TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prospek Perikanan Di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry 2.2 Penelitian Terdahulu

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian

VI. PENGARUH PERILAKU PETANI DALAM MENGHADAPI RISIKO PRODUKSI TERHADAP ALOKASI INPUT USAHATANI TEMBAKAU

TINJAUAN PUSTAKA. 4 Pengertian Manajemen Risiko [26 Juli 2011]

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kajian Risiko Harga Komoditas Pertanian

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Gambar 2. Rangkaian Kejadian Risiko-Ketidakpastian

I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS RISIKO PRODUKSI CABAI MERAH KERITING PADA KELOMPOKTANI PONDOK MENTENG DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI BOGOR

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tahun Bawang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Florikultura

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR...

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBESARAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DI CV JUMBO BINTANG LESTARI GUNUNGSINDUR KABUPATEN BOGOR

III KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Mentimun

IV. METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. 5 [Diakses tanggal 24 November 2011]

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH PADA DD. MUSHROOM DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT DODO PUTERA ANDESSA

I. PENDAHULUAN. Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

Pengaruh Preferensi Risiko Produksi Petani terhadap Produktivitas Tembakau (E. Fauziyah et al.)

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

ANALISIS RISIKO PRODUKSI WORTEL DAN BAWANG DAUN DI KAWASAN AGROPOLITAN CIANJUR JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. komoditas yang diunggulkan di sektor kelautan dan perikanan.. Tujuan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Tanaman Hias dan Tanaman Buah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Udang merupakan salah satu komoditas primadona di sub sektor perikanan yang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Potensi perairan pantai Indonesia yang cukup luas adalah merupakan

IV METODE PENELITIAN. terhitung sejak pembuatan proposal penelitian. Pengambilan data dilakukan pada bulan April hingga Mei 2011.

III KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS PENGARUH LUAS LAHAN DAN TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKSI KAKAO PERKEBUNAN RAKYAT DI PROVINSI ACEH

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

RISIKO USAHA DIVERSIFIKASI MELON HIDROPONIK PADA PT REJO SARI BUMI UNIT TAPOS DI KABUPATEN BOGOR BRAIN ROBSON ULUAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

BAB IV METODE PENELITIAN

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prospek Perikanan Di Indonesia Sektor perikanan di Indonesia masih dipandang memiliki prospek yang cerah untuk terus dikembangkan karena potensi yang dimiliki tidak hanya dari luasan lahan, melainkan dari produk perikanan yang cukup beragam serta dapat memberikan nilai tambah bagi negara maupun pembudidayanya. Salah satu dari tiga komoditas program revitalisasi perikanan yang dilakukan pemerintah adalah udang windu. Udang windu merupakan komoditas asli Indonesia yang mengalami kelangkaan pada waktu-waktu tertentu karena semakin maraknya penangkapan yang dilakukan di alam. Kelangkaan tersebut membuat semakin menipisnya pasokan udang di alam sehingga harga di pasaran melambung tinggi. Hal inilah yang mendasari untuk digalakkannya usaha budidaya udang dengan tujuan agar produksi udang windu tidak mengalami penurunan yang signifikan serta menjadi tumpuan dalam meningkatkan devisa ekspor. Panjang pantai Indonesia yang mencapai 81.000 km 2 pada tahun 2004 serta luas tambak yang mencapai 960.000 ha, memiliki tiap arti setiap satu km panjang pantai rata-rata memiliki luas tambak 11,9 persen. Mempertimbangkan bahwa, bumi tempat kita bernaung ini dianugrahi dengan 3 persen air tawar, maka secara kasar Indonesia dapat membuat tambak seluas 1.215.000 ha atau 15 ha setiap km panjang pantai. Indonesia dan negara-negara di Asia Tenggara, seperti Thailand dan Filipina masih mendominasi sebagai produsen di wilayah ini. Peningkatan volume produksi di Indonesia memberikan peluang yang besar bagi masyarakat petambak untuk dapat terus meningkatkan kualitas, kuantitas, maupun kontinuitasnya. Penelitian Zulkarnaini (2010) menjelaskan bahwa sebagian besar petambak udang windu khususnya di wilayah Kabupaten Karawang masih menggunakan sistem tradisional (ekstensif) yang dibangun pada lahan pasang surut dekat rawa hutan bakau atau mangrove. Kabupaten karawang sendiri dapat menyumbang sekitar 60 persen hasil perikanan, khususnya perikanan tambak. Selain itu, udang windu juga menjadi salah satu komoditas dengan permintaan yang tinggi untuk pemenuhan permintaan pada usaha horeka (hotel, restoran dan kafe) di wilayah Jabodetabek. Dalam peningkatan produksi juga dapat dilakukan dengan pemanfaatan lahan mangkrak (idle) yang ada di wilayah setempat. Pemanfaatan tersebut bertujuan 13

tidak hanya dapat meningkatkan produksi tetapi dapat memberikan peningkatan hasil perikanan, seperti ikan bandeng, mujair, bawal dan udang jenis lain. Penelitian yang sama juga dijelaskan oleh Panjaitan (2009) dan Zepriana (2010) yang memaparkan mengenai prospek perikanan di Indonesia yang dapat memberikan kontribusi yang cukup besar pada pembangunan nasional, khususnya pada perikanan budidaya. Panjaitan (2009) menganalisis komoditas ikan bandeng di Desa Muara Baru Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang. Penelitian ini lebih membahas mengenai analisis tataniaga ikan bandeng. Potensi ikan bandeng di daerah ini cukup besar karena Desa Muara Baru merupakan sentral ikan bandeng terbesar di Indonesia. Ikan bandeng dapat dibudidayakan di tambak maupun di keramba jaring apung. Selain mudah untuk dikembangkan atau dibudidayakan, ikan bandeng juga merupakan salah satu hasil perikanan tambak yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Ikan Bandeng dapat dipelihara tanpa pemberian pakan, yaitu dengan memanfaatkan klekap (lumut) yang tumbuh di dasar tambak sehingga dapat meningkatkan nilai tambah bagi para petambak. Ikan bandeng juga memiliki beberapa keunggulan, yaitu mengandung asam lemak omega-3, dimana asam lemak ini bermanfaat mencegah terjadinya penggumpalan keping-keping darah sehingga mengurangi risiko terkena arteriosklerosis dan mencegah jantung koroner. Asam lemak juga bersifat hipokolesteromik yang dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Ikan bandeng juga dapat meningkatkan daya tahan tubuh serta berperan dalam pertumbuhan otak pada janin serta pendewasaan sistem saraf. 2.2 Produksi Serta Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Pada Komoditas Udang Prospek udang windu yang dinilai masih baik ini ternyata berbeda jauh dengan apa yang ada di lapangan. Serangan virus bintik putih (White Spot Syndrome Virus) atau yang biasa dikenal dengan nama WSSV ini menyerang sebagian besar tambak udang di Karawang. Virus ini dapat mematikan udang dalam waktu yang begitu cepat. Jika suatu tambak udang sudah terserang white spot maka dalam waktu kurang dari tiga hari udang-udang tersebut akan mati dan harus dipanen keesokannya. Penelitian Zepriana (2009) juga menjelaskan faktor- 14

faktor produksi yang diduga dalam budidaya udang galah terdiri dari sembilan faktor, antara lain : (1) luas lahan, (2) benih, (3) tenaga kerja dalam keluarga, (4) tenaga kerja luar keluarga, (5) pupuk urea, (6) pupuk TSP, (7) pupuk kandang, (8) pupuk buatan, (9) kapur. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan model Cobb- Douglas, dimana dalam fungsi Cobb-Douglas nilai β sekaligus menunjukkan nilai elastisitas X terhadap Y. adapun kelebihan dari model ini, antara lain : (1) penyelesaian fungsi produksi relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi lain, karena dapat diubah ke dalam bentuk linier, (2) hasil pendugaan garis fungsi akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan elastisitas, (3) besaran elastisitas tersebut juga sekaligus menunjukkan return to scale. 2.3 Penelitian Yang Terkait Dengan Risiko Produksi Bila dilihat dengan pengukuran risiko tersebut penelitian Lestari (2009) mengenai Manajemen Risiko Dalam Usaha Pembenuran Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei), Studi Kasus di PT. Suri Tani Pemuka, Kabupaten Serang, Provinsi Banten menggunakan analisis-analisis tersebut. Analisis yang digunakan adalah berawal dari mengidentifikasi sumber-sumber risiko yang ada dan terjadi di dalam perusahaan, lalu mengklasifikasikan sumber risiko ke dalam peta risiko. Analisis lain yang digunakan adalah mengidentifikasi strategi penanganan risiko perusahaan dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Analisis yang dilakukan selanjunya adalah analisis probabilitas dan dampak dari risiko produksi naupli, produksi benur, risiko derajat kelangsungan hidup benur, dan risiko penerimaan perusahaan. Pengukuran probabilitas atau kemungkinan terjadinya kerugian dapat dilakukan dengan analisis nilai standar atau analisis z- score. Sedangkan pengukuran dampak risiko dilakukan dengan menggunakan analisis Value at Risk (VaR). Berbeda dengan penelitian Ginting (2009), Tarigan (2009) dan Wisdya (2009). Ketiga penelitian ini menggunakan analisis penilaian terhadap risiko produksi berdasarkan ukuran yang menggunakan pendekatan Expected Return. Dimana risiko produksi ini dapat diukur berdasarkan penilaian hasil perhitungan Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variation yang diduga dapat menunjukkan besarnya risiko yang terjadi. Pada penelitian Ginting (2009) 15

mengidentifikasi tentang strategi pengelolaan risiko produksi terhadap perusahaan dengan menerapkan strategi preventif yang bertujuan untuk menghindari terjadinya risiko. Indikasi risiko produksi pada budidaya jamur tiram putih dapat dilihat dengan adanya fluktuasi atau variasi jumlah produksi ataupun produktivitas yang dialami perusahaan. Hasil dari ukuran Coefficient Variation didapat sebesar 0,32 artinya adalah setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh perusahaan, maka risiko atau kerugian yang dihadapi adalah sebesar 0,32 satuan. Sedangkan penelitian Tarigan (2009) melakukan portofolio pada beberapa komoditas. Komoditas yang dianalisis pada spesialisasi adalah brokoli, bayam hijau, tomat, dan cabai keriting. Sedangkan kegiatan portofolio yang dilakukan adalah komoditas tomat dengan bayam hijau dan cabai keriting dengan brokoli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada analisis spesialisasi, risiko produksi berdasarkan keempat komoditas yang diteliti diperoleh hasil risiko tertinggi adalah bayam hijau sebesar 0,225 artinya setiap satu satuan yang dihasilkan, maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,225. Risiko terendah adalah cabai keriting sebesar 0,048 artinya setiap satu satuan yang dihasilkan, maka risiko yang dihadapi sebesar 0,048. Analisis risiko produksi yang dilakukan pada kegiatan portofolio menunjukkan bahwa kegiatan diversifikasi dapat meminimalkan risiko. Penelitian Wisdya (2009) dan Tarigan (2009) memiliki persamaan pada kegiatannya, yaitu spesialisasi dan portofolio. Hanya komoditas yang digunakannya berbeda. Komoditas yang digunakan Wisdya (2009) adalah tanaman anggrek bibit seedling dengan bibit mericlone. Sedangkan portofolionya adalah bibit seedling dan bibit mericlone. Permintaan terhadap anggrek dunia terus meningkat karena didukung oleh berbagai keperluan, seperti upacara keagamaan, hiasan, dan dekorasi ruangan, ucapan selamat serta untuk ungkapan dukacita. Hasil penelitian yang didapat menyebutkan bahwa pada kegiatan spesialisasi, risiko produksi paling tinggi yang dihadapi adalah tanaman anggrek dengan menggunakan teknik seedling sebesar 0,078 artinya adalah setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,078. Koefisien variasi paling tinggi terjadi pada tanaman anggrek dengan teknik seedling, yaitu 16

1,319 artinya setiap satu rupiah yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 1,319. Penelitian Fariyanti (2008) menjelaskan mengenai model ekonomi rumah tangga petani sayuran yang difokuskan pada dua komoditi secara monokultur, yaitu kentang dan kubis dimana kedua komoditi ini ditanam pada waktu yang bersamaan dengan areal yang berbeda. Penelitian ini juga membahas mengenai dua aspek, yaitu risiko produksi dan harga produk. Penentuan model analisis dengan Garch (1,1) yang dapat menjelaskan risiko dalam produksi serta data yang digunakan adalah data produktivitas kentang dan kubis dalam tiga musim tanam. Fungsi produksi yang digunakan dalam menganalisis variance produksi yaitu fungsi produksi logaritman Cobb-Douglas. Hasil pendugaan model Garch (1,1) menunjukkan R 2 pada komoditi kentang sebesar 32,94 persen yang memiliki arti bahwa variabel-variabel independent hanya mampu menjelaskan variabel dependent (produktivitas kentang) sebesar 32,94 persen dan sisanya sebesar 67,06 dijelaskan oleh error. Error kuadrat musim sebelumnya dan variance error produksi musim sebelumnya menunjukkan tanda positif yang berarti risiko sekarang dipengaruhi oleh risiko sebelumnya. Pada persamaan produksi menunjukkan bahwa variabel pupuk phospor dan pupuk kalium menunjukkan tanda negatif, berarti variabel tersebut dapat menurunkan produksi kentang karena pemakaian pupuk phospor dan kalium sudah melebihi batas normal pemakaian. Sedangkan lahan, benih kentang, pupuk nitrogen, tenaga kerja dan obat-obatan menunjukkan tanda positif yang berarti penggunaan variabel tersebut dapat meningkatkan produksi kentang. Pada fungsi variance terdapat beberapa variabel yang dapat mengurangi risiko adalah variabel lahan, benih kentang dan obat-obatan. Variabel yang dapat menimbulkan risiko, antara lain pupuk nitrogen, pupuk phospor, pupuk kalium dan tenaga kerja. Hasil dugaan pada komoditi kubis menunjukkan bahwa R 2 yang didapat 28,02 persen. Hasil pendugaan pada fungsi produksi menunjukkan beberapa variabel yang bertanda negatif yang berarti dapat menurunkan produksi kubis, yaitu variabel benih sedangkan variabel yang menunjukkan tanda positif yang berarti dapat meningkatkan produksi kubis terdapat lima variabel, yaitu lahan, pupuk nitrogen, pupuk NPK, tenaga kerja dan obat-obatan. Hasil dugaan fungsi 17

variance yang bertanda positif ditunjukkan oleh variabel lahan dan obat-obatan dan sisanya variabel yang bertanda negatif ditandai oleh variabel benih kubis, pupuk nitrogen, pupuk NPK dan tenaga kerja. Jurnal Forum Pascasarjana Vol. 33 No. 2 April 2010 yang berjudul Pengaruh Preferensi Risiko Produksi Petani Terhadap Produktivitas Tembakau : Pendekatan Fungsi Produksi Frontier Stokastik Dengan Struktur Error Heteroskedastis menunjukkan hasil penelitian preferensi risiko produksi petani tembakau di Kabupaten Pamekasan menunjukkan hasil bahwa preferensi risiko produksi petani dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu petani yang selalu menghindari risiko (risk averse), petani yang netral terhadap risiko (risk neutral) dan petani yang menyukai risiko (risk seeker/risk taker). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Pemekasan menghasilkan bahwa petani di daerah ini tergolong ke dalam kategori petani yang menghindari risiko (risk averse). Adapun beberapa faktor penyebabnya, yaitu keterbatasan sumber daya yang dimiliki untuk membeli input-input produksi dan mengupah tenaga kerja dari luar keluarga, terbatasnya akses informasi karena sebagian besar petani tidak tergabung dalam kelompok tani dan ketidakpastian harga tembakau di pasaran karena petani bertindak sebagai price taker serta saluran pemasaran dikuasai oleh bandol dan juragan yang menjadi kepanjangan tangan dari pabrik rokok. Gambaran tersebut dipengaruhi oleh risiko dan inefisiensi. Di daerah pegunungan bentuk organisasi produksi usaha tani adalah dengan kemitraan, gambaran ini menghasilkan bahwa preferensi risk taker petani disana dalam mengalokasikan input-input produksi lebih dipengaruhi oleh inefisiensi teknis dibandingkan oleh risiko yang mereka hadapi. Sedangkan pada petani swadaya yang berada di tegalan preferensi risk averse pada kedua kelompok menunjukkan alokasi inputinput produksi lebih dipengaruhi oleh risiko daripada inefisiensi teknis (ketakutan dalam risiko produksi menjadi pertimbangan utama dalam alokasi input). Salah satu contoh petani tembakau di pegunungan yang bekerjasama dengan Sampoerna (pabrik rokok) tergolong sebagai risk taker walaupun lahan yang dimiliki terbatas, yaitu rata-rata keseluruhan 0,48 ha. Hal ini dikarenakan kemitraan yang sudah terjalin dengan baik dan masing-masing pelaku kemitraan berpegang pada komitmen yang telah disepakati. Adapun konsekuensinya adalah 18

semakin efisiensi kegiatan produksinya baik secara teknis maupun alokatif maka semakin besar pula produktivitas dan keuntungan yang diperoleh. Selanjutnya kasus petani kemitraan di daerah agroekosistem tegalan dan petani tembakau swadaya memilih menghindari risiko (risk averse) karena banyaknya pengingkaran kesepakatan antara petani dengan pabrik rokok dan juga petani yang memiliki lahan di bawah 0,5 ha menghasilkan produktivitas dan keuntungan yang semakin rendah. Begitu pula dengan petani tembakau kemitraan pada agroekosistem sawah memiliki menghindari risiko bagi petani yang memiliki lahan kurang dari 1 ha. Hal ini berimbas pada produktivitas dan keuntungan yang didapat juga sedikit. 19