BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 menjelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit

HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN BIG FIVE DENGAN PEMAAFAN PADA ISTRI YANG MENGALAMI PROBLEMATIKA PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya,

HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN BIG FIVE DENGAN PEMAAFAN PADA ISTRI YANG MENGALAMI PROBLEMATIKA PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini akan dijabarkan mengenai gambaran umum subjek, hasil

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. tidaknya sebaran skor variable serta linier atau tidaknya hubungan. antara variabel bebas dengan variabel tergantungnya.

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti


HUBUNGAN KEPRIBADIAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IX PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 Metode Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis

BAB III METODE PENELITIAN

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. inidikarenakanadanyakonsepbahwamanusiamerupakanmakhluksosial.sehi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasi ganda. Penelitian korelasi

BAB II. meningkatkan fungsi konstruktif konflik. Menurut Ujan, dkk (2011) merubah perilaku ke arah yang lebih positif bagi pihak-pihak yang terlibat.

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja sebagai customer service. Customer service ini berfungsi untuk

BAB I PENDAHULUAN. kerugian terjadi ketika dua belah pihak yang terlibat tidak dapat mencapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini setiap individu pasti pernah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi

BAB II LANDASAN TEORI. Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. Penelitian ini pada dasarnya adalah membuktikan secara empiris hasil

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

TRAIT FACTOR THEORY EYSENCK, CATTELL, GOLDBERG. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB V PENUTUP. 1. Seluruh faktor faktor kepribadian berpengaruh signifikan terhadap stres

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. beban penyakit global dan lazim ditemukan pada masyarakat negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pelayanan kesejahteraan sosial di lingkungan instansi pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. muncul dari perubahan konteks sosio-ekonomi, politik dan budaya. Konteks ini

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, subjek penelitian,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerical

PERAN KELUARGA STRATEGIS DAN KRUSIAL

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB II URAIAN TEORITIS. Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel komitmen, dan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

4. METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. data normal atau tidak. Alat yang digunakan adalah One Sample. Uji normalitas pada skala subjective well-being

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi merupakan istilah yang umum digunakan untuk

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

2016 PREDIKSI TINGKAT KEMATANGAN EMOSIONAL SESEORANG MELALUI AKTIVITAS DI MEDIA SOSIAL TWITTER MENGGUNAKAN ALGORITMA C4.5

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. ini bisa dilihat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. moral dan sebaliknya mengarah kepada nilai-nilai modernitas yang sarat dengan

BAB I PENDAHULUAN. hasil Sumber daya manusia merupakan salah satu aset terpenting bagi perusahaan.

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, SARAN, DAN IMPLIKASI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh kinerja (job performance)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam

SUMBER PERBEDAAN INDIVIDUAL

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan bahwa ia membutuhkan suatu proses belajar yang memungkinkan dirinya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN. uji linieritas hubungan variabel bebas dan tergantung. diuji normalitasnya dengan menggunakan program Statistical

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

vii Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial Remaja. yang bersifat nyata (Sarwono, 2002).Perilaku merupakan respon individu terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang menyangkut remaja kian hari kian bertambah, baik itu dari sosial

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan calon intelektual atau cendikiawan muda dalam suatu

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. membahas unsur sikap baik sebagai individu maupun kelompok. Banyak kajian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Dukungan Keluarga

BAB III METODE PENELITIAN. menggambarkan gejala dan menjelaskan hubungan antar variabel yang ditemukan

BAB V HASIL PENELITIAN. Pengujian hipotesis menggunakan teknik analisis korelasi Product

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kota Bandung dengan populasi penduduk kota

Transkripsi:

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak. Alat yang digunakan adalah One Sample Kolmogorov- Smirnov Test. Dasar pengambilan keputusan, nilai p>0,05 dinyatakan sebaran data normal sehingga asumsi normalitas terpenuhi. Hasil uji normalitas sebagai berikut: a. Variabel pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan memiliki nilai Z KS = 0,080 atau nilai p = 0,200 (nilai p>0,05) yang berarti sebaran data dari variabel pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan berdistribusi normal. b. Variabel neuroticism memiliki nilai Z KS = 0,106 atau nilai p = 0,200 (nilai p>0,05) yang berarti sebaran data dari variabel neuroticism berdistribusi normal. c. Variabel extraversion memiliki nilai Z KS = 0,121 atau nilai p = 0,200 (nilai p>0,05) yang berarti sebaran data dari variabel extraversion berdistribusi normal. d. Variabel openness to experience memiliki nilai Z KS = 0,089 atau nilai p = 0,200 (nilai p>0,05) yang berarti sebaran data dari variabel openness to experience berdistribusi normal 53

54 e. Variabel agreeableness memiliki nilai Z KS = 0,124 atau nilai p = 0,200 (nilai p>0,05) yang berarti sebaran data dari variabel agreeableness berdistribusi normal. f. Variabel conscientiouness memiliki nilai Z KS = 0,106 atau nilai p = 0,200 (nilai p>0,05) yang berarti sebaran data dari variabel conscientiouness berdistribusi normal. Berdasarkan hasil di atas, tampak bahwa masing-masing variabel penelitian memiliki distribusi normal, sehingga asumsi normalitas terpenuhi. (Lampiran 4). 2. Uji Linieritas Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah antara variabel independen dengan variabel dependen memiliki hubungan yang linier. Alat yang digunakan adalah uji F, dimana antara variabel independen dengan variabel dependen dinyatakan memiliki hubungan linier apabila memiliki nilai p<0,05. Hasil uji linieritas pada penelitian ini adalah: a. Untuk varibel neuroticism dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai F = 51,918 atau nilai p = 0,000 (nilai p<0,05) yang berarti antara variabel neuroticism dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan memiliki hubungan yang linier. b. Untuk varibel extraversion dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai F = 25,417 atau nilai p = 0,000 (nilai p<0,05) yang berarti antara variabel

55 c. extraversion dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan memiliki hubungan yang linier. d. Untuk varibel openness to experience dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai F = 9,334 atau nilai p = 0,005 (nilai p<0,05) yang berarti antara variabel openness to experience dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan memiliki hubungan yang linier. e. Untuk varibel agreeableness dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai F = 8,180 atau nilai p = 0,008 (nilai p<0,05) yang berarti antara variabel agreeableness dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan memiliki hubungan yang linier. f. Untuk varibel conscientiouness dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai F = 15,596 atau nilai p = 0,000 (nilai p<0,05) yang berarti antara variabel conscientiouness dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan memiliki hubungan yang linier. Berdasarkan hasil di atas, tampak bahwa masing-masing variabel independen memiliki hubungan linier dengan variabel dependen, sehingga asumsi linieritas terpenuhi. (Lampiran 4).

56 B. Hasil Uji Hipotesis 1. Uji Hipotesis Mayor Uji hipotesis mayor diperoleh nilai R 12y = 0,874; nilai F hitung = 15,548 (nilai p<0,01) yang berarti ada hubungan yang sangat signifikan antara kepribadian big five dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Dengan demikian Hipotesis mayor diterima (Lampiran G-1) 2. Uji Hipotesis Minor a. Hubungan antara Neuroticism dengan Pemaafan pada Istri yang Mengalami Problematika Perkawinan Hasil uji korelasi antara variabel neuroticism dengan variabel pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai r = -0,806 dan p = 0,000 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara neuroticism dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi neuroticism maka semakin rendah pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya. Dengan demikian hipotesis minor pertama yang menyatakan ada hubungan negatif antara neuroticism dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diterima. b. Hubungan antara Extraversion dengan Pemaafan pada Istri yang Mengalami Problematika Perkawinan Hasil uji korelasi antara variabel extraversion dengan variabel pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan

57 diperoleh nilai r = 0,690 dan p = 0,000 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara extraversion dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi extraversion maka semakin tinggi pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya. Dengan demikian hipotesis minor kedua yang menyatakan ada hubungan positif antara extraversiondengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diterima. c. Hubungan antara Openness to Experience dengan Pemaafan pada Istri yang Mengalami Problematika Perkawinan Hasil uji korelasi antara variabel openness to experience dengan variabel pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai r = 0,500 dan p = 0,002 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara openness to experience dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi openness to experience maka semakin tinggi pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya. Dengan demikian hipotesis minor ketiga yang menyatakan ada hubungan positif antara openness to experience dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diterima.

58 d. Hubungan antara Agreeableness dengan Pemaafan pada Istri yang Mengalami Problematika Perkawinan Hasil uji korelasi antara variabel agreeableness dengan variabel pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai r = 0,475 dan p = 0,004 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara agreeableness dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi agreeableness maka semakin tinggi pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya. Dengan demikian hipotesis minor keempat yang menyatakan ada hubungan positif antara agreeableness dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diterima. e. Hubungan antara Conscientiouness dengan Pemaafan pada Istri yang Mengalami Problematika Perkawinan Hasil uji korelasi antara variabel conscientiouness dengan variabel pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai r = 0,598 dan p = 0,000 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan positif yang signifikan antara conscientiouness dengan variabel pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi conscientiouness maka semakin tinggi pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya. Dengan demikian hipotesis minor kelima yang menyatakan ada hubungan positif antara conscientiouness dengan

59 pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diterima. (Lampiran 5). 3. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yang diketahui dengan rumus adjusted R 2 x 100%. Pada penelitian ini nilai adjusted R 2 = 0,715, sehingga besarnya koefisien determinasi adalah 71,5%. Hal ini berarti bahwa neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiouness memberikan pengaruh terhadap pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan sebesar 71,5% dan 28,5% dipengaruhi oleh variabel lain diluar model yang diteliti. C. Pembahasan Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa hipotesis mayor diterima karena memiliki nilai R 12y = 0,874; nilai F hitung = 15,548 (nilai p<0,01) yang berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kepribadian big five dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Hal ini sesuai dengan pendapat McCollough, dkk (dikutip Sari, 2012, h.55-56) bahwa faktor kepribadian merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemaafan. Adapun kepribadian big five merupakan kepribadian yang dikembangkan dengan menggunakan pendekatan traits.

60 Big five merupakan trait kepribadian yang digambarkan dalam lima dimensi dasar. Kelima dimensi itu adalah neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiouness (McCrae & John, 1991, h.175). Penelitian ini mengungkapkan hipotesis minor pertama diterima karena memiliki nilai r = -0,806 dan p = 0,000 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara neuroticism dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi neuroticism maka semakin rendah pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya. Neuroticism menggambarkan seseorang yang memiliki masalah emosi yang negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara emosional mereka labil, mereka juga merubah perhatian menjadi sesuatu yang berlawanan. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang rendah cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup, dibandingkan dengan seseorang yang memiliki neuroticism yang tinggi. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism tinggi memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan berkomitmen, mereka juga memiliki tingkat self esteem yang rendah, kepribadian yang mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi dan memiliki kecenderungan emotionally reactive. Hal ini sesuai dengan pendapat Costa & McCrae (1978, h.81-90) bahwa seseorang yang mempunyai neuroticism tinggi mudah mengalami stres, mempunyai ide-ide yang tidak realistik, dan mempunyai respon koping yang maladaptif sehingga membuatnya sulit melakukan pemaafan. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Abid, dkk (2015, h.149) yang

61 mengungkapkan bahwa neuroticism berhubungan negatif dengan pemaafan. Penelitian ini mengungkapkan hipotesis minor kedua diterima karena memiliki r = 0,690 dan p = 0,000 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara extraversion dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi extraversion maka semakin tinggi pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya. Extraversion dicirikan dengan afek positif seperti memiliki antusiasme yang tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan banyak hal, ambisius, juga ramah terhadap orang lain. Extraversion yang tinggi digambarkan memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga dominan dalam lingkungannya. Extraversion dapat memprediksi perkembangan dari hubungan sosial. Hal ini sesuai dengan pendapat Costa & McCrae (1987, h.81-90) bahwa seseorang yang ekstravert cenderung ramah dan terbuka serta bersedia menghabiskan banyak waktu untuk mempertahankan dan menikmati sejumlah pertemanan sehingga membuatnya mudah memaafkan karena kebutuhan untuk mempertahankan pertemanan dengan orang lain. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Arthasari (2010), Hafnidar (2013, h.167) dan Abid, dkk (2015, h.149) mengungkapkan bahwa extraversion berhubungan positif dengan pemaafan. Penelitian ini mengungkapkan hipotesis minor ketiga diterima karena memiliki r = 0,500 dan p = 0,002 (nilai p<0,01), yang berarti ada

62 hubungan positif yang sangat signifikan antara openness to experience dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi openness to experience maka semakin tinggi pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya. Openness to experience mempunyai ciri mudah bertoleransi, kapasitas menyerap informasi, menjadi sangat fokus, dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Seseorang dengan openness to experience yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki imajinasi dan kehidupan yang indah. Sedangkan seseorang yang memiliki tingkat openness to experience yang rendah memiliki nilai kebersihan, kepatuhan dan keamanan bersama, juga menggambarkan pribadi yang mempunyai pemikiran yang sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan. Openness to experience dapat membangun pertumbuhan pribadi. Pencapaian kreativitas lebih banyak pada orang yang memiliki tingkat openness to experience yang tinggi. Juga memiliki rasa ingin tahu, kreatif, terbuka terhadap pengalaman, lebih mudah untuk mendapatkan solusi untuk suatu masalah. Dengan demikian, individu dengan karakter openness to experience akan lebih mudah memaafkan karena memiliki toleransi yang tinggi. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Arthasari (2010), Abid, dkk (2015, h.149) mengungkapkan bahwa extraversion berhubungan positif dengan pemaafan. Rahmawati (2015) mengungkapkan bahwa keterbukaan diri berpengaruh positif terhadap perilaku memaafkan.

63 Penelitian ini mengungkapkan hipotesis minor keempat diterima karena memiliki nilai r = 0,475 dan p = 0,004 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara agreeableness dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi agreeableness maka semakin tinggi pemaafan istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya. Dimensi Agreeableness dapat disebut juga social adaptability yang mengidentifikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Individu yang berada pada skor agreeableness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang suka membantu, mudah memaafkan, dan penyayang. Dengan kata lain, individu yang memiliki karakter agreeableness akan lebih mudah memaafkan karena kemampuannya yang baik dalam beradaptasi secara sosial membuat individu lebih mudah melihat segala sesuatu (termasuk sesuatu yang memicu konflik) dengan lebih luas dan menerima perbedaan yang ada. Penelitian ini mengungkapkan hipotesis minor kelima diterima karena memiliki r = 0,598 dan p = 0,000 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan positif yang signifikan antara conscientiouness dengan variabel pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi conscientiouness maka semakin tinggi pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya.dimensi Conscientiousness disebut juga impulsive control yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan self discipline seseorang. Individu yang

64 conscientiousness memiliki nilai kebersihan dan ambisi, yang biasanya digambarkan sebagai orang yang tepat waktu dan ambisius. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian McCullough, dkk (2001, h.601), Hafnidar (2013, h.167) dan Abid, dkk (2015, h.149) mengungkapkan bahwa individu yang memiliki karakter conscientiousness lebih mudah memaafkan. Neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiouness memberikan pengaruh terhadap pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan sebesar 71,5% dan 28,5% dipengaruhi oleh variabel lain diluar model yang diteliti. Faktorfaktor lain yang mempengaruhi pemaafan di luar model yang diteliti antara lain agama, jenis kelamin, pola asuh orangtua dan teman sebaya (Soesilo, 2006, h.122-125); empati, atribusi terhadap pelaku dan kesalahannya, tingkat kelukaan, dan kualitas hubungan (Wardhati & Faturochman, 2014, h.507). Hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa dari 30 orang responden, 20 orang (66,7%) beragama Kristen, 3 orang (10%) beragama Katolik dan 7 orang (23,3%) beragama Islam (lihat Lampiran D). Hasil ini menunjukkan bahwa mayoritas responden beragama Kristen. Menurut Soesilo (2006, h.122-125) agama berhubungan dengan pemaafan. Agama yang menekankan pemaafan menghasilkan para pengikut yang mudah memaafkan. Sebaliknya agama yang kurang menekankan pemaafan, pengikutnya lebih sulit untuk memaafkan. Selain itu, pada penelitian ini digunakan responden berjenis kelamin perempuan. Menurut Soesilo (2006, h.122-125), perempuan

65 lebih mudah memaafkan dibandikan pria tanpa pandang pola persoalan mereka, meskipun wanita dan pria sama-sama memiliki rasa ingin membalas dendam. Hal ini dikarenakan wanita lebih menghargai proses pemaafan dan lebih percaya bahwa dalam proses penyembuhan mereka harus memaafkan, tetapi pria pada umumnya tidak berpikir demikian. Bagi pria, umur, rasa malu dan harga diri sangat mempengaruhi keputusan untuk memaafkan. Pria yang semakin berumur semakin menjaga harga diri sehingga semakin sulit memaafkan. Sebaliknya apabila pria tersebut lebih terbuka dan suka bersosialisasi maka pria tersebut akan lebih mudah memaafkan. Penelitian ini memiliki keterbatasan sehingga perlu berhati-hati dalam menafsirkan hasil penelitian. Keterbatasan penelitian antara lain disebabkan TRIM-18 yang digunakan untuk mengukur pemaafan merupakan versi terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia, dimana dalam proses terjemahan ini ada kemungkinan terjadinya perbedaan persepsi karena latar budaya yang berbeda sehingga terjemahan yang dihasilkan kurang sesuai dengan versi asli. Selain itu, penelitian ini tidak mengontrol jenis kelamin, agama, dan intensitas dari problematika perkawinan, dimana hal tersebut diduga memiliki kaitan erat dengan pemaafan.