Analisis Pembiayaan Pembangunan Bus Transjakarta

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Persentasi Jumlah Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta Tahun Bus 8% Gambar 1. Pembagian Moda (Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2004)

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SISTEM BUS RAPID TRANSIT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Angkutan umum sebagai bagian sistem transportasi merupakan kebutuhan

PENDAHULUAN. Pada umumnya, manusia merupakan makhluk sosial dimana mereka selalu

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 103 TAHUN 2007 TENTANG POLA TRANSPORTASI MAKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. yang optimal dalam Implementasi Bus Rapid Transit Sebagai Transportasi Publik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial diketahui tidak dapat hidup sendiri

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika atau biasa. disebut Dishubkominfo di Kota Surakarta adalah salah satu dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kertas Kerja Audit Auditee : BLU Transjakarta

BAB I PENDAHULUAN. daerah masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan salah satu

ANALISIS ANTRIAN PADA PENGGUNA JASA ANGKUTAN UMUM TRANSJAKARTA KORIDOR 9 DI SHELTER SEMANGGI JAKARTA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

ANALISIS TINGKAT PELAYANAN DAN TINGKAT KEPUASAN 8 KORIDOR TRANSJAKARTA

KEMUNGKINAN PENERAPAN SISTEM BUY THE SERVICE PADA ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: TRI WURI ANGGOROWATI L2D

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tingginya populasi masyarakat Indonesia berimbas pada tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat kota Padang dalam menjalankan aktifitas sehari-hari sangat tinggi.

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Armandha Redo Pratama, 2015

BAB V. SIMPULAN dan SARAN. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, maka terdapat beberapa simpulan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINANN TERTENTU

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB 1 PENDAHULUAN. Angkutan umum sebagai salah satu moda transportasi untuk melakukan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hasil dari pembayaran pajak kemudian digunakan untuk pembiayaan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pelayanan masyarakat, menciptakan keadilan dan pemerataan, serta mendorong

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan publik (Public Service) merupakan segala macam kegiatan dalam

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat. kualitas sumber daya manusia yang tinggi pula..

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Jasa transportasi merupakan salah satu dari kebutuhan manusia. Untuk

JUMLAH PERJALANAN JABODETABEK MENCAPAI 25,7 JUTA PERJALANAN/HARI. 18,7 JUTA (72,95 %) MERUPAKAN PERJALANAN INTERNAL DKI JAKARTA, 6,9 JUTA (27,05 %) ME

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. Peranan yang diberikan yaitu dalam bentuk sarana dan prasarana baik itu yang berupa sarana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN PENGGUNA BUSWAY Pite Deanda NRP :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berjalan beriringan, terlebih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Arus perekonomian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. sama dengan pegawai lainnya. Kaum minoritas berjumlah sedikit dibanding kaum

Ketika MRT Urai Kemacetan Jakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN Kondisi Provinsi DKI Jakarta Kondisi Geografis Jakarta Kondisi Demografis

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu pemasukan negara yang mempunyai tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai ibu kota negara Indonesia, Jakarta sering dijadikan pilihan bagi

BAB I PENDAHULUAN. melayani 10 koridor dengan total panjang lintasan 123,35 km yang

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

MATRIKS PENJABARAN PENCAPAIAN KINERJA PROGRAM MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan

PELUANG INVESTASI PEMBANGUNAN LRT DAN BRT

EVALUASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL OPERASIONAL TRANSJAKARTA KORIDOR 9 DAN KORIDOR 12

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

KAJIAN KAPASITAS KABUPATEN SEMARANG DALAM MELAKUKAN PINJAMAN (STUDI KASUS : PEMDA DAN PDAM KABUPATEN SEMARANG) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. seluas-luasnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat menyebabkan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber-sumber pendapatan daerah sangat dibutuhkan untuk membiayai

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

PENERIMAAN NEGARA. Kelompok 4 Opissen Yudisyus Muhammad Nur Syamsi Desyana Enra Sari LOGO

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. Kota kota di Indonesia berkembang dengan pesat dalam pengertian

STUDI PERSEPSI PENGGUNA TRANSJAKARTA PADA KORIDOR II (PULOGADUNG-HARMONI)

BAB - III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

Kota Bandung telah menyiapkan beberapa fasilitas untuk menunjang

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun daerah. Salah satunya adalah pelayanan publik di bidang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

Transkripsi:

Analisis Pembiayaan Pembangunan Bus Transjakarta A. Latar Belakang Kota Jakarta dikenal sebagai kota metropolitan. Sebagai kota besar, DKI Jakarta memiliki beberapa masalah perkotaan, salah satunya diantaranya adalah masalah kemacetan lalu lintas di jalan raya. Kemacetan ini timbul karena semakin banyaknya kendaraan pribadi dan kurangnya kedisiplinan para pengendara dalam menggunakan kendaraannya. Pertambahan jumlah kendaraan pribadi di Jakarta mencapai 1.117 per hari atau sekitar 9 % per tahun. Sementara pertumbuhan luas jalan relatif tetap, sekitar 0,01 % per tahun (Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2010). Jika tak segera ada pembenahan pola transportasi, pada tahun 2014 Jakarta diperkirakan akan mengalami kemacetan total. Untuk mengatasi semakin meningkatnya kemacetan dan semakin buruknya sistem transportasi yang ada di Kota Jakarta, maka pemerintah menggagas untuk membangun BRT (Bus Rapid Transit) atau yang dikenal dengan sebutan busway atau bus Transjakarta. Bus Transjakarta memulai operasinya pada 15 Januari 2004. Angkutan Transjakarta dioperasikan oleh pemerintah Kota Jakarta dengan tujuan untuk mereduksi pemakaian kendaraan pribadi. Seiring berjalannya pengoperasian Transjakarta, jumlah penumpang mengalami peningkatan hampir 30% dari tahun ke tahun. Rata-rata Transjakarta mengangkut 250.000 penumpang/hari (Badan Pengelola Transjakarta, 2006). Peningkatan dalam jumlah penumpang tanpa diimbangi dengan peningkatan jumlah armada bus akan menyebabkan penurunan kualitas pelayanan. Menurut berita dari surat kabar elektronik Bisnis Indonesia pada Kamis, 03 Juli 2014 dalam artikel yang berjudul Dishub Akui Sulit Beli Bus Transjakarta disebutkan bahwa Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Muhammad Akbar mengaku kesulitan dalam pengadaan armada bus Transjakarta. Meningkatnya jumlah penumpang dan ketidaklayakan armada bus menuntut Dishub DKI Jakarta melakukan penambahan armada bus. Namun, disebabkan karena keterbatasan biaya dan sulitnya sistem pengadaan sehingga Dishub DKI Jakarta mengalihkan pembelian armada bus Transjakarta dari Dinas Perhubungan DKI kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) yang juga merupakan rencana dari Pemprov DKI Jakarta. Tidak adanya penambahan armada bus Transjakarta pada tahun ini juga disebabkan karena Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) belum terdaftar untuk mengikuti lelang melalui sistem E-catalogue. Menurut Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, jika pembelian armada bus Transjakarta dialihkan ke PT Transjakarta, PT Transjakarta dapat melakukan pengadaan armada bus Transjakarta dengan pembelian secara langsung maupun berinvestasi dengan pihak operator swasta. Melihat kondisi penambahan Bus Transjakarta yang membutuhkan sumber pembiayaan yang besar, sedangkan kondisi pembiayaan Bus Transjakartasaat ini yang sangat membutuhkan keterlibatan pihak swasta,

maka permasalahan ini perlu untuk dikaji lebih dalam. Tulisan ini mencoba mengkaji permasalahan bersasarkan isu-isu strategis yang ada dan mencari alternatif solusi yang bertujuan pada kebermanfaatan masyarakat. B. Tujuan Adapun tujuan penulisan critical review ini adalah untuk mengkritisi permasalahan pembiayaan Bus Transjakarta dalam hal penambahan armada bus dikaitkan dengan teori-teori pembiayaan yang dikemukakan oleh para ahli. C. Tinjauan pustaka Konsep Pembiayaan Pembangunan Pembiayaan pembangunan merupakan suatu proses yang mendorong peningkatan kuantitas, kualitas, dan efisiensi layanan sektor keuangan yang melibatkan interaksi banyak kegiatan dan institusi serta terkait dengan pertumbuhan ekonomi. Pembiayaan pembangunan juga dapat diartikan sebagai kemampuan keuangan pemerintah untuk mewujudkan rencana-rencana pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mengalokasikan sumber-sumber pembiayaan, baik yang dibiayai pemerintah sendiri maupun melibatkan pihak-pihak lain (Hand out Mata Kuliah Pembiayaan Pembangunan PWK ITS 2013). Sumber-Sumber Pembiayaan Pembangunan Sumber pembiayaan pembangunan terdiri atas dua jenis, yaitu sumber pembiayaan konvensional dan non-konvensional. Pembiayaan konvensional merupakan sumber-sumber penerimaan yang diperoleh dari pemerintah (pembiayaan publik) yaitu dari anggaran pemerintah (APBN/APBD) melalui: Pajak: suatu pungutan yang merupakan hak prerogatif pemerintah, pungutan tersebut didasarkan pada UU, pemungutnya dapat dipaksakan kepada subjek pajak, tidak ada balas jasa langsung yang ditujukan kepada penggunanya. Contohnya seperti pajak penghasilan, PBB, PPN, dll Retribusi: pungutan pemerintah karena pembayar menerima jasa tertentu dari pemerintah. Contohnya seperti retribusi parkir, retribusi air/listrik, retribusi perijinan Transfer: sejumlah uang yang diterima pemerintah pusat/daerah pembagian hasil sebagai sumber pembiayaan akibat. Contohnya seperti DAU, DAK, dana otonomi khusus, dll

Hutang: sejumlah uang yang diterima pemerintah pusat/daerah dengan kewajiban mengembalikan pada jangka waktu tertentu kepada pemberi hutang. Contohnya seperti hutang luar negeri, hutang antar daerah, dll Laba perusahaan: sejumlah uang yang diterima pemerintah pusat/daerah yang berasal dari laba perusahaannya. Contohnya seperti laba BUMN, BUMD. Sedangkan pembiayaan non-konvensional pada dasarnya merupakan inovasi sumber-sumber penerimaan yang tidak dibatasi oleh sumber penerimaan pajak dan bukan pajak dimana terdiri atas kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Secara teoritis, modal bagi pembiayaan pembangunan dapat diperoleh dari 3 sumber dasar yakni pemerintah/public, swasta/private, dan gabungan antar keduanya. Kerjasama Pemerintah Swasta dalam Pembiayaan Pembangunan Pendekatan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) sudah banyak dilakukan dalam membiayai pembangunan infrastruktur di berbagai negara. Pada hakekatnya KPS dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan spesifik proyek. Beberapa varian definisi KPS, antara lain, adalah (Bult-Spiering and Dewulf, 2006): 1. KPS sebagai reformasi manajemen ketika fungsi pemerintahan dan birokrasi mengalami perubahan dan pencerahan dari interaksinya dengan manajemen profesional yang biasanya dimiliki oleh sektor swasta. 2. KPS adalah kerjasama yang melembaga dari sektor publik dan sektor swasta yang bekerja bersama untuk mencapai target tertentu ketika kedua belah pihak menerima risiko investasi atas dasar pembagian keuntungan dan biaya yang dipikulnya. 3. KPS adalah kerjasama antara pemerintah dan swasta yang menghasilkan produk atau jasa dengan risiko, biaya, dan keuntungan ditanggung bersama berdasarkan nilai tambah yang diciptakannya. KPS merupakan alat untuk meningkatkan efisiensi dan meningkatkan kualitas produk-produk dan pelayanan publik. Tujuan bersama yang hendak dicapai dengan menggunakan skema KPS ini, antara lain, adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaannya, meningkatkan kualitas produk-produk dan pelayanan publik, dan adanya pembagian modal, risiko, dan kompetensi atau keahlian sumber daya manusia secara bersama-sama.

Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Pembiayaan Transportasi Perkotaan Pembiayaan transportasi perkotaan melibatkan berbagai actor, semuanya memainkan peran yang berbeda-beda namun sama pentingnya. Aktor-aktor tersebut, antara lain: Pemerintah kota : Bertanggung jawab untuk mengumpulkan sumber dana lokal, mengkoordinasi pendanaan, menerapkan kebijakan, dan dalam berbagai Negara secara langsung mengoperasikan transportasi publik. Pemerintah nasional dan daerah provinsi : Bertanggung jawab mengumpulkan sumber dana dalam tingkat nasional/regional, dan menetapkan peraturan dalam mengalokasikan dan mendistribusi ulang sumber dana si antara tingkat nasional dan lokal. Warga Negara : Pengguna transportasi kota, pembayar pajak, membayar biaya dan ongkos, serta bertanggung jawab akan kebijakan public sebagai pemilih. Organisasi Donor Internasional : Penyedia dana (melalui Official Development Assistance- ODA/Bantuan Teknis), transfer teknologi dan pengetahuan, serta mengedepankan pemerintahan yang baik. Sektor swasta : Operator transportasi publik, pembuatan kendaraan, dan penyedia infrastruktur. Beberapa dari pelayanan ini disediakan secara tidak formal. Semua pemangku kepentingan perlu diperhitungkan dalam mengembangkan kerangka pembiayaan yang efektif untuk transportasi perkotaan. Mengingat keterbatasan sector publik dalam membiayai secara langsung (melalui pendapatan pajak secara umum), hal-hal berikut ini penting untuk dipertimbangkan : Pelibatan sektor swasta untuk membangun, mengoperasikan, dan membiayai infrastruktur transportasi perkotaan dan jasa (termasuk angkutan umum), didukung dengan kerangka regulasi yang kuat/kontrak kerja yang secara efektif mengelola kegiatan sektor swasta. Kebijakan yang mengarah pada penerimaan langsung dari pengguna transportasi khususnya pengguna kendaraan pribadi, untuk menutup biaya pembangunan infrastruktur dan layanan yang sebelumnya dibiayai oleh pendapatan umum, serta biaya eksternalitas yang dibuat para pengguna dan diderita oleh masyarakat secara umum. (Pembiayaan Transportasi Perkotaan yang Berkelanjutan: Modul 1f) D. Pembahasan (Critical Review) Bus Transjakarta atau busway adalah salah satu transportasi cepat massal yang merupakan solusi kemacetan untuk DKI Jakarta. Transjakarta Busway mulai dioperasikan pada tanggal 15 Januari 2004 dan merupakan program unggulan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk pengembangan transportasi publik berbasis bus. Transjakarta Buswaymerupakan pionir reformasi

angkutan umum yang memprioritaskan kenyamanan, keamanan, keselamatan dan keterjangkauan bagi masyarakat. Sarana dan prasarana Transjakarta dirancang secara khusus yang berfungsi sebagai sistem transportasi yang mampu mengangkut penumpang dalam jumlah cukup besar. Infrastruktur, pengelolaan, pengendalian dan perencanaan sistem TransjakartaBusway disediakan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta, sementara kegiatan operasional bus dan penerimaan pembayaran dari sistem tiket dikerjasamakan dengan pihak swasta. Dalam upaya pengelolaan bus Transjakarta, Gubernur Propinsi DKI Jakarta telah membuat suatu keputusan Nomor 110 Tahun 2003 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Pengelola Transjakarta-Busway Propinsi DKI Jakarta. Dalam keputusan tersebut, dibentuk Badan Pengelola yang bertanggung jawab mengelola sistem angkutan umum busway. Dalam urusan pembiayaan pelaksanaan kegiatan Badan Pengelola dibebankan pada APBD dan sumber dana lain yang sah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada 27 Maret 2014, Gubernur DKI Jakarta pada waktu itu Joko Widodo meresmikan pembentukan BUMD PT. Transjakarta. BUMD PT. Transjakarta adalah badan yang mengurusi, mengatur, dan mengelola secara khusus mengenai bus Transjakarta. Dalam melaksanakan tugasnya, BUMD PT. Transjakarta berpedoman padaperda Transportasi Daerah dan Perda Pembentukan BUMD PT. Transjakarta. Perda tersebut diresmikan pada akhir 2013 lalu. (http://www.dprddkijakartaprov.go.id/). Pada Perda tersebut dijelaskan secara rinci mengenai tata cara pengelolaan bus Transjakarta. BUMD PT. Transjakarta pada awalnya mempunyai modal sebesar Rp 1,5 triliun, dengan modal dari Jakpro sebesar Rp 10 miliar. Target jangka pendek yang dilakukan BUMD PT. Transjakarta saat ini adalah melakukan pembenahan terhadap pelayanan bus Transjakarta. (www.tempo.co) Dalam artikel online surat kabar Bisnis Indonesia yang ditulis pada bulan Juli 2014 lalu, menyebutkan bahwa Dinas Perhubungan DKI Jakarta mengalami kesulitan dalam pengadaan armada bus Transjakarta. Selain disebabkan karena kurangnya sumber pembiayaan juga disebabkan karena rumitnya sistem pengadaan armada jika melalui Dinas Perhubungan DKI Jakarta.Pengadaan armada bus Transjakarta melalui Dinas Perhubungan membutuhkan waktu yang lama karena ada sistem pengawasan untuk melihat kualitas armada bus tersebut. Untuk menguji kualitas armada bus tersebut, dibutuhkan vendor assesment dan vendornya pun harus dinilai. Armada bus tersebut diimpor dan harus dilakukan inspeksi bus terlebih dahulu atau pre delivery inspection. Inspeksi juga dilakukan setelah armada bus tersebut tiba di Jakarta. Kendala-kendala tersebut akhirnya membuat Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta menyetujui rencana Pemerintah Propinsi untuk mengalihkan pembelian armada bus Transjakarta kepada BUMD PT. Transjakarta. Sebenarnya memang sudah seharusnya pengadaan armada bus Transjakarta dibebankan kepada BUMD PT. Transjakarta. Akan tetapi,

disebabkan karena BUMD PT. Transjakarta baru saja diresmikan sehingga segala proses yang berkaitan dengan pengelolaan ataupun pengadaan bus Transjakarta belum sepenuhnya diatur oleh BUMD PT. Transjakarta atau dalam artian belum sepenuhnya BUMD PT. Transjakarta lepas dengan Dishub DKI Jakarta yang sebelumnya mengatur urusan bus Transjakarta. Menurut Kepala Dishub DKI Jakarta, jika pembelian dialihkan ke BUMD PT. Transjakarta maka mereka bisa melakukan kerja sama dengan pihak swasta sebagai investor ataupun operator, contohnya Perum Damri. Saat ini Perum Damri merupakan investor dan operator bus Transjakarta di Koridor I (Blok M-Kota) dan Koridor VIII (Lebakbulus-Harmoni). Sedangkan di Koridor XI (Kampung Melayu-Pulogebang), Damri bertindak sebagai operator. Untuk pembiayaannya, Transjakarta yang dulunya Badan Layanan Umum (BLU) tetapi, sekarang sudah menjadi BUMD PT. Transjakarta, maka Transjakarta tidak mendapat subsidi dari Pemerintah Propinsi seperti sebelumnya. BUMD PT. Transjakarta hanya mendapat penyertaan modal dan saham dari Pemerintah Propinsi. Kerjasama yang dilakukan oleh pihak Pemerintah Propinsi, BUMD PT. Transjakarta dan Perum Damri sebagai pihak swasta merupakan bentuk Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) atau Public Private Partnership (PPP).Dalam pembiayaan pembangunan, KPS adalah langkah efektif yang dapat dilakukan karena berguna untuk meningkatkan efisiensi dan meningkatkan kualitas produk-produk dan pelayanan publik, dalam hal ini bus Transjakarta. Tujuan bersama yang hendak dicapai dengan menggunakan skema KPS ini, antara lain, adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaannya, meningkatkan kualitas produk-produk dan pelayanan publik, dan adanya pembagian modal, risiko, dan kompetensi atau keahlian sumber daya manusia secara bersamasama. Melalui bentuk kerja sama ini juga dilakukan bagi tugas dan bagi hasil antara BUMD PT. Transjakarta, Pemerintah Propinsi, dan Perum Damri. Selain akan lebih ringan, dengan menggunakan kerjasama Pemerintah-Swasta maka persoalan-persoalan pembiayaan pun dapat diminimalisir. E. Kesimpulan Adanya bus Transjakarta merupakan solusi konkrit dari Gubernur DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan di DKI Jakarta karena terlalu banyak kendaraan pribadi. Dengan adanya bus Transjakarta tersebut diharapkan preferensi masyarakat dalam memilih moda angkutan beralih ke bus Transjakarta sebagai angkutan umum yang mengutamakan keamanan, kenyamanan, keselamatan, dan keterjangkauan. Akan tetapi, tujuan utama tersebut tidak akan tercapai jika tidak adanya kerja sama antara pemerintah, swasta, dan partisipasi masyarakat. Tingkat pelayanan yang baik akan mendorong masyarakat memilih moda angkutan umum tersebut. Namun, pelayanan yang baik bukan tanpa biaya. Biaya perawatan, pengelolaan, maupun pengadaan armada bus mutlak diperlukan setiap beberapa waktu sekali.

Dengan adanya Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS), maka pembiayaan terhadap pengelolaan bus Transjakarta menjadi lebih ringan dan meminimalisir terjadinya persoalan. DAFTAR PUSTAKA Herbowo, Novian. 2012. Studi persepsi pengguna transjakarta pada koridor ii (pulogadungharmoni). Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 23 No. 1, April 2012, hlm.37 50 Fitriati, Rachma. 2010. Gagalkah Transjakarta?. Jurnal Manajemen Bisnis Vol. 3 No. 1 Susanto, Bambang; Mohammed Ali Berawi. 2012. Perkembangan Kebijakan Pembiayaan Infrastruktur Transportasi Berbasis Kerjasama Pemerintah Swasta Di Indonesia. Jurnal Transportasi Vol. 12 No. 2 Agustus 2012: 93-102