BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
PEMAHAMAN TENTANG KAPSUL VITAMIN A SERTA AKIBAT KEKURANGANNYA OLEH: ELVI ZULIANI, SKM

BAB IV USAHA KESEHATAN SEKOLAH, GIGI, MATA DAN JIWA

Kekurangan Vitamin A (KVA)

PEMAHAMAN TENTANG KAPSUL VITAMIN A SERTA AKIBAT KEKURANGAN VITAMIN A OLEH: ELVI ZULIANI, SKM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA SIKAP BIDAN DAN DUKUNGAN KADER TERHADAP PERILAKU BIDAN DALAM PEMBERIAN VITAMIN A IBU NIFAS DI WILAYAH PUSKESMAS KABUPATEN KLATEN

2 hidup, 25% menjadi buta dan 50-60% setengah buta (Almatsier, 2002, p.153) Suplementasi vitamin A pada ibu nifas merupakan salah satu program penangg

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu

BAB I PENDAHULUAN. tahun Konsep pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Pasir Kecamatan Medan Marelan. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah Forum Komunikasi Alih. rangka pencapaian NKKBS ( Mubarak & Chayalin, 2009).

Mahasiswa Akademi Kebidanan Abdi Husada Semarang 2

KERANGKA ACUAN PROGRAM GIZI PUSKESMAS KAMPAR KIRI

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. postpartum adalah masa yang dimulai dari tanda akhir periode intrapartum

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI)

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:HK TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap

2013, No.710 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Batasan Ilmu gizi : pengetahuan yang mempelajari hubungan makanan dengan kesehatan tubuh

SPESIFIKASI PENGADAAN BARANG PROYEK PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT TAHUN 2011 UNTUK BALITA KURANG GIZI

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB I PENDAHULUAN. (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air) menjadi. ditemui, tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum

10 terdapat di sayuran dan buah-buahan yang berwarna, seperti wortel, tomat, apel, semangka, dan sebagainya (Dinkes Jateng, 2007) Vitamin A adalah sal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

PEMBAHASAN HASIL SURVEI KADARZI DI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam sintesa hemoglobin. Mengkonsumsi tablet Fe sangat

KUESIONER HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN PRAKTEK KADARZI DI KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan jumlah sel darah merah dibawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pencapaian derajat kesehatan ditandai dengan menurunnya angka kematian

I. PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO DINAS KESEHATAN P U S K E S M A S P U L U N G Jl. Dr. Soetomo No. 33 Pulung Kab. Ponorogo Telp.

b. Tujuan Khusus Meningkatkan cakupan hasil kegiatan Bulan Penimbangan Balita (BPB) di Puskesmas Losarang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

Kebutuhan : 2 mg/100 mg protein. Farmakokinetik - mudah diabsorbsi - ekskresi dalam bentuk 4-asam piridoksat dan piridoksal

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN. prekursor / provitamin A / karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan mempunyai arti yang sangat penting bagi manusia, karena

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

Etiologi 1. Dalam jangka waktu yang lama dalam diet terdapat kekurangan vitamin A atau provitamin

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

KUESIONER PEMANTAUAN STATUS GIZI DAN KADARZI PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT DINAS KESEHATAN PROVINSI JAMBI TAHUN 2010 I.

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG VITAMIN A DENGAN PEMBERIAN VITAMIN A PADA BALITA DI POSYANDU MEKARSARI KROYO KARANGMALANG SRAGEN

Apa dan Mengapa Tentang

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun oleh : AGUSTINA ITRIANI J

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 PRODUK DAN JASA

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kesehatan ibu merupakan salah satu tujuan Millenium Development

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR PENGUJIAN BAHAN PANGAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. kurang vitamin A, Gangguan Akibat kurang Iodium (GAKI) dan kurang besi

2011, No BAB 9 FORMAT

BAB I PENDAHULUAN. defisiensi besi, etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan yaitu hemodilusi. 1

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG NUTRISI BAGI KESEHATAN DI SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 MEDAN TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

GIZI SEIMBANG BALITA OLEH : RINA HASNIYATI, SKM, M.Kes

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu

BAB I PENDAHULUAN. Kematian ibu semasa hamil dan bersalin masih sangat tinggi. Berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Tempat. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PRODUK SUPLEMENTASI GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif tinggi yaitu 63,5% sedangkan di Amerika 6%. Kekurangan gizi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang sejak. pembuahan sampai mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu

BAB I PENDAHULUAN. yang khusus agar ibu dan janin dalam keadaan sehat. Karena itu kehamilan yang

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Masalah- Masalah yang Berhubungan Dengan Vitamin A Vitamin A merupakan vitamin yang larut dalam lemak atau minyak dan mempunyai beberapa fungsi dalam tubuh manusia. Fungsi utama Vitamin A adalah untuk penglihatan. Hal ini karena Vitamin A merupakan komponen penting dalam retina mata. Disamping itu Vitamin A juga membantu pertumbuhan dan mempunyai peranan dalam jaringan epitel (Samsianah, 2005). Pada umumnya orang dewasa kecukupan Vitamin A didapat dari makanan yang di konsumsi setiap hari. Demikian juga bagi anak anak selain didapat dari makanan juga dari suplemen Vitamin A. sedangkan bagi bayi yang berumur kurang dari 6 bulan kebutuhan Vitamin A diperoleh dari Air Susu Ibu (A.J. Sudiaoetama, 1999). Air Susu Ibu (ASI) umumnya mampu mencukupi Vitamin A pada bayi., tetapi kadar Vitamin A dalam air susu sangat dipengaruhi oleh jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi selama menyusui. Untuk itu bagi ibu nifas dianjurkan banyak mengkonsumsi sayuran terumata yang banyak mengandung Vitamin A. 1. Kelebihan Vitamin A Hipervitaminosis Vitamin A adalah suatu kondisi dimana kadar Vitamin A dalam darah atau jaringan tubuh sangat tinggi sehingga menyebabkan timbulnya gejala-gejala yang tidak diinginkan. Hipervitaminosis Vitamin A ada 2 ( dua ) macam, yaitu : a. Hipervitaminosis Akut yang disebabkan karena pemberian dosis tunggal Vitamin A yang sangat tinggi, atau pemberian berulang dosis tunggal yang lebih kecil tetapi masih termasuk dosis besar karenadikonsumsi dalam periode 1-2 hari. Pengobatannya adalah dengan menghentikan suplementasi Vitamin A dan pengobatan simptomatis. 4

5 b. Hipervitaminosis Kronis yang disebabkan karena mengkonsumsi Vitamin A dosis tinggi yang berulang-ulang dalam jangka waktu beberapa bulan atau beberapa tahun. Keadaan ini biasanya hanya terjadi pada orang dewasa yang mengatur pengobatannya sendiri. Pengobatannya adalah dengan menghentikan suplementasi Vitamin A dan pengobatan simptomatis. Jika seseorang mengkonsumsi Vitamin A dosis tinggi yang melebihi 200.000 SI, maka sebagaian besar dari Vitamin A yang berlebihan tersebut dalam bentuk yang tidak berubah akan dikeluarkan melalui air seni dan tinja dan selebihnya disimpan dalam hati (A.J. Sudiaoetama, 1999). 2. Kekurangan Vitamin A Gejala dini dari akibat kekurangan Vitamin A adalah buta senja (niktatopia). Penderita buta senja tidak dapat melihat dalam keadaan gelap. Apabila gejala buta senja ini tidak dapat ditanggulangi maka akan muncul gejala lebih lanjut yaitu Konjungtiva serosis (pengeringan selaput bening yang menutupi bagian depan bola mata). Dapat pula terjadi kelainan dalam bentuk lain yaitu adanya bercak pada bola mata (disebut bercak bitot). Bercak bitot merupakan bintikbintik warna kelabu terang dan berbusa yang terdapat di konjungtifa mata. Meskipun diakui sebagai manifestasi kekurangan Vitamin A akan tetapi kekurangan Vitamin A menyebabkan timbulnya bercak bitot. Tanda klinis selanjutnya adalah pengeringan pada kornea mata (kornea serosis). Gejala kekurangan Vitamin A yang paling serius, kornea mata menjadi keruh, kering dan melunak. Gangguan penglihatan yang dapat terjadi tergantung bersarnya kerusakan pada kornea mata. Pengobatan segera dapat dan tuntas dapat mengembalikan fungsi kornea mata, akan tetapi pengobatan yang terlambat dapat menyebabkan kebutaan total. Keseluruhan gejala yang terjadi pada mata akibat kekurangan Vitamin A secara umum disebut Xerophtalmia (A.J. Sudiaoetama, 1999).

6 3. Dampak Kekurangan Vitamin A Bagi Anak Dampak kekurangan Vitamin A bagi baduta antara lain : a. Hemarolopia atau kotok ayam (rabun senja). b. Frinoderma, pembentukan epitelium kulit tangan dan kaki terganggu, sehingga kulit tangan dan kaki bersisik. c. Pendarahan pada selaput usus, ginjal dan paru-paru. d. Kerusakan pada bagian putih mata mengering dan kusam (Xerosis konjungtiva), bercak seperti busa pada bagian putih mata (bercak bitot), bagian kornea kering dan kusam (Xerosis kornea), sebagian hitam mata melunak ( Keratomalasia ), Seluruh kornea mata melunak seperti bubur (Ulserasi Kornea) dan Bola mata mengecil / mengempis (Xeroftahalmia Scars). e. Terhentinya proses pertumbuhan. f. Terganggunya pertumbuhan pada bayi. Namun demikian perlu juga diperhatikan bahwa pemberian dosis Vitamin A yang teralalu tinggi dalam waktu yang lama dapat menimbulkan akibat yang kurang baik natara lain : 1. Hipervitaminosis A pada anak-anak dapat menimbulkan anak tersebut cengeng, pada sekitar tulang yang panjang membengkak, kulit kering dan gatal-gatal. 2. Hipervitaminosis pada orang dewasa menimbulkan sakit kepala, mualmual dan diare (A.J. Sudiaoetama, 1999). B. Kebutuhan Vitamin Dan Mineral Vitamin dan mineral merupakan katalisator yang sangat membantu dalam proses pencernaan dan metabolisme tubuh. Kebutuhan vitamin dan mineral pada masa baduta terus meningkat sejalan dengan penambahan berat badan. Angka kecukupan energi, protein, vitamin dan mineral adalah Energi sebasar 1.250 kkal, Protein 24 gram, Vitamin A 350 RE, Thiamin 0,5 mg, Riboflavin 0,6 mg, Niasin 0,4 mg, Vitamin B 120,5 mg, Asam folat 40 mg, Vitamin C 40 mg, kalsium 500 mg, Fosfor 250 mg, Seng 8 mg, Besi ( fe ) 10 mg dan Iodium 70 mg (A.J. Sudiaoetama, 1999).

7 C. Distribusi Kapsul Vitamin A Di Kabupaten Purbalingga khususnya di kecamatan Karanganyar program distribusi Vitamin A dosis tinggi pada balita dilaksanakan pada bulan Pebruari dan Agustus. Sedang pada ibu nifas pemberian Vitamin A dosis tinggi diberikan pada kunjungan pertama (minggu pertama) atau pada kunjungan kedua sebelum 40 hari. Penentuan sasaran distribusi Vitamin A dosis tinggi baik untuk balita maupun untuk ibu hamil di tingkat posyandu adalah semua balita dan ibu nifas yang ada di wilayah kerja posyandu yang diperoleh dari SIP. Sedang pada tingkat Puskesmas / kecamatan diambil dari register kohort yang merupakan rekapitulasi dari posyandu untuk di kompilasi, cheking sehingga menjadi sasaran tingkat kecamatan. Pada tingkat kabupaten adalah merupakan rekapitulasi jumlah sasaran balita dan ibu nifas hasil laporan dari masing masing kecamatan. Pengadaan kapsul Vitamin A dilakukan sekali setahun untuk 2 kali putaran, yaitu bulan Pebruari dan Agustus. Persediaan kapsul harus selalu ada di masing- masing tingkat (Posyandu, puskesmas, Dinas Kesehatan) sebesar 10 % dan penggunaannya mendahulukan stok lama. Kemasan berisi 50 kapsul per botl diupayakan penggunaannya secara optimal agar kapsul tidak cepat rusak. Penyimpanan harus dalam botol kemasan, tertutup rapat, disimpan di tempat yang teduh dan kering, tidak lembab dan mudah diingat. Tanda kadaluwarsa produk khusus dari kapsul Vitamin A yang tercantum pada kemasan menentukan akhir masa simpan atau self life. Dalam kondisi penyimpanan yang baik 90 % dari potensi Vitamin A yang ditetapkan masih dapat dijamin. Tidak ada resiko bila mengkonsumsi kapsul vitamin A yang telah lama. Jalur pengiriman kapsul Vitamin A adalah sebagai berikut : Depkes pusat didistribusikan ke Dinas Kesehatan Propinsi dan diteruskan ke Dinas Kesehatan Kabupaten serta Puskesmas (institusi pelayanan kesehatan lainya baik pemerintah / swasta, khususnya yang melaksanakan pelayanan KIA).

8 D. Pendidikan dan Pengetahuan Ibu a. Pendidikan Manusia memiliki sejumlah kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pengalaman. Pengalaman itu terjadi karena interaksi manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun maupun lingkungan sosial manusia secara efisien dan efektif itulah yang dimaksud pendidikan (Tirtaraharja, 1990). Latar tempat berlangsungya pendidikan itu disebut lingkungan pendidikan, khususnya tiga lingkungan yang utama pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Berdasarkan perbedaan ciri-ciri penyelengaraan pendidikan dibedakan menjadi 3 yaitu : 1. Pendidikan Informal, yaitu pendidikan yang terjadi dalam lingkungan keluarga yang berlangsung secara alamiah dan wajar. 2. Pendidikan Formal, yaitu pendidikan yang berlangsung di sekolah yang secara sengaja dirancang dan dilaksanakan dengan aturan-aturan yang ketat, seperti harus berjenjang dan berkesinambungan. 3. Pendidikan Non Formal yaitu pendidikan di lingkungan masyarakat yang tidak disyaratkan berjenjang dan berkesinambungan serta dengan aturan- aturan yang lebih longgar. Sesuai Sistem Pendidikan Nasional ( Sisdiknas ) pendidikan dilaksanakan melalui 2 jalur pendikan yaitu : Jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah dilaksanakan secara berjenjang yang terdiri dari : 1. Jenjang Pendidikan Dasar Pendidikan dasar diselenggarakan untuk memberikan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat berupa pengembangan sikap, pengetahuan dan ketrampilan dasar. Disampng itu juga berfungsi mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.

9 2. Jenjang Pendidikan Menengah Pendidikan menengah lamanya tiga tahun sesudah pendidikan dasar, diselenggarakan di SLTA atau satuan pendidikan sederajat. Pendidikan menengah dalam hubungan ke bawah berfungsi sebagai lanjutan dan perluasan pendidikan dasar, dan dalam hubungannya ke atas mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi. 3. Jenjang Pendidikan Tinggi Pendidian tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah, yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian. Menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo Pendidikan akan mempengaruli kepada tiga faktor pokok perubahan perilaku yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pemerkuat. Dengan pendidikan yang tinggi akan menambah pengetahuan dan akan mempengaruhi sikap dalam perubahan perilaku. b. Pengetahuan Pada dasarnya manusia mempunyai pengetahuan, akan tetapi untuk tingkat yang dimiliki seseorang merupakan hal yang sulit untuk diukur. Pengetahuan merupakan proses awal difusi inovasi yang pada akhirnya dapat diterima atau diadopsi oleh sasaran. Menurut Rogers (1961), proses difusi inovasi berlangsung dalam 4 (empat) tahap yaitu tahap pengetahuan, tahap persuasi, tahap keputusan dan tahap konfirmasi. Pada tahap pengetahuan sasaran diharapkan dapat terurai pada suatu kesan yang dianggap baru dan memulai memperoleh pengertian. Selanjutnya pada tahap persuasi sasaran diharapkan sudah membentuk sikap yang mendukung tahap pembaharuan. Pada tahap

10 keputusan sasaran pada pilihan menolak atau menerima inovasi tersebut dan sasaran mulai mencari dukungan atas keputusan yang diambil atau merubah keputusan terjadi pada tahap konfirmasi. Menurut Wikening 1981, bahwa pengetahuan merupakan fase awal pembuatan keputusan dimana pada akhirnya seseorang atau individu tersebut nantinya berbuat atau berperilaku seperti pengetahuan yang diperolehnya. Secara berurutan proses pembuatan keputusan tersebut adalah sebagai berikut : a. Fase mengetahui, pertama kali belajar dan mengenal masalah. b. Fase timbul minat, yaitu kelanjutan fase a, dimana fase ini seseorang yang telah mengenal masalah tersebut dan timbul minat. c. Fase menilai, pada fase ini seseorang diharapkan menimbang masalah untung dan ruginya bila mengerjakan sesuatu. d. Fase mencoba, menentukan untuk berbuat sesuatu dengan cara tertentu apakah yang dia kerjakan baik atau tidak. e. Fase adopsi, pada fase ini seseorang telah mengadakan trial tersebut yang telah dipilihnya. Pengetahuan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu pengetahuan yang didapat dari pengalaman dan pengetahuan yang didapat dari keterangan. Pengetahuan yang didapat dari pengalaman disebut pengetahuan pengalaman. Sedangkan pengetahuan yang didapat dengan keterangan disebut ilmu pengetahuan. Sikap dan perilaku manusia terhadap gizi dan kesehatan akan menjadi masalah apabila perilaku tersebut menyebabkan manusia kekurangan gizi yang diperlukan sehingga timbul kekurangan gizi. Adanya pengetahuan gizi akan mempengaruhi seseorang dalam bersikap dan berperilaku. Pengetahuan tidak hanya didapat dari bukubuku saja tetapi juga dapat pula dari lingkungan lainnya. Jadi seseorang yang berpendidikan tinggi belum tentu mempunyai pengetahuan yang baik mengenai kesehatan dan gizi lainnya.

11 E. Kerangka Teori GAMBAR 1. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI VITAMIN A Sumber : Soekidjo Notoatmodjo, 1997 dengan modifikasi Konsumsi Vitamin A Perilaku Predisposing Factor Pengetahuan, Sikap,Tradisi, Nilai Enabling Factor Ketersediaan, Sumber sumber Fasilitas Reinforcing Factor Sikap dan Perilaku Petugas Pendidikan F. Kerangka Konsep Berdasar kerangka teori diatas maka kami membuat kerangka konsep sebagai berikut : GAMBAR 2. KERANGKA KONSEP PENELITIAN Pendidikan Pengetahuan Ibu Tentang Vitamin A Konsumsi kapsul Vitamin A dosis tinggi pada anak umur 2-3 tahun

12 G. Hipotesa 1. Ada hubungan antara tingkat pendidikan Ibu dengan konsumsi Vitamin A dosis tinggi pada anak umur 2-3 tahun. 2. Ada hubungan antara pengetahuan Ibu tentang vitamin A dengan konsumsi Vitamin A dosis tinggi pada anak umur 2-3 tahun.