HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Peternakan Sri Murni

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Kelompok Tani Marga Rahayu Sri Murni (KTMRSM)

PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) BERDASARKAN KETINGGIAN TEMPAT PEMELIHARAAN SKRIPSI RUSMAN

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

MATERI DAN METODE. Materi

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

BAB VII KANDANG DAN PERKANDANGAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kabupaten Sumedang maka sebagai bab akhir penulisan skripsi ini,

HUBUNGAN UKURAN-UKURAN TUBUH TERNAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH BETINA TERHADAP PRODUKSI SUSU SKRIPSI YUDHI KRISMANTO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak

MATERI DAN METODE. Materi

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

Ditulis oleh Mukarom Salasa Jumat, 03 September :04 - Update Terakhir Sabtu, 18 September :09

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR...

BAB III METODE PENELITIAN. bahwa Kabupaten Kendal merupakan salah satu kabupaten yang memiliki

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

ABSTRAK BAB 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang strategis karena selain hasil daging dan bantuan tenaganya, ternyata ada

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

II. TINJAUAN PUSTAKA

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain di sekitarnya oleh jalur transportasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

Faktor-faktor yang Mempengaruhi lingkungan Usaha Peternakan. Faktor Lingkungan Makro. Faktor Lingkungan Mikro

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan

HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bakalan

I. PENDAHULUAN. Ternak kambing merupakan salah satu ternak ruminansia penghasil protein

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Setiap peternakan memiliki karakteristik tersendiri baik dari segi sejarah pendirian dan tujuan dari pendirian peternakan serta topografi dan letak koordinat. Perincian dari keadaan umum masing-masing peternakan disajikan pada uraian berikut ini. Peternakan Sri Murni Penelitian dilakukan pada satu peternakan rakyat yang tersebar di Dusun Bojongsari yang kemudian bergabung menjadi sebuah koperasi Sri Murni. Koperasi Sri Murni terletak di Blok Pasirranji, Dusun Bojong sari, Desa Bojong Kantong, Kecamatan Langen, Kabupaten Banjar Sari dipimpin oleh bapak Yaya. Peternakan ini terletak pada koordinat 07 o 22 12,1 BT dan 108 o 36 21,9 LS pada ketinggian 29 m dpl. Suhu udara maksimum 27,90 o C dan minimum 26,13 o C sehingga diperoleh kelembaban relatif rata-rata 87,63%. Tujuan kelompok tani Sri Murni adalah menyatukan persepsi para anggota dalam peran aktif membangun pertanian melalui: 1. Membangun kerjasama antara anggota kelompok 2. Mempermudah pembinaan para anggota kelompok 3. Tempat penerapan teknologi pertanian/peternakan 4. Wadah musyawarah para anggota kelompok dalam menyelesaikan permasalahan 5. Sarana usaha tani yang lebih terkordinir Sasaran yang ingin dicapai dari pembentukan kelompok adalah: 1. Peningkatan pendapatan anggota kelompok 2. Menambahkan/menciptakan lapangan kerja Koperasi Sri Murni dibentuk pada tanggal 27 Mei 1997, dan dikukuhkan pada tanggal 27 Maret 2006 yang dipimpin oleh Bapak Karjo dengan 31 orang anggota. Koperasi ini bergerak pada usaha pokok agribisnis kambing PE, sapi potong serta ayam Buras. Selain itu, koperasi ini bergerak di usaha lain yaitu jasa traktor, pembesaran ikan gurame dan sarana produksi pertanian. Sampai saat ini, koperasi Sri Murni memiliki aset berupa ternak sebanyak 362 ekor, yang terdiri atas kambing PE sebanyak 195 ekor, sapi potong sebanyak 17 20

ekor dan ayam sebanyak 150 ekor. Jika dihitung rata-rata kepemilikan ternak kambing PE, maka setiap anggota kelompok memiliki ternak sebanyak 6 ekor. Peternakan Bapak Yepe Peternakan Bapak Yepe terletak di Kampung Cisumur, Desa Karsa Menak, Kecamatan Kawalu, Tasikmalaya. Peternakan ini terletak pada koordinat 07 o 21 54,5 BT dan 108 o 13 14,0 LS pada ketinggian 367 m dpl. Suhu udara maksimum 25,98 o C dan minimum 23,81 o C, sehingga diperoleh kelembaban relatif rata-rata 84,13%. Peternakan Surya Medal Peternakan Bapak Zam-zam (Surya Medal) terletak di Kampung Cibiru, Desa Sariwangi, Kecamatan Sariwangi. Letak peternakan ini pada koordinat 07 o 19 11,6 BT dan 108 o 04 19,2 LS pada ketinggian 561 m dpl. Suhu udara maksimum 23,79 o C dan minimum 22,41 o C, sehingga diperoleh kelembaban relatif rata-rata 89,00%. Kecamatan Sariwangi merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya yang sudah lama melaksanakan kegiatan pemeliharaan ternak kambing, khususnya kambing PE. Perkembangan kambing di kecamatan ini dari waktu ke waktu sangat pesat, sehingga banyak peternak yang beralih dari memelihara domba ke memelihara kambing PE. Salah satu sentra peternakan kambing PE berada di Blok Cibiru, Kampung Leuwi Peusing, Desa Sariwangi, Kecamatan Sariwangi, Kabupaten Tasikmalaya. Di tempat ini telah berdiri kelompok tani peternak kambing PE, yaitu Surya Medal. Kelompok tani peternak kambing PE Surya Medal, merupakan kelompok peternak yang melakukan kegiatan usaha pengadaan bibit dan sebagai produsen/penghasil susu kambing perah. Kelompok peternak kambing PE Surya Medal didirikan pada tahun 2004 bermula dari lima orang peternak yang pada perjalanannya sampai akhir tahun 2008 memiliki 222 ekor kambing PE dengan kandang berjumlah 22 unit. Populasi jantan dewasa sebanyak 26 ekor, dan betina sebanyak 122 ekor, anak jantan sebanyak 24 ekor dan anak betina sebanyak 60 ekor. Kelompok memiliki lahan seluas 0,5 hektar dan ditanami rumput gajah sebagai penyedia pakan hijauan bagi ternak. Produksi susu rata-rata per hari mencapai 32,4 liter. Pemasaran susu bersifat lokal, dimana 21

pembeli datang langsung ke lokasi kelompok. Susu kambing yang tidak terjual dikonsumsi oleh anggota kelompok. Peternakan Bapak Aan Peternakan Bapak Aan terletak di Kampung Malaganti, Desa Sukaharja, Kecamatan Sariwangi. Letak peternakan ini pada koordinat 07 o 18 17,0 BT dan 108 o 03 13,4 LS dengan ketinggian 673 m dpl. Suhu udara maksimum 22,96 o C dan minimum 20,88 o C, sehingga diperoleh kelembaban relatif rata-rata 82,75%. Peternakan Malaganti Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perbibitan Ternak Kambing PE Malaganti terletak di Kampung Malaganti, Desa Sukaharja, Kecamatan Sariwangi. Peternakan ini terletak pada koordinat 07 o 17 54,5 BT dan 108 o 03 08,2 LS dengan ketinggian 727 m dpl. Suhu udara maksimum 23,2 o C dan minimum 20,58 o C, sehingga diperoleh kelembaban relatif rata-rata 80,50%. Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya mempunyai perhatian untuk meningkatkan penyediaan ternak bibit yang berkualitas, sehingga dibentuk UPTD perbibitan ternak yang telah memiliki Unit Pelaksana Teknis (UPT) Sapi Potong di Tawang Pancatengah dan UPT Kambing PE di Malaganti, Sariwangi. Kedua UPT tersebut menyediakan bibit sapi potong dan kambing PE berkualitas bagi masyarakat. Pembentukan UPT didasarkan pada peraturan daerah Kabupaten Tasikmalaya nomor 15 tahun 2008 tentang organisasi dinas daerah Kabupaten Tasikmalaya. UPTD Perbibitan kambing PE dibangun pada tahun 2005 dan mulai dioperasionalkan pada tahun 2006 yang berlokasi di Kampung Malaganti, Desa Sukaharja, Kecamatan Sariwangi. Perbibitan kambing PE mempunyai lahan seluas 3.600 m 2. UPT memiliki fasilitas satu unit gedung kantor, empat unit kandang ternak berkapasitas 50 ekor, satu unit gedung serbaguna, satu hektar kebun rumput pada tanah milik negara, satu unit motor dengan bak terbuka (torbak) pengangkut rumput, dan satu unit mesin pengolahan kompos. Populasi induk kambing tercatat 83 ekor. Kambing PE menghasilkan rata-rata 50 ekor anak dan 10 ton pupuk organik serta 800 liter susu per bulan. Pendirian UPTD ini antara lain bertujuan untuk, 1) menyediakan fasilitas pembibitan ternak sapi potong dan kambing PE, 2) menyediakan fasilitas tempat pelatihan, 3) magang dan percontohan bagi peternak serta untuk peningkatan 22

sumberdaya manusia peternak khusunya peternak sapi potong dan kambing PE, 4) meningkatkan mutu ternak sapi potong dan kambing PE melalui sistem perkawinan terarah, 5) meningkatkan pendapatan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya melalui penjualan bakalan sapi dan kambing PE, 6) penyebaran ternak kepada peternak melalui pola kemitraan dan bagi hasil, serta 7) penjualan susu dan pupuk kompos. Tatalaksana Pemeliharaan Tatalaksana pemeliharaan pada umumnya masih dilakukan secara tradisional yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh para orang tua peternak. Hal tersebut dapat diamati dari kegiatan yang dilakukan oleh para peternak yang mencakup sistem perkandangan, pemberian pakan, perkawinan, pemerahan, serta sanitasi kandang. Kandang Kandang yang digunakan pada kelima peternakan merupakan kandang panggung dengan bahan utama berupa kayu dan bambu. Atap yang digunakan berupa atap genteng yang terbuat dari tanah liat. Tempat pakan pada peternakan 1, 2, 3, dan 4, berhadap-hadapan (head to head), sedangkan pada peternakan 5 saling membelakangi (tail to tail). Lantai kandang pada peternakan 1, 2, 3 dan 4 terbuat dari bambu yang diberi celah agar kotorannya jatuh ke kolong kandang. Lantai kandang pada peternakan 5 menggunakan kayu yang diberi celah untuk kotoran. Pada peternakan 2, kondisi lantai kandang yang terbuat dari bambu sudah mulai rusak yang mengakibatkan ternak sering terperosok, sehingga dapat membahayakan keselamatan ternak. Pemberian Pakan Pakan yang diberikan berupa pakan hijauan yang diperoleh dari hasil mengarit (cut and curry). Pada peternakan 1 dan 4, pakan diberikan secara rutin yaitu dua kali dalam sehari, pada pagi dan sore hari. Peternakan 2, 3, dan 5 memberikan pakan satu kali dalam sehari, yaitu pada pagi hari. Waktu pemberian pakan pada peternakan 2, 3, dan 5 tidak menentu, yaitu antara pukul 08.00 WIB sampai pukul 11.00 WIB. Keterlambatan pemberian pakan disebabkan oleh lokasi dalam mencari rumput yang cukup jauh dan persaingan para peternak dalam mencari rumput yang cukup banyak yang mengakibatkan perolehan rumput berkurang. 23

Pemerahan Setiap peternakan umumnya melakukan pemerahan sekali dalam sehari, yang dilakukan pada pagi hari. Pada peternakan 1 dan 4, sebelum pemerahan dilakukan pembersihan ambing dengan menggunakan air hangat, sedangkan pada peternakan 2, 3, dan 5 pembersihan ambing dilakukan dengan air biasa. Pada peternakan 1 dan 4 pemerahan dilakukan pada orang yang sama, sedangkan pada peternakan 2, 3, dan 5 pemerahan dilakukan bergantian. Kepemilikan ternak oleh beberapa orang pada peternakan 2, 3, dan 5 menyebabkan pemerahan dilakukan secara bergantian. Pemerahan yang dilakukan pada kelima peternakan untuk mendapatkan produksi yang maksimal tidak sesuai dengan pendapat Atabany (2002) yang meyatakan jumlah pemerahan setiap hari berpengaruh terhadap produksi susu. Pemerahan dua kali sehari produksi susu meningkat 40 % daripada pemerahan satu kali, pemerahan tiga kali lebih tinggi 5%-20 % daripada dua kali dan pemerahan empat kali lebih tinggi 5%-10% daripada pemerahan tiga kali. Perkawinan Perkawinan yang dilakukan merupakan perkawinan secara alami, yaitu mengawinkan kambing jantan dengan kambing betina secara langsung. Setiap peternak melakukan perkawinan dengan cara memasukkan pejantan ke dalam kandang betina yang sedang berahi. Perkawinan dilakukan selama 2-3 hari setelah ternak menunjukkan berahi. Pada peternakan 2, 3, dan 5, banyak ternak yang terlewat dalam melakukan perkawinan disebabkan kurangnya pengontrolan birahi. Pada peternakan 2, keterlambatan perkawinan disebabkan oleh faktor internal kepengurusan. Faktor-faktor tersebut meningkatkan panjang waktu selang beranak pada ternak. Sanitasi Sanitasi kandang meliputi pembersihan tempat pakan, tempat minum, dan kotoran ternak. Pada peternakan 1, 3, dan 4, tempat pakan selalu dibersihkan dari sisa-sisa pakan, sedangkan pada peternakan 2 dan 5 jarang dilakukan pembersihan. Kotoran ternak tidak terdapat di lantai kandang karena kandang yang digunakan merupakan kandang panggung. Umumnya kotoran ternak yang terdapat di kolong kandang dibersihkan 2-3 bulan sekali atau ketika ada petani yang akan membelinya. 24

Tatalaksana pemeliharaan pada masing-masing peternakan seperti perkandangan, pemberian pakan, pemerahan, perkawinan, dan sanitasi tidak sama. Peternakan 1 dan 4 lebih baik dibanding dengan peternakan 2, 3, dan 5 dalam tatalaksana pemeliharaan. Ketinggian Tempat Pengukuran ketinggian tempat pada kelima peternakan menggunakan alat GPS dengan tingkat akurasi sekitar 3 m. Hasil pengukuran ketinggian menunjukkan peternakan 1 terletak pada ketinggian 29 m dpl (meter di atas permukaan laut). Peternakan 2 terletak pada ketinggian 367 m dpl. Peternakan 3 terletak pada ketinggian 561 m dpl. Peternakan 4 terletak pada ketinggian 673 m dpl. Peternakan 5 terletak pada ketinggian 727 m dpl. Tabel 3 menunjukkan bahwa kelima peternakan tersebut berada pada daerah dataran rendah dan dataran sedang. Siregar (l982) memberikan batasan bahwa daerah dataran rendah memiliki ketinggian antara 0-250 m dpl dan daerah dataran sedang berkisar antara 250-750 m dpl. Data ketinggian tempat, suhu udara, kelembaban udara, konsumsi pakan dan produksi susu pada kelima peternakan yang ada di Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Banjar disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Ketinggian Tempat, Suhu, Kelembaban, Konsumsi Pakan dan Produksi Susu pada Kelima Peternakan Peternakan Ketinggian Tempat Suhu ( o C) Dry Wet Udara Kelembaban (%) Konsumsi Pakan Segar (kg) Rataan Produksi/ekor/ hari (ml) 1 29 m dpl 27,90 26,13 27,01±2,49 87,63±7,33 8,0±0,33 1071,1±428,1 2 367 m dpl 25,98 23,81 24,90±3,63 84,13±14,68 7,0±0,21 521,3±222,8 3 561 m dpl 23,79 22,41 23,08±2,80 89,00±7,98 7,5±0,38 828,7±148,6 4 673 m dpl 22,96 20,88 21,92±3,26 82,75±6,74 8,0±0,23 1852,3±788,1 5 727 m dpl 23,02 20,58 21,81±2,31 80,50±4,31 7,5±0,23 570,39±170,7 Pengaruh Ketinggian Tempat terhadap Suhu Udara Pengukuran suhu pada lima peternakan dilakukan dengan menggunakan termometer bola basah-bola kering yang ditempatkan di dalam kandang. Tujuan menggunakan termometer bola basah-bola kering adalah untuk mengetahui suhu maksimum dan minimum di dalam kandang. Selama pengambilan data suhu kandang, didapatkan suhu udara yang berbeda-beda pada masing-masing peternakan. 25

Peternakan 1 pada ketinggian 29 m dpl, menunjukkan suhu maksimum 27,90 o C dan suhu minimum 26,13 o C dengan suhu udara 27,01 o C. Peternakan 2 pada ketinggian tempat 367 m dpl, menunjukkan rata-rata suhu maksimum 25,98 o C dan suhu minimum 23,81 o C dengan suhu udara 24,92 o C. Peternakan 3 dengan ketinggian tempat 561 m dpl, menunjukkan rata-rata suhu maksimum 23,79 o C dan suhu minimum 22,41 o C, dengan suhu udara 23,08 o C. Peternakan 4 dengan ketinggian tempat 673 m dpl, menunjukkan rata-rata suhu maksimum 22,96 o C dan suhu minimum 20,88 o C dengan suhu udara 21,92 o C. Peternakan 5 dengan ketinggian tempat 727 m dpl, menunjukkan rata-rata suhu maksimum 23,02 o C dan suhu minimum 20,58 o C dengan suhu udara 21,80 o C. Ketinggian tempat yang diamati berkisar antara 0 sampai 800 m dpl. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ketinggian tempat terhadap keadaan suhu udara pada tempat yang berbeda. Pengaruh ketinggian tempat terhadap suhu udara dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Pengaruh Ketinggian Tempat terhadap Suhu Udara Ketinggian Suhu Rataan Lokasi (m dpl) ( o Suhu*( o C) Suhu**( o C) C) Peternakan 1 29 27,01±2,49 a 27,01 27,01 Peternakan 2 367 24,90±3,63 ab 24,81 25,13 Peternakan 3 561 23,08±2,80 ab 23,66 23,84 Peternakan 4 673 21,92±3,26 ab 22,35 22,46 Peternakan 5 727 21,81±2,31 b 21,57 21,62 Sumber : * Handoko (1995), ** Payne (1970) Ketinggian tempat di lima peternakan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap suhu di dalam kandang. Suhu udara dipengaruhi faktor ketinggian, letak garis lintang dari suatu daerah, jarak daerah dengan lautan dan populasi vegetasi yang terdapat di daerah tersebut. Menurut Kartasapoetra (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi suhu di permukaan bumi antara lain, 1) jumlah radiasi yang diterima per tahun, per hari, dan per musim 2) pengaruh daratan atau lautan, 3) pengaruh angin secara tidak langsung, 4) pengaruh panas laten, yaitu panas yang disimpan dalam atmosfer, 5) penutup tanah, yaitu tanah yang ditutup vegetasi 26

yang mempunyai temperature lebih rendah daripada tanah tanpa vegetasi, dan 6) tipe tanah, tanah gelap memiliki indeks suhu lebih tinggi. Suhu udara peternakan 5 lebih rendah dari peternakan 1 akibat pengaruh ketinggian tempat. Peternakan 1 mempunyai ketinggian tempat paling rendah dan suhu udara paling tinggi. Peternakan 5 pada lokasi yang paling tinggi memiliki suhu udara paling rendah. Suhu udara peternakan 2, 3, dan 4 tidak berbeda dengan peternakan 1 atau peternakan 5. Payne (1970) menyatakan bahwa suhu udara harian rata-rata akan menurun 1,7 o C untuk setiap perubahan ketinggian tempat sebesar 305 m dpl. Handoko (1995) menyatakan berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata tingkat penurunan tersebut adalah 0,65 0 C setiap kenaikan ketinggian 100 m. Suhu kelima peternakan, jika dibandingkan dengan suhu menurut Handoko (1995) dan Payne (1970), memiliki selisih yang tidak begitu signifikan. Suhu dalam kandang kelima peternakan dengan suhu menurut Handoko (1995) memiliki selisih antara 0,11 o C sampai 0,58 o C. Selisih antara suhu dalam kandang di kelima peternakan dengan suhu udara menurut Payne (1970) berkisar antara 0,18 o C sampai 0,76 o C. Lokasi peternakan 3, 4 dan 5 berada di kaki gunung Galunggung dan berhutan lebat, peternakan 2 berada di kota Tasikmalaya (pemukiman), sedangkan peternakan 1 berada di Kabupaten Banjar. Vegetasi tanaman, posisi daerah terhadap lautan dan daratan, letak geografis suatu daerah sangat mempengaruhi suhu udara pada lingkungan sekitar. Peternakan 1 dan 5 mempunyai perbedaan suhu sangat jelas akibat letak geografis yang berbeda. Peternakan 1 merupakan dataran rendah yang lokasinya lebih dekat dengan lautan, sedangkan peternakan 5 merupakan dataran tinggi yang lokasinya terletak di kaki gunung Galunggung. Handoko (1995) berpendapat suhu suatu tempat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di permukaan Bumi. Daerah yang masih bervegetasi lebat, memiliki suhu cenderung lebih rendah dibandingkan dengan daerah terbuka. Tabel 4 menunjukkan bahwa ketinggian tempat yang semakin tinggi, memiliki suhu udara semakin rendah. Kandungan unsur-unsur udara akan semakin berkurang dengan semakin tinggi tempat, sehingga menyebabkan semakin rendahnya suhu udara. Udara merupakan penyimpan panas yang buruk, sedangkan permukaan bumi merupakan konduktor yang baik, sehingga suhu udara sangat dipengaruhi oleh 27

permukaan bumi. Oleh karena itu, proses pemindahan panas lebih efektif pada permukaan bumi dibandingkan untuk pemanasan udara. Hal ini sesuai dengan pendapat Handoko (1995) yang menyatakan bahwa semakin tinggi letak suatu tempat, semakin rendah suhu udaranya. Berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata tingkat penurunan tersebut adalah 0,65 0 C untuk setiap kenaikan ketinggian 100 m. Payne (1970) menyatakan bahwa suhu udara harian rata-rata akan menurun 1,7 o C untuk setiap perubahan ketinggian tempat sebesar 305 m dpl. Suhu kandang pada kelima peternakan memiliki perbedaan sesuai dengan ketinggian tempatnya. Pada ketinggian antara 0 sampai 800 m dpl, kisaran suhu di lima peternakan kambing PE berkisar antara 21,8-27,1 o C. Salah satu faktor dalam menentukan tingkat kenyamanan ternak ialah suhu udara di sekitar kandang. Suhu udara yang terlalu panas atau terlalu dingin akan mengakibatkan ternak mudah stres, sehingga dapat mempengaruhi keadaan fisiologis ternak. Kisaran suhu udara pada kelima peternakan ternyata tidak sesuai dengan pendapat Mc Dowel et al. (1970) yang menyatakan bahwa zona optimum suhu udara untuk sapi, kerbau, kambing dan domba sekitar 13-18 0 C. Pengaruh Ketinggian Tempat terhadap Kelembaban Udara Daerah tropika basah seperti Indonesia memiliki kelembaban rata-rata harian atau bulanan relatif tetap sepanjang tahun dan umumnya kelembaban lebih dari 60%. Kelembaban udara didapat dari hasil konversi suhu bola basah-bola kering dengan menggunakan tabel konversi yang tersedia pada termometer. Selisih dari suhu bola basah dengan bola kering dicocokkan dengan tabel konversi suhu ke kelembaban. Hasil yang didapat menunjukkan nilai kelembaban di dalam kandang pada kelima peternakan. Pengaruh ketinggian tempat terhadap kelembaban udara dapat dilihat pada Tabel 5. 28

Tabel 5. Pengaruh Ketinggian Tempat terhadap Kelembaban Udara Ketinggian Rataan Kelembaban Lokasi (m dpl) (%) Peternakan 1 29 87,63±7,33 Peternakan 2 367 84,13±14,68 Peternakan 3 561 89,00±7,98 Peternakan 4 673 82,75±6,74 Peternakan 5 727 80,50±4,31 Data yang didapat menunjukkan bahwa peternakan 1 memiliki kelembaban udara rata-rata 87,63%; peternakan 2 memiliki kelembaban udara rata-rata 84,13%; peternakan 3 memiliki kelembaban udara rata-rata 89,00%; peternakan 4 memiliki kelembaban udara rata-rata 82,75%; sedangkan peternakan 5 memiliki kelembaban udara rata-rata 80,50%. Selain suhu udara, kelembaban udara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kenyamanan ternak. Udara yang terlalu kering ataupun terlalu basah dapat mempengaruhi keadaan fisiologis ternak dan ternak membutuhkan kelembaban yang ideal. Menurut Handoko (1995), kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit tekanan uap air. Mc Dowel et al. (1970) menyatakan zona optimum kelembaban untuk sapi, kerbau, kambing dan domba berkisar 60%-70%. Ketinggian tempat di lima peternakan secara keseluruhan tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap kelembaban udara di dalam kandang, sehingga tidak dilakukan uji lanjut. Ketinggian tempat tidak mempengaruhi kelembaban udara, karena kelembaban udara sangat dipengaruhi oleh uap air yang terkandung pada udara. Semakin besar uap air di udara, maka kelembaban udara akan semakin besar pula. Hal tersebut dapat dipengaruhi dari waktu pada saat melakukan pengambilan data lapangan yang dilakukan pada bulan Nopember sampai bulan Desember. Pada bulan tersebut, di daerah yang beriklim tropis sedang mengalami musim penghujan yang menyebabkan kandungan uap air di udara meningkat. Bayong (2004) menyatakan iklim tidak hanya mempengaruhi tanaman, tetapi dipengaruhi juga oleh tanaman. Hutan yang lebat dapat menambah 29

kelembaban udara melalui transpirasi. Kelembaban berhubungan dengan suhu, curah hujan dan angin. Kelembaban udara tidak berkaitan dengan ketinggian, akan tetapi berkaitan dengan uap air yang terkandung di udara dan suhu udara. Menurut Siregar (1982), kelembaban udara harian rata-rata antara dua lokasi dengan ketinggian tempat yang berbeda (137 m dpl dan 925 m dpl) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Pengaruh Ketinggian Tempat terhadap Konsumsi Pakan Kondisi alam Indonesia yang sangat beragam dengan keadaan lingkungan berbeda dari wilayah satu dengan yang lainnya. Perbedaan lingkungan dapat dilihat dari topografinya, mulai dari garis pantai sampai jajaran pegunungan di Indonesia. Keadaan tersebut mempengaruhi jenis dan kondisi ternak yang dipelihara di setiap daerah, serta ketersediaan pakan dan kualitas pakan yang terdapat pada daerah tertentu. Bayong (2004) beranggapan bahwa kecocokan pembiakan ternak terhadap iklim bergantung pada mutu atau kualitas gizi padang rumput dan jumlah pakan yang tersedia secara alami atau yang dapat ditanam dalam kondisi iklim tersebut. Konsumsi pakan dihitung berdasarkan bobot badan ternak. Bobot badan kambing yang diukur dengan timbangan 100 kg dari kelima peternakan ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Bobot Badan Kambing dari Kelima Peternakan Ketinggian Rataan Bobot Badan Lokasi (m dpl) (kg) Peternakan 1 29 37,7 Peternakan 2 367 32,1 Peternakan 3 561 45,7 Peternakan 4 673 60,6 Peternakan 5 727 36,6 Hasil penngukuran menunjukkan bahwa bobot badan kambing pada setiap peternakan sangat beragam. Tabel 6 menunjukkan bobot badan kambing berkisar 32,1-60,6 kg pada kelima peternakan. Bobot tertinggi dimiliki peternakan 4 dan diikuti peternakan 3, 1, 5 dan 2. 30

Pengukuran konsumsi pakan dilakukan setiap kali peternak akan memberikan pakan dalam satu hari. Konsumsi dihitung dengan mengurangi pakan yang diberikan dengan pakan sisa yang tidak termakan. Konsumsi pakan hijauan pada kelima peternakan berupa rumput lapang karena lahan yang dimiliki setiap peternak sangat terbatas dan tidak memungkinkan ditanami rumput untuk pakan. Jumlah konsumsi pakan berdasarkan bahan kering oleh ternak ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7. Konsumsi Pakan Berdasarkan Bahan Kering Setiap Peternakan No Lokasi Konsumsi Pakan Segar (kg) Rataan Bobot Badan (kg) BK Rumput Lapang (%)* Konsumsi BK/ekor/h (kg) Konsumsi BK/BB (%) 1 Peternakan 1 8,0±0,33 a 37,7 23,5 1,88 4,99 2 Peternakan 2 7,0±0,21 b 32,1 23,5 1,65 5,13 3 Peternakan 3 7,5±0,38 ab 45,7 23,5 1,76 3,86 4 Peternakan 4 8,0±0,23 a 60,6 23,5 1,88 3,10 5 Peternakan 5 7,5±0,23 ab 36,6 23,5 1,76 4,82 Sumber: * Sofyan et al. (2000) Para peternak memberikan pakan dengan mengandalkan pengalamannya. Hasil penimbangan pakan yang diberikan oleh peternak bervariasi di setiap peternakan. Jumlah pakan yang dikonsumsi berkisar antara 7-8 kg hijauan/ekor/hari, tergantung dari ketersediaan pakan di sekitar peternakan. Sudono dan Abulgani (2002) menyatakan bahwa ransum yang dimakan oleh kambing tergantung dari ukuran tubuh, bangsa kambing, umur, serta jenis kelaminnya. Hijauan pakan ternak untuk kambing dewasa tanpa diberi konsentrat berkisar antara 5-8 kg per ekor per hari. Menurut Atabany (2002), hijauan segar yang dikonsumsi induk laktasi merupakan 10% dari berat hidup, sedangkan konsentrat 2% dari berat badan. Total pakan segar yang dapat dikonsumsi induk laktasi kambing perah sebanyak 8-10 kg per ekor per hari. Pengaruh ketinggian tempat terhadap konsumsi pakan dari kelima peternakan secara keseluruhan didapatkan hasil yang sangat nyata (P<0,01). Tabel 7 menunjukkan konsumsi pakan pada peternakan 1 tidak berbeda dengan peternakan 3, 4 dan 5. Konsumsi pakan peternakan 2 tidak berbeda dengan peternakan 3 dan 5. Perbedaan konsumsi pakan pada kelima peternakan dapat dipengaruhi dari 31

ketersediaan pakan hijauan yang terdapat disekitar lokasi. Peternakan 1 terdapat di Banjar, di sekitar peternakan masih banyak lahan-lahan kosong yang ditumbuhi rumput sehingga ketersediaan pakan dapat tercukupi. Peternakan 2 berada di kota Tasikmalaya sehingga lahan untuk rumput berkurang akibat dari semakin banyaknya pemukiman penduduk. Hal tersebut yang menyebabkan berkurangnya ketersediaan pakan yang menyebabkan konsumsi pakan sedikit. Peternakan 3, 4 dan 5 terdapat di kaki gunung Galunggung yang lahannya banyak digunakan sebagai lahan pertanian sehingga para peternak banyak memberi hijauan berupa rumput yang dicampur dengan tanaman leguminosa seperti daun petai cina dan daun kaliandra. Konsumsi bahan kering peternakan 1 dan 4 tertinggi yaitu 1,88 kg, diikuti peternakan 3 dan 5 yaitu 1,76 kg. Konsumsi terendah pada peternakan 2 yaitu 1,65 kg. Tabel 7 menunjukkan konsumsi rata-rata bahan kering masing-masing peternakan berkisar antara 3,10%-5,13% dari bobot badan. Persentase konsumsi bahan kering berbeda dengan konsumsi bahan kering dalam satuan kilogram. Hal ini disebabkan perbedaan bobot badan antara peternakan yang cukup besar, yaitu dengan kisaran 32,1 kg sampai 60,6 kg. Selisih bobot badan yang mencapai 28,5 kg, menyebabkan persentase konsumsi bahan kering kambing berbeda dari setiap peternakan. Persentase konsumsi bahan kering pada peternakan 1, 3, 4, dan 5 kurang dari 5%. Hal ini tidak sesuai dengan Blakely dan Bade (1992) yang menyatakan kambing dapat mengkonsumsi bahan kering yang relatif lebih banyak untuk ukuran tubuhnya yaitu 5%-7% dari berat badan. Konsumsi bahan kering pada kambing yang hidup di daerah tropis dalam kisaran 3,10%-5,13% masih sesuai dengan kebutuhan pakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Atabany (2002) yang menyatakan bahwa kambing lokal (bangsa kambing pedaging dan kambing perah) di daerah tropis yang diberi makan sekenyangnya mempunyai konsumsi bahan kering harian dalam kisaran 1,8%-4,7% dari berat badan. Kambing perah mengkonsumsi bahan kering sebanyak 5%-7% dari berat badan, akan tetapi kambing perah daerah sejuk yang hidup di daerah tropis mempunyai kisaran konsumsi bahan kering 2,8%-4,9% dari berat badan. 32

6 5 4 3 2 1 0 Kons. BK (%) 5,13 4,82 4,99 3,86 32.1 36.6 37.7 45.7 60.6 Bobot Badan (Kg) 3,10 Gambar 1. Persentase Konsumsi Bahan Kering Berdasarkan Bobot Badan Gambar 1 menunjukkan bahwa semakin besar bobot badan ternak, maka persentase konsumsi bahan kering semakin kecil. Dengan demikian, konsumsi bahan kering dipengaruhi oleh bobot badan ternak. Hal ini sependapat dengan Sudono dan Abulgani (2002) yang menyatakan bahwa ransum yang dimakan oleh kambing tergantung dari ukuran tubuh, bangsa kambing, umur, serta jenis kelaminnya. Pengaruh Ketinggian Tempat terhadap Produksi Susu Produksi yang diamati adalah produksi susu dari kelima peternakan tersebut. Sampel yang diambil berjumlah 20 ekor kambing perah yang sedang laktasi dari setiap peternakan. Pengambilan sampel produksi tersebut dilakukan selama satu bulan. Produksi yang didapat kemudian dijumlahkan dan ditentukan rataan produksi per ekor, kemudian dipelajari pengaruh antara produksi susu dengan ketinggian tempat, suhu udara, dan kelembaban udara. Pengaruh ketinggian tempat terhadap produksi susu disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Pengaruh Ketinggian Tempat terhadap Produksi Susu Ketinggian Produksi/ekor Lokasi (m dpl) (ml) Peternakan 1 29 1.071,1±428,1 b Peternakan 2 367 521,3±222,8 c Peternakan 3 561 828,7±148,6 bc Peternakan 4 673 1.852,3±788,1 a Peternakan 5 727 570,4±170,7 c 33

Data produksi diambil selama satu bulan pemerahan. Rataan produksi susu peternakan 1 sebesar 1071,13±428,1 ml per ekor per hari. Rataan produksi susu peternakan 2 sebesar 521,29±222,8 ml per ekor per hari. Rataan produksi susu peternakan 3 sebesar 828,71±148,6 ml per ekor per hari. Rataan produksi susu peternakan 4 sebesar 1852,34±788,1 ml per ekor per hari. Rataan produksi susu peternakan 5 sebesar 570,39±170,7 ml per ekor per hari. Produksi susu kambing PE pada kelima peternakan berkisar antara 521,29 ml sampai 1852,34 ml per ekor per hari. Sesuai dengan pendapat Sudono dan Abulgani (2002) yang menyatakan bahwa produksi susu kambing PE cukup rendah, yaitu berkisar antara 0,5-0,9 l per ekor per hari. Atabany (2002) menyatakan produksi susu kambing berkisar 1-3 kg per ekor per hari. Sutama (1994) menyatakan bahwa produksi susu kambing PE berkisar dari 1,5-3,5 l per ekor per hari. Tabel 8 memperlihatkan produksi susu nyata dipengaruhi ketinggian tempat dari kelima peternakan (P<0,01). Peternakan 4 mempunyai produksi susu lebih tinggi diikuti oleh peternakan 1 dan 3 dengan produksi rata-rata 1.852,3±788,1 ml; 1.071,1±428,1 ml; dan 828,7±148,6 ml. Ketinggian tempat peternakan 5 tidak berbeda terhadap produksi susu peternakan 2 dan 3. Produksi susu peternakan 1 tidak berbeda dengan peternakan 3. Produksi susu yang tidak seragam di tempat penelitian dapat dibedakan dari beberapa faktor pendukung, diantaranya lokasi yang berbeda dari letak topografinya yang berdampak pada perbedaan suhu dan kelembaban udaranya. Siregar (1982) menyatakan bahwa pertumbuhan atau bentuk produktivitas ternak merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dengan faktor lingkungan. Faktor lingkungan dimaksud adalah penggunaan makanan dan ketinggian tempat yang berhubungan erat dengan unsur-unsur iklim. Perbedaan produksi susu terjadi akibat dari perbedan pemeliharaan yang dilakukan oleh kelima peternakan. Produksi susu masing-masing peternakan berbeda akibat tatalaksana pemeliharaan berbeda yang dilakukan masing-masing peternakan. Tatalaksana pemeliharaan pada kelima peternakan disajikan pada Tabel 9. 34

Tabel 9. Tatalaksana Pemeliharaan pada Kelima Peternakan Tatalaksana Peternakan 1 2 3 4 5 Produksi Susu (ml) Perkandangan baik rusak baik baik baik 1.071,1±428,1 Pemberian pakan teratur teratur teratur teratur teratur 521,3±222,8 Pemerahan baik baik baik baik baik 828,7±148,6 Perkawinan sangat baik kurang baik baik sangat baik baik 1.852,3±788,1 Sanitasi teratur jarang teratur teratur jarang 570,4±170,7 Tabel 9 menunjukkan bahwa tatalaksana pemeliharaan yang dilakukan pada peternakan 4 dan 1 lebih baik dibandingkan peternakan 2, 3 dan 5. Tatalaksana pemeliharaan yang baik menghasilkan produksi susu yang tinggi dibandingkan dengan tatalaksana pemeliharaan yang kurang teratur. Semakin baik pemeliharaan menyebabkan semakin nyaman ternak yang dipelihara sehingga peluang ternak mengalami stres semakin kecil. Stres dapat mengganggu sistem metabolisme tubuh yang berdampak pada menurun atau berhentinya produksi susu. Dengan demikian, tatalaksana pemeliharan merupakan salah satu faktor penting dalam menghasilkan produksi susu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Phalepi (2004) bahwa produksi susu dipengaruhi mutu genetik, umur induk, ukuran dimensi ambing, bobot hidup, lama laktasi, tatalaksana yang diberlakukan pada ternak (perkandangan, pakan, kesehatan), kondisi iklim setempat, daya adaptasi ternak dan aktivitas pemerahan. 35