BAB II Potensi Panas Bumi dan Kebijakan Pemerintah Sejarah pengelolaan sumber energi ini di Indonesia sudah dimulai sejak awal abad ke-20. Panas Bumi merupakan salah satu sumber energi yang dapat digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik. Panas bumi merupakan sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya. Untuk dapat memanfaatkan panas bumi ini, diperlukan suatu proses pemboran sumur yang kedalamannya bisa mencapai 1500 3000 meter. Karena penggunaan dari panas bumi ini tidak memberikan efek rumah kaca, maka panas bumi dapat digolongkan sebagai sumber energi yang ramah lingkungan. Melalui pemanfaatan panas bumi ini, ketergantungan terhadap bahan bakar minyak dapat dikurangi. 11
Dari Lombok Menjadi Ahli Panas Bumi Benny Facius Dictus Pengelolaan panas bumi dimulai sejak pemerintah Belanda melakukan pengeboran eksplorasi di Kamojang pada tahun 1921. Pengeboran itu menghasilkan 3 (tiga) buah sumur yang dikenal sebagai Kamojang Unit I, Kamojang Unit 2, dan Kamojang Unit 3. Sekitar tahun 1930-an, pemerintah Belanda membuat pembangkit listrik tenaga panas bumi dengan kapasitas 80 KW. Potensi lapangan panas bumi ini berhasil menarik perhatian Pemerintah New Zealand, sehingga pada tahun 1978 terjalin kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah New Zealand. Dalam kerja sama itu, pemerintah Indonesia diwakili oleh Pertamina, sedangkan New Zealand diwakili oleh Genzel. Setelah kontrak kerja sama ditandatangani, maka pada tahun 1983 proses pengeboran eksplorasi mulai dilakukan. Pada tahap awal, pengeboran dilakukan dengan hanya membatasi pada jumlah 5 (lima) sumur saja dengan tingkat kedalaman yang berbeda-beda, mulai dari kedalaman sekitar 800 sampai dengan kedalaman 2.000 meter. Dari kelima sumur tersebut, dihasilkan pembangkit pertama di tahun 1987 dengan kapasitas 30 MW. Setelah keberhasilan itu, dilakukan pengeboran lanjutan hingga mencapai 11 (sebelas) sumur. Melalui 11 (sebelas) sumur ini kapasitas pembangkit listrik berhasil ditingkatkan hingga mencapai 140 MW. Melihat potensi pengelolaan panas bumi ini, Benny pernah menyampaikan kepada atasannya, Dr. Ing. Evita Herawati Legowo, tentang potensi pemanfaatan sumber energi panas bumi untuk pembangkit listrik. Bu cita-cita saya adalah menjadikan listrik yang ada di Pulau Jawa berasal dari panas bumi, kata Benny. Lho, kenapa Pak Benny? kata Evita. Saya melihat potensi panas bumi terbesar di Indonesia berada di Pulau Jawa, mulai dari Jawa Barat, yang mungkin terbesar pertama, diikuti Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jika ini semua dikembangkan, akan menghasilkan kurang lebih 1,5 sampai 2 GW. Dengan demikian, untuk 12
kebutuhan listrik di Pulau Jawa, tidak perlu menggunakan sumber energi selain panas bumi. Cukup dari panas bumi itu saja. Yang menjadi permasalahan adalah biaya yang diperlukan bisa mencapai trilliunan. Sebagai ilustrasi, satu pembangkit untuk ukuran skala 100 MW, paling tidak dibutuhkan investasi sebesar 1 triliun. Pertanyaannya kemudian adalah, darimana uang sebesar itu didapatkan? Di luar masalah investasi yang besar tersebut, menurut Benny, ada kendala lain yang harus dihadapi berkaitan dengan kebijakan energi nasional. Benny berpendapat bahwa pajak untuk panas bumi perlu diturunkan sehingga perusahaan yang mengelola panas bumi dapat berkembang. Penurunan pajak panas bumi terjadi pada tahun 1992, melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 766/KMK.04/1992 sebagaimana telah diubah menjadi Nomor 209/KMK.04/1998 tentang Tatacara Penghitungan, Penyetoran dan Pelaporan Bagian Pemerintah, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pungutan-pungutan Lainnya atas Hasil Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Pembangkitan Energi/Listrik. Besarnya pajak panas bumi, pada awalnya sebesar 46% yang kemudian diturunkan menjadi 34%. Penurunan pajak ini dilakukan untuk merangsang perkembangan perusahaanperusahaan panas bumi. Cara tersebut cukup efektif karena setelah adanya Keputusan Menteri Keuangan (KMK) tersebut, perusahaanperusahaan mulai melakukan pengeboran sampai dengan kapasitas 600 MW seperti yang dilakukan di Gunung Salak. Dampak dari penurunan pajak tersebut mulai terlihat dengan munculnya pemain-pemain baru dalam pengelolaan panas bumi di Indonesia. Panas bumi yang terdapat di Sibayak, Lahendong, Dieng, dan Patuha mulai dikelola dan dikembangkan. Pemain asing pun mulai masuk dalam mengelola panas bumi di Indonesia, salah satunya adalah pengelolaan panas bumi di Gunung Salak. Akan tetapi hal ini tidak berlangsung lama. Pada era reformasi, KMK sebelumnya telah dirubah menjadi KMK Nomor 209/KMK.04/1998 dalam rangka pelaksanaan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai atas pengusahaan sumber daya panas bumi. 13
Dari Lombok Menjadi Ahli Panas Bumi Benny Facius Dictus Perubahan KMK tersebut dilakukan karena dianggap telah merugikan negara. Kerugian terbesar negara adalah saat kasus Karaha Bodas dimana pemerintah di tuntut oleh perusahaan Amerika sebesar US$ 261 juta. Karena kerugian tersebut, banyak kerja sama yang dibatalkan oleh Pak Habibie, beliau merasa negara akan mengalami kebangkrutan sedikit demi sedikit jika energi panas bumi di Indonesia terus-menerus dikelola oleh pihak asing. Faktor lainnya adalah besarnya kemungkinan terjadinya KKN pada proses pengelolaan panas bumi yang dilakukan oleh pihak asing ini. Selain pencabutan peraturan pemerintah tersebut, terdapat faktorfaktor lain yang menyebabkan banyaknya kerja sama yang tidak berjalan. Sebagai contoh, kerja sama antara perusahaan swasta nasional yang masih mempunyai kekuatan politik pada saat itu dengan sebuah perusahaan energi asing dari Amerika. Kerja sama untuk mengeksploitasi panas bumi di Dieng ini mengalami kegagalan, hal ini disebabkan oleh kendala teknik dimana fluida memiliki reservoir dengan sifat korosif dan kandungan silika yang tinggi sehingga pengelolaannya tidak berhasil mencapai 60 MW, padahal target dari pengelolaan panas bumi di Dieng tersebut mencapai 120 MW. Contoh lainnya adalah ketidakjelasan kontrak juga terjadi di Patuha dan Cibuni yang juga masih mempunyai Kontrak pada kasus tersebut tidak berjalan karena terindikasi adanya tindakan KKN didalamnya. Hal tersebut menurut Benny merupakan faktor-faktor yang dapat menghambat perkembangan pengelolaan panas bumi di Indonesia. Oleh karena itu, dalam rangka pengembangan panas bumi, pemerintah perlu untuk memperhatikan beberapa faktor bukan hanya dari masalah finansial, teknologi, tetapi juga dari segi politik, keamanan dalam mengelola panas bumi, dan peraturan perundang-undangan yang mendukung pengembangan panas bumi itu sendiri. Semua hal ini perlu untuk diikuti dengan penerapan sistem yang tegas. Apabila pemerintah bisa tegas dalam menjalankan peraturan perundang-undangan ini, maka pengembangan panas bumi pun bisa berjalan dengan lancar dan aman seperti yang diharapkan. 14
Salah satu contoh ketidaktegasan pemerintah adalah pada penerapan sistem tarif harga penjualan listrik yang sama untuk semua jenis sumber energi, sehingga PLN hanya ingin membeli sama dengan tarif harga listrik yang berasal dari BBM yang mendapat subsidi dari pemerintah. Selain masalah yang berkaitan dengan kebijakan nasional, masalah lainnya adalah masalah yang terkait dengan peraturan dan perundang-undangan. Hal ini dikarenakan adanya ketidaksesuaian antara satu perundang-undangan dan perundang-undangan yang lain. Diberlakukannya Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dinilai kurang berkoordinasi dan berkonsultasi dengan pihak-pihak yang lebih dulu memiliki izin pemanfaatan lahan, termasuk usaha pertambangan. Hal ini terlihat jelas dalam Pasal 38 (4): Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka. Selama ini, aktivitas pertambangan sering dikonotasikan dengan kerusakan lingkungan, termasuk didalamnya kerusakan hutan. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tersebut, ruang gerak aktivitas pertambangan semakin terbatas. Dilatarbelakangi atas hal tersebut, maka stakeholders terkait dengan bisnis pertambangan merasa perlu untuk merumuskan langkah-langkah yang dianggap menguntungkan pihak-pihak yang selama ini berseberangan (win-win solution). Lebih kongkritnya, perlu upaya dimana bisnis pertambangan dapat berlangsung, tetapi kelestarian hutan dapat dipertahankan seoptimal mungkin. Benny pada tahun 2002 pernah terlibat sebagai anggota tim perumus undang-undang tentang panas bumi, dan rumusan undangundang tersebut menjadi Undang-undang Nomor 27 tahun 2003. Terkait dengan ketidaksesuaian tersebut, lebih lanjut Benny memberikan contoh, peraturan perundang-undangan panas bumi itu sendiri dan perundang-undangan tentang kehutanan itu sangat bertolak belakang. Pada Undang-undang Kehutanan, salah satu pasalnya menyebutkan bahwa pertambangan dilarang untuk dilakukan di hutan lindung. Sementara itu, dilihat dari dari sisi pemanfaatan panas bumi, seringkali 15
Dari Lombok Menjadi Ahli Panas Bumi Benny Facius Dictus lokasi sumber panas bumi terletak di kawasan hutan lindung. Akibat dari pengimplementasian undang-undang tersebut, Benny menceritakan, suatu saat seorang teman yang sedang melakukan eksplorasi panas bumi di dalam hutan lindung, ditangkap oleh polisi hutan dan akhirnya ditahan karena dianggap melanggar undang-undang yang ada. Benny pun berkisah, pada saat pembahasan awal draf undangundang panas bumi, terjadi perbedaan pendapat yang sangat tajam antara anggota asosiasi dengan orang-orang yang peduli terhadap isu-isu lingkungan hidup dan kehutanan. Mereka yang berasal dari kelompok yang peduli terhadap isu lingkungan hidup dan kehutanan beranggapan bahwa eksploitasi sumber panas bumi di daerah hutan lindung merusak dan membahayakan lingkungan. Mereka dari asosiasi panas bumi berpendapat bahwa eksploitasi panas bumi, sekalipun berada di daerah hutan lindung, tidak bisa dikategorikan sebagai merusak lingkungan. Kalaupun mengakibatkan kerusakan sebagian dari bagian hutan lindung, tetapi pada skala yang sangat terbatas. Bukan merusak hutan lindung secara keseluruhan. Dengan adanya ketidakselarasan antara undang-undang yang ada, terjadi kesulitan pemanfaatan sumber daya panas bumi secara optimal. Kabar baiknya, sekarang ini sudah diupayakan adanya revisi terhadap peraturan dan perundang-undangan tentang panas bumi. Atas saran dari Kementerian Kehutanan, salah satu revisi tersebut menyangkut penghilangan kata pertambangan pada perundang-undangan tersebut. Hal ini dikarenakan pertambangan memang haram hukumnya dilakukan di hutan lindung. Sebagai alternatif, kata pertambangan tersebut bisa diganti dengan mengekstrak energi yang berada di bawah hutan lindung. Dengan kerja sama yang baik antara Kementerian Kehutanan dan Kementerian ESDM, diharapkan kedepannya eksplorasi dan eksploitasi panas bumi dapat memberikan nilai manfaat yang besar untuk masyarakat dan bangsa Indonesia. Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi dapat diupayakan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan apabila perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam eksplorasi dan eksploitasi tersebut mengikuti aturan-aturan terkait lingkungan yang ditetapkan. 16
Menurut Benny, untuk menjaga kelestarian hutan, pemerintah mempunyai peran penting dalam hal pengawasan aktivitas eksplorasi dan eksploitasi panas bumi di Indonesia. Benny pun memberikan contoh. Pemerintah New Zealand menurutnya sangat disiplin dalam masalah lingkungan. Setiap akan melakukan pengembangan pemanfaatan panas bumi, mereka selalu membuat suatu benchmark. New Zealand sendiri pernah mengalami peristiwa penurunan permukaan tanah pertanian sepanjang 3 km dengan kedalaman sebesar 3 m. Masyarakat pun melakukan protes terkait peristiwa tersebut dan pemerintah New Zealand berusaha mencari penyebabnya. Setelah dilakukan kajian, peristiwa tersebut terjadi akibat dari pengambilan uap yang berlebihan. Dari peristiwa tersebut dapat diambil pelajaran bahwa pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting terkait dengan pengawasan produksi. Pada praktiknya, pemerintah harus mempunyai laporan tentang data produksi atas eksploitasi panas bumi yang berada di wilayah yuridisnya. Lebih lanjut, pemerintah juga harus mengetahui jenis-jenis fluida yang keluar dari sumber panas bumi. Apakah fluida-fluida tersebut dalam bentuk air, apakah mengandung zat-zat yang berbahaya terhadap lingkungan, dan lain sebagainya. 17
Dari Lombok Menjadi Ahli Panas Bumi Benny Facius Dictus 18