dilakukan untuk mengetahui kualitas bahan dental semen yang baik. Salah satu uji mekanis yang dilakukan adalah dengan melakukan uji kekuatan tarik perlekatan self adhesif semen dan semen adhesif konvensional terhadap restorasi veneer indirek resin komposit nanohibrid pada gigi.

27 C. Kerangka Konsep Estetika Restorasi Veneer Indirek Material Veneer Indirek Resin Komposit Nanohibrid Bahan Adhesif Self adhesif semen Self- Adhesive Semen Ionomer Kaca Tipe 1 Kekuatan Tarik Uji Statistika Gambar 1. Kerangka Konsep D. Hipotesis Terdapat perbedaan kekuatan tarik antara self adhesif semen dan semen ionomer kaca tipe 1 terhadap resin komposit nanohibrid pada restorasi veneer indirek.