BAB I PENDAHULUAN. GBHN, bahwa penduduk merupakan modal dasar pembangunan yang potensial. kualitas sumber daya manusia yang baik pula.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), jumlah penduduk Indonesia akan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi memiliki

Kata Kunci: PAD, Belanja Modal, DAU, IPM

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim, dimana 70 persen dari luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dimasa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang.

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JUNI 2015

BAB I PENDAHULUAN. pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan sila Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. Dalam publikasi United Nations Development Programme (UNDP) melalui Human

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JANUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2011

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JUNI 2011

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 1,2

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JULI 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JANUARI 2016

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI NOVEMBER 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI APRIL 2014

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI MARET 2012

: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses pembangunan yang. dilaksanakan oleh suatu daerah atau negara dalam rangka memakmurkan warga

BAB I PENDAHULUAN. pula orang yang menganggur, maka semakin dirasakan pentingnya dunia wirausaha.

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI APRIL 2015

BAB I PENDAHULUAN. perubahan pada indikator sosial maupun ekonomi menuju kearah yang lebih

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JULI 2011

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI DESEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini peningkatan kinerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI SEPTEMBER 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI FEBRUARI 2015

HALAMAN PENGESAHAN...

Indeks Pembangunan Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan penggerak perekonomian suatu Negara karena

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era Otonomi Daerah, Bangsa Indonesia tidak dapat melepaskan diri

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI MARET 2017

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI FEBRUARI 2016

Abstrak. Kata Kunci :Curahan Jam Kerja, Umur, Pendidikan, Pendapatan Suami, Jumlah Tanggungan.

1.1 Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Sistematika Penulisan...

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JUNI 2008

BAB I PENDAHULUAN. harus selalu menjaga kesehatan, yang merupakan modal utama agar dapat hidup produktif,

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI MEI 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI AGUSTUS 2015

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 113 TAHUN 2011 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JUNI 2017

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI DESEMBER 2008

BAB I PENDAHULUAN. faktor terpenting bagi kehidupan manusia, karena memiliki tiga fungsi pokok yaitu :

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI NOVEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur yang bertumpu pada sektor industri. Salah satunya industri kecil dan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena sebagian orang tua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya dari pada

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI NOPEMBER 2007

BAB I PENDAHULUAN. yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana. pergaulan yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI DESEMBER 2016

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

BAB I PENDAHULUAN. menyempit membuat petani berpikir bekerja dibidang lain yaitu industri dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI APRIL 2016

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI MARET 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI NOPEMBER 2013

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI PEBRUARI 2010

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JUNI 2016

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang berpenghasilan rendah,

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia (Badan Pusat Statistik, 2013). Walaupun Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. menjadi perhatian. Dari segi kuantitas atau jumlah penduduk, hasil Sensus

TIPOLOGI WILAYAH BALI HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI OKTOBER 2016

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JANUARI 2017

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI SEPTEMBER 2016

I. PENDAHULUAN. anorganik menjadi bahan organik dengan bantuan tumbuh-tumbuhan dan

Abstrak. Kata kunci: modal, tenaga kerja, lama usaha, jam kerja, dan pendapatan

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI MEI 2017

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI SEPTEMBER 2010

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan sebuah upaya atau proses untuk melakukan

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI FEBRUARI 2017

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI APRIL 2017

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dua isu sentral masalah pembangunan yang masih menghantui Bangsa

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JULI 2017

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aspek kesehatan memegang peranan yang sangat penting dalam membangun sumber daya manusia yang handal. Karena itu dalam pembangunan jangka panjang diperlukan dukungan pembangunan di bidang kesehatan yang sungguh-sungguh agar bisa menjamin manusia yang sehat jasmani dan rohani untuk pembangunan tersebut. Namun di pihak lain, pembangunan di Indonesia adalah pembangunan manusia yang mandiri dan mempunyai kualitas prima. Oleh karena itu, pembangunan kesehatan di Indonesia pun harus bisa menjadi sarana untuk membangun manusia yang mandiri dan penuh vitalitas (Tjiptoherijanto,dkk.1994:5). Seperti yang tercantum dalam TAP MPR Nomor II/MPR/1998 tentang GBHN, bahwa penduduk merupakan modal dasar pembangunan yang potensial. Manusia selain sebagai subjek pembangunan juga merupakan obyek pembangunan. Pembangunan akan berjalan dengan baik jika diimbangi dengan kualitas sumber daya manusia yang baik pula. Masalah kependudukan di negara berkembang akhir-akhir ini mendapatkan perhatian besar karena masalahnya yang kompleks yang berakibat bagi sebagian besar bidang kehidupan di negara yang bersangkutan. Indonesia sebagai negara berkembang tidak luput dari masalah kependudukan tersebut. Secara garis besar masalah-masalah pokok dibidang kependudukan yang dihadapi Indonesia berupa jumlah penduduk besar, laju pertumbuhan penduduk tinggi, 1

penyebaran penduduk yang belum merata dan kualitas penduduk yang relatif masih rendah (Soetjipto W, 2002 : 17). Tingginya tingkat kelahiran pada negara berkembang menjadi salah satu penyebabnya, selain itu disatu sisi perbedaan angka kematian di negara maju dan negara berkembang sudah semakin sempit karena perbaikan tingkat kesehatan, dan juga dengan semakin baiknya perekonomian dan tingkat pendidikan. Begitu juga dengan tingginya angka pertumbuhan penduduk tentunya tidak terlepas dari tingginya angka kelahiran di Indonesia itu sendiri terutama setelah kemerdekaan Republik Indonesia pada awal 1950-an, saat itu kehidupan keluarga mulai normal, angka perkawinan bertambah, begitu juga dengan angka kelahiran yang bertambah (Mantra, 1997: 196). Upaya dasar untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui penurunan angka kelahiran dan kematian, peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai aset pembangunan. Salah satu program yang dijalankan pemerintah dalam mengendalikan pertumbuhan penduduk adalah melalui program keluarga berencana. Keberhasilan program keluarga berencana di Indonesia diakui oleh banyak pihak yang tidak saja datang dari dalam negeri, tetapi juga sampai ke taraf Internasional. Dengan keberhasilan ini, pembangunan program keluarga berencana tidak lagi sebagai program tetapi menjadi gerakan keluarga berencana nasional. Di provinsi Bali, pelaksanaan program keluarga berencana mampu menekan laju pertumbuhan penduduk dengan sistem struktur sosial tradisional yaitu melalui banjar-banjar sosial tradisional yang memberikan sumbangan positif dan hal ini dimanfaatkan oleh pemerintah untuk penerimaan program keluarga 2

berencana kepada masyarakat. Laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Bali tahun 1971 sampai 2000 dapat di lihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Jumlah penduduk Provinsi Bali tahun 1971 2000 Tahun Jumlah Penduduk (orang) Laju Pertumbuhan (persen) 1971 2.120.091-1980 2.469.784 1,69 1990 2.777.356 1,18 2000 3.146.999 1,26 Sumber : Bali Dalam Angka, 2006 Pada Tabel 1.1 dapat dilihat laju pertumbuhan penduduk Bali dari tahun 1977-1980 adalah 1,69 persen. Pada tahun 1980 sampai tahun 1990 laju pertumbuhan penduduk provinsi Bali mengalami penurunan sehingga menjadi 1,18 persen. Penurunan ini dapat membuktikan bahwa pelaksanaan program keluarga berencana di Bali berhasil dilaksanankan dan diterima oleh masyarakat luas. Jika di tahun 1990 sampai 2000 mengalami peningkatan, laju pertumbuhan penduduk Bali menjadi 1,26 persen, keadaan ini bukan saja disebabkan oleh fertilitas atau kelahiran tetapi juga disebabkan oleh morbilitas penduduk ke Bali sehingga hal ini tidak dapat dikatakan sebagai akibat dari kemunduran program keluarga berencana yang sudah berhasil selama ini. Badung sebagai salah satu kabupaten atau kota di Provinsi Bali mengalami laju pertumbuhan penduduk yang relatif terus mengalami peningkatan beberapa tahun ini, yaitu pada tahun 2001 laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Badung 2,87 persen. Tahun 2002 laju pertumbuhan penduduk mengalami peningkatan sebesar 1,66 persen dari tahun sebelumnya sehingga menjadi 4,53 persen. Akan tetapi pada tahun 2003 laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Badung 3

mengalami penurunan sehingga menjadi 2,65 persen. Di tahun 2004 laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Badung 2,06 persen, tahun 2005 kembali mengalami peningkatan sebesar 4,48 persen. Dan di tahun 2006 menurun kembali menjadi minus 0,91 persen. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Badung dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Badung Tahun 2001 2006 Tahun Jumlah Penduduk (orang) Laju Pertumbuhan (persen) 2001 327.206 2,87 2002 342.013 4,53 2003 351.077 2,65 2004 358.311 2,06 2005 374.377 4,48 2006 370.954-0,91 Sumber : Badung Dalam Angka, 2007 Nampaknya masalah kependudukan yang di hadapi tidak terhenti sampai menurunnya laju pertumbuhan penduduk saja. Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah kualitas sumber daya manusia yang tinggi yang berguna bagi proses pembangunan. Untuk mengukur kualitas sumber daya manusia Indonesia di kenal dengan nama Indeks Kualitas Manusia Indonesia (IKMI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM adalah indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana dari indeks harapan hidup, indeks pendidikan dan hidup layak. Sehingga IPM dapat menunjukkan hasil pembangunan baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, maupun kesejahteraan. (BPS Propinsi Bali, 2002). Menurut United Nations Development Programme (UNDP), Human Depelopment Indeks IPM Indonesia termasuk kedalam kategori 63 negara termiskin di dunia. Indonesia menempati posisi 142 dari 175 negara jika di 4

bandingkan dengan ASEAN seperti Singapura dan Malaysia berada dalam posisi 28 dan 58 sedangkan Indonesia disamakan dengan Kamboja dan Mianmar. Ini menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia sangat rendah sehingga perlu upaya untuk mencapai kualitas sumber daya manusia yang lebih tinggi. Tabel 1.3 Reduksi Shortfall IPM Antar Daerah Periode 1990-1996 dan 1996-1999 Provinsi Periode 1990 1996 (persen) 1996 1999 (persen) 1. DKI Jakarta 1,50-3,09 2. DI Yogyakarta 1,57-2,85 3. Kalimantan Timur 1,58-2,97 4. Sulawesi Utara 1,35-3,06 5. Riau 1,53-2,98 6. Bali 1,59-2,98 Sumber : BPS Provinsi Bali dan UNDP, 1999 Pada Tabel 1.3 dapat dilihat nilai dari kecepatan perkembangan IPM dalam suatu kurun waktu (reduksi shortfall). Dari nilai ini pencapaian pertumbuhan Bali pada tahun 1990 sampai 1996 sebesar (1,59) persen, lebih tinggi dari pencapaian DKI Jakarta (1,50) dan DI Yogyakarta (1,57). Untuk periode 1996 sampai 1999 Bali mengalami penurunan kecepatan perkembangan IPM sebesar minus 2,98. Penurunan IPM ini masih kecil jika dibandingkan dengan DKI Jakarta minus 3,09 dan Sulawesi Utara minus 2,98. Penurunan tersebut terjadi karena penurunan indeks daya beli dari 71,40 menjadi 42,16 atau terjadi penurunan 4,68 persen setahun selama periode tersebut. Kenyataan ini di perkirakan dipicu oleh dampak krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan 5

tahun 1997. Krisis ini ditandai dengan depresiasi rupiah terhadap mata uang dollar Amerika mengakibatkan kenaikan harga-harga. (BPS Provinsi Bali, 2002). Tabel 1.4 Nilai IPM dan Reduksi Shortfall IPM Provinsi Bali Menurut Kabupaten/Kota Periode 1999-2002 Kabupaten/Kota 1. Jembrana 2. Tabanan 3. Badung 4. Gianyar 5. Klungkung 6. Bangli 7. Karangasem 8. Buleleng 9. Denpasar IPM (persen) Periode (persen) 1999 2002 1999 2002 62,5 65,7 64,7 61,0 59,9 61,5 54,3 60,1 68,8 71,2 73,2 73,2 70,7 67,8 70,7 62,7 67,6 76,8 2,85 2,79 2,89 2,92 2,70 2,87 2,64 2,66 2,96 10. Bali 62,2 71,1 2,87 Sumber : BPS Provinsi Bali, 2002 Tahun 2002 perhitungan IPM Provinsi Bali tercatat 71,11. Artinya perkembangan manusia di Provinsi Bali pada tahun 2001 telah mencapai 71 persen dari angka idealnya. Namun angka IPM tersebut tidak dapat bermakna jika hanya melihat satu angka saja. Berdasarkan data di BPS Provinsi Bali perkembangan pencapaian laju IPM dari tahun 1999 sampai 2002, tercatat ratarata 2,87 persen. Artinya untuk membentuk perkembangan manusia di Provinsi Bali dengan asumsi keadaan tetap seperti periode 1999 sampai 2002, maka waktu yang dibutuhkan adalah sekitar 3,5 tahun dengan lamanya waktu pencapaian ini mengisyaratkan bahwa pemerintah harus lebih giat lagi guna percepatan pembangunan manusia. (BPS Provinsi Bali, 2002). Dilihat dari masing-masing nilai IPM tiap kabupaten pada tahun 2002 maka empat kabupaten/kota yang mempunyai nilai IPM diatas 71,1 yaitu 6

Jembrana, Badung, Tabanan, dan Kota Denpasar. Dilain pihak tercatat satu kabupaten dengan IPM dibawah 63 yaitu Karangasem (62,7). Sementara Kabupaten Gianyar, Klungkung, Bangli, dan Buleleng nilai IPMnya berkisar antara 63-71 yang terlihat pada Tabel 1.4. IPM menggambarkan tingkat kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan penduduk. Dari segi kesehatan penduduk di Bali memang telah mengalami kemajuan yang pesat ditandai oleh makin banyaknya penyediaan fasilitas kesehatan dan tenaga dokter/paramedis. Seiring itu pula tingkat kesehatan penduduk di Bali semakin membaik. Hal ini dicerminkan oleh angka kematian yaitu 6 per 1000 penduduk pada tahun 2001. Sedangkan pada tahun 2002 dan 2003 angka kematian belum diketahui secara pasti oleh dinas kesehatan, sampai akhirnya pada tahun 2004 angka kematian turun menjadi 3,06 per 1000 penduduk. Selain itu juga dapat dilihat dari meningkatnya angka harapan hidup yaitu 71,4 pada tahun 2001 kemudian pada tahun 2002 menjadi 71,54 (Departemen Kesehatan Provinsi Bali : 2002). Tahun 2003 meningkat lagi menjadi 72,11 dan tahun 2004 menjadi 72,57. Indikator lain yang dapat dijadikan sebagai barometer berhasilnya pelaksanaan program kesehatan adalah semakin rendahnya angka kematian penduduk bayi. Angka kematian bayi menggambarkan banyaknya kematian penduduk yang berusia dibawah satu tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun tertentu di suatu daerah. Angka kematian bayi itu merupakan indikator yang sangat berguna, tidak hanya terhadap status kesehatan anak, tetapi juga terhadap status penduduk secara keseluruhan dan kondisi ekonomi dimana penduduk 7

tersebut bertempat tinggal. Untuk propinsi Bali angka kematian bayi (Infant Mortality Rate/IMR) per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2001 yaitu 23 sedangkan untuk tahun 2002 angka kematian bayi atau IMRnya sebesar 22,00 yakni mengalami penurunan sebesar 1 per 1000 kelahiran hidup. Tahun 2003 mengalami peningkatan tetapi tidak terlalu besar yaitu 22,6 per 1000 kelahiran hidup. Sementara di tahun 2004 angka kematian bayi mengalami penurunan sebesar 5,91 per 1000 kelahiran hidup sehingga angka kematian bayi di Provinsi Bali menjadi 16,69. Kondisi perkembangan tingkat kesehatan Bali, lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.5 Tabel 1.5 Perkembangan Tingkat Kesehatan Penduduk Bali Menurut Beberapa Indikator No. Indikator Kesehatan 2001 2002 2003 2004 1. Angka Kematian Kasar (per 1000 penduduk) 6 - - 3,06 2. Angka Kematian Bayi (per 1000 kelahiran hidup) 23 22,00 22,6 16,69 3. Angka Harapan Hidup (tahun) 71,4 71,54 72,11 72,57 Sumber: Departemen Kesehatan Provinsi Bali, 2004 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesehatan penduduk yang dicerminkan oleh tingkat kesakitan (morbiditas) dan mortalitas (kematian) menurut Mosley dan Chen dalam Rozy Munir (1986 : 164) bahwa dipengaruhi oleh keadaan sosial (pengetahuan, sikap) dan ekonomi (pendapatan) penduduk baik ditingkat individu, rumah tangga maupun di masyarakat. Namun demikian semua variabel sosial ekonomi dalam mempengaruhi morbiditas dan mortalitas harus melalui salah satu variabel antara. Variabel antara tersebut seperti faktor 8

maternal, kontaminasi lingkungan, disefisiensi gizi, perlukaan dan pengendalian program terhadap penyakit. Adanya perkembangan kondisi kesehatan baik masyarakat secara umum maupun kesehatan bayi dan balita, seperti ditunjukkan oleh turunnya angka IMR dan naiknya angka harapan hidup menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat khususnya para ibu terhadap kesehatan bayi dan balitanya sudah semakin tinggi. Ini merupakan perubahan sikap dan sudah tentu dilandasi oleh meningkatnya pengetahuan penduduk khususnya para ibu baik secara formal maupun non formal. Tingkat pengetahuan ini dicerminkan oleh tingkat pendidikan yang pernah ditempuh secara formal maupun informal. Pendidikan formal (jalur sekolah) merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan (UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Pendidikan nonformal (luar sekolah) adalah pendidikan yang diselenggarakan diluar sekolah baik yang dilembagakan maupun tidak (PP No. 73 Tahun 1991), tentang Pendidikan luar sekolah. Pendidikan terutama pendidikan ibu, berpengaruh sangat kuat terhadap kelangsungan hidup anak dan bayinya. Ibu dengan pendidikan tertinggi mempunyai tingkat kematian bayi dan anak terendah, demikian pula sebaliknya (Singarimbun, 1998 : 174). Tidak dapat di pungkiri disisi lain faktor ekonomi memegang andil yang penting dalam peningkatan kualitas kesehatan khususnya kesehatan bayi dan balita. Faktor ekonomi dalam hal ini adalah pendapatan keluarga. Pendapatan keluarga merupakan faktor dominan yang sangat penting dalam melaksanakan perilaku sehat bagi bayi dan balita dalam suatu keluarga. Pendapatan keluarga 9

yang cukup memungkinkan anggota keluarga atau ibu memeriksa anak dan bayinya ke puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya dan memberikan makanan serta pakaian dan cara-cara hidup sehat lainnya (Tjiptoherijanto,dkk.1994:25). Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi pertanyaan pada pokok masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Apakah tingkat pendidikan ibu dan pendapatan keluarga secara serempak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesehatan balita di Kabupaten Badung? 2) Bagaimanakah pengaruh tingkat pendidikan ibu dan pendapatan keluarga secara parsial terhadap tingkat kesehatan balita di Kabupaten Badung? 3) Seberapa besar variasi tingkat pendidikan ibu dan pendapatan keluarga menentukan variasi tingkat kesehatan balita di Kabupaten Badung? 1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1) Untuk menganalisis pengaruh tingkat pendidikan ibu dan pendapatan keluarga secara serempak terhadap tingkat kesehatan balita di Kabupaten Badung. 2) Untuk menganalisis pengaruh tingkat pendidikan ibu dan pendapatan keluarga secara parsial terhadap tingkat kesehatan balita di Kabupaten Badung. 3) Untuk mengetahui besarnya variasi tingkat pendidikan ibu dan pendapatan keluarga menentukan variasi tingkat kesehatan balita di Kabupaten Badung. Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 10

1) Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi khasanah ilmu pengetahuan serta menambah referensi pustaka bagi penelitian selanjunya yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi wilayah. 2) Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Badung terutama kesehatan bayi dan balita. 1.3 Sistematika Penulisan Dalam sistematika penulisan laporan ini akan disampaikan bab dan sub bab pada masing-masing bab yaitu: BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan hal-hal yang menjadi latar belakang masalah dari penulisan ini yang kemudian dirumuskan ke dalam beberapa pokok permasalahan, tujuan penulisan dan pada bab akhir ini akan dikemukakan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS Dalam bab ini menguraikan beberapa teori yang relevan untuk melandasi pembahasan yang ada kaitannya dengan topik yang dibahas seperti tingkat kesehatan balita, faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan balita. 11

BAB III METODE PENELITIAN Bab ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian yang meliputi lokasi dan objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data dan metode analisis data. BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Menguraikan tentang gambaran umum daerah penelitian, karakteristik keluarga sampel, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan balita di Kecamatan Kuta Utara kabupaten Badung. BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini berisikan simpulan yang merupakan rangkuman dari seluruh kajian mengenai pokok-pokok permasalahan yang dibahas disertai beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihakpihak yang terkait. 12