BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dalam kehidupan perekonomian sangat berkembang pesat beriring dengan tingkat kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam ditandai dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan meningkatnya tingkat kecerdasan serta semakin banyaknya lapangan usaha yang tersedia di berbagai bidang, maka kemajuan itu menimbulkan dan mendorong berbagai badan usaha bergerak di lain bidang pula, Dengan meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai keahlian dan administrasi yang sempurna, baik secara langsung maupun tidak.dirasakan perlunya akta notaris dalam praktek lalu lintas hukum dalam masyarakat yang semakin maju dan kompleks. Dalam hal ini Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah menuangkan keinginan-keinginan para pihakpihak yang ingin melaksanakan transaksi kedalam suatu perjanjiaan atau kontrak-kontrak, pinjam meminjam uang yang di tuangkan dalam bentuk akta notaris. Menurut kata asalnya, Akta berasal dari bahasa latin acta yang berarti geschirft atau surat sedangkan menurut R.Subekti dan Tjitrosudibio dalam bukunya kamus hukum, bahwa kata acta merupakan bentuk jamak dari kata actum yang berasal dari bahasa latin dan berarti perbuatan-perbuatan 1. 1 R.Subekti dan Tjitrosudibio dalam Viktor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, 1993, Grosse Akta dalam Pembuktian dan Eksekusi, Rineka, Jakarta, hlm 34. 1
Akta dapat di bedakan atas : a. Akta Autentik adalah suatu akta yang di buat oleh atau di hadapan pejabat yang di beri wewenang untuk itu, merupakan bukti yang lengkap antara para pihak dari para ahli warisnya dan mereka mendapat hak dari padanya tentang yang tercantum didalamnya dan bahkan sebagai pemberitahuan belaka, tetapi yang terakhir ini hanya di beritahukan itu berhubungan dengan perihal itu. b. Akta di bawah tangan Pasal 1868 KUH Perdata menentukan bahwa suatu akta dikatakan otentik apabila memenuhi 3 (tiga) syarat yaitu: a. Akta harus di buat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang b. Akta harus di buat oleh atau di hadapan seorang Pejabat umum c. Pejabat umum itu berwenang untuk membuat akta itu di tempat di mana akta itu di buat. Berdasarkan UU No.30 tahun 2004 tentang Jabatab Notaris diatur bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana diatur dalam undang-undang ini : 1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, 2
salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan dengan undang-undang. 2. Notaris berwenang pula : a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. b. membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus c. membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan. Salah satu kewenangan Notaris yang telah disebutkan diatas adalah membuat Grosse. Jika ditinjau dari etimologi bahasa, kata grosse akta itu berasal dari bahasa Latin yang terdiri dari dua suku kata, yakni : Grosse dan akta. Menurut S.J. Fockema Andreae kata grosse itu adalah berarti groot geschreven brief 2. Grosse akta menurut Notaris Mudofir Hadi, dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Hukum, menyebutkan bahwa definisi Grosse akta adalah : Salinan dari akta autentik, yang diperlukan dalam bentuk yang dapat dilaksanakan, grosse dari suatu akta autentik yang memuat kepalanya : 2 S.J. Fockema Andreae, dalam Viktor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, 1993, Grosse Akta dalam Pembuktian dan Eksekusi, Rineka, Jakarta, hlm 24. 3
Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan di bagian bawahnya harus dicantumkan sebagai grosse pertama dengan menyebutkan nama orang yang atas permintaannya grosse akta itu diberikan dan tanggal pemberian akta grosse itu, di mana salinan tersebut mempunyai kekuatan eksekusi yang sama dengan satu putusan pengadilan yang tetap. Keistimewaan grosse akta tersebut adalah dalam proses penyelesaian suatu perjanjian hutang di mana tidak melalui proses yang lazim dan umum yang harus ditempuh perihal mengadili perkara perdata yang harus diperiksa oleh Pengadilan Negeri seperti yang tercantum dalam Pasal 118 HIR. Dalam grosse akta tersebut telah melekat kekuatan eksekutorial, yang selanjutnya apabila debitur lalai untuk memenuhi kewajibannya maka kreditur terbuka jalan untuk mengajukan permohonan eksekusi grosse akta kepada Ketua Pengadilan Negeri dimana debitur diam atau tinggal atau tempat kedudukan yang telah dipilih dalam akta akta (Pasal 118 ayat (1) jo. ayat (4) HIR). Pasal 224 HIR adalah sebagai berikut: Grosse dari akta hipotek dan surat utang yang di buat di hadapan notaris di Indonesia dan yang kepalanya berbunyi "Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa" berkekuatan sama dengan keputusan hakim. Jika tidak dengan jalan damai, maka surat demikian dijalankan dengan perintah dan di bawah pimpinan ketua pengadilan negeri, yang dalam daerah hukumnya tempat diam atau tempat tinggal debitur itu atau tempat kedudukan yang dipilihnya, yaitu menurut cara yang dinyatakan pada pasal-pasal yang lalu dalam bagian ini, tetapi dengan pengertian, bahwa paksaan badan hanya boleh dilakukan, jika sudah dengan keputusan hakim. Jika keputusan hakim itu harus dilaksanakan seluruhnya atau sebagian di luar daerah hukum pengadilan negeri yang memerintahkan pelaksanaan keputusan itu, maka haruslah dituruti peraturan pasal 195 ayat (2) dan seterusnya. 4
Dalam hal ini, agaknya cukup jelas bahwa grosse akta, apabila tidak dipenuhi secara baik-baik oleh debitur, dapat langsung dieksekusi oleh kreditur, dengan meminta fiat (perintah) eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri. Adapun pengertian Grosse Akta adalah salah satu salinan akta untuk pengakuan utang dengan kepala akta DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA, yang mempunyai kekuatan eksekutorial (pasal 1 angka 11 UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris). Mengenai grosse akta diatur pula dalam pasal 224 HIR. J. Satrio menyebut bahwa grosse akta mempunyai kekuatan eksekutorial, karena pejabat yang menetapkan hak yang ada dalam akta yang bersangkutan, mempunyai integritas yang tinggi, namun dalam bukunya tersebut, J. Satrio mengulas pula bahwa tidak semua grosse akta adalah grosse akta yang mempunyai kekuatan eksekutorial, meskipun tidak mengurangi nilai pembuktian substansi yang terkandung dalam akta tersebut 3. Oleh karena itu, Penulis bermaksud untuk mengetahui lebih lanjut melalui Penulisan Tesis yang berjudul Grosse Akta Notaris dan Kekuatan Pembuktiannya. B. Perumusan Masalah 3 J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, 2002, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 237-238. 5
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana ketentuan pembuatan grosse Akta notaris agar memiliki kekuatan eksekutorial? 2. Bagaimana kekuatan pembuktian grosse akta? C. Keaslian Penelitian Sepengetahuan peneliti, penelitian mengenai pokok permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini belum ada yang meneliti, sebagai pendukungnya ada beberapa penelitian terdahulu yaitu : 1. Fungsi Grosse Akta Pengakuan Utang Dalam pelaksanaannya Parate Eksekusi di kota Banjarmasin Oleh Nenny Indriani, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 2010 4. Pokok permasalahan yang diteliti adalah : a. Apakah Fungsi Grosse Akta Pengakuan Utang Dalam pelaksanaannya Parate Eksekusi di kota Banjarmasin? b. Hambatan apa saja yang dihadapi dalam pelaksanana Parate Eksekusi dengan menggunakan grosse akta pengakuan utang di kota Banjarmasin? c. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan parate ekseskusi tersebut di kota Banjarmasin? 4 Nenny Indriani, Fungsi Grosse Akta Pengakuan Utang Dalam pelaksanaannya Parate Eksekusi di kota Banjarmasin, Tesis, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 2010. 6
Kesimpulan dari permasalahan diatas yaitu : Akta pengakuan utang saat ini mulai jarang digunakan oleh kalangan Perbankan, hal ini disebabkan perkembangan peraturan perundangundangan, yaitu dengan lahirnya UU Hak Tanggungan dan UU Fiducia sehingga Bank lebih sering mengikat jaminan dengan hak tanggungan untuk benda tidak bergerak dan fiducia untuk benda bergerak. Pertimbangan bank tidak menggunakan akta pengakuan utang antara lain pertama: Dengan terjadinya kesepakatan dan ditandatanganinya perjanjian kredit maka sejak saat itu debitur telah berhutang kepada kreditur/bank. Kedua : didalam isi perjanjian kredit telah memuat klausul pengakuan utang sehingga tidak perlu di buat lagi akta pengakuan utang. Ketiga : Jika dikeluarkan grosse akta pengakuan utang barang yang di eksekusi tidak jelas karena terlebih dahulu harus melakukan sita eksekusi. Hambatan pelaksanaan parate eksekusi dengan menggunakan grosse akta pengakuan utang yang di alami oleh kreditur/bank adalah Verzet ( perlawanan) dari debitur yang tidak mau objek jaminannya di eksekusi, sehingga pengadilan negeri berkewajiban menunda penetapan eksekusi tersebut. Selain itu di dalam pelaksanaa parate eksekusi KPKNL, sebagai pelaksana lelang mengalami beberapa hambatan pula. Pertama: disebabkan kekurang pahaman masyarakat terhadap KPKNL, kedua : KPKNL tidak berwenang melakukan pengosongan terhadap barang yang di lelang. Kewenangan untuk melakukan eksekusi rill atau pengosongan di miliki oleh Pengadilan. Atas perintah Ketua Pengadilan Negeri, jurusita dapat 7
melakukan pengosongan terhadap barang tersebut, jika perlu dengan bantuan kepolisian. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan parate eksekusi adalah membuat akta pengakuan utang sesuai dengan syarat formil dan syarat materill sehingga pada waktu dimohonkan eksekusi grosse akta pengakuan utang dapat dilaksanakan. Kalangan Perbankan pun berusaha dari awal proses pemberian kredit dilaksanakan dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku. Bagi KPKNL untuk mengatasi hambatan tersebut berupaya untuk selalu mengingatkan kepada pihak penjual untuk melakukan pembayaran agar barang miliknya tidak terlelang dan kepada pembeli selalu mengingatkan untuk meneliti barang yang akan di beli tersebut, dan selalu berkoordinasi dengan Pengadilan Negeri untuk membantu dalam pelaksanaan eksekusi rill atau pengosongan. 2. Eksistensi Grosse Akta Pengakuan Hutang dalam Praktek Pemberian Kredit Perbankan oleh Triyono, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 2010 5. Pokok permasalahan yang diteliti adalah : 5 Triyono, Eksistensi Grosse Akta Pengakuan Hutang dalam Praktek Pemberian Kredit Perbankan, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 2010 8
a. Mengapa dalam praktek pemberian kredit Perbankan, Bank masih meminta di buatkan Akta pengakuan Hutang walaupun sudah di buatkan Akta Pemberian Tanggungan? b. Manakah yang akan dipilih Bank untuk di eksekusi dalam hal terdapat Grosse Akta pengakuan hutang dan Sertifikat hak tanggungan dalam satu perjanjian kredit jika debitur wanprestasi? c. Apakah fungsi fiat Eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri dalam Eksekusi Grosse akta pengakuan hutang. Kesimpulan dari permasalahan diatas yaitu : Bank masih meminta di buat akta pengakuan hutang notariil walaupun sudah ada Akta Pemberian Hak Tanggungan dengan alasan kehati-hatian serta Akta Pengakuan Hutang di anggap memiliki fungsi yaitu sebagai alat bukti adanya pengakuan hutang debitur sekaligus mempunyai kekuatan eksekutorial. Dalam hal terjadi debitur wanprestasi di mana terdapat grosse akta pengakuan utang dan sertifikat hak tanggungan dalam satu perjanjian kredit, maka bank mengajukan permohonan eksekusi grosse akta pengakuan utang bersamaan dengan eksekusi sertifikat Hak tanggungan yang di lakukan oleh pihak bank. Walaupun dalam prakteknya hakim lebih memilih eksekusi sertifikat hak tanggungan, hal ini disebabkan masih adanya pemikiran bahwa eksekusi dengan grosse akta pengakuan utang lebih mudah di lakukan, tetapi tidak demikian pada prakteknya. Hakim akan lebih memilih melakukan eksekusi berdasarkan Hak tanggungan 9
dengan alasan bahwa objek jaminan telah disebutkan secara rinci dan di ikat dengan sempurna dengan adanya sertifikat hak tanggungan. Fungsi fiat eksekusi dari Ketua Pengadilan dalam eksekusi grosse akta pengakuan utang sebagai sarana mempermudah bagi kreditur untuk melakukan eksekusi dalam rangka pelunasan hutang debitur yang di anggap sebagai pelimpahan sebagian wewenang pengadilan kepada notaris, maka keberadaan fiat eksekusi terhadap Grosse Akta pengakuan utang adalah hal yang sudah semestinya. Penilitan ini berbeda dengan yang sebelumnya karena penelitian ini lebih menitikberatkan pada kajian secara normatif yaitu pembahasan grosse akta secara umum mengenai ketentuan pembuatan grosse akta notaris dan kekuatan pembuktian grosse akta sedangkan pada penelitian sebelumnya lebih menitikberatkan pada praktek (kasuistis). D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum dalam bidang kenotariatan, khususnya ketentuan pembuatan groose akta notaris dan dalam kekuatan pembuktian akta itu sendiri. 10
2. Manfaat Praktis Pembahasan ini diharapkan bermanfaat bagi kepentingan seluruh masyarakat, khususnya dalam hal pelaksanaan dan manfaat grosse akta notaris. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi Notaris dalam menjalankan ketentuan pembuatan grosse akta dan dapat membantu dalam pembuktian grosse akta yang dibuat oleh notaris. E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Tujuan Objektif Penelitian ini bertujuan : a. Untuk mengetahui ketentuan pembuatan grosse Akta notaris agar memiliki kekuatan eksekutorial b. Untuk mengetahui kekuatan pembuktian grosse akta 2. Tujuan Subjektif Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dalam rangka penulisan tesis S-2 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. 11