Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan Ruhyat Hardansyah, Maria C.L. Hutapea Subbidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Inventarisasi Daya Dukung dan daya Tampung Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Pendahuluan Hutan di Ekoregion Kalimantan memiliki luas yang cukup besar. 2014, luasnya mencapai ±28 juta ha atau sekitar 53,16% dari luas daratan Kalimantan (Hardansyah 2016). Luas yang begitu besar menyiratkan manfaat yang juga besar. Salah satunya, yang sering kita dengar, adalah hutan sebagai paru-paru dunia. Makna dari ungkapan tersebut, bahwa tumbuhan yang ada di hutan dapat menyerap karbon dioksida (CO 2) yang dihasilkan oleh manusia, hewan, proses-proses alami di bumi, dan segala aktivitas yang dilakukan manusia yang menghasilkan emisi CO 2. Kemampuan menyerap ini diimbangi dengan kemampuan mengeluarkan Oksigen (O 2) yang dibutuhkan mahluk hidup lain untuk bernafas. Melihat manfaat tersebut, kita dapat melihat bahwa hutan memegang peranan penting dalam sistem ekologi di muka bumi. Namun, manfaat tersebut setiap tahun mengalami penurunan sebagai akibat berkurangnya luas tutupan hutan di dunia ini, termasuk di Ekoregion Kalimantan. Penurunan luas tutupan hutan di Ekoregion Kalimantan cukup memprihatinkan. Hardansyah (2016), menghitung kehilangan hutan akibat deforestasi mencapai luas ±8,75 juta ha selama 25 tahun terakhir (tahun 1990-2014). Penurunan luas tersebut setara dengan setengah (57,38%) dari luas Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) atau hampir 2 kali lipat luas Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel). Ini belum ditambah dengan penurunan kualitas hutan (degradasi) yang otomatis akan mengurangi jumlah dan mutu dari manfaat yang dapat diberikan hutan. Penurunan ini jelas akan mengurangi kemampuan hutan menyerap gas CO 2 di udara (carbon sequestration) untuk disimpan karbonnya (carbon sink) dan memberikan gas O 2 sebagai hasil dari fotosintesis. Kun dan Dongsheng (2008) dalam Suwardi et al. (2013) menyebutkan bahwa hutan mampu menyerap karbon dioksida melalui aktivitas fotosintesis dan mampu menyimpan sekitar 76 78% karbon organik dari total karbon organik daratan dalam bentuk biomassa. Melalui infobrief ini penulis bermaksud untuk memberikan gambaran tentang kemampuan hutan dalam menyerap dan menyimpan karbon di Ekoregion Kalimantan, dengan menyajikan data dan informasi tentang stok karbon dan perubahannya dari lahan hutan.
Cadangan dan Perubahan Stok Karbon Permukaan Tutupan Hutan Pendugaan stok karbon hutan dapat dilakukan dengan menggunakan pedoman 2006 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories Volume 4 tentang Agriculture, Forestry, and Other Land Use (AFOLU). Pedoman ini dapat mengakomodasi pendugaan pada skala umum dan luas maupun detil. Untuk pendugaan cadangan karbon untuk areal yang luas, pedoman IPCC menyediakan pendekatan bio-average approach atau yang umum dikenal sebagai Tier 1. Dalam pendekatan ini, dikenal suatu default value yang merupakan nilai rata-rata kandungan karbon yang sebelumnya telah dikaji dengan detail. Namun demikian, pendekatan ini memiliki kelemahan terutama terkait dengan uncertainty. Untuk meminimalisir kelemahan tersebut, nilai default value diganti dengan menggunakan hasil kajian-kajian yang telah dilakukan walaupun kemungkinan masih ada perbedaan dengan hasil pengukuran langsung. Pada level pendugaan umum, potensi karbon permukaan (above ground) biasa dihitung dengan menggunakan informasi berupa penutupan lahan dan perubahannnya. Oleh sebab itu, penulis melakukan pendugaan potensi stok karbon dari hutan di Ekoregion Kalimantan dengan menggunakan data penutupan lahan yang bersumber dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dari tahun 1990 sampai tahun 2016. Dengan data penutupan tersebut penulis juga bisa melihat perubahan potensi stok karbon Kalimantan sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 1. 1990 2000. 2016 Gambar 1 Ilustrasi perubahan penutupan lahan Perhitungan karbon dengan menggunakan pedoman IPCC 2006 dilakukan pada enam kategori penutupan lahan, yaitu hutan (forest land), lahan pertanian termasuk peternakan (cropland), semak/padang rumput (grassland), lahan basah (wetland), pemukiman (settlement), dan lahan lainnya (other land). Namun demikian, penutupan lahan KLHK memiliki 23 kategori. Oleh karenanya, untuk menghitung (menduga) stok karbon, penulis melakukan penyesuaian (pemadanan) kategori sebagaimana Tabel 1. Untuk menduga stok karbon setiap penutupan lahan, penulis juga menggunakan konstanta berupa rerata cadangan karbon yang berasal dari berbagai penelitian dan sumber data (Tabel 1). Rerata cadangan karbon terbesar dari hasil penelitian untuk wilayah Kalimantan berada pada kategori hutan lahan kering primer sebesar ±222 ton/ha (terbesar dari seluruh tutupan hutan) dan yang terendah pada kategori tutupan hutan tanaman (±54,7 ton/ha). Tabel 1 Kelas Penutupan Lahan dan rerata cadangan karbon Jenis Penutupan Lahan Kategori IPCC Rerata Cadangan Karbon (ton/ha) Hutan lahan kering primer Forest Land 222 1) Hutan lahan kering sekunder / bekas tebangan Forest Land 178 1) Hutan mangrove primer Forest Land 162 1) Hutan mangrove sekunder / bekas tebangan Forest Land 116 1) Hutan rawa primer Forest Land 157 1)
Jenis Penutupan Lahan Kategori IPCC Rerata Cadangan Karbon (ton/ha) Hutan rawa sekunder / bekas tebangan Forest Land 140 1) Hutan tanaman Forest Land 54,7 1) Permukiman / Lahan terbangun Settlement 4 2) Bandara / Pelabuhan Settlement 0 2) Transmigrasi Settlement 10 2) Perkebunan / Kebun Cropland 63 2) Pertanian lahan kering Cropland 10 2) Pertanian lahan kering campur semak / kebun campur Cropland 30 2) Sawah Cropland 2 2) Lahan terbuka Other Land 2,5 2) Pertambangan Other Land 0 2) Savanna / Padang rumput Grassland 4 2) Semak belukar Grassland 30 2) Semak belukar rawa Wetland 30 2) Rawa Wetland 0 2) Tambak Wetland 0 2) Tubuh air Wetland 0 2) Awan No Data 0 2) Keterangan: 1) Rusulono (ed.). (2014); 2) Agus et al. (eds.) (2014) Cadangan karbon total per tahun secara sederhana merupakan perkalian antara data aktivitas tahunan dengan cadangan karbon per penutupan lahan. Total cadangan karbon permukaan tutupan hutan di Ekoregion Kalimantan terus menurun setiap tahunnya (Tabel 2 dan Gambar 2). 1990, total cadangan karbonnya mencapai ±6,9 milyar ton dimana hutan lahan kering primer menyimpan karbon sampai ±3,4 milyar ton. Di tahun 2016 simpanan karbonnya tinggal ±5 milyar ton dengan proporsi cadangan terbesar pada hutan lahan kering sekunder. Kondisi penurunan stok karbon dihutan ini disebabkan oleh menurunkan kuantitas (deforestasi) dan kualitas (degradasi) lahan hutan yang ada. Tabel 2 Pendugaan stok karbon pada lahan hutan tahun 1990-2016 Luas Hutan (ha) Total Cadangan Karbon (ton) Luas Hutan (ha) Total Cadangan Karbon (ton) 1990 36.886.127,43 6.904.305.240,58 2011 30.022.622,92 5.581.612.641,38 1996 34.650.381,92 6.522.589.592,71 2012 29.734.864,63 5.497.373.653,11 2000 32.956.467,62 6.119.423.217,37 2013 28.274.331,79 5.226.452.404,49 2003 32.445.902,54 6.019.632.600,45 2014 28.140.198,65 5.202.799.254,93 2006 31.622.318,72 5.855.720.734,21 2015 27.151.400,64 5.011.814.050,93 2009 30.472.616,52 5.659.342.352,97 2016 27.204.002,17 5.000.266.391,55 Sumber: Olahan tahun 2017
( x milyar ton) 6,90 6,84 6,78 6,71 6,65 6,59 6,52 6,42 6,32 6,22 6,12 6,09 6,05 6,02 5,96 5,91 5,86 5,79 5,72 5,66 5,62 5,58 5,50 5,23 5,20 5,01 5,00 Hutan lahan kering primer Hutan mangrove primer Hutan rawa primer Hutan tanaman () Hutan lahan kering sekunder / bekas tebangan Hutan mangrove sekunder / bekas tebangan Hutan rawa sekunder / bekas tebangan Total Gambar 2 Pendugaan stok karbon permukaan setiap tutupan hutan setiap tahun Dampak perubahan penutupan lahan yang terjadi setiap tahun menyebabkan adanya dinamika perubahan stok karbon bersih. Perubahan stok karbon bersih per tahun diperoleh dengan menggunakan metode perubahan cadangan karbon (stock difference) pada rentang waktu tertentu. Perubahan stok karbon bersih hutan diperoleh dari penurunan dan penambahan stok karbon dari perubahan penutupan lahan. Ringkasan fluktuasi perubahan bersih seperti pada Tabel 3 memberikan gambaran bahwa adanya penurunan dan peningkatan stok karbon penutupan lahan hutan. Penurunan stok disebabkan adanya perubahan kualitas lahan hutan (Forest Land - Forest Land) dan lahan hutan menjadi lahan lainnya (Forest Land Non Forest Land), sedangkan penambahan berasal dari perubahan lahan selain hutan menjadi lahan hutan (Non Forest Land - Forest Land). Tabel 3 memperlihatkan penurunan stok karbon lebih besar daripada peningkatan stok pada periode yang sama. Ini menggambarkan bahwa tingkat perubahan kuantitas dan kualitas hutan lebih rendah dari pada perubahan tutupan bukan hutan menjadi hutan sebagai indikator peningkatan stok karbon. Apabila dilihat dari rerata perubahan stok karbon bersih, setiap tahunnya tutupan hutan mengalami penurunan kemampuan untuk menyimpan karbon sebesar ±72,5 juta ton/thn. Tabel 3 Stok karbon bersih lahan hutan di Ekoregion Kalimantan Perubahan Stok Karbon (ton) Penurunan Stok Peningkatan Stok Perubahan FL-FL FL-Non FL Non FL - FL Bersih 1990-1996 27.127.483,05 297.659.536,51 (6.406.307,45) 318.380.712,11 1996-2000 109.677.394,15 254.017.973,73 (9.655.174,50) 354.040.193,37 2000-2003 16.520.980,60 80.806.198,35 (11.265.794,40) 86.061.384,55 2003-2006 26.947.949,33 117.993.694,77 (6.204.040,91) 138.737.603,19 2006-2009 3.189.888,26 158.802.275,91 (4.448.811,43) 157.543.352,74 2009-2011 2.468.664,08 67.058.876,23 (3.717.640,04) 65.809.900,27 2011-2012 40.733.107,51 44.268.356,50 (9.237.751,92) 75.763.712,09 2012-2013 15.657.183,21 222.327.706,17 (9.388.397,96) 228.596.491,43 2013-2014 2.743.115,38 18.736.801,27 (668.330,56) 20.811.586,08 2014-2015 30.801.193,85 195.519.361,88 (58.096.175,86) 168.224.379,87 2015-2016 4.910.994,87 94.115.329,27 (85.337.323,36) 13.689.000,78 Rerata Per 72.549.340,99 Keterangan: FL-FL = perubahan masih dalam tutupan hutan; FL-Non FL = perubahan dari hutan menjadi bukan hutan; Non FL FL = Perubahan dari non hutan menjadi hutan
Daya Dukung Hutan Tutupan lahan berhutan setidaknya memiliki 2 fungsi jasa ekosistem yang berkaitan dengan manfaat klimatologis. Hutan memberikan manfaat dalam pengaturan iklim dan pengaturan kualitas udara. Hutan berfungsi dalam pengaturan iklim secara lokal dan global melalui proses mediasi secara biologis, seperti pengaturan suhu, kelembaban dan hujan, serta pengendalian GRK. Fungsi pengaturan kualitas udara oleh hutan sebagai kapasitas/kemampuan hutan untuk menyerap aerosol dan bahan kimia dari atmosfer. Peta indikatif P3E Kalimantan (2016) untuk kedua jasa ekosistem pada Gambar 3, menunjukan bahwa areal berpenutupan hutan memiliki kelas yang didominasi kelas sangat tinggi dan tinggi. Kelas tinggi dan sangat tinggi untuk pengaturan iklim mencapai 91% dan pengaturan kualitas udara 99%. Nilai indikatif ini jelas memberikan gambaran fungsi hutan memegang peranan penting dalam memberikan kedua layanan tesebut. Gambar 3 Jasa ekosistem pengaturan iklim (kiri) dan Jasa Ekosistem Pengaturan kualitas udara (kanan) pada tutupan hutan Apabila menggunakan pendekatan sederhana dalam penyerapan emisi CO 2 dan suplai O 2, kemampuan tutupan hutan dalam memberikan layanannya semakin menurun. Dilihat dari stok karbon ditahun 2016, setidaknya dapat diasumsikan bahwa hutan mampu menyerap CO 2 sebesar ±18,3 milyar ton. Sebagai perbandingan, Zacky et al. (2014) memprediksi emisi setara CO 2 dari sektor transportasi di Kalimantan (tanpa Provinsi Kalsel) pada tahun 2016 mencapai ±15 juta ton. Total emisi ini cukup membutuhkan tutupan hutan seluas ±22,3 ribu ha pada tahun yang sama untuk menyerapnya. Contoh lain, emisi setara CO 2 sektor energi di Provinsi Kaltim (sebagai Provinsi penyumbang emisi terbesar di Kalimantan) pada tahun 2010 mencapai 5,6 juta ton, sepadan dengan kemampuan tutupan hutan menyerap CO 2 seluas ±8,2 ribu ha. Analogi kebutuhan luas tutupan tersebut setara dengan 4% total luas Taman Nasional Kutai (TNK) yang berada di Provinsi yang sama. Namun, kemampuan ini sebenarnya berkurang jauh dari tahun 1990 dimana hutan mampu menyerap CO 2 sebesar ±25,3 milyar ton. Gambaran tersebut menunjukan adanya penurunan rata-rata kemampuan hutan untuk menyerap emisi CO 2 setiap tahunnya. Apabila dilihat dari rerata perubahan stok karbon bersih, setiap tahunnya tutupan hutan mengalami penurunan kemampuan untuk menyimpan karbon sebesar ±72,5 juta ton/thn. Ini dapat diasumsikan bahwa tutupan hutan tidak dapat menyerap CO 2 sebesar ±266 juta ton/thn walaupun tutupan hutan yang ada saat ini masih sangat mencukupi untuk menyerap CO 2 dari sektor energi dan transportasi. Namun, besarnya penurunan luas hutan dalam menyerap CO 2 akan memiliki dampak pada pengaturan kualitas udara dan bahkan bisa jadi mempengaruhi pengaturan kondisi iklim di Ekoregion Kalimantan sebagai manfaat melekat pada tutupan hutan.
Juta jiwa y = 27,533x 0,1124 R² = 0,9773 27,65 30,29 30,52 32,08 32,89 32,98 34,35 34,94 35,48 36,11 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Gambar 4 Jumlah penduduk tahun 2007-2016 di Ekoregion Kalimantan Manfaat lain tutupan hutan, yaitu keberadaan vegetasi pohon dalam menyediakan O 2 bagi masyarakat di Ekoregion Kalimantan. Kompilasi data dari Badan Pusat Statistik (BPS), populasi penduduk di Ekoregion terus meningkat setiap tahunnya yang mana pada tahun 2016 populasinya mencapai ±36,1 juta jiwa (Gambar 4). Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnnya dari tahun 2007 sampai 2016 mencapai ±940 ribu jiwa/tahun dengan persentase pertumbuhan rata-rata mencapai 3% setiap tahun. Gambaran ini menunjukan kebutuhan akan udara bersih dan suplai O 2 untuk masyarakat di Ekoregion Kalimantan semakin meningkat setiap tahunnya. Tutupan hutan bisa menjadi salah satu media untuk menyediakan jasa untuk menyerap CO 2 dan menyuplai O 2. Apabila menggunakan asumsi Jalal (2007) dalam Kubaniana et al. (2011), dimana 1 hektar tutupan hutan dapat mensuplai 18 orang/tahun, maka untuk mensuplai kebutuhan O 2 dari populasi hutan di Ekoregion Kalimantan saat ini, dibutuhkan tutupan hutan seluas ±2 juta hektar atau sebesar 7% dari total luas tutupan yang ada di tahun 2016. Untuk peningkatan jumlah penduduk setiap tahun di Ekoregion Kalimantan, luas tutupan yang dibutuhkan seluas ±923 hektar/tahun untuk mensuplai O 2. Ilustrasi di atas menunjukan bahwa daya dukung tutupan hutan di Ekoregion Kalimantan sangat besar dan masih memadai untuk menyerap emisi CO 2 dari beberapa sektor dan mampu mensuplai O 2 untuk masyarakat. Namun perlu diingat, kebutuhan akan lahan akibat adanya peningkatan jumlah penduduk, otomatis akan mengurangi luas tutupan lahan hutan yang ada. Prinsip keseimbangan antara pembangunan dan pengendalian pemanfaatan sumber daya hutan harus dilakukan dalam mencapai masyarakat dan lingkungan hidup yang berkualitas di Ekoregion Kalimantan. Salam Lestari!!! Daftar Pustaka Agus F, Santosa I, Dewi S, Setyanto P, Thamrin S, Wulan YC, Suryaningrum F (eds). 2014. Pedoman Teknis Penghitungan Baseline Emisi dan Serapan Gas Rumah Kaca Sektor Berbasis Lahan: Buku I Landasan Ilmiah. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia. Hardansyah, R. 2016. 25 Dinamika Tutupan Hutan Ekoregion Kalimantan. Balikpapan: Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan. Kubaniana E, Al-Kautsar I, K Yasmin R. 2011. Kebutuhan Luas Lahan Hutan Kota Bogor dengan Pendekatan Kebutuhan Oksigen. Bogor: Institut Pertanian Bogor. P3E Kalimantan. 2016. Updating Peta Daya Dukung Ekoregion Kalimantan. Balikpapan: P3E Kalimantan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Rusulono T (ed.). 2014. Cadangan Karbon pada berbagai Tipe Hutan dan Jenis Tanaman di Indonesia (Seri 2). Yogyakarta: PT. Kanisius Suwardi AB, Mukhtar E, Syamsuardi. 2013. Komposisi Jenis Dan Cadangan Karbon Di Hutan Tropis Dataran Rendah, Ulu Gadut, Sumatera Barat. Berita Biologi: 12 (2). Zacky A et al. 2014. Pedoman Teknis Perhitungan Baseline Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Berbasis Energi. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).