BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
TERISOLASI DARI SPESIMEN KLINIS DI INSTALASI MIKROBIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, berdasar data Riskesdas tahun 2007, pneumonia telah menjadi

Klebsiella pneumoniae. Gamma Proteobacteria Enterobacteriaceae. Klebsiella K. pneumoniae. Binomial name Klebsiella pneumoniae

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

PATOGENISITAS MIKROORGANISME

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Kolonisasi bakteri merupakan keadaan ditemukannya. koloni atau sekumpulan bakteri pada diri seseorang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data. epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa pernah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai obat antihipertensi (Palu et al., 2008). Senyawa aktif yang

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae

BAB I PENDAHULUAN UKDW. mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi

NEISSERIA MENINGITIDIS

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba. intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Staphylococcus aureus merupakan salah satu. penyebab utama infeksi di rumah sakit dan komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara

BAB 1 PENDAHULUAN. infeksi yang didapat pada pasien di Pediatric Intensive Care Unit (PICU).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB I PENDAHULUAN. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia)

BAB I PENDAHULUAN. Efusi pleura Di Ruang Inayah RS PKU Muhamadiyah Gombong.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak

BAB 1. Infeksi terkait dengan perawatan kesehatan melalui pemasangan alat-alat medis

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

: Vibrio vulnificus. Klasifikasi

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang

BAB I mengalami komplikasi karena infeksi ini (WHO, 2012). Prevalensi tertinggi infeksi nosokomial terjadi di Intensive Care Units

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

Staphylococcus aureus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biaknya mikroorganisme di dalam saluran kemih, walaupun

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komoditas udang Vannamei ( Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. dan non-bergerak bulat kecil berbentuk atau non-motil cocci. Hal ini

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karakter Biologi Klebsiella pneumoniae K. pneumoniae tergolong dalam kelas gammaproteobacteria, ordo enterobacteriale, dan famili Enterobacteriaceae. Bakteri K. pneumoniae adalah bakteri non-motil, berbentuk batang dan tergolong dalam kategori gram negatif. Ukuran bakteri ini berkisar antara 2 µm sampai 0.5 µm. Tahun 1882, seorang ilmuwan bernama C. Friedlander menemukan pertama kali bakteri K. pneumoniae sebagai patogen yang menyebabkan pneumonia. Dan sejak ditemukan pertama kali, dewasa ini semakin banyak kasus yang dikaitkan dengan infeksi K. pneumoniae yang tidak jarang berakhir dengan kematian pasien. Koloni K. pneumoniae umumnya ditemukan sebagai normal flora di saluran pencernaan manusia. Akan tetapi dalam kasus tertentu K. pneumoniae dapat menjadi patogen apabila ditemukan di luar saluran pencernaan manusia seperti saluran kemih, paru-paru, atau tersebar ke organ lain melalui aliran darah (bacteremia). Ketika daya tahan tubuh menurun dan tidak mencukupi untuk menangkal infeksi K. pneumoniae (di anak-anak, usia tua, menjalani terapi immunosupresive atau menggunakan kateter uretra) infeksi dapat terjadi dan bakteri dapat masuk ke aliran darah dan menimbulkan sepsis (Qureshi., 2013). Salah satu faktor penyebab beratnya derajat penyakit yang dapat ditimbulkan oleh infeksi K. pneumoniae adalah karakteristik dari bakteri ini yang sangat resisten terhadap proses fagositosis oleh sistem imun manusia. Fagositosis adalah proses dimana partikel asing yang 4

5 masuk ke dalam tubuh akan dikenali, diikat ke permukaan sel, lalu dimasukkan ke dalam membran intraselular yang disebut vakuola atau fagosom di dalam sel-sel fagosit seperti monosit, sel dendrit, dan terutama makrofag & neutrofil yang berperan dalam fagositosis spesifik bakteri K. pneumoniae (March et al., 2013). Gambar 2.1 Struktur Bakteri K. pneumoniae. Permukaan bakteri terlihat dilapisi lapisan kapsul tebal yang terdapat benang halus pada permukaannya. Lapisan kapsul dapat dibedakan menjadi 2 lapisan yaitu lapisan dalam dan lapisan luar. Yang membedakan adalah susunan benang halusnya yang berbeda di struktur lapisan dalam dibandingkan lapisan luarnya. (Sumber: Amako, Meno, and Takade (1988)) Derajat beratnya infeksi K. pneumoniae yang berbeda dibandingkan bakteri lain, kemungkinan karena perbedaan di laju kolonisasi dan sifat virulensinya. Salah satu faktor penyebab tingginya virulensi bakteri ini karena bakteri K. pneumoniae memiliki kapsul polisakarida yang menyelimuti seluruh bagian permukaan. Seperti yang telah dijelaskan di atas, kapsul ini berfungsi sebagai mekanisme pertahanan dari sistem imun. Diketahui 2 jenis antigen yang terdapat di permukaan selnya. Yang pertama amtigen lipopolisakarida (antigen O) dan

6 antigen polisakarida kapsular (antigen K). Kedua antigen ini berkontribusi dalam patogenitas bakteri dengan fungsi yang berbeda. Antigen O bersifat tahan panas dan alcohol dan bisa dideteksi melalui aglutinasi. Antigen K lebih diasosiasikan dengan faktor virulensi dimana antigen K1 merupakan antigen yang paling pathogen di antara ke 77 antigen K untuk di beberapa kasus infeksi saluran napas. Telah diketahui sekitar 77 antigen K dan 9 antigen O hingga saat ini. Berbagai macam perbedaan struktur dari antigen menjadi klasifikasi pembagian menjadi berbagai macam genotipe kapsul (Jawetz., 2007) Menurut penelitian Cortes et al., (2002) ada keterkaitan antara faktor virulensi dan manifestasi klinis pneumonia yang dapat ditimbulkan oleh K. pneumoniae. Di penelitian mereka diteliti 2 faktor virulensi yaitu capsular polysaccharyde (CPS) dan lippopolysaccharide O (LPS O) dan manifestasi penyakit yang ditimbulkannya pada tikus percobaan. Dan hasilnya tikus yang diinjeksikan bakteri K.pneumoniae tanpa LPS O tikus menderita pleuritis, vaskulitis, dan edema lalu mati. Tikus yang diinjeksikan tanpa CPS tidak ada yang menderita pneumonia atau infeksi fatal lainnya. Hal ini menunjukkan walau masih terbatas pada pneumonia, faktor virulensi yang dimiliki oleh bakteri K. pneumoniae cukup berperan dalam manifestasi klinis yang dapat ditimbulkan dari infeksinya. 2.2 Patogenesis Bakteri memiliki mekansime pertahanan dari sistem kekebalan tubuh. K. pneumoniae bergantung pada kapsul polisakarida untuk mempertahankan dirinya dari sistem kekebalan tubuh manusia. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Insua et al., (2013) dimana mereka melaksanakan penelitian dengan membandingkan infeksi bakteri K. pneumoniae dengan kapsul polisakarida dan bakteri K. pneumoniae mutan tanpa kapsul polisakarida di Galleria Mellonella. Hasilnya

7 bakteri mutan tanpa kapsul polisakarida bersifat avirulen atau dengan kata lain tidak mampu menimbulkan virulensi seberat bakteri K. pneumoniae dengan kapsul polisakarida (Insua et al., 2013). Kapsul ini terdiri dari kompleks asam polisakarida yang lapisannya melindungi bakteri dari fagositosis oleh sel granulosit polimorphonukleat. Kapsul ini juga berpengaruh dalam adhesi bakteri ke sel tubuh, yang memegang peranan penting dalam proses infeksi bakteri itu sendiri. Manifestasi klinis yang ditimbulkan dapat berbeda-beda tergantung organ apa yang diserang oleh bakteri ini dan sistem kekebalan tubuh dari pasien itu sendiri (Qureshi et al., 2013). Dalam penelitiannya, Fung et al., (2009) mendeskripsikan patogenitas bakteri K. pneumoniae dan respon imun dengan menggunakan model percobaan di tikus. Dimana dalam penelitian ini diambil 2 genotipe penyebab abses liver, K1 & K2 lalu dibandingkan dengan K62. Genotipe K1 dan K2 lebih resisten terhadap fagositosis neutrofil dibandingkan genotipe K62. Selain itu bakteri K. pneumoniae dengan kapsul K1 & K2 menyebabkan kematian dengan dosis 50% lebih rendah daripada K62. Hal ini diduga karena adanya gen rmpa yang berfungsi sebagai regulator fenotipe mukoid di K. pneumoniae dan gen Aerobactin yang tidak terdapat di K62 (Fung et al., 2009). 2.3 Epidemiologi Umumnya bakteri K. pneumoniae ditemukan sebagai agen infeksi pneumonia di pasien usia lanjut. Studi di Malaysia dan Jepang menunjukkan laju insiden di usia lanjut sebesar 15-40%. Hal ini menjadi ancaman karena menambah kekhawatiran dan beban masyarakat karena keterbatasan dari pasien yang tergolong di usia ini. Selain itu, sekitar 66% total kasus infeksi K. pneumoniae di Amerika Serikat diasosiasikan dengan riwayat minum minuman beralkohol. K.

8 pneumoniae juga berperan dalam infeksi nosokomoial umumnya di pasien dewasa dan pediatrik dimana K. pneumoniae termasuk dalam daftar 8 tertinggi penyebab infeksi nosokomial di Amerika Serikat. K. pneumoniae memiliki angka mortalitas yang tinggi di sekitar 50% bahkan dengan terapi antibiotik sekalipun. Riwayat mengonsumsi alkohol dan bakteremia akan meningkatkan angka mortalitas hingga mencapai 100% (Qureshi., 2013). 2.4 Manifestasi Klinis K. pneumoniae lebih umum ditemukan di pasien dengan riwayat minum-minuman beralkohol, diabetes, dan riwayat penyakit paru-paru kronis. Infeksi K. pneumoniae di paru-paru dapat menyebabkan nekrosis, efusi pleura, dan empyema. Infeksi K. pneumoniae di paru-paru umum ditemukan di pasien rawat inap rumah sakit karena peningkatan resiko infeksi di penggunaan ventilator mekanik. Untuk infeksi di saluran kemih, diperkirakan hanya 1-2% dari total seluruh infeksi saluran kemih di orang dewasa tanpa komplikasi, tetapi meningkat 5-17% di saluran kemih dengan komplikasi penggunaan kateter. K. pneumoniae dapat menyebabkan infeksi di abdomen dan akhir-akhir ini ditemukan peningkatan trend infeksi K. pneumoniae dengan kapsul K1 di Taiwan yang menginfeksi hepar. Diabetes diperkirakan menjadi salah satu faktor resiko di bacteremia dan umum ditemukan di kasus ini sehingga meningkatkan resiko komplikasi metastasis (Harrison et al., 2011). 2.5 Diagnosis Kultur menjadi standar baku dalam penegakan diagnosis infeksi K. pneumoniae. Spesimen dapat didapatkan antara lain melalui darah, urin, cairan pleura, dan luka. Kultur diutamakan pada pasien dengan gejala infeksi seperti demam dan riwayat faktor resiko seperti diabetes dan alkohol. Kultur K. pneumoniae tidak membutuhkan lingkungan khusus karena K.

9 pneumoniae dapat dikultur dengan baik di lingkungan aerob atau anaerob. Sputum juga dapat diamati untuk gram staining dengan K. pneumoniae menunjukkan bentuk seperti batang, pendek, dikelilingi oleh kapsul dan gram negatif (Jawetz., 2007).

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Trend penyakit infeksi masih merupakan salah satu permasalahan di dunia kesehatan terutama di negara berkembang. Apalagi di benua Asia, khususnya di Taiwan, Hongkong, dan Singapura, telah ditemukan trend infeksi K. pneumoniae baru di infeksi liver dimana kapsul K1 menjadi faktor dominan penyebab virulensi (Siu., 2011). Hal ini mengkhawatirkan terkait ketiga negara tersebut merupakan penyumbang devisa yang cukup besar melalui kunjungan wisatawannya. Menurut data dinas pariwisata provinsi Bali pada tahun 2013, Hongkong menyumbang angka 37.412 wisatawan Taiwan 126.914 wisatawan, dan Singapura 138.388 (Depkumham Bali., 2013). Dengan mobilitas penduduk yang sangat tinggi seperti sekarang ini, perkembangan trend infeksi K. pneumoniae di Bali sangat menarik untuk diteliti. Seperti yang telah dijelaskan, salah satu penyebab dari berbagai macam derajat beratnya manifestasi dari infeksi K. pneumoniae adalah faktor virulensi yang dimiliki. Salah satu faktor virulensi yang memegang peran dominan adalah kapsul bakteri K. pneumoniae. Kapsul ini berperan sebagai lini pertahanan dalam proses fagositosis neutrofil oleh sistem kekebalan tubuh manusia. Bukan tidak mungkin nantinya kapsul ini dapat dikembangkan sebagai kandidat vaksin atau sebagai antigen dalam 10

11 diagnostik kit apabila diteliti lebih lanjut. Berangkat dari pemikiran di ini, penulis beranggapan sangat penting untuk dilaksanakan suatu studi tentang kapsul K. pneumoniae di Bali untuk mengetahui sebaran genotipe dari kapsul K. pneumoniae sehingga dapat memberikan data dasar mengenai karakter molekuler gen kapsul K. pneumoniae. Belum ada penelitian serupa yang dilaksanakan sebelumnya dan nantinya hasil penelitian ini dapat dibandingkan dengan negara lainnya di Asia atau di belahan benua lainnya dan dilanjutkan sebagai data dasar untuk pengambilan kebijakan lebih lanjut. 3.2 Kerangka Konsep Setiap infeksi dari bakteri apapun, ada 2 faktor yang berperan nantinya di dalam manifestasi berat atau tidaknya infeksi bakteri. Sistem kekebalan tubuh akan berusaha untuk bereaksi dan menyingkirkan bakteri tersebut melalui serangkaian reaksi imun. Bakteri dalam mempertahankan kehidupannya juga memiliki cara untuk bertahan hidup dan mengakibatkan berbagai morbiditas yang dapat kita amati melalui bermacam-macam faktor virulensi yang dimiliki oleh bakteri tersebut. Semakin kompleks faktor virulensi bakteri tersebut, maka akan semakin berat derajat penyakit dan semakin susah untuk penanganannya. Dengan mengamati salah satu faktor virulensi tersebut yaitu kapsul bakteri, nantinya akan memberikan pemahaman bagaimana patogenitas bakteri tersebut dalam inangnya (host) dan juga bagaimana mekanisme pertahanan diri dari bakteri itu sendiri.

12 Infeksi K.pneumoniae Host Agent Derajat Berat Infeksi Bakteri Pelekatan Kapsul Toksin 3.3 Hipotesis Oleh karena penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif, maka penelitian ini tidak memiliki hipotesis.