I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

PENGUATAN KEBIJAKAN SOSIAL DALAM RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2011

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok orang yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

BAB I PENDAHULUAN. bermartabat. Kemiskinan menurut PBB didefenisikan sebagai kondisi di mana

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali Indonesia. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997 telah

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN

Oleh : Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Disampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional APBNP 2013 Jakarta, 21 Agustus 2013

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Tidak ada satu negara di muka bumi ini yang melewatkan pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan yang melanda sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. 34 provinsi, tentu memiliki peluang dan hambatannya masing-masing.

PERAN GEOLOGI DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium

BAB IV. PENCAPAIAN MDG s DI INDONESIA Hasil Pencapaian Tujuan Pertama: Penanggulangan Kemiskinan dan

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan,

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

DISPARITAS KEMISKINAN MASIH TINGGI - SEPTEMBER 2012

PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu isi deklarasi milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang

Partnership Governance Index

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya.

KEMISKINAN DAN KEBIJAKAN PENANGGULANGANNYA DI KAWASAN BARAT DAN TIMUR INDONESIA SRI WAHYUNI

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya seperti Indonesia. Kemiskinan seharusnya menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008

f f f i I. PENDAHULUAN

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak,

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V. PERKEMBANGAN KEMISKINAN. 5.1 Perkembangan Kemiskinan pada Masa Pemerintahan Orde Baru

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. 1 Universitas Indonesia. Analisis pelaksanaan..., Rama Chandra, FE UI, 2010.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses

Penanggulangan Kemiskinan & Upaya Mensinergikan Peran Multipihak

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Kemiskinan menjadi isu dunia yang banyak diminati oleh para peneliti karena jumlahnya yang besar dan dampak yang ditimbulkannya sangat buruk bagi kehidupan masyarakat. World Bank (2004) melaporkan bahwa seperempat penduduk dunia dewasa ini tergolong miskin. Kemiskinan di Indonesia jika dihitung berdasarkan standar hidup minimum dengan pengeluaran per kapita per hari US$ 2, maka penduduk yang tergolong miskin mencapai 59,99 persen (World Bank 2007). Menurut Yudhoyono dan Harniati (2007), kemiskinan mempunyai dampak menurunkan kualitas hidup, menimbulkan beban sosial ekonomi masyarakat, menurunkan kualitas sumberdaya manusia, dan menurunkan ketertiban umum. Selain sebagai permasalahan nasional, kemiskinan menjadi permasalahan dunia yang menarik perhatian bagi banyak negara untuk segera mencari solusi penanggulangannya. Kepedulian dunia dalam upaya menanggulangi kemiskinan diwujudkan dengan diselenggarakannya Deklarasi Millenium (Millenium Declaration) pada bulan September 2000 yang diikuti oleh 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia. Deklarasi tersebut menyepakati 8 tujuan pembangunan millenium atau yang lebih dikenal dengan Millenium Development Goals (MDGs). Delapan tujuan tersebut antara lain: (1) menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; (2) mencapai pendidikan dasar untuk semua kalangan; (3) mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; (4) menurunkan angka kematian anak; (5) meningkatkan kesehatan ibu; (6) memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya; (7) memastikan keberlanjutan lingkungan hidup; (8) membangun kemitraan global untuk pembangunan. Dalam MDGs, penanggulangan kemiskinan dan kelaparan menjadi tujuan pertama target pembangunan. Target yang ingin dicapai adalah menurunkan angka kemiskinan hingga 50 persen pada tahun 2015 dengan didasarkan pada angka kemiskinan tahun 1990. Pada tahun 1990 angka kemiskinan di Indonesia

sebesar 15,10 persen, maka pada tahun 2015 diharapkan menjadi 7,50 persen (sekitar 13,10 juta penduduk). Keseriusan pemerintah dalam upaya mencapai target penurunan kemiskinan tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014 yang menunjukkan bahwa salah satu sasaran pembangunan ekonomi nasional adalah mempercepat penurunan tingkat kemiskinan hingga 8-10 persen pada akhir 2014, sehingga diharapkan pada tahun 2015 target MDGs bisa tercapai. Badan Pusat Statistik (2009) menunjukkan bahwa dari tahun 1976-1996 persentase penduduk miskin Indonesia menurun drastis dari 40,10 persen menjadi 17,47 persen. Pada masa ini Indonesia dianggap sebagai salah satu negara yang telah berhasil menurunkan kemiskinan dengan persentase penurunan yang cukup tinggi, yaitu 22,63 persen (sekitar 20,19 juta penduduk). Keberhasilan menurunkan kemiskinan itu ternyata tidak bertahan lama, ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 hingga 1998 angka kemiskinan meningkat hingga mencapai angka 24,23 persen (49,5 juta penduduk). Saat krisis itu terjadi, kondisi perekonomian sangat buruk, sektor moneter dan riil mengalami goncangan (shock), pertumbuhan ekonomi turun hingga -13,13 persen, banyak terjadi PHK, dan harga barang kebutuhan pokok melonjak. Semua ini menyebabkan daya beli penduduk semakin menurun, penduduk kesulitan memenuhi kebutuhannya sehingga peningkatan jumlah penduduk miskin tak terelakkan lagi. Setelah krisis ekonomi berakhir secara perlahan angka kemiskinan mulai turun meskipun masih berfluktuasi. Pada periode 2000-2005 angka kemiskinan menurun, namun meningkat lagi pada tahun 2006. Peningkatan angka kemiskinan ini disebabkan oleh naiknya harga barang-barang kebutuhan pokok sebagai dampak dari naiknya harga bahan bakar minyak yang ditetapkan pemerintah pada tahun 2005. Pada periode 2007-2009 angka kemiskinan kembali menurun hingga mencapai 14,15 persen pada tahun 2009. Perkembangan persentase penduduk miskin di Indonesia disajikan pada Gambar 1.

Sumber: BPS, Statistik Indonesia, 2000-2009 Gambar 1 Perkembangan persentase penduduk miskin di Indonesia periode 2000-2009. Keragaman antar daerah merupakan ciri khas Indonesia. Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) merupakan dua kawasan yang telah ditetapkan pemerintah dengan tujuan untuk mengefektifkan programprogram pembangunan. Pembentukan kedua kawasan tersebut didasari adanya beberapa perbedaan, antara lain kondisi geografis, kondisi ekonomi, kondisi sosial, kondisi kemiskinan dan berbagai perbedaan lainnya. Beragamnya perbedaan tersebut tentunya harus disikapi oleh pemerintah dengan kebijakan yang berbeda dalam berbagai hal, termasuk dalam menanggulangi kemiskinan. Berdasarkan Gambar 1, kemiskinan lebih banyak dialami oleh penduduk yang tinggal di Kawasan Timur Indonesia. Pada tahun 2000 angka kemiskinan di Kawasan Timur Indonesia sebesar 24,15 persen sedangkan di Kawasan Barat Indonesia sebesar 18,02 persen. Secara perlahan angka ini cenderung menurun hingga tahun 2009 mencapai angka 15,90 persen di Kawasan Timur Indonesia dan 13,73 persen di Kawasan Barat Indonesia. Perbedaan kemiskinan yang terjadi antar kawasan di Indonesia dimungkinkan karena akar masalah yang menjadi faktor penyebab kemiskinan di setiap kawasan berbeda. Sebagai ilustrasi, kemiskinan di Jawa yang merupakan bagian dari Kawasan Barat Indonesia cenderung berasal dari involusi pertanian dan ledakan penduduk, sehingga banyak keluarga miskin di pulau ini yang tidak lagi memiliki aset dan hanya mengandalkan sektor pertanian dengan lahan yang

relatif kecil sebagai mata pencaharian utama (Geertz 1963). Sementara itu, Papua yang merupakan bagian dari Kawasan Timur Indonesia mempunyai aset dalam bentuk hamparan tanah yang luas dan sumberdaya alam yang melimpah dengan jumlah penduduk yang relatif kecil. Tingginya penduduk miskin di Papua menunjukkan bahwa kekayaan alam yang mereka miliki tidak dapat dinikmati oleh semua rakyat. Kurangnya kemampuan penduduk dalam mengelola aset-aset tersebut menjadikan sebagian besar aset itu dikuasai oleh pihak asing yang cenderung sulit untuk diakses oleh masyarakat setempat. 1.2 Perumusan Masalah Pada masa pemerintahan orde baru, strategi penurunan kemiskinan lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi yang mengutamakan tingginya angka pertumbuhan ekonomi. Ini dikarenakan keyakinan para pembuat kebijakan dan perencana pembangunan akan adanya trickle down effect (Tambunan 2003). Pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua kalangan masyarakat, terutama masyarakat miskin melalui penciptaan lapangan kerja. Lapangan kerja yang lebih banyak dapat memperluas kesempatan kerja bagi penduduk miskin sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya dan mampu keluar dari kemiskinan. Fakta memperlihatkan bahwa trickle down effect yang diinginkan tidak tercapai. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak diikuti oleh ketersediaan kesempatan kerja yang memadai sehingga tingkat kemiskinan sulit turun. Mempertimbangkan keadaan ini maka strategi pembangunan mulai diubah, tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan tetapi juga berorientasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat (Tambunan 2006). Rakyat yang sejahtera bisa tercapai jika pembangunan ekonomi memperhatikan semua golongan masyarakat, terutama golongan masyarakat miskin. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin maka beberapa program penanggulangan kemiskinan diimplementasikan pemerintah dengan cara memenuhi hak-hak dasar warga negara secara layak, meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat miskin, penguatan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat serta melaksanakan percepatan pembangunan daerah tertinggal.

Menurut Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K 2010), terdapat empat strategi penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan pemerintah, antara lain: (1) Memperbaiki program perlindungan sosial. Program ini dimaksudkan untuk membantu individu dan masyarakat menghadapi goncangan (shocks) sehingga apabila terjadi musibah tidak sampai jatuh miskin. Program tersebut berupa bantuan sosial untuk melindungi mereka yang tidak miskin agar tidak jatuh miskin, dan bagi penduduk miskin tidak semakin miskin. (2) Meningkatkan akses pelayanan dasar. Pelayanan dasar tersebut meliputi akses terhadap pelayanan pendidikan, kesehatan, air bersih dan sanitasi, serta pangan dan gizi. Tujuan dari program ini adalah untuk meringankan biaya yang harus ditanggung masyarakat miskin untuk mendapatkan pelayanan publik. Harapannya adalah akan terjadi peningkatan kualitas sumberdaya manusia (human capital) sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja mereka sehingga memungkinkan mereka untuk menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dan mampu keluar dari kemiskinan. (3) Pemberdayaan kelompok masyarakat miskin. Pemberdayaan ini sangat penting mengingat kemiskinan juga disebabkan oleh ketidakadilan dan struktur ekonomi yang tidak berpihak kepada masyarakat miskin. Hasilhasil pembangunan tidak terdistribusi secara merata di semua kalangan masyarakat sehingga mereka tidak ikut menikmati hasil pembangunan tersebut. Ironisnya, sering proses pembangunan itu justru membuat mereka semakin tersisihkan dan menjadi semakin miskin baik secara fisik maupun sosial. (4) Pembangunan yang inklusif. Maksudnya adalah pembangunan yang dapat memberikan manfaat kepada seluruh rakyat. Pertumbuhan ekonomi harus mampu menciptakan lapangan kerja produktif dalam jumlah besar, selanjutnya diharapkan terdapat multiplier effect pada peningkatan pendapatan mayoritas penduduk, peningkatan taraf hidup, sehingga kemiskinan berkurang.

Implementasi dari program-program tersebut diwujudkan melalui beberapa pendekatan antara lain pendekatan sektoral, regional, kelembagaan dan kebijakan khusus. Beberapa program yang telah dilaksanakan antara lain Inpres Desa Tertinggal (IDT), Jaring Pengaman Sosial (JPS), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), Beras untuk rakyat miskin (Raskin) dan berbagai program yang melibatkan unsur kelembagaan. Program-program tersebut dilakukan oleh pemerintah dengan harapan persoalan kemiskinan dapat diatasi, namun kenyataan menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan tetap tinggi. Ini dapat diartikan bahwa kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah belum cukup efektif dalam mengentaskan kemiskinan. Ada beberapa kelemahan dari program-program tersebut, antara lain: pertama, program yang berbasis bantuan tidak mendidik dan bukan solusi yang tepat karena sifatnya hanya menyembuhkan sementara, tidak menghilangkan kemiskinan. Dampak lainnya adalah timbul kecemburuan sosial dari masyarakat yang tidak mendapatkannya, sehingga keributan terjadi di berbagai daerah. Lebih lanjut, kebijakan semacam ini sangat rentan untuk diselewengkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, sehingga bantuan menjadi salah sasaran. Contohnya program BLT, Raskin, dan lainnya. Kedua, kebijakan diambil didasarkan pada asumsi bahwa kemiskinan bersifat homogen di setiap daerah, sehingga kebijakan dan program yang dilakukan kurang mempertimbangkan keragaman sebab dan karakteristik kemiskinan daerah. Semua inisiatif program berasal dari pemerintah pusat, begitu juga dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis implementasi program selalu dibuat seragam tanpa memperhatikan karakteristik masyarakat miskin di setiap daerah. Akibatnya, program yang dilaksanakan kurang sesuai dengan prioritas penanganan dan kebutuhan masyarakat miskin setempat (TNP2K 2010). Beberapa kelemahan program-program penanggulangan kemiskinan juga diungkapkan Menko Kesra (2005), yaitu: (1) pembangunan terlalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kurang memperhatikan pemerataan, (2) ada kecenderungan penekanan pada aspek sektoral dan kekuatan sektoral, (3) kurang memperhatikan persoalan-persoalan kemiskinan yang multidimensi,

(4) cenderung terfokus pada sifat kedermawanan dalam menanggulangi kemiskinan, (5) pemerintah terlalu memonopoli dalam upaya menanggulangi kemiskinan dan (6) kurang memahami akar penyebab kemiskinan. Berbagai kritik terhadap program penanggulangan kemiskinan menunjukkan bahwa beberapa aspek perlu diperhatikan dalam menanggulangi kemiskinan di setiap kawasan. Aspek-aspek tersebut mencakup aspek sosial, ekonomi, budaya, politik serta aspek waktu dan ruang. Faktor-faktor penyebab kemiskinan perlu terlebih dahulu diperhatikan agar kebijakan penanggulangan kemiskinan sesuai dengan kondisi wilayah dan masyarakat di setiap wilayah. Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia merupakan dua kawasan yang telah dibentuk pemerintah Indonesia sejak tahun 1993. Kawasan Barat Indonesia meliputi 14 provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali. Kawasan Timur Indonesia meliputi 12 provinsi, yaitu Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Papua. Jika dilihat dari aspek ekonomi, seperti tercermin dalam indikator tingginya PDRB, ternyata tidak dengan sendirinya berimplikasi pemerataan pertumbuhan yang seimbang antara Kawasan Barat dan Timur Indonesia. Perkembangan antar daerah memperlihatkan kecenderungan bahwa daerah-daerah di Kawasan Barat Indonesia umumnya mengalami perkembangan ekonomi lebih cepat dibandingkan dengan daerah di Kawasan Timur Indonesia. Demikian juga dari aspek sosial, seperti kualitas sumberdaya manusia, ketersediaan fasilitas publik, kuantitas dan kualitas infrastruktur di Kawasan Barat Indonesia relatif lebih baik dibandingkan dengan Kawasan Timur Indonesia. Terkait dengan masalah kemiskinan di kedua kawasan tersebut, rumusan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang didasarkan pada beragamnya akar permasalahan yang menjadi faktor penyebab kemiskinan di masing-masing kawasan menjadi menarik untuk diteliti. Harapannya program-program ini dapat dijadikan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengatasi masalah kemiskinan

sehingga kemiskinan bisa secara efektif diturunkan. Lebih lanjut, pemerintah bisa lebih selektif dalam mengalokasikan anggaran penurunan kemiskinan berdasarkan prioritas kebutuhan di setiap daerah. Berdasarkan uraian tersebut, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa yang memengaruhi kemiskinan di Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia? 2. Kebijakan seperti apa yang dibutuhkan, sehingga bisa lebih efektif menurunkan kemiskinan di Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian pada latar belakang dan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan di Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. 2. Merumuskan kebijakan yang diharapkan lebih efektif menurunkan kemiskinan di Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai faktorfaktor yang memengaruhi kemiskinan di Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia dan merumuskan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang didasarkan pada faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan di setiap kawasan. Penelitian ini juga diharapkan bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk mengentaskan kemiskinan. 1.5 Ruang lingkup Penelitian ini meliputi dua hal, yaitu: pertama, memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan. Kedua, merumuskan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang didasarkan pada faktorfaktor yang memengaruhi kemiskinan di Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia.

Analisis dilakukan di setiap kawasan dengan periode analisis 2000-2009. Data yang digunakan berupa data sekunder, yaitu data kemiskinan, jumlah penduduk, jumlah pekerja pertanian, tingkat pendidikan penduduk, PDRB perkapita, pengangguran, infrastruktur jalan dan listrik serta data-data pendukung yang relevan dengan penelitian. Data bersumber dari Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian serta sumber-sumber lainnya.