BAB III KABEL BAWAH TANAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III KABEL BAWAH TANAH

BAB III METODE & DATA PENELITIAN

BAB I RANGKA PEMBAGI UTAMA

BAB V KABEL ATAS TANAH

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN

PEDOMAN PEMBANGUNAN PRASARANA SEDERHANA TAMBATAN PERAHU DI PERDESAAN

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KETENTUAN TEKNIS INFRASTRUKTUR BERSAMA TELEKOMUNIKASI

Endi Dwi Kristianto

SPESIFIKASI TEKNIS. Pasal 1 JENIS DAN LOKASI PEKERJAAN

BAB III PEMBAHASAN. Setelah melakukan penelitian terhadap permasalahan yang ada di PT.

PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

BAB III IMPLEMENTASI PENGGELARAN JARINGAN TRANSMISI SKSO MEGA KUNINGAN DAN HUT 20

SNI 7827:2012. Standar Nasional Indonesia. Papan nama sungai. Badan Standardisasi Nasional

ini, adalah proyek penggantian jembatan kereta api lama serta pembuatan 2 bentangan jembatan baru yang

5

PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA

Rambu evakuasi tsunami

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu

BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Umum

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

REKAYASA JALAN REL. MODUL 6 : Tanah dasar, badan jalan dan Drainase jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

METODE PELAKSANAAN. Pekerjaan Perbaikan Darurat Bencana Erupsi Gunung Merapi (Paket 2) - Lanjutan 1

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

BAB 5 RENCANA ANGGARAN BIAYA DAN TIME SCHEDULE

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

Training Center ISSUED - 4/17/2004 1

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR

Karamba jaring apung (KJA) kayu untuk pembesaran ikan kerapu di laut

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 53 TAHUN 2000 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN

PERTEMUAN 8 (MEDIA TRANSMISI FISIK)

BAB 5 RENCANA ANGGARAN BIAYA DAN TIME SCHEDULE

PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK

Endi Dwi Kristianto

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA STA PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU

DAFTAR ISI. Bekerja untuk menjaga agar jalan kita tetap dalam kondisi yang baik BUKU PANDUAN 2

KONSTRUKSI PONDASI Pondasi Dangkal Pasangan Batu bata/batu kali

MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA

METODE PELAKSANAAN. Pekerjaan Perbaikan Darurat Bencana Erupsi Gunung Merapi (Paket 2) - Lanjutan 1

MEMBUAT MACAM- MACAM SAMBUNGAN PIPA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BONDEK DAN HOLLOW CORE SLAB

Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan

MEMBUAT MACAM- MACAM SAMBUNGAN PIPA

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

Cara menghitung Volume pekerjaan : I. Pekerjaan Awal

DasarJaringan Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Metode Pelaksanaan Pembangunan Jalan Lingkungan Datuk Taib Desa Leuhan < SEBELUMNYA BERIKUTNYA >

ADENDUM DAFTAR KUANTITAS DAN HARGA

BAB III PROSES PERANCANGAN ROLLER CONVEYOR DI PT. MUSTIKA AGUNG TEKNIK

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Adapun hasil studi yang dikaji oleh penulis dari pemasangan gardu portal type

Pemberdayaan Masyarakat

BAB V METODE PELAKSANAAN. 5.1 Pekerjaan Pondasi Tiang Bor (Bored Pile) ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebihdahulu, lalu kemudian diisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Overhead Crane Overhead Crane merupakan gabungan mekanisme pengangkat secara terpisah dengan rangka untuk mengangkat

JARINGAN AKSES TELEPON

PENGANTAR PONDASI DALAM

BAB II KAJIAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

Persyaratan agar Pondasi Sumuran dapat digunakan adalah sebagai berikut:

Cara menghitung Volume pekerjaan Untuk bangunan sederhana Di susun oleh : Gazali Rahman, ST

BAB V METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN

Bimtek Masyarakat Jasa Konstruksi- Kab. Bantul 1

BAB IV PENGAMATAN PEKERJAAN SIPIL LAPANGAN

BAB VII METODE PELAKSANAAN

GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)

KEGIATAN BELAJAR II SAMBUNGAN KAYU MENYUDUT

BAB V PONDASI TELAPAK

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IX JALUR TRANSMISI DAN UTILITAS

Pemuaian adalah bertambahnya volume suatu zat akibat meningkatnya suhu zat. Semua zat umumnya akan memuai jika dipanaskan.

BAB III TEORI PENUNJANG. penggerak frekuensi variable. KONE Minispace TM

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. Pekerjaan pondasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu pondasi dangkal dan pondasi

PRAKTIKUM INSTALASI PENERANGAN LISTRIK SATU FASA SATU GRUP

BAB 9 BOQ DAN RAB 9.1 BOQ SPAL

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HARGA SATUAN POKOK KEGIATAN (HSPK)

Bendungan Urugan II. Dr. Eng Indradi W. Sunday, May 19, 13

Transkripsi:

BAB III 1. TUJUAN Buku pedoman ini membahas tata cara pemasangan kabel bawah tanah dengan tujuan untuk memperoleh mutu pekerjaan yang baik dan seragam dalam cara pemasangan serta peralatan yang digunakan. 2. PENGGUNAAN Pedoman ini digunakan sebagai petunjuk dalam pelaksanaan pemasangan Kabel Tanah Tanam Langsung maupun Kabel Duct, baik yang dilaksanakan oleh Petugas / Karyawan PT. TELKOM maupun oleh Mitra PT. TELKOM. 3. DEFINISI a. Kabel Bawah Tanah adalah semua jenis kabel yang konstruksinya dirancang khusus untuk dipasang di bawah permukaan tanah, sesuai dengan STEL-K-007, STEL-K-008, STEL-K-009 dan yang lainnya yang dituangkan dalam SII (Standar Industri Indonesia). b. Kabel Tanah Tanam Langsung (STEL-K-007) adalah kabel tanah yang dalam pemasangannya ditanam secara langsung di bawah permukaan tanah. c. Kabel Duct (STEL-K008 dan STEL-K009) adalah kabel tanah yang dalam pemasangannya harus diletakkan dalam pipa-pipa di bawah permukaan tanah. d. Kabel Primer adalah kabel yang dipasang untuk menghubungkan Rangka Pembagi Utama dengan Rumah Kabel. e. Kabel Sekunder adalah kabel yang dipasang untuk menghubungkan Rumah Kabel dengan Kotak Pembagi. f. Kabel Catu Langsung adalah kabel-kabel yang dipasang untuk menghubungkan secara langsung antara Rangka Pembagi Utama dengan Kotak-kotak Pembagi dan tidak melalui Rumah Kabel. 4. CARA PEMASANGAN KABEL TANAH TANAM LANGSUNG 4.1 Cara Pemasangan Pemasangan Kabel Tanah Tanam Langsung pada umumnya dilakukan di bawah permukaan tanah, ditarik di pinggir sepanjang jalan, dan sewaktu-waktu, sesuai keperluan, menyeberang jalan atau selokan. Kedalaman galian untuk Kabel 42-299 1/11

Primer dan sekunder tidak sama. Demikian juga halnya antara rute lurus dan penyeberangan. Hal ini sangat tergantung kepada aturan pemerintah /PERDA setempat. 4.1.1. Pemasangan di tepi jalan/trotoir a. Kabel Primer Secara umum, kedalaman galian alur Kabel Primer ditentukan minimal 80 cm atau sesuai peraturan PEMDA setempat ( contoh Jakarta lebih kurang 130 cm ). Lebar galian bagian atas alur kabel lebih kurang 40 cm dan bagian bawah lebih kurang 30 cm, seperti terlihat pada Gambar 3-01 (a) dibawah ini. Tanah bekas galian diusahakan tidak mengganggu laulintas jalan. (a) (b) Gambar 3-01 Ukuran galian Kabel Tanah Tanam Langsung b. Kabel Sekunder Kedalaman galian untuk Kabel Sekunder ditentukan minimal 60 cm atau sesuai peraturan PEMDA setempat (contoh Jakarta lebih kurang 110 cm), lihat Gambar 3-01 (b). Bila kedalaman minimal tidak dapat dipenuhi maka konstruksi perlu diberikan pengamanan. c. Lebar galian pada bagian atas maupun bawah tergantung dari kedalamannya, baik untuk penanaman Kabel Primer maupun Sekunder seperti terlihat pada Gambar 3-02 di bawah ini. 43-299 2/11

Daftar lebar galian atas/bawah : (T) (A) (B) Gambar 3-02 Perbandingan lebar galian bagian atas dan bagian bawah 4.1.2. Menyeberang jalan Kabel dimasukkan dalam pipa PVC dengan diameter 10 cm, tebal 5,5 cm. Kedalaman galian lebih kurang 100 cm atau sesuai peraturan PEMDA setempat (contoh, Jakarta lebih kurang 130 cm). Pada penyeberangan jalan padat lalu lintas, kabel dimasukkan ke dalam pipa galvanis diameter 4 inchi, dengan ketentuan : a. Untuk Kabel Primer : 1 pipa hanya diisi 1 buah kabel. b. Kabel Sekunder : untuk satu pipa maksimum diisi oleh 3 buah kabel. c. Kabel Primer dan Kabel Sekunder diupayakan tidak dimasukkan kedalam satu pipa yang sama. d. Disiapkan pipa cadangan kosong yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan (desain), lihat Gambar 3-03 dibawah ini. 44-299 3/11

Gambar 3-03 Penanaman kabel yang menyeberang jalan dengan menggunakan Pipa Galvanis 4.1.3. Menyeberang parit Kabel dimasukkan ke dalam pipa pelindung besi galvanis dengan diameter dalam 4 inchi atau 2 inchi untuk kebutuhan yang menuju DP yang dipasang melewati bawah parit (Gambar 3-04). Jika hal tersebut tidak memungkinkan, maka pipa dapat dipasang di atas parit (Gambar- 05) dengan seijin PEMDA setempat, dengan ketentuan : Pipa Besi Galvanis Gambar 3-04 Pipa Pelindung Galvanis dipasang melewati bawah parit 45-299 4/11

Gambar 3-05 Pipa Pelindung Galvanis dipasang diatas parit a. 1 (satu) pipa pelindung hanya dapat diisi dengan 1 Kabel Primer atau maksimum 3 Kabel Sekunder. b. Kabel Primer dan Kabel Sekunder tidak boleh berada dalam satu pipa yang sama. c. Pipa pelindung dilindungi kawat berduri seperti terlihat pada Gambar 3-05 diatas. d. Pipa pelindung yang belum terisi kabel harus ditutup dengan Stopper pada kedua ujungnya, sedangkan pipa yang sudah terisi kabel supaya dipasang kabel Seal. 4.1.4. Menyeberang Rel Kereta Api Kabel dimasukkan kedalam pipa galvanis diameter 4 inchi pada kedalaman 1,5 meter atau menurut ketentuan PT. KAI dengan tetap menyediakan pipa cadangan disesuaikan dengan kebutuhan (perencanaan). 4.1.5 Menyeberang jalan bebas hambatan Pipa besi galvanis atau PVC minimal diameter 4 inchi tebal 5,5 mm ditanam di bawah jalan dengan kedalaman tertentu sesuai ketetapan instansi terkait. Pemasangannya dilakukan dengan menggunakan teknologi pengeboran. Kemudian kabel tanah dimasukkan melalui pipa tersebut. 4.1.6. Menyeberang sungai 46-299 5/11

Pemasangan dan penarikan kabel yang menyeberangi sungai dilakukan sesuai kondisi setempat, dengan cara : a. Menempel pada jembatan yang ada Pemasangannya harus seijin PEMDA atau PU setempat. Kabel dimasukkan dalam pipa pelindung besi yang dilewatkan pada sisi atau bawah jembatan, seperti terlihat pada Gambar 3-06 di bawah ini. Gambar 3-06 Pemasangnan dan penarikan kabel menyeberang jembatan b. Pemasangan jembatan kabel Apabila cara pada butir a diatas tidak memungkinkan, maka alternatip lain adalah dengan membuat jembatan kabel tersendiri dengan seijin PEMDA atau PU setempat. Konstruksi jembatan kabel harus disesuaikan dengan lebar bentang sungai, dan diamankan dari lalu lintas orang. c. Dalam hal pemasangan pada butir a dan b di atas tidak memungkinkan, maka diupayakan pemasangannya melewati dasar sungai dengan memakai kabel sungai. d. Dalam hal lebar sungai kurang dari 50 meter, masih memungkinkan menaikkan kabel tanah dengan memakai tumpuan pada ujung-ujungnya. 4.1.7. Melintasi kabel listrik (PLN) Bila pada waktu penggalian alur kabel, di lokasi yang sama terdapat kabel tegangan tinggi, maka jarak yang diperbolehkan adalah sebagai berikut : a. Jika sejajar, maka jarak terdekat minimum 80 cm. b. Jika menyilang, maka persilangan harus tegak lurus, dan jarak terdekat minimum 45 cm. c. Sepanjang 1 meter pada persilangan ini, kabel harus dilindungi/dimasukkan ke dalam pipa besi galvanis. 47-299 6/11

4.1.8 Galian lubang tempat penyambungan kabel Galian lubang tempat penyambungan kabel ditentukan ukurannya sesuai dengan kedalaman galian kabel yang berkaitan. 4.1.9 Hal-hal lain a. Apabila ada tiang listrik, maka galian alur kabel harus berjarak paling sedikit 30 cm, lihat Gambar 3-07 berikut ini. Gambar 3-07 Galian kabel disamping tiang listrik b. Jarak galian alur kabel terhadap pinggir parit berbeton paling sedikit 25 cm, sedangkan terhadap pinggir parit yang tidak berbeton paling sedikit 50 cm, lihat Gambar 3-08 berikut ini. 25 cm (a) 50 cm (b) Gambar 3-08 Galian alur kabel terhadap parit berbeton (a) dan tidak berbeton (b) 48-299 7/11

c. Sebelum pelaksanaan instalasi harus diadakan pengukuran kabel terlebih dahulu di gudang atau di lapangan Peletakkan kabel dalam alur harus dibuat berbelok-belok, dengan tujuan agar kabel fleksibel sehingga tidak terjadi kerusakan bila terjadi longsoran atau pergeseran tanah dan memudahkan penyambungan bila diperlukan karena panjang kabel masih cukup. 4.2. Cara Penarikan Kabel Tanam Langsung 4.2.1. Persiapan penarikan Sebelum melakukan penarikan/pemasangan kabel, hal-hal yang perlu dipersiapkan sebagai berikut : a. Alat-alat yang perlu dipakai : 1. Alat untuk peggalian 2. Alat untuk penarikan kabel terdiri dari : Dongkrak kabel, rol, motor penarik/gerobak penarik (kalau ada), rambu-rambu lalu lintas dan alat pengaman. b. Material yang diperlukan : 1. Batu pelindung (deskteen) atau warning tape 2. Pipa-pipa besi/pvc (jika diperlukan) 3. Pasir urug c. Sarana transportasi peralatan Sarana ini diperlukan untuk mengangkut material dari gudang ke lokasi kerja atau pengembalian sisa kabel atau material dari lokasi pekerjaan ke gudang. Khusus untuk mengangkut kabel, persyaratan yang harus diperhatikan adalah : 1. Kabel diangkat dengan menggunakan Cable trailer atau Truk 2. Apabila diangkut dengan menggunakan truk, maka ketentuannya adalah sebagai berikut : a) Pada waktu menaikkan dan menurunkan kabel, maka digunakan beberapa cara, sebagai berikut : (1) Menggunakan tali dan papan peluncur seperti Gambar 3-09 di bawah ini. 49-299 8/11

T a l i P a p a n P e l u n c u r Gambar 3-09 Pengangkutan kabel dengan truk menggunakan tali dan papan peluncur (2) Menggunakan katrol, seperti terlihat dalam Gambar 3-10 (a) di bawah ini. (3) Posisi kabel pada truk harus seperti terlihat pada Gambar 3-10 (b) di bawah ini. Gambar 3-10 Cara pengangkutan kabel 50-299 9/11

(4) Dengan menggunakan fork lift. (5) Truk khusus yang berfungsi untuk menaikkan, menurunkandan mengangkut kabel, serta dapat juga berfungsi sebagai jack drum. b) Dalam mengangkat, membawa dan menurunkan kabel dari truk harus dihindarkan terjadinya benturan terhadap kabel/haspel d. Dalam penarikan kabel, petugas/regu pelaksana dipimpin oleh kelapa regu selaku pimpinan pelaksana. 4.2.2. Teknik pelaksanaan. Pertama-tama dibuat galian alur kabel sesuai dengan yang telah direncanakan, kemudian diisi dengan pasir urug setebal 5 cm. Selanjutnya penarikan kabel dilakukan dengan 3 cara, menurut situasi tempat/ pekerjaan sebagai berikut : a. Apabila disepanjang rute galian kabel tidak terdapat hambatan-hambatan yang berarti ( misalnya ; menyeberang jalan, rel kereta api, parit atau sungai dan lain-lain ) dan berada di tepi tepi jalan, maka penarikan kabel dapat dilaksanakan dengan cara sebagai berikut : 1. Penarikan dimulai dari ujung alur kabel ke arah Kantor (kearah KPU untuk Kabel Primer, dan ke arah RK untuk Kabel Sekunder). 2. Kabel dengan haspelnya disiapkan diatas trailer yang ditarik kendaraan. 3. Ujung kepala kabel (ujung kabel yang berada di luar) ditarik melalui bagian bawah haspel, kemudian ditambatkan pada tempat dimana ujung kabel tersebut nantinya akan diterminasikan ke RPU atau RK. 4. Kabel ditarik dengan cara menjalankan kendaraan penarik, maju menuju ujung jauh dari alur kabel secara pelan-pelan (lihat Gambar 3-11 di bawah ini). 5. Kabel yang sudah tergelar sepanjang alur galian, kemudian dimasukkan ke dalam galian, yang telah diisi pasir setebal 5 cm. Apabila panjang kabel dirasa telah mencukupi, maka kabel dapat dipotong, dan ujungnya ditutup/didop dengan end-cap panas kerut. 51-299 10/11

Document Outline BAB III Gambar 3-01 Gambar 3-02 Gambar 3-03 Gambar 3-04 Gambar 3-05 Pipa Pelindung Galvanis dipasang diatas parit Gambar 3-06 Gambar 3-08 Gambar 3-09 Kendaraan penarik kabel Gambar 3-14 Gambar 3-17 Gambar 3-21 Gambar 3-22 Untuk menempatkan kabel dalam duct terlebih dahulu harus dicari/ dipilih pipa duct yang cocok, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : 11/11