2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Elemen 2.2 Perikanan Tangkap

dokumen-dokumen yang mirip
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di

ELEMEN KUNCI PENGELOLAAN OPTIMAL PANGKALAN PENDARATAN IKAN MEULABOH DI KABUPATEN ACEH BARAT MUHAMMAD RIZAL

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

3 METODOLOGI PENELITIAN

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Fungsi pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perikanan Tangkap

Pelabuhan secara umum adalah daerah yang terlindung

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PERMEN-KP/2014 TENTANG SISTEM LOGISTIK IKAN NASIONAL

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STUDI TATA LETAK FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN PROPINSI JAWATIMUR. Jonny Zain

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran pelabuhan yang memadai berperan besar dalam menunjang mobilitas barang dan

2016, No dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik I

7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III DESKRIPSI AREA

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir

NOMOR : KEP.44/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN/KOTA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

BAB I. PENDAHULUAN. Pelabuhan perikanan merupakan pelabuhan yang secara khusus menampung

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1983 TENTANG PEMBINAAN KEPELABUHANAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG

2 Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lemb

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP)

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

6. FUNGSI PPI MUARA BATU

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEBIJAKAN PEMANFAATAN PELABUHAN PERIKANAN

EFISIENSI PEMANFAATAN FASILITAS DI TANGKAHAN PERIKANAN KOTA SIBOLGA ABSTRACT. Keywords: Efficiency, facilities, fishing port, utilization.

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG MERUPAKAN KEWENANGAN DAERAH PROVINSI Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG

4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendaratan Hasil Tangkapan di PP/PPI

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Metode pengumpulan data

JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2000

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 84 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN LINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2005

Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 07 TAHUN 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN

Dr.Ir. Ernani Lubis, DEA Dr.Ir. Anwar Bey Pane, DEA. Muhammad Syahrir R, S.Pi, M.Si

Transkripsi:

3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Elemen Elemen adalah unsur (entity) yang mempunyai tujuan dan atau realitas fisik. Setiap elemen mengandung atribut yang dapat berupa nilai bilangan, formula intensitas ataupun suatu keberadaan fisik seperti seseorang, mesin, organisasi dan sebagainya. Kata kunci dari elemen atau komponen adalah mendapatkan elemen kunci yang akan menjadi dasar acuan pengambilan kebijakan untuk melakukan sesuatu dalam sistem. Interaksi atau hubungan anatara dua atau lebih elemen menyatakan bahwa apabila ada perubahan dalam atribut suatu elemen akan mengakibatkan perubahan dalam atribut elemen yang terkait. Adanya interaksi tersebut menyebabkan kendala terhadap perilaku sistem, dinama perlu diketahui sifat hubungan elemen terhadap totalitas (relation to the whole) dan sifat hubungan antar elemen yang terkait (relation of an entity toward other entities). Pola hubungan inilah yang menentukan struktur elemen dari suatu sistem (Eriyatno, 2003). 2.2 Perikanan Tangkap Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan (Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009). Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi yang mencakup penangkapan atau pengumpulan hewan dan tanaman air yang hidup di air laut atau perairan umum secara bebas. Menurut Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, usaha perikanan tangkap adalah usaha perikanan yang berbasis pada kegiatan penangkapan ikan. Pengertian penangkapan ikan sendiri adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya. Menurut Monintja (2001), perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen atau elemen atau subsistem yang saling berkaitan

4 dan mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Komponen-komponen perikanan tangkap terdiri atas 1. Sarana produksi; 2. Usaha penangkapan; 3. Prasarana (pelabuhan); 4. Unit pengolahan; 5. Unit pemasaran; dan 6. Unit penangkapan. 2.3 Pelabuhan Perikanan Pelabuhan menurut Ensiklopedia Indonesia merupakan tempat kapal berlabuh. Pelabuhan tersebut dapat dilengkapi dengan bangunan penahan gelombang yang menjulur ke laut untuk melindungi kapal-kapal dari terpaan angin topan dan gelombang besar. Pelabuhan yang modern dilengkapi dengan loslos dan gudang-gudang serta pangkalan, dok ( crane) untuk membongkar dan memuat barang-barang. Istilah lain yang dikenal terhadap pelabuhan yaitu Bandar yang berarti tempat berlabuh dan berlindung bagi kapal-kapal yang memang kondisinya telah terlindung secara alami oleh gosong-gosong karang atau berbentuk teluk (Murdiyanto, 2002). Berdasarkan Undang-Undang Perikanan nomor 45 tahun 2009, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Menurut Vigarie (1979) Pelabuhan merupakan suatu wilayah terjadinya kontak antara dua bidang sirkulasi transpor berbeda yaitu sirkulasi transportasi darat dan sirkulasi transportasi maritim dimana peranan pelabuhan adalah dapat menjamin kelanjutan dari dua skema transportasi yang saling terkait tersebut. Triatmodjo (2007) mendifinisikan pelabuhan adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga di mana kapal bertambat untuk bongkar maut barang, kran-kran untuk bongkar maut barang, gudang laut (transit) dan tempat-tempat penyimpanan dimana kapal membongkar muatannya, dan gudang-gudang dimana barang-barang dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama selama menunggu pengiriman ke daerah tujuan atau pengapalan. Terminal ini dilengkapi dengan jalan kereta api, jalan raya atau saluran pelayaran darat. Dengan demikian daerah pengaruh pelabuhan bisa sangat jauh dari pelabuhan tersebut. Selanjutnya Lubis (2006), mendefinisikan

5 pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai didistribusikan. 2.3.1 Klasifikasi pelabuhan perikanan Pelabuhan perikanan dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis usaha perikanannya (Lubis, 2007) yaitu: 1) Pelabuhan perikanan berskala besar atau perikanan laut dalam yaitu pelabuhan untuk perikanan industri atau untuk berlabuh atau bersandarnya kapal-kapal penangkapan berukuran besar dengan panjang antara 40 sampai 120 m dan berat lebih besar dari 50 GT. Mempunyai kolam pelabuhan yang dalam, dermaga yang panjang. Pelabuhan ini juga terdapat perusahaan-perusahan pengolahan dan pedagang-pedagang besar. Hasil tangkapan yang didaratkan dan didistribusikan untuk tujuan nasional dan internasional. 2) Pelabuhan berskala menengah yaitu pelabuhan perikanan untuk perikanan semi-industri atau tempat berlabuh dan bertambahnya kapal-kapal penangkapan ikan berukuran antara 15 sampai 50 GT. Pelabuhan ini terkadang terdapat juga perusahaan-perusahaan pengelolahan ikan dan pada umumnya hasil tangkapannya untuk tujuan nasional dan sedikit untuk lokal. 3) Pelabuhan perikanan berskala kecil/perikanan pantai yaitu pelabuhan untuk perikanan kecil atau perikanan tradisional atau tempat berlabuh dan bertambatnya kapal-kapal penangkapan ukuran lebih kecil dari 15 GT. Mempunyai kolam pelabuhan yang tidak dalam. Hasil tangkapan yang didaratkan pada umumnya adalah dalam bentuk segar atau dipertahankan kesegarannya dengan menambahkan es. Hasil tangkapannya ditujukan terutama untuk pemasaran lokal. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Permen. 16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, maka Pelabuhan Perikanan dibagi menjadi 4 kategori utama yaitu: 1) Tipe A : PPS (Pelabuhan Perikanan Samudera) Faktor kriteria: (1) Melayani kapal perikanan berukuran >60 GT; (2) Menampung 100 unit kapal atau 6000 GT;

6 (3) Melayani kapal yang beroperasi di perairan lepas pantai, ZEE Indonesia, dan perairan internasional; (4) Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 40.000 ton/tahun; (5) Memberi pelayanan untuk ekspor; (6) Tersedia lahan untuk industri perikanan 2) Tipe B : PPN ( Pelabuhan Perikanan Nusantara) Faktor kriteria: (1) Melayani kapal perikanan berukuran 15-16 GT; (2) Melayani kapal perikanan yang beroperasi di ZEE Indonesia, dan perairan nasional; (3) Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 8000-15000 ton/tahun. 3) Tipe C : PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) Faktor kriteria: (1) Melayani kapal perikanan berukuran 5-15 GT; (2) Menampung 50 unit kapal atau 500 GT; (3) Melayani kapal yang beroperasi di perairan pantai; (4) Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 4000 ton/tahun. 4) Tipe D : PPI (Pangkalan Pendaratan Ikan) Faktor kriteria: (1) Melayani kapal perikanan berukuran >10 GT (2) Melayani kapal yang beroperasi di perairan pantai; (3) Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 2000 ton/tahun. 2.3.2 Peran pelabuhan perikanan Pelabuhan perikanan berperan sebagai terminal yang menghubungkan kegiatan usaha di laut dan di darat ke dalam suatu sistem usaha dan berdaya guna tinggi. Peranan pelabuhan perikanan (Sub Direktorat Bina Prasarana Perikanan, 1982) diacu Atharis (2008) yaitu sebagai pusat : 1) Aktivitas produksi, yaitu : Tempat mendaratkan hasil tangkapan Tempat persiapan operasi penangkapan ikan (mempersiapkan alat tangkap, bahan bakar, air, perbaikan kapal, dan istirahat anak buah kapal)

7 2) Distribusi yaitu : Tempat transaksi jual beli Terminal untuk pendistribusian ikan Pusat pengolahan hasil laut 3) Kegiatan masyarakat nelayan, yaitu pusat : Kehidupan masyarakat nelayan Pembangunan ekonomi masyarakat nelayan Lalu lintas dan jaringan informasi antar nelayan maupun masyarakat luar. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1991) diacu Simanjuntak (2005), peranan pelabuhan perikanan dapat dilihat dari kemampuannya menampung produksi perikanan laut untuk selanjutnya didistribusikan ke pusat-pusat pemasaran atau konnsumen. Agar peranan pelabuhan perikanan semakin terlihat nyata, maka pembangunannya haruslah lebih terarah dan terencana untuk menampung produksi perikanan laut yang belum sepenuhnya didaratkan, didistribusikan dan dipasarkan melalui pelabuhan perikanan. 2.3.3 Fungsi pelabuhan perikanan Menurut Lubis (2010), pelabuhan perikanan secara umum mempunyai fungsi yang dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1) Fungsi maritim Pelabuhan perikanan mempunyai aktivitas-aktivitas yang bersifat kemaritiman, yaitu merupakan suatu tempat bagi nelayan atau pemilik kapal, antara laut dan daratan untuk mendaratkan kapal-kapalnya. Dengan adanya fungsi ini maka dapat diberikan contoh pada tipe pelabuhan perikanan besar atau samudera atau skala industri, yang dicirikan aktivitas kemaritimannya melalui penyediaan fasilitas-fasilitas antara lain berupa kolam pelabuhan yang besar dan cukup dalam agar kapal besar dapat bergerak leluasa, dermaga yang cukup panjang agar kapal-kapal dapat bersandar dan membongkar ikannya secara cepat. 2) Fungsi komersial Fungsi ini timbul karena pelabuhan perikanan merupakan suatu tempat awal untuk mempersiapkan pendistribusian produksi perikanan setelah dilakukan transaksi pelelangan ikan. Proses pendistribusian ini dapat dilakukan sebagai berikut: bahwa ikan-ikan yang telah didaratkan dibawa ke gedung pelelangan

8 ikan untuk dicatat jumlah dan jenisnya. Setelah itu ikan disortir dan diletakkan pada keranjang atau bak plastik, selanjutnya dilelang dan dicatat hasil transaksinya. Pedagang atau bakul ikan mengambil ikan-ikan yang telah dilelang secara cepat dan diberi es untuk mempertahankan mutunya. Ikan didistribusikan dalam bentuk segar dan diangkut dengan truk-truk atau mobilmobil bak terbuka dan atau mobil-mobil yang telah dilapisi dengan styrofoam dan atau dilengkapi dengan sarana pendingin atau ikan diolah terlebih dahulu sebelum didistribusikan. 3) Fungsi jasa Fungsi ini meliputi seluruh jasa-jasa pelabuhan mulai dari ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Fungsi jasa dapat dikelompokkan menjadi (1) Jasa-jasa yang melayani pendaratan ikan, antara lain penyediaan alat-alat pengangkut ikan, keranjang-keranjang atau bak plastik dan buruh untuk membongkar ikan. (2) Jasa-jasa yang melayani kapal-kapal penangkap ikan antara lain dalam penyediaan bahan bakar, air bersih dan es. (3) Jasa-jasa yang menangani mutu ikan, antara lain terdapatnya fasilitas cold storage, cool room, pabrik es, dan penyediaan air bersih. (4) Jasa-jasa yang melayani keamanan pelabuhan, antara lain adanya jasa pemanduan bagi kapal-kapal yang akan masuk dan keluar pelabuhan, yang berfungsi memeriksa surat-surat kapal dan jumlah serta jenis barang atau ikan yang dibawa. (5) Jasa-jasa pemeliharaan kapal dan pelabuhan, antara lain adanya fasilitas docking, slipways dan bengkel untuk memelihara kondisi badan kapal, mesin, dan peralatannya agar tetap dalam kondisi baik dan siap melaut setiap kali diperlukan. Slipways, untuk memelihara atau memperbaiki khususnya bagian lunas kapal. Jasa-jasa tersebut pada umumnya tersedia di suatu pelabuhan perikanan. Ragam dari jasa-jasa ini tergantung pada tipe atau kebutuhan dari pelabuhan perikanan itu sendiri. Di pelabuhan perikanan untuk usaha perikanan berskala kecil misalnya, tidak terdapat fasilitas cool room ataupun cold storage, karena

9 ikan yang didaratkan akan habis terjual dalam bentuk segar. Pelabuhan dalam arti khusus selalu berkaitan dengan tipe yaitu jika pelabuhan berskala kecil mempunyai fungsi tidak selengkap dan mempunyai kapasitas fasilitasnya tidak sebesar pelabuhan berskala besar (Lubis, 2006). Dalam rangka pengembangan pelabuhan perikanan, pasal 41 UU No. 45 tahun 2009 pemerintah menyelenggarakan dan melakukan pembinaan pengelolaan pelabuhan perikanan maka dalam hal ini Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan beberapa hal sebagai berikut: 1) Rencana induk pelabuhan perikanan secara nasional; 2) Klasifikasi pelabuhan perikanan; 3) Pengelolaan pelabuhan perikanan; 4) Persyaratan dan/atau standar teknis dalam perencanaan, pembangunan, operasional, pembinaan, dan pengawasan pelabuhan perikanan; 5) Wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan perikanan (PP) yang meliputi bagian perairan dan daratan tertentu yang menjadi wilayah kerja dan pengoperasian PP; 6) Pelabuhan perikanan yang tidak dibangun oleh pemerintah. Menurut Lubis (2006), beberapa fungsi pelabuhan perikanan di atas belum tercapai karena kebijakan pemerintah yang masih sangat terbatas baik dalam mendukung aktivitas perikanan tangkap maupun yang mendukung aktivitas kepelabuhanan. Selanjutnya dikatakan bahwa terlaksana atau tidaknya fungsifungsi pelabuhan perikanan secara optimal, akan dapat mengindikasikan tingkat keberhasilan pengelolaan suatu pelabuhan perikanan. 2.4 Pengelolaan Optimal Optimal adalah suatu proses pencarian hasil terbaik. Proses ini dalam analisis sistem diterapkan terhadap alternatif yang dipertimbangkan, kemudian hasil itu dipilih alternatif yang menghasilkan keadaan terbaik (Gaspersz,1992). Secara normal orang akan mengharapkan baik sebanyak-banyaknya, paling banyak atau maksimum, dan buruk sedikit-dikitnya paling sedikit atau minimum. Jadi optimum itu sinonim dengan maksimum untuk hal yang teknis yang berkaitan dengan pengukuran kuantitatif dan analisis matematis. Kata terbaik yang sama artinya dengan optimum, lebih banyak dipergunakan dan

10 lebih sesuai dengan kehidupan sehari-hari. karena optimal mencakup usaha untuk menemukan cara terbaik di dalam melakukan suatu pekerjaan, cara terbaik di dalam memecahkan suatu persoalan, sehingga aplikasinya meluas pada hal-hal praktis dalam dunia produksi, industri, perdagangan dan politik (Haluan, 1985). Tujuan utama pengelolaan optimal adalah pencapaian keuntungan secara maksimum, dengan tetap menjaga keberlangsungan ketersediaan sumberdaya, sebagaimana tujuan pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan untuk memenuhi kebutuhan umat manusia saat ini, tanpa menurunkan atau menghancurkan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya ( WCED, 1987 dalam Dahuri, 2002). 2.4.1 Pengelolaan kegiatan di pelabuhan perikanan Pengelolaan kegiatan di pelabuhan perikanan dapat ditinjau dari 3 aspek (Lubis, 2006) : 1) Pengelolaan infrastruktur, suprastruktur dengan semua aktivitas penunjang, antara lain: investasi pelabuhan, penyusunan anggaran, perencanaan pembangunan, pajak, perbaikan dan pemeliharaan fasilitasnya seperti alur pelayaran, marcusuar dan jalan-jalan di lingkungan pelabuhan. 2) Kegiatan-kegiatan karena adanya kontak antara penjual dan pemakai (klien), terhadap kapal dan barang-barang/komoditi perikanan serta pemeliharaannya. Kontak ini secara eksplisit dapat berupa kegiatan-kegiatan ataupun jasa-jasa yang diberikan oleh pelabuhan. 3) Peraturan-peraturan kepelabuhanan antara lain peraturan-peraturan lokal, nasional maupun internasional dalam menentukan sirkulasi maritim, peraturan dalam hal perhitungan statistik, pencatatan keluar masuknya kapal, pencatatan dan pemeliharan kesehatan awak kapal. Selanjutnya dikatakan bahwa keberhasilan dalam pengelolaan suatu pelabuhan perikanan antara lain, terhadap kualitas dan kuantitas sumberdaya manusianya, keterkaitan dan keharmonisan hubungan antara staf pengelola pelabuhan antara lain kepala pelabuhan dan pegawainya, para pedagang, nelayan, pengolah dan buruh. Para pengguna tersebut harus dapat bekerja secara profesional, saling bekerja sama dalam pelaksanaan pengoperasian dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku. Disamping itu pengguna-pengguna

11 pelabuhan harus menguasai dan bertanggung jawab terhadap tugas atau pekerjannya masing-masing. Keberhasilan dalam pengelolaan suatu pelabuhan antara lain banyak tergantung pada para pengguna yang ada di pelabuhan, misalnya terhadap kuantitas dan kualitas sumberdaya manusianya, keterkaitan dan keharmonisan hubungan antara staf pengelola pelabuhan antara lain kepala pelabuhan dan pegawainya, para pedagang, nelayan, pengolah dan buruh. 2.4.2 Kebijakan pengelolaan perikanan tangkap dan kepelabuhan perikanan Dalam sebuah pertemuan para pelaku perikanan sedunia di New Delhi, tahun 1997 dideklarasikan bahwa tanggal 21 November adalah hari yang penting bagi masyarakat perikanan dunia yang disebut sebagai World Fisheries Day (WFD). Gagasan WFD sebenarnya dipicu oleh keprihatinan para pelaku perikanan sedunia yang sedikit banyak dihantui oleh menurunnya kemampuan produksi perikanan global, terjadinya ekses kapasitas dan gejala overfishing di berbagai perairan dunia, serta terjadinya mismanagement terhadap pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan (Fauzi, 2005). Ikan adalah sumberdaya alam yang bersifat renewable atau mempunyai sifat dapat pulih/dapat memperbaharui diri, namun demikian sumberdaya ini bukannya tidak tak terbatas. Untuk itu, sumberdaya yang terbatas tersebut harus dikelola secara baik, sebab (1) Tanpa adanya pengelolaan akan menimbulkan gejala eksploitasi berlebihan (over employment), investasi berlebihan (over investment) dan tenaga kerja berlebihan (over employment); (2) Perlu adanya pengaturan terhadap hak pemanfaatan (use rights) dan hak kepemilikan (property rights). Dimana menurut Charles diacu dalam Suseno, (2004). Kebijakan pengelolaan (policy management) merujuk pada upaya atau tindakan yang sedemikian rupa (deliberate way) untuk menangani isu kebijakan dari awal hingga akhir. Analisis kebijakan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan pengelolaan. Kebijakan umum antara lain mengambil bentuk Undang-undang atau Keputusan Presiden. Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum antara lain berupa Peraturan Pemerintah atau Daerah (De Coning, 2004) diacu dalam Hamdan (2008).

12 Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom dalam pengelolaan perikanan tangkap yang baik dijelaskan pada peraturan pemerintah pasal 2 ayat (3) No. 25 tahun 2000. Pemerintah pusat memiliki beberapa kewenangan, meliputi: (1) penetapan kebijakan dan pengaturan eksplorasi, konservasi, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam perairan di wilayah laut di luar perairan 12 mil, termasuk perairan nusantara dan dasar lautnya serta ZEE dan landas kontinen; (2) penetapan kebijakan dan pengaturan pengelolaan dan pemanfaatan benda berharga dari kapal tenggelam di luar perairan laut 12 mil; (3) penetapan kebijakan dan pengaturan batas-batas maritim yang meliputi batas-batas daerah otonom di laut dan batas-batas ketentuan kebijakan laut internasional; (4) penetapan standar pengelolaan pesisir pantai dan pulau-pulau kecil; dan (5) penegakan kebijakan di wilayah laut diluar perairan 12 mil dan di dalam perairan 12 mil yang menyangkut hal spesifik serta berhubungan dengan internasional. Pelabuhan perikanan yang merupakan salah satu komponen perikanan tangkap diperlukan suatu kebijakan untuk pengelolaannya, menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Permen. 16/MEN/2006 pasal 12 ayat 1 dikatakan, pengelola pelabuhan perikanan bertanggung jawab atas pemeliharaan fasilitas yang berada di pelabuhan perikanan. Selanjutnya pasal 13 ayat 1 dan 2 menjelaskan bahwa pengelolaan pelabuhan perikanan yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dipimpin oleh seorang Kepala Pelabuhan dan pengelolaan pelabuhan perikanan yang dimiliki oleh BUMN maupun perusahaan swasta dipimpin oleh seorang Kepala Pelabuhan yang mendapat penetapan dari Direktur Jenderal. 2.5 Operasional Pelabuhan Perikanan Panduan yang disusun sebagai pedoman operasional Pelabuhan Perikanan atau Pangkalan Pendaratan Ikan dengan menyelenggarakan pelayanan prima akan terbatas pada hal-hal yang menyangkut pelaksanaan pelayanan berbagai fasilitas pokok dan fasilitas fungsional yang ada. Sebagai suatu sistem kegiatan yang berlangsung dari waktu secara berkesinambungan maka terselenggaranya pelayanan prima ini sangat dipengaruhi oleh adanya tugas-tugas perawatan dan pemeliharaan terhadap fasilitas yang digunakan dalam operasional fungsi fasilitas

13 tersebut. Operasional adalah implementasi dari segala kegiatan dan pekerjaan yang dilakukan di PP/PPI dalam melayani kebutuhan masyarakat pengguna yang memerlukannya. Kegiatan operasional PP/PPI yang dilakukan hendaknya berorientasi pada kepentingan masyarakat pengguna PP/PPI (Murdiyanto, 2002). 2.5.1 Kegiatan operasional di pelabuhan perikanan Kegiatan operasional yang berlangsung di pelabuhan perikanan adalah (Direktorat Jenderal Perikanan, 1994 diacu dalam Lubis, 2007): 1) Pendaratan ikan Pendaratan ikan di pelabuhan perikanan sebagian besar berasal dari kapal penangkapan ikan yang mendaratkan hasil tangkapannya di pelabuhan itu, hanya sebagian kecil berasal dari PP/PPI yang dibawa ke pelabuhan itu dengan menggunakan sarana transportasi darat. 2) Penanganan, pengolahan, dan pemasaran ikan Sesuai dengan salah satu fungsinya sebagai tempat pembinaan dan pengawasan mutu hasil perikanan, penanganan ikan segar di pelabuhan perikanan dilakukan dengan metode pendinginan yang dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu pendinginan dengan es, pendinginan dengan udara dingin, dan pendinginan dengan air dingin. Pengolahan ikan dimaksudkan untuk mempertahankan mutu sehingga waktu pemasaran menjadi lebih lama serta meninggikan nilai jual ikan. Kegiatan pemasaran di pelabuhan perikanan bersifat lokal, nasional, dan ekspor. Sistem rantai pemasaran yang terdapat di beberapa pelabuhan perikanan di Indonesia, antara lain : (1) TPI Pedagang besar Pengecer Pedagang Konsumen (2) TPI Pedagang besar Pedagang lokal Konsumen (3) TPI Pengecer Konsumen 3) Penyaluran Perbekalan 4) Pengisian perbekalan. Aktivitas pelabuhan perikanan terkait adalah penyaluran BBM, penjualan air bersih, penjualan es dan suku cadang. Pelayanan perbekalan ini umumnya diadakan oleh pihak UPT Pelabuhan, KUD, Koperasi pegawai pelabuhan, BUMN, dan pihak swasta.

14 2.5.2 Aktivitas-aktivitas dalam operasional pelabuhan perikanan Operasional pelabuhan perikanan menyangkut aktivitas yang ada di pelabuhan perikanan, jumlahnya sangat banyak dan untuk memudahkan maka keselurahan aktivitas yang ada, dikelompokkan menjadi 7 kelompok aktivitas (Pane, 2002 diacu dalam Hadiyanto 2004) seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Kelompok aktivitas-aktivitas operasional pelabuhan perikanan No Kelompok Aktivitas Aktivitas 1 Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan 1. Pendaratan hasil tangkapan (pembongkaran dan pengangkutan hasil tangkapan ke tempat pelelangan) 2. Pemasaran/pelelangan hasil tangkapan 3. Pendistribusian hasil tangkapan 4. Penanganan ikan 2 Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengolahan ikan 3 Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan unit penangkapan 4 Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan kebutuhan melaut 5 Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan kelembagaan pelaku aktif (nelayan, pengolah, pedagang, pembeli) 6 Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan kelembagaan penunjang pelabuhan perikanan 7 Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan pelabuhan perikanan 1. Pembekuan ikan 2. Pengolahan ikan 3. Pemasaran/distribusi hasil olahan 1. Tambat labuh 2. Perbaikan kapal dan mesin 3. Pembuatan kapal 4. Pembuatan alat tangkap 5. Perbaiki alat tangkap 1. Penyediaan air 2. Penyedian es 3. Penyediaan BBM 4. Penyediaan garam 5. Penyedian kebutuhan konsumsi 6. Penyedian sparepart mesin kapal 1. Koperasi pelaku aktif 2. Asosiasi/himpunan/paguyuban pelaku aktif 1. Aktivitas syahbandar 2. Aktivitas perbankan 3. Aktivitas keamanan 1. Pengelolaan fasilitas komersial 2. Pengelolaan fasilitas non-komersial 3. Pengelolaan TPI Sumber : Pane, 2002 diacu dalam Hadiyanto 2004

15 2.5.3 Prinsip pengoperasian pelabuhan perikanan Beberapa prinsip penting bilamana pengoperasian suatu pelabuhan perikanan dikatakan berhasil (Lubis, 2007) adalah: 1) Sangat baik dipandang dari sudut ekonomi, yang berarti hasil pengoperasian pelabuhan itu dapat menguntungkan baik bagi pengelola pelabuhan itu sendiri maupun bagi pemiliknya. Disamping itu hasil dari pengoperasian pelabuhan tersebut mempunyai pengaruh positif terhadap perkembangan kota khususnya dan nasional umumnya; 2) Sistem penanganan ikan yang efektif dan efisien. Dengan kata lain pembongkaran ikan dapat dilakukan secara disertai penseleksian yang cermat, pengangkutan dan penanganan yang cepat; 3) Fleksibel dalam perkembangan teknologi. Dalam hal ini pengembangan suatu pelabuhan perikanan misalnya seringkali diperlukan mekanisasi dari fasilitasfasilitas pelabuhan tersebut. Misalnya perlunya vessel lift pada fasilitas dock, tangga berjalan (tapis roulant) untuk pembongkaran dan penseleksian ikan. Disamping itu diperlukan perluasan pelabuhan karena semakin meningkatnya produksi perikanan pelabuhan, misalnya perluasan gedung pelelangan, perluasan dermaga, dsb; 4) Pelabuhan dapat berkembang tanpa merusak lingkungan sekitarnya (lingkungan alam dan lingkungan sosial); 5) Organisasi serta pelaku-pelaku didalam pelabuhan bekerja secara aktif dan terorganisasi baik dalam kegiatannya. 2.5.4 Lingkup permasalahan operasional pelabuhan perikanan Dalam lingkup operasionalisasi PP/PPI, permasalahannya terfokus kepada faktor sumberdaya manusianya yaitu personal atau siapa yang mengerjakan tugas dan melaksanakan rencana yang telah ditetapkan untuk menjalankan fasilitas yang tersedia dan melaksanakan fungsinya, bagaimana ia melaksanakan pekerjaannya dengan cara prosedur yang benar sehingga mencapai tujuan yang direncanakan dengan memperhatikan untuk kepentingan siapa pekerjaan itu dilaksanakan (Murdiyanto, 2002).

16 2.6 Analisis Pengelolaan Model ISM (Interpretative structural modelling) adalah proses pengkajian kelompok (group learning proses) dimana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat. ISM dapat ditemukan dalam sejumlah semua elemen yang bisa dihubung dari satu sama lain, dengan demikian bersatu menjadi sebuah siklus. Peneliti dapat memodifikasikan untuk menghasilkan informasi tambahan mengenai hubungan antara unsur-unsur (subelemen) dalam siklus. Dalam hal ini "resolusi siklus" responden memberikan masukan dengan mengisi bobot matriks elemen yang diidentifikasi dalam siklus (Harold, 1979). Selanjutnya dikatakan bahwa, metodologi dan teknik ISM dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyusunan hierarki dan klasifikasi subelemen. Prinsip dasarnya adalah identifikasi subelemen dari struktur di dalam suatu sistem yang memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan untuk mengambilan keputusan yang lebih baik. Menentukan tingkat jenjang subelemen mempunyai banyak pendekatan yaitu sebagai berikut: 1) kekuatan pengikat antar tingkat dan kelompok; 2) frekuensi relatif dari oksilasi (guncangan)dimana tingkat yang lebih rendah lebih cepat terguncang dari pada yang di atas; 3) konteks di mana tingkat yang lebih tinggi beroperasi pada jangka waktu yang lebih lambat daripada ruang yang lebih luas; 4) liputan dimana tingkat yang lebih tinggi mencakup tingkat yang lebih rendah; 5) hubungan fungsional, dimana tingkat yang lebih tinggi mempunyai peubah lambat yang mempengaruhi peubah cepat tingkat di bawahnya. Program yang telah struktur berjenjang dibagi menjadi elemen-elemen dimana setiap elemen selanjutnya diuraikan menjadi subelemen. Pemodelan struktural mencakup dua tahap, Pada tahap pertama diterapkan alat pembangkit (generating tool), diantaranya yaitu 1) diskusi ahli, melalui proses musyawarah dan brainstorming oleh para panelis yang terseleksi; 2) expert survey, melalui wawancara secara mendalam dari pakar lintas disiplin; 3) metode DELPHI, melalui pengumpulan informasi terkendali dan 4) media elektronik (computerized conferencing, generating graphics atau teleconference). Tahap kedua adalah pemilihan hubungan-bubungan yang relevan, sehingga

17 elemen-elemen dapat diformasikan. Prinsip dasar teknik ISM adalah indentifikasi dari struktur di dalam sebuah sistem, yang memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik. Struktur sistem berjenjang diperlukan untuk lebih menjelaskan pemahaman tentang perihal yang dikaji ( Eriyatno 2003). Aspek yang terkait dalam implementasi model dibagi menjadi elemenelemen, dimana setiap elemen diuraikan menjadi sejumlah subelemen. Menurut Saxena (1992) diacu dalam Eriyatno (2003), aspek yang terkait dalam penerapan program dapat dibagi menjadi sembilan elemen, yaitu : 1) sektor masyarakat yang terpengaruh, 2) kebutuhan dari program, 3) kendala utama program, 4) perubahan yang dimungkinkan, 5) tujuan dari program, 6) tolok ukur untuk menilai setiap tujuan, 7) aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan, 8) ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas, dan 9) lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program.