BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Good Corporate Governance Istilah good corporate governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee Inggris pada tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporannya yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report dalam Agoes (2013:101). Menurut Cadbury Committee of United Kingdom, corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak direktur, pemerintah, karyawan, serta pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnnya yang berkatan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Menurut Organisation of Economic Corporation an Depelopment-OECD (dalam Agoes, 2013:103) mendefinisikan GCG sebagai suatu struktur yang terdiri atas pemegang saham, direktur, manejer, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan alat-alat yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau kinerja. Ada lima prinsip penerapan Good Corporate Governance, yaitu: 1. Transparansi (Transparency) Transparansi merupakan prinsip dasar untuk menjaga obyektifitas dalam menjalankan bisnis. Transparansi adalah hal yang wajib bagi para pengelola perusahaan dalam menyampaikan informasi yang
lengkap, benar, tepat waktu dapat di akses dan mudah dipahami kepada semua pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang diisyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. 2. Akuntabilitas (Accountability) Akuntabilitas memiliki prinsip dasar bahwa perusahaan harus dapat membina sistem akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan. Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. 3. Responsibilitas (Responsibility) Pengelola perusahaan harus bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukan dalam pengelolaan perusahaan kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud kepercayaan yang diberikan kepadanya. Untuk itu perusahaan harus dijalankan dengan mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat memelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
4. Independensi (Independency) Dalam pengambilan keputusan pengelola perusahaan bersifat profesional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan, serta bebas dari tekanan/pengaruh yang bertentangan dengan undang-undang dan prinsip-prinsip pengelolaan yang sehat. Sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. 5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness) Kewajaran dan kesetaraan memiliki prinsip dasar bahwa dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya dengan perlakuan yang adil dan setara. Intinya Good Corporate Governance merupakan suatu sistem yang menjadi pedoman bagi perusahaan untuk kelangsungan hidup usaha yang lebih terjamin dengan konsep bisnis yang beretika. 2.2 Komite Audit 2.2.1 Pengertian Komite Audit Dalam Peraturan Bank Indonesia No 8/4/PBI/2006 Pasal 12 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank umum dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, Dewan Komisaris wajib membentuk paling kurang, Komite Audit, Komite Pemantau Risiko, Komite Remunerasi dan Nominasi. Namun, menurut peraturan yang
dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal No:KEP-339/BEJ/2001, yang sifatnya wajib dimiliki oleh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek hanya komite audit. Sesuai dengan keputusan Komite Nasional Kebijakan Governance menyatakan bahwa komite audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas khusus atau sejumlah anggota dewan komisaris perusahaan klien yang bertanggungjawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan independensinya dari manajemen. 2.2.2 Peranan dan Tanggung jawab Komite Audit Peran dan tanggung jawab Komite Audit secara spesifik akan tergantung pada situasi dan kondisi perusahaan di mana mereka berada. Setiap perusahaan dapat memiliki variasi spesifik yang berbeda satu dengan yang lain. Menurut Forum Corporate Governance Indonesia (2003:7) secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian besar : 1. pelaporan laporan keuangan (Financial reporting) yang mencakup: a. melakukan pengawasan proses pembuatan laporan keuangan, dengan penekanan pada kepatuhan terhadap standard dan policy akuntansi yang berlaku. b. melakukan review atas laporan-laporan keuangan terhadap standard dan policy di atas, dan konsistensi terhadap informasi yang diketahui oleh anggota komite audit. c. melakukan pengawasan audit eksternal, dan melakukan assessment mengenai kualitas jasa audit yang dilakukan, dan mengenai kepantasan fees yang dibebankan oleh auditor eksternal.
2. manajemen pengendalian dan resiko (risk and control management) yang mencakup: a. melakukan pengawasan proses manajemen resiko dan pengendalian, termasuk pengidentifikasian dari resiko-resiko dan evaluasi dari pengendalian yang dapat memperkecil baik kemungkinan terjadinya maupun dampak dari resiko-resiko tersebut. b. melakukan pengawasan terhadap cakupan audit internal dan audit eksternal dalam rangka memastikan bahwa semua resiko utama dan bentuk pengendaliannya telah dipertimbangkan oleh para auditor. c. meyakini bahwa manajemen telah melaksanakan pengendalian resiko-resiko sesuai dengan rekomendasi dari para auditor, internal dan eksternal. 3. Corporate Governance yang mencakup: a. pengawasan terhadap proses corporate governance di perusahaan, b. memastikan bahwa manajemen puncak mempromosikan budaya yang kondusif bagi tercapainya good corporate governance. c. memonitor kepatuhan terhadap code of conduct perusahaan. d. memahami semua permasalahan yang dapat mempengaruhi baik kinerja keuangan maupun non-keuangan perusahaan. e. memonitor kepatuhan terhadap segala undang-undang maupun peraturan-peraturan lain yang berlaku untuk perusahaan. f. meminta agar auditor internal melaporkan secara tertulis setiap enam bulan sekali mengenai cakupan review terhadap praktek corporate governance di perusahaan, dan memberikan laporan bila terdapat penyimpangan yang serius. Tanggung jawab komite audit juga ditandai adanya Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: Kep-41/PM/2003 yang menyebutkan bahwa komite audit bertugas untuk memberikan pendapat kepada dewan komisaris terhadap laporan keuangan atau hal-hal yang disampaikan oleh direksi kepada dewan komisaris, mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris, dan melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan tugas dewan komisaris.
2.3 Kinerja Keuangan Bank Menurut Abdullah (2003: 120) kinerja keuangan bank merupakan bagian dari kinerja bank secara keseluruhan yang merupakan gambaran prestasi yang dicapai bank dalam operasionalnya, baik menyangkut aspek keuangan, pemasaran, penghimpunan dan penyaluran dana, teknolgi maupun sumber daya manusia. Analisis kinerja keuangan bank merupakan proses pengkajian secara kritis terhadap keuangan menyangkut review, menghitung, dan mengukur data keuangan dengan menggunakan analisis rasio. Menurut peraturan Bank Indonesia No 6/10/PBI/2004 rasio-rasio penilaian perbankan dilihat dari rasio Capital, Asset Quality, Management, Earnings (Profitabilitas), Liquidity, Sensitivity to Market Riks yang dikenal dengan CAMELS. Dimana dalam penelitian ini rasio yang digunakan adalah rasio earnings (profitabilitas). 2.3.1 Profitabilitas (Earnings) Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan dalam Kasmir (2008:198). Rasio profitabilitas digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas menajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Profitabilitas perusahaan dapat diukur dengan rasio keuangan yaitu profit margin, ROA (return on assets), ROE (return on equity), ROI
(return on investment), dan EPS (earning per share). Dalam penelitian ini rasio yang digunakan dalam mengukur kinerja perusahaan adalah ROE (return on equity). 2.3.2 Return On Equity (ROE) Menurut Jusuf (2008:71) ROE atau tingkat pengembalian modal merupakan rasio untuk mengukur berapa besar pengembalian yang diperoleh pemilik bisnis (pemegang saham) atas modal yang disetorkan untuk bisnis tersebut. Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan dalam penggunaan modal. Rasio ini banyak diamati oleh para pemegang saham bank serta para investor di pasar modal yang ingin membeli saham bank yang bersangkutan. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan. Selanjutnya, kenaikan tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham bank. 2.4 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu berhasil membuktikan antara komite audit dengan kinerja perusahaan. Penelitian yang dilakukan dilakukan Manik (2011:34) bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara komite audit dengan kinerja
perusahaan yaitu sebesar 27,7%. Penelitian lebih lanjut tentang efisiensi karakteristik komite audit dilakukan oleh Chandra (2011:94) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki komite audit yang lebih efektif tidak memperkuat pengaruh laba bersih terhadap return saham perusahaan. Dengan demikian efektivitas komite audit tidak memberikan tambahan relevansi laba bersih untuk memprediksi return saham. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian Bolton (2014:108) menyatakan bahwa perusahaan dengan karakteristik komite audit yang lebih baik akan memiliki kinerja yang unggul. Hamdan at al. (2013:10) dalam penelitiannya pada perusahaan di Jordania menyatakan bahwa Terdapat pengaruh signifikan antara karakteristik komite audit dengan kinerja keuangan yang diukur dengan Return On Equity. Berikut ringkasan penelitian terdahulu disajikan pada tabel 2.1: Nama Peneliti Manik (2011) Chandra (2011) Variabel Penelitian Variabel Independen: Kepemilikan Manajemen, Komisaris Independen, Komite audit, Umur perusahaan, terhadap Kinerja Perusahaan. Variabel Dependen: Kinerja perusahaan (Tobin s Q) Variabel independen: Laba Bersih (NI), Perubahan Laba bersih, arus kas dari Hasil penelitian Kepemilikan instansi (KPI) tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan. Kepemilikan manajemen (KPM) berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan. Komisaris Independen (KSI) berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan, Komite Audit (KTA) berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan. Umur Perusahaan (UPS) berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan. Laba bersih berpengaruh terhadap return saham. Arus kas dari kegiatan operasi
Hamdan et al.(2013) kegiatan operasi. Variabel Dependen: Return saham Variabel Moderasi: Efektivitas komite audit Variabel Kontrol: Ukuran perusahaan, laverage perusahaan, Growth Opportunities, Resiko perusahaan. Variabel Independen: Karakteristik komite audit (Ukuran, independensi, dan pengalaman komite audit dibidang keuangan). Variabel Dependen: kinerja keuangan (ROE), kinerja operasional(roa), nilai saham (EPS). berpengaruh terhadap return saham Perusahaan dengan komite audit yang lebih aktif tidak memperkuat pengaruh laba bersih terhadap return saham. Terdapat pengaruh signifikan antara karakteristik komite audit dengan kinerja keuangan. Tidak terdapat pengaruh antara karakteristik komite audit terhadap kinerja operasional. Terdapat signifikan antara karakteristik komite audit terhadap nilai saham. Variabel Control: Ukuran perusahaan, Financial Laverage, Sumber: Dikembangkan dalam penelitian ini 2.5 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual dalam penelitian ini menggambarkan hubungan antara variabel independen (Y) dan variabel dependen (X) yang digambarkan sebagai berikut:
Komite Audit : Ukuran (X2) H1 H3 Kinerja keuangan(roe) Ferekuensi Pertemuan (X4) H2 Y Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 1. Ukuran Komite Audit dan Kinerja Keuangan Untuk membuat Komite Audit yang efektif dalam pengendalian dan pemantauan atas kegiatan pengelolaan perusahaan, komite harus memiliki anggota yang cukup untuk melaksanakan tanggung jawab. Berdasarkan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal No.KEP-29/PM/2004 menyatakan bahwa Komite Audit pada perusahaan publik Indonesia terdiri dari sedikitnya tiga orang anggota dan diketuai oleh komisaris independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen, berasal dari luar Emiten atau Perusahaan Publik. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Dalton et al. (dalam Rahmat et al., 2008:25) menyatakan bahwa komite audit menjadi tidak efektif jika jumlahnya terlalu banyak dan terlalu sedikit. Jumlah anggota komite yang terlalu banyak cenderung tidak fokus dan partisipasi anggota akan berkurang dibandingkan dengan jumlah komite yang lebih sedikit. Sebaliknya, jumlah anggota komite audit yang terlalu kecil akan mengurangi keragaman keahlian dan pengetahuan dalam bidang keuangan sehingga menjadi tidak efektif. Ukuran
komite audit yang tepat akan memungkinkan anggota untuk menggunakan pengalaman dan keahlian mereka bagi kepentingan terbaik stakeholder. 2. Frekuensi Rapat Komite Audit dan Kinerja Keuangan Menurut FCGI (2003:12) komite audit harus rapat sedikitnya satu kali setiap kuartal dengan kewajiban, tugas dan fungsi pertanggung jawaban komite audit didalam perusahaan. Menurut Collier (dalam Rahmat et al., 2008:4) mengungkapkan bahwa Komite Audit yang menyelenggarakan frekuensi rapat yang lebih sering memberikan mekanisme pengawasan dan pemantauan kegiatan keuangan yang lebih efektif, meliputi persiapan dan pelaporan informasi keuangan perusahaan. Rapat yang diadakan secara periodik oleh komite audit dapat mencegah dan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pengambilan keputusan manajemen karena fungsi pengendalian dan pemantauan dilakukan secara terus menerus. 2.6 Hipotesis Efektifitas komite audit sebagai implementasi dari Good Governance dapat diukur dengan karakteristiknya. Penelitian ini berfokus pada pengaruh ukuran, dan frekuensi pertemuan pada komite audit terhadap kinerja keuangan. Berdasarkan hal tersebut hipotesis dalam penelitian sebagai berikut: H1: Ukuran komite audit berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan. H2: Frekuensi pertemuan komite audit berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan
H3: Ukuran, dan Frekuensi pertemuan komite audit secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan.