PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) DENGAN PEMUPUKAN BERTAHAP NITROGEN+KALIUM PADA DUA INTERVAL PANEN

dokumen-dokumen yang mirip
PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) PADA BERBAGAI APLIKASI PUPUK NITROGEN+KALIUM MELALUI TANAH DAN DAUN

PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) DENGAN APLIKASI PUPUK DAUN NITROGEN+KALIUM PADA DUA INTERVAL PANEN

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

RESPON FISIOLOGIS DAN PRODUKSI PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) TERHADAP APLIKASI PUPUK NITROGEN+KALIUM MELALUI TANAH DAN DAUN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN METODE PENELITIAN

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

PEMBAHASAN UMUM Respon Kolesom terhadap Pemupukan Nitrogen + Kalium dan Interval Panen

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

APLIKASI PUPUK NITROGEN+KALIUM MELALUI TANAH DAN DAUN TERHADAP PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK LAYAK JUAL KOLESOM

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Mei 2017 di Lahan Fakultas

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

0 (N 0 ) 12,34a 0,35 (N 1 ) 13,17a 0,525 0,7 (N 2 ) (N 3 )

RESPON TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.) TERHADAP PEMBERIAN KOMPOS SAMPAH KOTA

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan tanaman Bahan kimia Peralatan Metode Penelitian

PENGARUH PEMBERIAN TIGA JENIS PUPUK KANDANG DAN DOSIS UREA PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capssicum annum L.)

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

III. METODE PENELITIAN A.

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

PENGARUH KOMBINASI KONSENTRASI PUPUK N-K MELALUI DAUN TERHADAP PRODUKSI PUCUK DAUN KOLESOM (Talinum triangulare Wild)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

E-JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP ISSN: VOL. 3, NO. 1, APRIL 2017

PENGARUH DOSIS PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN JARAK PAGAR

Sumber : Nurman S.P. (

BAHAN DAN METODE. = Respon pengamatan µ = Rataan umum α i = Pengaruh perlakuan asal bibit ke-i (i = 1,2) β j δ ij

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

TATA CARA PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan ProsedurPenelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei 2016 sampai bulan Agustus 2016.

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN DOSIS PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Peran Media Tanam dan Dosis Pupuk Urea, SP36, KCl Terhadap Pertumbuhan Tanaman Bawang Daun (Allium fistulosum L.) dalam Polybag. Oleh: Susantidiana

PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) DENGAN PEMUPUKAN NITROGEN+KALIUM DAN INTERVAL PANEN HILDA SUSANTI

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

III. BAHAN DAN METODE

III. MATERI DAN METODE. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

PENGARUH PENGELOLAAN HARA NITROGEN TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. MATERI DAN METODE

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Rancangan Percobaan Yijk ijk

MATERI DAN METODE. dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pakcoy (deskripsi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

PRODUKSI PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd.) PADA BERBAGAI INTERVAL PANEN DAN FREKUENSI PEMUPUKAN N DAN K OLEH IKA WURI ANNA A

Transkripsi:

PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) DENGAN PEMUPUKAN BERTAHAP NITROGEN+KALIUM PADA DUA INTERVAL PANEN Protein and Anthocyanin Productions of Waterleaf Shoot (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) with Split Application of Nitrogen+Potassium Fertilizer at Two Harvest Intervals Abstrak Penelitian untuk mempelajari pengaruh berbagai pemupukan N+K secara bertahap dan interval panen terhadap produksi protein dan antosianin pucuk kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) telah dilaksanakan di Leuwikopo, Dramaga, Bogor, Indonesia pada bulan April sampai Juli 2010. Penelitian menggunakan rancangan petak terpisah dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Dua faktor tersebut adalah interval panen (15 dan 30 hari) dan pemupukan N+K bertahap yang meliputi frekuensi dan total dosis urea+kcl (1 kali dan 100 kg urea + 100 kg KCl/ha (kontrol), 3 kali dan 100 kg urea +, 5 kali dan 100 kg urea +, 3 kali dan 150 kg urea +, 5 kali dan 150 kg urea +). Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan interval panen 15 hari dengan pemupukan bertahap pada frekuensi 3 kali dan total dosis 150 kg urea+ menghasilkan produksi protein (13.90 g/tanaman) dan antosianin (250.61 µmol/tanaman) tertinggi pucuk kolesom layak jual. Kandungan protein berkorelasi positif dengan klorofil pucuk kolesom. Kata Kunci : Pucuk layak jual, protein, antosianin, pemupukan, panen Abstract The experiment was conducted in Leuwikopo, Dramaga, Bogor, Indonesia from April until July 2010 to study the effect of different harvest intervals and splitting of nitrogen+potassium application on waterleaf shoot (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) protein and anthocyanin production. A split plot design was used with three replications of two factors. The first factor was harvest interval (15 and 30 days) and the second factor was frequency of fertilization splitted with different total dosages of urea+kcl (one times with the total of 100 kg urea +100 kg KCl/ha (control), three times with the total of 100 kg urea +, five times with the total of 100 kg urea +, three times with the total of 150 kg urea +, five times with the total of 150 kg urea +150 kg KCl/ha). The result showed that combination of harvest interval at 15 days and three times fertilization with the total dosage 150 kg urea+ produced the highest protein production (13.90 g/plant) and anthocyanin (250.61 µmol/plant) of marketable shoots. There was a positive correlation between protein and chlorophyll content. Keywords : Marketable shoot, protein, anthocyanin, fertilization, harvest

Pendahuluan Kolesom pada saat ini telah dianggap sebagai tanaman asli Indonesia yang berkhasiat obat karena penyebarannya di berbagai wilayah Indonesia dan telah digunakan sejak zaman nenek moyang kita (Andarwulan et al. 2010). Peningkatan kualitas pucuk kolesom sebagai sayuran berkhasiat obat harus terus dilakukan karena mengandung protein (Mensah et al. 2008) dan antosianin (Mualim et al. 2009) yang sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia. Kandungan protein dan antosianin pucuk kolesom sangat ditentukan oleh teknik budidaya dan faktor lingkungan. Teknik budidaya dengan berbagai dosis pemupukan N+K dan interval panen untuk meningkatkan kandungan protein dan antosianin pucuk kolesom telah dilakukan terlebih dahulu dalam rangkaian penelitian ini, di mana pemberian pupuk hanya dilakukan pada awal tanam saja dan pemanenan pertama dilakukan pada umur 20 HST. Percobaan tersebut menghasilkan dosis pupuk standar sebesar 100 kg urea + untuk menghasilkan produksi protein dan antosianin tertinggi selama 80 hari. Namun, produktivitas dan kualitas pucuk kolesom yang dipanen berulang hanya sampai umur 50 hari kemudian menurun. Hal ini diduga bahwa umur tanaman pada saat pemanenan pertama dilakukan masih terlalu muda sehingga pemangkasan pucuk kolesom secara berulang akan mempercepat penurunan kemampuan rejuvenasi dan produksi. Faktor lain yang diduga menyebabkan penurunan kualitas pucuk kolesom adalah pemberian pupuk N+K seluruhnya pada awal pertumbuhan tidak dapat diserap seluruhnya oleh tanaman. Oleh karena itu perlu mengubah umur panen pertama menjadi 30 HST dan mempelajari teknik pemupukan untuk mendukung pertumbuhan tanaman agar dapat meningkatkan umur produksi dan kualitas pucuk kolesom. Peningkatan hasil dan kualitas tanaman dapat dilakukan dengan metode pemupukan bertahap yang menggabungkan antara jumlah dosis, waktu, dan frekuensi pupuk yang diberikan (Grant et al. 2001). Penelitian mengenai pemberian pupuk N secara bertahap telah dilakukan pada tanaman lain. Pemberian pupuk N secara bertahap berdasarkan frekuensi dan dosis yang diberikan dapat meningkatkan kualitas dan kandungan protein gandum (Garrido- Lestache et al. 2004; Delin et al. 2005; Fuertes-Mendizabal et al. 2010). Belum

ada informasi mengenai pengaruh pemberian pupuk N atau K secara bertahap terhadap kandungan antosianin tanaman. Pemberian pupuk N dan K melalui tanah secara bertahap berdasarkan frekuensi dan dosis untuk meningkatkan produksi protein dan antosianin pucuk kolesom belum dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari teknik pemupukan N+K secara bertahap berdasarkan frekuensi dan total dosis melalui tanah pada dua interval panen untuk meningkatkan produksi protein dan antosianin pucuk kolesom. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2010, bertempat di kebun percobaan Ilmu dan Teknologi Benih IPB Leuwikopo, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis komponen fisiologis tanaman dilakukan di laboratorium Plant Analysis and Chromatography, sedangkan analisis komponen pertumbuhan dilakukan di Laboratorium Molecular Marker and Spectrophotometry UV-VIS Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain setek kolesom berukuran panjang 10 cm, pupuk kandang ayam petelur, urea, KCl, SP-18, arang sekam, dan bahan-bahan analisis kimia. Peralatan yang digunakan antara lain oven listrik, spektrofotometer shimadzu UV-1800, dan sentrifuge heraeus labofuge-400r. Metode Penelitian Percobaan disusun berdasarkan rancangan petak terpisah (split plot design) dengan interval panen sebagai petak utama dan pemupukan bertahap nitrogen+kalium sebagai anak petak. Petak utama terdiri atas dua taraf interval panen yaitu 15 dan 30 hari. Dua interval panen tersebut adalah interval panen

terbaik yang didapatkan dari percobaan I dengan jadwal pemanenan yang tercantum pada Tabel 16. Tabel 16 Jadwal pemanenan pucuk kolesom pada perlakuan interval panen yang berbeda selama 90 hari Interval panen Umur panen (HST) (hari) 30 45 60 75 90 15 30 Keterangan : = panen. HST = hari setelah tanam. Anak petak terdiri atas lima taraf pemupukan bertahap nitrogen+kalium yang meliputi frekuensi dan total dosis pemberian pupuk urea + KCl seperti yang disajikan pada Tabel 17. Kontrol merupakan dosis urea + KCl (kg/ha) yang memberikan produksi protein dan antosianin tertinggi pada percobaan I. Tabel 17 Pemupukan bertahap nitrogen dan kalium berdasarkan waktu dan total dosis Frekuensi, total Umur tanaman (HST) dosis urea + KCl (kg/ha) 0 15 30 45 60 Dosis urea + KCl (kg/ha) 1 kali, 100+100 (kontrol) 100+100 - - - - 3 kali, 100+100 50+50-25+25-25+25 5 kali, 100+100 50+50 12.5+12.5 12.5+12.5 12.5+12.5 12.5+12.5 3 kali, 150+150 100+100-25+25-25+25 5 kali, 150+150 100+100 12.5+12.5 12.5+12.5 12.5+12.5 12.5+12.5 Keterangan : 100 + 100 adalah dosis terbaik masing-masing urea + KCl yang diberikan pada percobaan I. Pemupukan pada umur 30, 45, dan 60 HST dilakukan setelah panen. Terdapat 10 kombinasi perlakuan yang masing-masing diulang 3 kali sehingga diperoleh 30 unit percobaan. Keterangan : Model statistik untuk rancangan petak terpisah adalah sebagai berikut : Y ijk = µ + α i +κ k +δ ik +β j + (αβ) ij + ε ijk Y ijk = nilai pengamatan pada perlakuan petak utama ke-i, anak petak ke-j dan ulangan ke-k µ = nilai rata-rata umum α i = pengaruh perlakuan interval panen taraf ke-i κ k = pengaruh ulangan ke-k

δ ik = galat petak utama β j = pengaruh perlakuan pemupukan bertahap N+K taraf ke-j (αβ) ij = pengaruh interaksi antara perlakuan petak utama ke-i dengan anak petak ke-j ε ijk = pengaruh galat karena pengaruh faktor interval panen taraf ke-i dan faktor pemupukan bertahap N+K ke-j pada ulangan ke-k i = interval panen (1,2) j = pemupukan bertahap N+K (1,2,3,4,5) k = ulangan (1,2,3) Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila berpengaruh nyata akan dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf nyata 5%. Pelaksanaan Percobaan Penyiapan lahan. Lahan yang akan digunakan dibersihkan dari gulma dan sisa tanaman hasil pertanaman sebelumnya. Tanah pada lahan kemudian digemburkan dan dibuat petakan dengan ukuran 3 m x 5 m sebanyak 30 petakan. Pupuk kandang ayam sebanyak 5 ton/ha dan arang sekam sebanyak 2 ton/ha diberikan dengan cara dilarik per baris tanam 2 minggu sebelum tanaman dipindah ke lapang. Penanaman. Bibit yang berasal dari setek batang ditanam di lahan dengan jarak 100 cm x 50 cm. Setek dapat ditumbuhkan lebih dahulu pada polybag kecil di persemaian. Penanaman dilakukan apabila bibit yang berasal dari setek batang telah berdaun 2 helai dan membuka sempurna (± 5-7 hari di persemaian). Bibit yang ditanam tersebut adalah bibit yang memiliki pertumbuhan yang sehat dan seragam pada persemaian. Pemupukan dilakukan sesuai perlakuan pada dosis dan waktu yang telah ditentukan. Pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penyiangan gulma, dan pencegahan hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan sekali sehari pada pagi hari dan disesuaikan dengan musim. Penyiangan dilakukan setiap saat secara manual sehingga petak perlakuan bebas dari gulma. Pencegahan hama dan penyakit dilakukan dengan memperhatikan gejala serangan.

Panen. Panen dilakukan dengan memetik pucuk tanaman kolesom sepanjang ± 10 cm yang diukur dari ujung daun bagian atas yang ditegakkan dari setiap cabang yang ada pada umur panen yang telah ditentukan. Hasil panen dibersihkan dan dipersiapkan untuk berbagai pengujian laboratorium. Pengamatan Pengamatan meliputi komponen fisiologis dan pertumbuhan tanaman. Komponen fisiologis tanaman 1. Analisis kandungan protein kasar pucuk dilakukan pada umur 30, 60, dan 90 hari dengan menggunakan metode Lowry. 2. Analisis kandungan antosianin dan klorofil total pucuk dilakukan pada umur 30, 60, dan 90 hari dengan menggunakan metode Sims & Gamon (2002). 3. Analisis gula total pucuk dilakukan pada umur 30, 60, dan 90 hari dengan menggunakan metode antronic (Yemm & Willis 1954). Komponen pertumbuhan tanaman : 1. Bobot basah pucuk layak jual (g) diukur pada saat panen tanaman umur 30, 60, dan 90 hari dengan cara menimbang hasil pangkasan pucuk yang dihasilkan setiap individu tanaman. 2. Bobot basah tanaman total (g) terdiri atas daun,batang dan cabang, serta akar diukur pada saat panen tanaman umur 90 hari dengan menggunakan timbangan. 3. Bobot kering tanaman total (g) terdiri atas daun,batang dan cabang, serta akar diukur pada saat panen tanaman umur 90 hari dengan menggunakan timbangan setelah dioven pada suhu 105 C selama 2 hari. Hasil dan Pembahasan Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen kimia dan pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen fisiologis dan pertumbuhan tanaman Perlakuan Variabel Pengamatan Interval panen Pupuk N+K Interaksi KK(%) Kandungan protein 30 HST tn tn tn 19.45 Kandungan protein 60 HST ** ** tn 12.38 Kandungan protein 90 HST ** ** ** 31.88 Kandungan antosianin 30 HST tn tn tn 20.11 Kandungan antosianin 60 HST tn tn tn 18.56 Kandungan antosianin 90 HST ** tn tn 14.88 Kandungan klorofil total 30 HST tn * tn 19.56 Kandungan klorofil total 60 HST tn ** tn 17.34 Kandungan klorofil total 90 HST ** ** ** 11.75 Kandungan gula total 30 HST tn tn tn 23.97 Kandungan gula total 60 HST tn tn tn 21.56 Kandungan gula total 90 HST ** * tn 15.84 Bobot basah pucuk 30 HST * * tn 18.32 Bobot basah pucuk 60 HST ** ** ** 10.26 Bobot basah pucuk 90 HST * ** tn 29.64 Bobot basah pucuk total ** ** ** 7.51 Bobot basah daun total * ** tn 18.61 Bobot kering daun total tn ** tn 20.43 Bobot basah batang total * ** tn 18.61 Bobot kering batang total tn ** tn 22.15 Bobot basah umbi total * ** ** 15.36 Bobot kering umbi total ** ** ** 14.82 Produksi protein ** ** ** 28.66 Produksi antosianin ** ** ** 15.13 Keterangan : * = berbeda nyata menurut uji F pada taraf 5%; ** = berbeda sangat nyata menurut uji F pada taraf 1%; tn = tidak nyata. KK = koefisien keragaman. Komponen Fisiologis Tanaman Kandungan Protein Gambar 16a dan 16b secara berurutan menunjukkan bahwa pemupukan urea+kcl secara bertahap menghasilkan kandungan protein pucuk kolesom layak jual yang bervariasi dari 2.76-13.53 dan 2.35-7.04 mg/g bb masing-masing pada interval panen 15 dan 30 hari. kandungan protein terus meningkat dari umur 30 sampai 90 HST dalam pucuk kolesom yang mendapatkan pupuk sebanyak 3 kali dengan total dosis 150 kg urea + pada interval panen 15 hari dan

sebanyak 5 kali dengan total dosis 150 kg urea + pada interval panen 30 hari. Perlakuan pemupukan urea + KCl dengan berbagai frekuensi dan total dosis urea + KCl lainnya pada interval panen 15 maupun 30 hari mengalami peningkatan dari umur 30 sampai 60 HST kemudian menurun. Kolesom yang mendapatkan perlakuan kontrol dan pemupukan sebanyak 3 kali dengan total dosis 100 kg urea + pada interval panen 15 hari tidak memiliki data mengenai kandungan protein pada umur 90 hari karena ketiadaan pucuk kolesom layak jual. 16 Kandungan Protein (mg/g bb) 14 12 10 8 6 4 2 0 30 45 60 75 90 Waktu Pemanenan (HST) 1 kali, 100 kg urea + 3 kali, 100 kg urea + 5 kali, 100 kg urea + 3 kali, 150 kg urea + 5 kali, 150 kg urea + Gambar 16a Kandungan protein pucuk kolesom layak jual pada berbagai pemupukan bertahap N+K (frekuensi, total dosis) dengan interval panen 15 hari Kandungan Protein (mg/g bb) 16 14 12 10 8 6 4 2 0 30 60 90 Waktu Pemanenan (HST) 1 kali, 100 kg urea + 3 kali, 100 kg urea + 5 kali, 100 kg urea + 3 kali, 150 kg urea + 5 kali, 150 kg urea + Gambar 16b Kandungan protein pucuk kolesom layak jual pada berbagai pemupukan bertahap N+K (frekuensi, total dosis) dengan interval panen 30 hari

Tabel 19 menunjukkan bahwa pemanenan pucuk dengan interval 15 hari dapat menghasilkan kandungan protein pucuk kolesom layak jual lebih tinggi dibandingkan interval panen 30 hari, sedangkan pemberian pupuk sebanyak 3 dan 5 kali dengan total dosis sebesar 150 kg urea + masing-masing dapat meningkatkan kandungan protein sebesar 46.32 dan 33.39% dibandingkan kontrol pada umur 60 HST. Kandungan protein pucuk kolesom layak jual pada umur 90 HST mendapatkan pengaruh interaksi antara perlakuan interval panen dan pemupukan N+K secara bertahap. Tabel 19 Kandungan protein pucuk kolesom layak jual pada berbagai pemupukan bertahap N+K dan interval panen umur 30, 60 dan 90 HST Perlakuan Waktu panen (HST) 30 60 90. mg/g bb. Interval panen (hari) 15 3.08 7.32 a 8.33 a 30 3.23 5.55 b 4.59 b Frekuensi, total dosis urea+kcl (kg/ha) 1 kali, 100+100 3.34 5.57 b 2.35 b 3 kali, 100+100 3.05 5.39 b 2.95 b 5 kali, 100+100 2.93 5.64 b 3.71 b 3 kali, 150+150 3.49 8.15 a 10.18 a 5 kali, 150+150 2.98 7.43 a 7.43 a Interaksi tn tn ** Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. bb= bobot basah. ** = sangat nyata. tn = tidak nyata. Tabel 20 menunjukkan bahwa kolesom membutuhkan pemberian pupuk sebanyak 3 kali dengan total dosis 150 kg urea + dan dipanen 15 hari sekali untuk dapat menghasilkan kandungan protein pucuk layak jual tertinggi pada umur 90 HST. Kolesom yang mendapatkan total dosis pupuk urea+kcl dan interval panen yang sama namun frekuensi pemberian pupuk sebanyak 5 kali justru menghasilkan kandungan protein pucuk kolesom yang lebih rendah. Diduga bahwa kolesom memerlukan dosis pupuk yang lebih besar pada setiap kali tambahan pemupukan urea + KCl frekuensi pupuk urea+kcl dan waktu pemberian yang tepat untuk menghasilkan kandungan protein pucuk yang lebih tinggi. Pemupukan urea + KCl sebanyak 3 kali memberikan 50% dosis pupuk yang lebih besar untuk setiap kali tambahan pemupukan dibandingkan

frekuensi 5 kali. Hasil ini memberikan gambaran bahwa frekuensi pemupukan yang lebih rendah dengan dosis pupuk yang lebih besar setiap kali aplikasi akan lebih terdistribusi sepanjang siklus perkembangan tanaman dan memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi pemupukan yang lebih sering namun dengan dosis pupuk yang lebih kecil setiap kali aplikasi. Tabel 20 Kandungan protein pucuk kolesom layak jual dengan berbagai kombinasi antara interval panen dan pemupukan bertahap N+K pada umur 90 HST Frekuensi, total dosis urea+kcl (kg/ha) Interval panen (hari) 15 30 mg/g bb. 1 kali, 100+100-2.35 d 3 kali, 100+100-2.95 d 5 kali, 100+100 3.63 cd 3.79 cd 3 kali, 150+150 13.53 a 6.84 bc 5 kali, 150+150 7.83 b 7.04 bc Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. bb = bobot basah. - = tidak ada pucuk Pucuk kolesom yang dipanen dengan interval panen 15 hari pada umur 90 HST menghasilkan kandungan protein sebesar 81.48% yang lebih tinggi jika dibandingkan pucuk kolesom yang dipanen dengan interval panen 30 hari. Hal ini karena rejuvenasi akibat pemanenan pucuk dengan interval yang lebih pendek menyebabkan translokasi N yang lebih besar ke pucuk muda sebagai organ sink yang kuat. Akumulasi N tersebut akan digunakan sebagai unsur utama dalam sintesis asam amino untuk pembentukan protein. Pemanenan pucuk kolesom dengan interval panen 30 hari mengakibatkan kolesom berbunga lebih awal yang menandainya fase reproduktif bagi tanaman. Pembungaan yang terjadi akan mengakibatkan penurunan kapasitas penyerapan N dan akan terjadi mobilisasi N yang tersimpan dalam pucuk kepada organ lain, sehingga terjadi penurunan sintesis protein pada pucuk. Kandungan Antosianin Kandungan antosianin pucuk kolesom dengan berbagai perlakuan pemupukan bertahap urea + KCl menghasilkan kandungan antosianin pucuk

kolesom yang bervariasi dari 0.07-0.20 dan 0.09 0.28 µmol/g bb masingmasing pada interval 15 dan 30 hari (Gambar 17a dan 17b). Kandungan antosianin (µmol/g bb) 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 30 45 60 75 90 Waktu pemanenan (HST) 1 kali, 100 kg urea + 3 kali, 100 kg urea + 5 kali, 100 kg urea + 3 kali, 150 kg urea + 5 kali, 150 kg urea + Gambar 17a Kandungan antosianin pucuk kolesom layak jual pada berbagai pemupukan bertahap N+K (frekuensi, total dosis) dengan interval panen 15 hari Kandungan antosianin (µmol/g bb) 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 30 60 90 Waktu pemanenan (HST) 1 kali, 100 kg urea + 3 kali, 100 kg urea + 5 kali, 100 kg urea + 3 kali, 150 kg urea + 5 kali, 150 kg urea + Gambar 17b Kandungan antosianin pucuk kolesom layak jual pada berbagai pemupukan bertahap N+K (frekuensi, total dosis) dengan interval panen 30 hari Kandungan antosianin pucuk kolesom yang mendapatkan berbagai perlakuan pemupukan bertahap urea + KCl pada pemanenan 15 hari sekali cenderung meningkat dari umur 60 sampai 90 HST (Gambar 17a), sedangkan kandungan antosianin kolesom yang mendapatkan berbagai perlakuan pemupukan bertahap urea + KCl pada pemanenan 30 hari sekali cenderung

menurun dari umur 20 sampai 60 HST kemudian mengalami peningkatan kembali pada umur 90 HST (Gambar 17b). Perlakuan interval panen berpengaruh terhadap kandungan antosianin pucuk kolesom pada umur 90 HST, di mana pemanenan pucuk kolesom dengan interval 15 hari menghasilkan kandungan antosianin 46.15% lebih tinggi dibandingkan dengan interval 30 hari (Tabel 21). Padahal pada percobaan sebelumnya tidak ditemukan pengaruh interval panen terhadap kandungan antosianin pucuk kolesom selama periode tanam 80 hari. Diduga bahwa pemanenan setiap 15 hari sekali selama periode tanam 90 hari menimbulkan stres bagi kolesom sehingga menghasilkan kandungan antosianin yang lebih tinggi. Stres yang terjadi karena jaringan tanaman mendapatkan pelukaan jaringan dalam waktu yang relatif lama, sehingga energi banyak terbuang untuk proses rejuvenasi dan respirasi. Hal ini dapat mendukung pernyataan Hatier & Gould (2008) bahwa antosianin dapat berperan sebagai sinyal stres bagi tanaman. Tabel 21 Kandungan antosianin pucuk kolesom layak jual pada berbagai interval panen dan pemupukan bertahap N+K umur 30, 60 dan 90 HST Perlakuan Waktu panen (HST) 30 60 90. µmol/g bb Interval panen (hari) 15 0.12 0.11 0.19 a 30 0.14 0.10 0.13 b Frekuensi, total dosis urea+kcl (kg/ha) 1 kali, 100+100 0.11 0.10 0.11 3 kali, 100+100 0.11 0.12 0.13 5 kali, 100+100 0.08 0.11 0.16 3 kali, 150+150 0.15 0.10 0.16 5 kali, 150+150 0.20 0.12 0.18 Interaksi tn tn tn Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. bb = bobot basah. tn = tidak nyata. Kandungan klorofil Gambar 18a dan 18b masing-masing secara berurutan menunjukkan bahwa kandungan klorofil pucuk kolesom yang mendapatkan berbagai

pemupukan urea + KCl secara bertahap dengan interval panen 15 dan 30 hari yang diukur pada umur 30, 60, dan 90 HST mengalami peningkatan pada umur 60 HST kemudian menurun pada umur 90 HST, kecuali kandungan klorofil pucuk kolesom pada perlakuan pemupukan urea + KCl secara bertahap dengan interval panen 15 hari yang terus meningkat hingga umur 90 HST. 1.4 Interval panen 15 hari Kandungan klorofil (µmol/g bb) 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 30 60 90 Waktu pemanenan (HST) 1 kali, 100 kg urea + 3 kali, 100 kg urea + 5 kali, 100 kg urea + 3 kali, 150 kg urea + 5 kali, 150 kg urea + Gambar 18a Kandungan klorofil pucuk kolesom layak jual pada berbagai pemupukan bertahap N+K (frekuensi, total dosis) dengan interval panen 15 hari Kandungan klorofil (µmol/g bb) 1.4 Interval panen 30 hari 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 30 60 90 Waktu pemanenan (HST) 1 kali, 100 kg urea + 3 kali, 100 kg urea + 5 kali, 100 kg urea + 3 kali, 150 kg urea + 5 kali, 150 kg urea + Gambar 18b Kandungan klorofil pucuk kolesom layak jual pada berbagai pemupukan bertahap N+K (frekuensi, total dosis) dengan interval panen 30 hari

Tabel 22 menunjukkan bahwa kolesom yang mendapatkan pupuk standar sebesar 100 kg urea + pada awal tanam menghasilkan kandungan klorofil pucuk tertinggi pada umur 30 HST, yaitu pada perlakuan kontrol, pemupukan bertahap urea + KCl sebanyak 3 dan 5 kali dengan total dosis 150 + 150 kg/ha. Semakin besar dosis pupuk urea + KCl yang ditambahkan pada tahapan pemupukan berikutnya maka akan meningkatkan kandungan klorofil pucuk kolesom sebesar 43.58 dan 29.09% dibandingkan kontrol pada umur 60 HST yaitu secara berurutan pada pemupukan bertahap urea + KCl sebanyak 3 dan 5 kali dengan total dosis 150 + 150 kg/ha pada umur 60 HST. Peningkatan kandungan klorofil sampai umur 60 HST dengan peningkatan dosis pupuk urea+ KCl sangat penting untuk meningkatkan aktivitas fotosintesis kolesom, karena periode ini merupakan masa vegetatif kolesom yang ditandai dengan produksi pucuk yang tinggi. Kandungan klorofil pucuk kolesom pada umur 90 HST dipengaruhi oleh interaksi antara interval panen dan pemupukan bertahap urea + KCl. Tabel 22 Kandungan klorofil pucuk kolesom layak jual pada berbagai interval panen dan pemupukan bertahap N+K umur 30, 60, dan 90 HST Perlakuan Waktu panen (HST) 30 60 90. µmol/g bb Interval panen (hari) 15 0.87 0.94 1.05 a 30 0.96 0.96 0.79 b Frekuensi, total dosis urea+kcl (kg/ha) 1 kali, 100+100 0.97 a 0.78 c 0.47 d 3 kali, 100+100 0.77 b 0.72 c 0.44 d 5 kali, 100+100 0.78 b 0.94 b 0.86 c 3 kali, 150+150 0.88 ab 1.12 a 1.02 b 5 kali, 150+150 0.97 a 1.10 a 1.21 a Interaksi tn tn ** Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. ** = sangat nyata. tn = tidak nyata. bb=bobot basah. Tabel 23 memperlihatkan kandungan klorofil pada berbagai kombinasi antara interval panen dan pemupukan bertahap N+K pada umur 90 HST. Pemberian pupuk urea + KCl sebanyak 3 kali atau 5 kali dengan total dosis 150 kg urea + pada interval panen 15 hari dan sebanyak 5 kali dengan

total dosis 150 kg urea + pada interval panen 30 hari, diperlukan untuk menghasilkan kandungan klorofil pucuk kolesom tertinggi pada umur 90 HST. Tabel 23 Kandungan klorofil pucuk kolesom layak jual pada berbagai kombinasi antara interval panen dan pemupukan bertahap N+K umur 90 HST Frekuensi, total dosis urea+kcl (kg/ha) Interval panen (hari) 15 30.. µmol/g bb 1 kali, 100+100-0.47 e 3 kali, 100+100-0.44 e 5 kali, 100+100 0.76 d 0.97 bc 3 kali, 150+150 1.12 ab 0.93 cd 5 kali, 150+150 1.26 a 1.16 ab Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. bb = bobot basah. - : tidak ada pucuk. Adanya peningkatan kandungan klorofil pucuk kolesom yang terus meningkat sampai umur 90 HST diduga mencerminkan bahwa pupuk yang diberikan terutama unsur N dapat memenuhi kebutuhan kolesom untuk melangsungkan pertumbuhan dan perkembangan sampai umur 90 HST sehingga tidak terjadi senescence dini. Senescence pada daun merupakan fase terakhir dari perkembangan tanaman yang meliputi perubahan biokimia dan fisiologi tanaman. Ohe et al. (2005) menyatakan bahwa kloroplas merupakan tempat yang pertama kali dikatabolisme pada masa senescence, sehingga menyebabkan kandungan klorofil akan semakin menurun selama perkembangan senescence tanaman dan terkait dengan penurunan aktivitas fotosintesis. Kandungan Gula Gambar 19a dan 19b masing-masing secara berurutan menunjukkan bahwa kandungan gula dalam pucuk yang diukur pada umur 30, 60, dan 90 HST pada kolesom yang mendapatkan perlakuan pemupukan bertahap urea + KCl dengan interval panen 15 dan 30 hari mengalami peningkatan pada umur 60 HST kemudian mengalami penurunan pada umur 90 HST. Perlakuan interval panen dan pemupukan bertahap urea + KCl hanya berpengaruh terhadap kandungan gula pucuk kolesom pada umur 90 HST. Kolesom yang dipanen dengan interval 30 hari menghasilkan kandungan gula

pucuk yang lebih tinggi sebesar 22.94% daripada kolesom yang dipanen dengan interval 15 hari, sedangkan pemupukan bertahap urea + KCl dengan berbagai frekuensi dan total dosis dapat meningkatkan kandungan gula pucuk sebesar 40 45.52% dibandingkan kontrol (Tabel 24). Interval panen 15 hari Kandungan gula (mg/g bb) 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 30 60 90 Waktu pemanenan (HST) 1 kali, 100 kg urea + 3 kali, 100 kg urea + 5 kali, 100 kg urea + 3 kali, 150 kg urea + 5 kali, 150 kg urea + Gambar 19a Kandungan gula pucuk kolesom layak jual pada berbagai pemupukan bertahap N+K (frekuensi, total dosis) dengan interval panen 15 hari Interval panen 30 hari Kandungan gula (mg/g bb) 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 30 60 90 Waktu pemanenan (HST) 1 kali, 100 kg urea + 3 kali, 100 kg urea + 5 kali, 100 kg urea + 3 kali, 150 kg urea + 5 kali, 150 kg urea + Gambar 19b Kandungan gula pucuk kolesom layak jual pada berbagai pemupukan bertahap N+K (frekuensi, total dosis) dengan interval panen 30 hari

Interval panen yang lebih panjang dapat menghasilkan kandungan gula tertinggi diduga karena kolesom pada perlakuan ini memiliki peluang untuk mengakumulasi C pada pucuk lebih besar daripada perlakuan yang mendapatkan interval panen yang lebih pendek karena memiliki luas daun efektif untuk berfotosintesis. Gula merupakan kelompok karbohidrat hasil fotosintesis dengan unsur karbon (C) sebagai rangkanya yang dapat ditranslokasikan dan disimpan sebagai cadangan dalam organ tumbuhan. Simon et al. (2004) & Teixera et al. (2007) menyatakan bahwa pemanenan daun dengan interval panen yang lebih pendek akan mengurangi daun yang berpotensi untuk meningkatkan laju fotosintesis, sehingga akan mengurangi asimilasi C untuk tanaman. Inisiasi tunas baru untuk membentuk pucuk kembali setelah pemanenan akan mengakibatkan mobilisasi cadangan N organik dan C organik akan dilepaskan pada respirasi sebagai energi yang kandungan gula akan lebih rendah. dibutuhkan untuk aktivitas pertumbuhan, sehingga Tabel 24 Kandungan gula pucuk kolesom layak jual pada berbagai interval panen dan pemupukan bertahap N+K umur 30, 60 dan 90 HST Perlakuan Waktu panen (HST) 30 60 90. mg/g bb. Interval panen (hari) 15 1.81 2.34 1.70 b 30 1.95 2.59 2.09 a Frekuensi, total dosis urea+kcl (kg/ha) 1 kali, 100+100 1.73 2.49 1.45 b 3 kali, 100+100 2.16 2.50 2.11 a 5 kali, 100+100 1.85 2.65 1.87 ab 3 kali, 150+150 1.84 2.36 2.03 a 5 kali, 150+150 1.85 2.33 2.09 a Interaksi tn tn tn Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. bb = bobot basah. tn = tidak nyata. Penambahan pupuk secara bertahap dengan berbagai frekuensi dan total dosis pupuk urea + KCl tidak dapat meningkatkan kandungan gula pucuk kolesom, kecuali terhadap kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa pengaruh pemupukan urea + KCl secara bertahap terhadap kandungan gula pucuk kolesom sangat rendah. Belum ada hasil penelitian lain yang menjelaskan mengenai

pengaruh pemberian kombinasi pupuk N dan K secara bertahap yang meliputi waktu pemberian dan total dosis terhadap kandungan gula melainkan hanya melaporkan pengaruh N dan K secara terpisah saja. Hasil penelitian Wang et al. (2006) menunjukkan bahwa peningkatan gula total daun oleh peningkatan dosis N sangat bervariasi tergantung kepada posisi daun dan membentuk kurva parabola terhadap peningkatan dosis N, sedangkan penelitian Zhao-Hui et al. (2008) menunjukkan bahwa kandungan gula pada tanaman sayur dipengaruhi oleh peningkatan dosis K pada berbagai aplikasi pemupukan N. Komponen Pertumbuhan Tanaman Bobot Basah Pucuk Layak Jual Gambar 20a dan 20b secara berurutan menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan urea + KCl yang meliputi frekuensi dan total dosis pada interval panen 15 dan 30 hari masing-masing menghasilkan bobot basah pucuk kolesom layak jual yang bervariasi dari 16.84 105.16 dan 15.43 60.94 g/tanaman. Bobot basah pucuk layak jual (g/tanaman) 120 100 80 60 40 20 0 30 45 60 75 90 Waktu Pemanenan (HST) 1 kali, 100 kg urea + 3 kali, 100 kg urea + 5 kali, 100 kg urea + 3 kali, 150 kg urea + 5 kali, 150 kg urea + Gambar 20a Bobot basah pucuk kolesom layak jual pada berbagai pemupukan N+K bertahap (frekuensi, total dosis) pada interval panen 15 hari Peningkatan bobot basah pucuk layak jual pada interval panen 15 hari terdapat dari umur 30 sampai 45 HST kemudian mengalami penurunan hingga umur 90 HST. Kolesom yang mendapatkan perlakuan kontrol dan pemupukan bertahap urea+kcl sebanyak 3 kali dengan total dosis sebesar 100 kg urea + 100 kg KCl/ha tidak menghasilkan pucuk layak jual pada umur 75 dan 90 HST. Peningkatan bobot basah pucuk kolesom layak jual pada interval panen 30 hari

terdapat dari umur 30 sampai umur 60 HST kemudian mengalami penurunan pada umur 90 HST, kecuali pada perlakuan kontrol yang terus mengalami penurunan hingga umur 90 HST. 120 Bobot basah pucuk layak jual (g/tanaman) 100 80 60 40 20 0 30 60 90 Waktu pemanenan (HST) 1 kali, 100 kg urea + 3 kali, 100 kg urea + 5 kali, 100 kg urea + 3 kali, 150 kg urea + 5 kali, 150 kg urea + Gambar 20b Bobot basah pucuk kolesom layak jual pada berbagai pemupukan N +K bertahap (frekuensi, total dosis) pada interval panen 30 hari Tabel 25 menunjukkan bahwa interval panen dan pemupukan bertahap urea + KCl mempengaruhi bobot basah pucuk kolesom pada umur 60 dan 90 hari. Tabel 25 Bobot basah pucuk kolesom layak jual pada berbagai interval panen dan pemupukan bertahap N+K umur 30, 60, dan 90 HST Perlakuan Waktu panen (HST) 30 60 90. g/tanaman... Interval panen 15 hari 27.44 54.91 a 15.69 b 30 hari 25.18 43.72 b 28.01 a Frekuensi, total dosis urea+kcl (kg/ha) 1 kali, 100+100 27.39 23.42 d 7.72 d 3 kali, 100+100 25.74 31.94 c 9.19 d 5 kali, 100+100 25.02 54.55 b 19.96 c 3 kali, 150+150 23.62 70.83 a 41.15 a 5 kali, 150+150 29.77 65.83 a 31.26 b Interaksi tn ** tn Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. tn = tidak nyata; ** = sangat nyata

Kolesom yang dipanen dengan interval 30 hari menghasilkan bobot pucuk kolesom layak jual yang lebih tinggi sebesar 78.52% dibandingkan interval panen 15 hari pada umur 90 HST. Padahal kolesom yang dipanen dengan interval 15 hari menghasilkan bobot pucuk kolesom layak jual yang lebih tinggi sebesar 8.97 dan 25.59% dibandingkan interval panen 30 hari masing-masing pada umur 30 dan 60 HST. Hal ini memperlihatkan bahwa pemanenan pucuk yang lebih intensif pada interval panen 15 hari memberikan bobot pucuk yang lebih tinggi di masa vegetatif dan memiliki batasan waktu untuk berproduksi maksimal sehingga di akhir masa tanam menghasilkan bobot pucuk yang semakin menurun. Penurunan bobot pucuk terjadi karena ukuran pucuk yang dipanen semakin kecil dari panen sebelumnya. Tabel 26 menunjukkan bahwa Bobot basah pucuk kolesom layak jual umur 60 HST dan total selama 90 hari mendapatkan pengaruh interaksi antara perlakuan interval panen dan pemupukan bertahap urea + KCl. Tabel 26 Bobot basah pucuk kolesom layak jual umur 60 HST dan total selama 90 hari pada berbagai kombinasi antara interval panen dan pemupukan bertahap N+K Keterangan : Frekuensi, total dosis urea+kcl (kg/ha) Interval panen (hari) 15 30 Bobot basah pucuk layak jual 60 HST (g/tanaman) 1 kali, 100+100 27.31 ef 19.54 f 3 kali, 100+100 31.74 e 32.13 e 5 kali, 100+100 63.78 bc 45.31 d 3 kali, 150+150 80.98 a 60.68 c 5 kali, 150+150 70.71 b 60.94 c Total Bobot basah pucuk layak jual (g/tanaman) 1 kali, 100+100 135.29 c 61.42 e 3 kali, 100+100 141.88 c 75.04 ef 5 kali, 100+100 262.10 b 89.85 d 3 kali, 150+150 307.67 a 131.98 c 5 kali, 150+150 289.58 a 126.29 c Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. BB = bobot basah. Kolesom memerlukan interval panen 15 hari dan pemupukan urea + KCl sebanyak 3 kali dengan total dosis 150 + 150 kg /ha untuk dapat menghasilkan bobot basah pucuk layak jual tertinggi pada 60 HST. Pupuk urea + KCl yang telah

diberikan pada kombinasi perlakuan tersebut sampai umur 60 HST adalah sebesar 125 kg urea + 125 kg KCl/ha. Total dosis pupuk yang diberikan tersebut masih lebih rendah dibandingkan pemupukan urea + KCl sebanyak 5 kali dengan total dosis 150 + 150 kg /ha pada interval panen yang sama yaitu sebesar 137.5 kg urea + 137.5 kg KCl/ha pada umur 60 HST tetapi perlakuan ini menghasilkan bobot basah pucuk kolesom yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi pemupukan dan dosis pupuk yang ditambahkan memegang peranan penting dalam menentukan bobot basah pucuk. Frekuensi pemupukan yang terlalu sering tetapi dosis pupuk yang ditambahkan lebih rendah tidak dapat mencukupi kebutuhan hara tanaman. Secara keseluruhan, Kolesom memerlukan interval panen 15 hari dan frekuensi pemberian pupuk urea + KCl sebanyak 3 atau 5 kali dengan total dosis 150 kg urea + untuk dapat menghasilkan total bobot basah pucuk kolesom layak jual tertinggi selama 90 hari. Bobot Basah dan Kering Tanaman Tabel 27 menunjukkan bahwa semakin panjang interval panen maka akan meningkatkan biomassa kolesom, yaitu batang dan umbi pada umur panen 90 HST. Diduga hal ini terjadi karena interval panen yang lebih panjang menyebabkan tanaman mendapatkan waktu yang cukup untuk proses pertumbuhan dan perkembangan organ lain seperti perluasan daun, pemanjangan batang dan pembentukan umbi. Perluasan daun yang lebih banyak pada kolesom yang dipanen dengan interval 30 hari penting untuk meningkatkan aktivitas fotosintesa sehingga menghasilkan asimilat yang lebih banyak untuk terbentuknya akumulasi bahan kering tanaman, sedangkan interval panen yang lebih pendek menyebabkan translokasi N dan penggunaan asimilat untuk rejuvenasi dan sintesis protein pada pucuk. Mann & Wiktorsson (2003) dan Hare et al. (2004) melaporkan bahwa interval panen yang lebih panjang akan menghasilkan biomassa yang lebih tinggi karena translokasi asimilat dapat digunakan secara proporsional untuk membentuk biomassa, di mana terjadi peningkatan proses lignifikasi dan pembentukan serat untuk memperkuat dinding sel tanaman. Semakin tinggi frekuensi dan total dosis urea + KCl (kg/ha) akan meningkatkan biomassa, kecuali untuk bobot kering umbi. Pemupukan bertahap

dengan total dosis 150 kg urea + dengan frekuensi pemberian 3 dan 5 kali dapat menghasilkan bobot basah dan kering tajuk kolesom yang lebih tinggi dibandingkan kontrol dan pemupukan bertahap urea+kcl lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah dosis pupuk urea+kcl sangat penting untuk membentuk biomassa tajuk kolesom. Tabel 27 Bobot basah dan kering kolesom umur 90 HST pada berbagai interval panen dan pemupukan bertahap N+K Perlakuan Daun Batang Umbi BB BK BB BK BB BK g/tanaman. Interval panen (hari) 15 115.12 16.58 160.52 b 21.23 b 18.04 b 2.34 b 30 149.99 18.36 285.33 a 27.77 a 37.94 a 7.69 a Frekuensi, total dosis urea+kcl (kg/ha) 1 kali, 100+100 58.81 b 13.17 b 142.14 b 16.45 d 24.71bc 4.20 c 3 kali, 100+100 94.37 b 15.55 b 149.49 b 18.38 cd 21.79 c 4.19 c 5 kali, 100+100 90.55 b 14.11 b 187.74 b 24.76 bc 30.99 a 6.79 a 3 kali, 150+150 235.55 a 23.79 a 320.00 a 31.03 ab 33.65 a 5.55 b 5 kali, 150+150 183.51 a 20.75 a 315.29 a 31.88 a 28.81 ab 4.36 c Interaksi tn tn tn tn ** ** Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. BB = bobot basah. BK=bobot kering. ** = sangat nyata. tn = tidak nyata. Kolesom yang dipanen 30 hari sekali dan mendapatkan pupuk N+K sebanyak 5 kali dengan total dosis 100 kg urea + diperlukan untuk menghasilkan bobot basah dan kering umbi kolesom pada umur 90 HST (Tabel 28). Hasil ini menunjukkan bahwa bobot basah dan kering umbi tertinggi yang dihasilkan oleh kolesom menggunakan total dosis urea+kcl yang lebih rendah bila dibandingkan dengan bobot basah dan kering tajuk. Hal ini diduga bahwa dosis total N+K yang lebih tinggi akan memacu pertumbuhan vegetatif tanaman dibandingkan untuk pertumbuhan organ reproduktif seperti umbi. Kanzikwera et al. (2001) melaporkan bahwa interaksi antara N+K pada dosis yang tinggi akan menghasilkan bahan kering yang rendah pada umbi, karena kedua unsur ini pada

dosis yang tinggi akan lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan tajuk dengan menginduksi kerja fitohormon dan sitokinin. Tabel 28 Bobot basah dan kering umbi kolesom umur 90 HST pada berbagai kombinasi antara interval panen dan pemupukan bertahap N+K Frekuensi, total dosis urea+kcl (kg/ha) Interval panen (hari) 15 30 BB umbi (g/tanaman). 1 kali, 100+100 27.00 c 22.42 c 3 kali, 100+100 3.59 e 39.97 b 5 kali, 100+100 13.07 d 48.92 a 3 kali, 150+150 25.68 c 41.61 ab 5 kali, 150+150 20.84 c 36.78 b BK umbi (g/tanaman). 1 kali, 100+100 3.44 d 4.97 c 3 kali, 100+100 0.28 e 8.09 b 5 kali, 100+100 1.50 e 12.09 a 3 kali, 150+150 3.23 d 7.88 b 5 kali, 150+150 3.26 d 5.45 c Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. BB = Bobot basah. BK = Bobot kering. Keterkaitan antara Kandungan Protein dan Antosianin Pucuk Kolesom dengan Berbagai Komponen Pertumbuhan dan Fisiologis Kandungan protein dan antosianin pucuk kolesom dalam percobaan ini tidak berkorelasi dengan semua komponen pertumbuhan tanaman. Kandungan protein pucuk kolesom berkorelasi positif dengan kandungan klorofil (Tabel 29). Tabel 29 Korelasi antara kandungan protein dan antosianin pucuk kolesom umur 90 HST dengan berbagai komponen pertumbuhan dan fisiologis kolesom pada berbagai interval panen dan pemupukan bertahap N+K Protein Antosianin..%... Antosianin 64.78 Klorofil 82.34** 63.60 Gula -0.34-10.05 Bobot basah pucuk 64.12 14.36 Bobot basah daun total 69.37 19.06 Bobot basah batang 13.59 25.53 Bobot basah umbi -19.69-35.79 Bobot kering daun total 73.12 15.79 Bobot kering batang 24.87-55.71 Bobot kering umbi -42.38-64.61 Keterangan : ** = sangat nyata

Produksi Protein dan Antosianin Pucuk Kolesom Kualitas pucuk kolesom layak jual yang dibudidayakan selama 90 hari dapat diukur dari produksi protein dan antosianin yang masing-masing merupakan hasil perkalian antara bobot basah total pucuk kolesom dengan kandungan total protein dan antosianin. Pemanenan pucuk kolesom dengan interval 15 hari sekali dan pemupukan urea + KCl secara bertahap sebanyak 3 kali dan total dosis 150 kg urea+ diperlukan untuk menghasilkan produksi protein dan antosianin pucuk kolesom tertinggi selama 90 hari (Tabel 30). Tabel 30 Produksi protein dan antosianin pucuk kolesom layak jual selama 90 hari pada berbagai kombinasi antara interval panen dan pemupukan bertahap N+K Frekuensi, total dosis urea+kcl (kg/ha) Interval panen (hari) 15 30 Produksi protein (g/tanaman) 1 kali, 100+100 2.56 de 0.67 e 3 kali, 100+100 2.50 de 1.06 de 5 kali, 100+100 5.51 c 1.11 de 3 kali, 150+150 13.90 a 3.10 d 5 kali, 150+150 9.77 b 2.61 de Produksi antosianin (µmol/tanaman) 1 kali, 100+100 65.38 d 19.95 f 3 kali, 100+100 70.59 d 31.49 ef 5 kali, 100+100 164.42 c 30.87 ef 3 kali, 150+150 250.61 a 58.33 de 5 kali, 150+150 215.17 b 81.17 d Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. Kesimpulan Produksi protein dan antosianin pucuk layak jual tertinggi selama 90 hari dihasilkan oleh kolesom yang dipanen setiap 15 hari sekali dan mendapatkan pupuk N+K dengan dosis total 150 kg urea + dalam 3 kali tahapan pemberian (0, 30, dan 60 HST). Terdapat korelasi positif antara kandungan protein dan klorofil pucuk kolesom.