(Canavalia ensiformis)

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN. Pemikiran, dan (6) Tempat dan Waktu Penelitian. (Canavalia ensiformis L.). Koro pedang (Canavalia ensiformis), secara luas

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia

Koro Pedang (Canavalia Sp.) komoditas multiguna yang terlupakan

BAB I PENDAHULUAN. antar jenis tanaman menyebabkan tanaman ini tersisih dan jarang ditanam dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tempe merupakan makanan tradisional khas Indonesia, sebagian besar

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PEMBUATAN TEMPE. Disusunoleh: Nama: Yulia Nur Isnaini Kelas : S1 TI 2I NIM :

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per

OLEH: YULFINA HAYATI

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi

TEKNOLOGI PEMBUATAN SUSU DARI TEMPE BENGUK

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga

FERMENTASI TEMPE MATERI KULIAH BIOINDUSTRI NUR HIDAYAT

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk

BAB I PENDAHULUAN. difermentasikan menggunakan kapang rhizopus ( ragi tempe ). Selain itu

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tahu merupakan salah satu makanan yang digemari dan mudah dijumpai

Simposium Nasional RAPI X1V- 2015FT UMS ISSN

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan bahan utama dalam pembuatan tempe. Tempe. karbohidrat dan mineral (Cahyadi, 2006).

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

T E M P E 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

SUSU KEDELAI 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang penting sebagai penghasil sumber bahan pangan, bahan baku makanan,

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

I. PENDAHULUAN. minuman (Saparinto dan Hidayati, 2006). banyak dikonsumsi oleh masyarakat adalah sosis. Data survei independen yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tempe merupakan makanan khas Indonesia yang cukup populer dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

KECAP KEDELAI 1. PENDAHULUAN

1. PENDAHULUAN. perbaikan kualitas sumberdaya manusia. Untuk mendukung pengadaan ikan

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

FERMENTASI TEMPE MATERI KULIAH MIKROBIOLOGI INDUSTRI NUR HIDAYAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fermentasi tercapai, sehingga harus segera dikonsumsi (Hidayat, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. bahan makanan sayuran, 4. bahan makanan buah-buahan, 5. susu dan telur

BAB I PENDAHULUAN. Karbohidrat dalam gadung juga didominasi oleh pati, tetapi jumlah pati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. antara kacang-kacangan tersebut, kedelai paling banyak digunakan sebagai bahan

PENINGKATAN NILAI TAMBAH JAGUNG SEBAGAI PANGAN LOKAL Oleh : Endah Puspitojati

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Dalam SNI tempe didefinisikan sebagai produk makanan

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia kaya akan sumber daya alam, termasuk di dalamnya kekayaan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu

I. PENDAHULUAN. bisnis ikan air tawar di dunia (Kordi, 2010). Ikan nila memiliki keunggulan yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK BONGGOL DAN KULIT NANAS PADA PROSES FERMENTASI TEMPE

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang (1.1.), Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bantuan kapang golongan Rhizopus Sp. Menurut Astawan

BAB I PENDAHULUAN. maupun yang sudah modern. Perkembangan jumlah UMKM periode

BAB I PENDAHULUAN. dan jagung, dan ubi kayu. Namun, perkembangan produksinya dari tahun ke tahun

I PEDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANEKA PRODUK OLAHAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Penyunting: Agus Sutanto Indrie Ambarsari

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BISNIS SINGKONG KEJU

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

PROSPEK PENGEMBANGAN KACANG KORO PEDANG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI SULAWESI SELATAN. Eka Triana Yuniarsih dan Muslimin

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha

KUALITAS TEPUNG BERAS SEBAGAI BAHAN BAKU CAMPURAN RAGI TEMPE (Rhizopus oligosporus) DILIHAT DARI HASIL PRODUKSI TEMPE KEDELAI ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil umbi-umbian, antara lain

TANAMAN PENGHASIL PATI

I PENDAHULUAN. nugget yang relatif mahal. Oleh karena itu dibutuhkan alternatif nugget yang

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

JURNAL TEKNOLOGI LABORATORIUM Volume 3 Nomor 1 Tahun 2014

Suplemen Majalah SAINS Indonesia

UJI PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA TEMPE DENGAN BAHAN DASAR JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata)

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat banyak mengonsumsi mi sebagai makanan alternatif

I. PENDAHULUAN. (1995) roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang. makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. atau yang memiliki nama ilmiah Arachis hypogeae adalah salah satu tanaman

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

PENGOLAHAN KEDELAI MENJADI TEMPE KEJO SECARA SEDERHANA

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

ANALISIS BIAYA, PENDAPATAN DAN R/C AGROINDUSTRI TEMPE (Studi Kasus pada Perajin Tempe di Desa Pananjung Kecamatan Pangandaran Kabupaten Pangandaran)

%, laktosa 4,80 % dan mineral 0,65 % (Muchtadi dkk., 2010).

Transkripsi:

(Canavalia ensiformis) Agus Sutanto, Sri Catur, dan Indrie Ambarsari Ketergantungan akan kedelai impor merupakan momentum untuk memberikan perhatian yang lebih serius dalam mengembangkan tempe dari bahan kacang lokal non kedelai. Upaya pengembangan produksi tempe non kedelai tidak terlalu mahal dan susah, karena masyarakat di setiap daerah telah memiliki kreasi pangan sendiri sejak puluhan tahun lalu. Dalam catatan kreasi pangan masyarakat Indonesia, sudah banyak jenis tempe yang pernah dibuat dengan bahan bukan kedelai, antara lain: tempe mungur dari biji mungur, tempe bongkrek dari bungkil kapuk atau ampas kelapa, tempe menjos dari ampas tahu, tempe kacang hijau, tempe kacang merah, tempe kacang tanah, tempe gude, tempe koro pedang, tempe benguk, dan lain sebagainya. Dari sekian banyak jenis tempe non kedelai, tempe koro pedang merupakan salah satu jenis produk pangan tradisional yang dipandang cukup potensial untuk dikembangkan secara komersial. Koro pedang (Canavalia sp.) mempunyai kandungan nutrisi yang hampir setara dengan kedelai, yaitu: protein 30,36%, karbohidrat 66%, lemak 2,6%, dan asam folat sebanyak 358 µg. Selain itu, biji koro pedang juga mengandung vitamin B1 dan B2. Ekstrak biji koro pedang diketahui dapat meningkatkan ketahanan tubuh dan mencegah penyakit kanker. Keuntungan lain dalam pengembangan tempe dari koro pedang adalah harganya yang relatif lebih murah dibandingkan kedelai. Koro pedang mempunyai peluang cukup besar untuk dikembangkan karena mudah dibudidayakan dan dapat ditanam secara tumpangsari dengan ubi kayu, jagung, sengon, kopi, kakao, dan lain-lain. Tanaman ini juga toleran terhadap lahan kering masam serta mampu tumbuh di segala jenis tanah, bahkan di tanah marjinal sekalipun. Peluang pasar untuk koro pedang juga cukup menjanjikan. Hal ini ditandai dengan adanya permintaan ekspor ke Korea, Jepang, dan Amerika Serikat.

Pengembangan tempe dari koro pedang sangat potensial untuk menutup kekurangan persediaan kedelai lokal dalam produksi tempe. Selain itu pengembangan tempe koro pedang juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan daya tarik dan tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas kacang lokal. PENGGIAT KORO PEDANG Di Jawa Tengah, tepatnya di Kabupaten Temanggung, para petani kacang koro pedang telah membentuk suatu komunitas yang diprakarsai oleh Ibu Tri Barokah. Komunitas tersebut dinamakan Komunitas Damar Sindoro-Sumbing. Salah satu tujuan utama komunitas adalah untuk mewadahi berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan koro pedang, antara lain: penyedian benih, budidaya, penanganan pasca panen hingga proses pengolahannya. Komunitas ini juga menjembatani pemasaran komoditas koro pedang, baik dalam bentuk kacang mentah maupun produk olahannya. Tanaman koro pedang yang dibudidayakan oleh komunitas Damar Sindoro- Sumbing adalah jenis koro pedang tegak (Canavalia ensiformis). Tanaman koro pedang menjalar (Canavalia gladiate) tidak banyak dibudidayakan, karena biasanya hanya merupakan tanaman selingan yang ditanam diantara tanaman tahunan. Umumnya para petani yang tergabung dalam komunitas Damar Sindoro-Sumbing melakukan panen koro pedang sebanyak tiga kali dalam setahun dengan kapasitas produksi berkisar antara 4-8 ton untuk setiap kali panen. Pendapatan yang diperoleh petani dalam setiap waktu panen rata-rata mencapai Rp 12 juta. Biji koro pedang yang dihasilkan umumnya dijadikan benih ataupun dikirim langsung ke pasar atau penampung, sedangkan sebagian lainnya dimanfaatkan untuk bahan baku berbagai produk olahan pangan. Beberapa jenis produk olahan dari koro pedang yang telah dihasilkan antara lain: tepung koro pedang, tempe, keripik, nugget, kue kering, kue basah, saos sambal, dan abon koro pedang. Semua produk olahan koro pedang tersebut diberi merek dagang Haiki. Pemasaran produk dilakukan melalui penjualan secara langsung kepada

pengecer serta pemasaran secara on line. Daerah pemasaran produk meliputi wilayah Temanggung dan sekitarnya, Semarang, dan Yogyakarta. Ragam produk olahan koro pedang produksi komunitas Damar Sindoro-Sumbing dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Ragam produk olahan dari kacang koro pedang PROSES PEMBUATAN TEMPE KORO PEDANG Salah satu tantangan dalam penggunaan koro pedang sebagai bahan baku pangan adalah penghilangan senyawa glukosa sianogen yang bersifat toksik. Menurut Wahjuningsih dan Wyatisaddewisasi (2013), glukosida sianogen berperan sebagai prekursor sianida bebas pada kacang koro, sehingga apabila glukosida terhidrolisis sempurna dapat menghasilkan sianida bebas yang memiliki efek toksik. Senyawa glukosida sianogen merupakan senyawa racun yang dapat menimbulkan citarasa kurang disukai dan mengurangi keberadaan nutrisi di dalam tubuh (Dos et al. dalam Wahjuningsih dan Wyatisaddewisasi, 2013). Menurut Pambayun (2000), akumulasi asam sianida pada tubuh dapat mengakibatkan gangguan penyerapan iodium dan protein. Meskipun mengandung senyawa toksik, namun beberapa penelitian menyebutkan bahwa proses pengolahan, khususnya proses fermentasi, dapat menurunkan kandungan senyawa sianida pada kacang koro. Proses pembuatan tempe yang melibatkan proses fermentasi menjadi keuntungan tersendiri untuk koro pedang.

Berdasarkan hasil kajian BPTP Jateng, proses pembuatan tempe dapat menurunkan kandungan sianida pada koro pedang hingga 98,19% (Ambarsari et al., 2016). Proses pembuatan tempe koro pedang diawali dengan perebusan biji pada suhu + 100 0 C, selama 3 jam. Maksud dari perebusan ini adalah untuk melunakkan jaringan dan mempermudah pengupasan kulit airnya. Kulit ari pada kacang harus dibuang karena keberadaan kulit ari akan menghambat pertumbuhan kapang Rhizopus pada proses pembuatan tempe (Hui dalam Kusumah, 2008). Perbandingan antara kacang dan air yang digunakan dalam proses perebusan adalah 1 : 10. Selanjutnya kacang kupas diiris menjadi beberapa bagian. Tujuan pengecilan ukuran biji kacang koro ini adalah untuk mempercepat proses reduksi senyawa racun HCN dan juga membantu pertumbuhan hifa agar lebih merata pada permukaan biji saat proses fermentasi (Ambarsari et al., 2016). Proses pengolahan dilanjutkan dengan perendaman biji kacang yang sudah dicacah pada suhu ruang selama 48 jam. Perbandingan antara kacang dan air yang digunakan sebagai media perendaman adalah 1 : 4. Proses perendaman dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kadar air kacang sehingga mendukung pertumbuhan mikrobia yang menguntungkan dalam proses fermentasi (Hui dalam Kusumah, 2008). Selain itu, proses perendaman juga berfungsi untuk menghilangkan sejumlah senyawa yang kurang menguntungkan yang terkandung di dalam kacang (Hamzah dan Hamzah, 2011). Setelah direndam, kacang ditiriskan dan direbus dalam air mendidih (95 100 C) selama 15 menit, dengan perbandingan penambahan air 1 : 10. Selanjutnya, kacang yang telah direbus ditiriskan dan didinginkan pada suhu ruang untuk kemudian diinokulasi dengan menggunakan kapang Rhizopus. Penambahan kapang atau ragi tempe dilakukan sebanyak 2 g untuk setiap 1 kg koro pedang. Proses inokulasi dilanjutkan dengan pengemasan produk dengan menggunakan daun pisang. Daun pisang dipilih sebagai bahan pembungkus tempe karena daun pisang memiliki flavor khas yang dapat meningkatkan citarasa tempe yang dihasilkan. Tahapan akhir adalah proses inkubasi yang dilakukan selama 2 hari pada suhu ruang (25-30 C). Perubahan kacang menjadi tempe ditandai dengan tertutupnya permukaan kacang oleh hifa atau miselium kapang.

PELUANG PENGEMBANGAN TEMPE KORO PEDANG Peluang pengembangan tempe koro pedang di Jawa Tengah sangat didukung dengan kondisi alam dimana Jawa Tengah merupakan salah satu daerah potensial penghasil komoditas tanaman koro pedang. Secara teknis, proses pembuatan tempe koro pedang sangat mudah dilakukan dengan menggunakan peralatan yang relatif sederhana, sehingga sangat potensial untuk dikembangkan pada skala industri rumah tangga. Tempe koro pedang memiliki kandungan nilai gizi yang cukup baik, yaitu kadar protein 34,78%, lemak 6,25%, karbohidrat 54,64%, dan kandungan serat pangan total 3,47% (Ambarsari et al., 2016). Berdasarkan hasil pengujian sensoris, tempe koro pedang juga dapat diterima (disukai) oleh konsumen. Menurut konsumen, warna dan tekstur tempe koro pedang tidak kalah dengan tempe yang terbuat dari kedelai (Ambarsari et al., 2016). Rasa tempe koro pedang dinilai cukup enak, meskipun tidak seenak tempe kedelai. Penampilan tempe koro pedang dibandingkan dengan tempe kedelai dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Tempe koro pedang dibandingkan dengan tempe kedelai Berdasarkan hasil perhitungan analisis finansial, usaha produksi tempe koro pedang juga cukup menjanjikan dengan nilai R/C sebesar 1,2 (Ambarsari et al., 2016). Kondisi tersebut tercapai pada kondisi harga jual tempe Rp 5000,- per bungkus dan tingkat produksi mencapai 20 kg.

DAFTAR PUSTAKA Ambarsari, I., R. Endrasari, G.N. Oktaningrum, Sri Catur, S.D. Anomsari, R. Hidayah, A. Sutanto, D. Nugraheni, dan Dian Dini. 2016. Kajian pemanfaatan kacang lokal sebagai alternatif pengganti kedelai dalam pembuatan tempe. Laporan Akhir. BPTP Jawa Tengah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Ungaran. Hamzah, F. dan F.H. Hamzah. 2011. Kadar gizi dalam tempe benguk. Agriplus Vol.21, 1 Januari 2011. p: 27-29. Kusumah, D. 2008. Potensi pemanfaatan tempe kedelai dalam pembuatan bubur instan untuk diabetesi dengan komplikasi gangren. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Pambayun, R. 2000. Hydro cianic acid and organoleptic test on gadung instant rice from various methods of detoxification. Prosiding Seminar Nasional Industri Pangan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Wahjuningsih, S.B., dan Wyatisaddewisasi. 2013. Pemanfaatan koro pedang pada aplikasi produk pangan dan analisis ekonominya. Riptek 7(2): 1-10.