BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga. organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar

BAB I PENDAHULUAN. hukum menjamin adanya kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan jasa notaris, telah dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau

BAB I PENDAHULUAN. hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB I PENDAHULUAN. jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB II KETENTUAN HUKUM DAN PELAKSANAAN PROSES PENYIDIKAN TERHADAP NOTARIS SEBAGAI SAKSI DAN TERSANGKA DALAM TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan perlindungan dan

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT)

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang tergabung dalam komunitas tersebut menanggung amanah. yang berat atas kepercayaan yang diembankan kepadanya.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan tersebut diatur

PERANAN DAN FUNGSI MAJELIS PENGAWAS WILAYAH TERHADAP PELAKSANAAN TUGAS JABATAN NOTARIS RUSLAN / D

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

IMPLIKASI YURIDIS LEGALITAS KEWENANGAN (RECHTMATIGHEID) MAJELIS KEHORMATAN DALAM PEMBINAAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PUBLIK

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

QUA VADIS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 49/PPU-X/2013 TERTANGGAL 28 MEI 2013

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang besar bagi kehidupan manusia. Manusia akan beralih dari

PENGAMBILAN FOTO COPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya melakukan kegiatan sehari-hari

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 49/PUU-X/2012 Tentang Persetujuan Majelis Pengawas Daerah Terkait Proses Peradilan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah yang merupakan kebutuhan pokok bagi manusia akan berhadapan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Negara Indonesia adalah negara hukum. Semua Warga Negara

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah berdirinya Negara Indonesia, para Foundingfathers (para pendiri

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab.

PERLINDUNGAN HUKUM NOTARIS DALAM MENJAGA KERAHASIAAN AKTA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 49/PUU-X/2012 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk Undang Undang yaitu Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. otentik sangat penting dalam melakukan hubungan bisnis, kegiatan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. ini, ada dua aturan yang wajib dipatuhi oleh seorang Notaris yaitu Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, pasar modal, dan untuk kepastian

BAB I PENDAHULUAN. mencatat bahwa pada era reformasi terjadi perubahan pada lembaga Notariat yang

BAB I PENDAHULUAN. otentik, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata yaitu:

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan dalam membuat suatu alat bukti tertulis yang bersifat autentik dari

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. termasuk bidang hukum, mengingat urgensi yang tidak bisa dilepaskan. melegalkan perubahan-perubahan yang terjadi.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan masyarakat yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD)

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

Transkripsi:

1 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak lepas dari keterikatan dengan sesamanya. Setiap individu mempunyai kehendak dan kepentingan yang terkait dengan individu yang lain, dan setiap manusia menginginkan kehendak, kepentingan dan keberadaannya terlindungi. Mengingat akan banyaknya kepentingan tidak mustahil menjadi konflik atau bentrokan antara sesama manusia, karena kepentingannya yang saling bertentangan. Konflik kepentingan itu terjadi apabila dalam melaksanakan atau mengejar kepentingannya seseorang merugikan orang lain. Didalam kehidupan bersama atau masyarakat konflik itu tidak dapat dihindarkan. 1 Dalam rangka menghindari konflik terutama bidang privat maka dibuatlah aturan-aturan atau kesepakatan-kesepakatan baik secara lisan maupun tertulis yang harus di taati. Dalam perkembangannya, kesepakatan-kesepakatan tersebut selain dibuat tertulis bahkan harus dilakukan oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang, guna menjamin pemenuhan hak dan kewajiban diantara mereka, disamping sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan hukum jika terjadi pengingkaran pada salah satu pihak. Alat bukti yang mempunyai kekuatan hukum merupakan sesuatu kebutuhan yang dikehendaki oleh masyarakat. Hal ini mengingat bahwa kebutuhan perlindungan hak individu dalam masyarakat yang begitu besar, sehingga menjadi jelas siapa yang mempunyai hak dan siapa yang berkewajiban 1 Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, hlm. 3.

2 untuk memenuhi hak tersebut, karenanya tidak tumpang tindih antara hak dan kewajiban yang satu dengan yang lainnya. Oleh karenannya, guna mencapai ketertiban didalam masyarakat maka diperlukan sektor pelayanan jasa pada bidang notaris. Produk hukum yang dikeluarkan oleh notaris yang berupa akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna di harapkan mampu memberikan rasa aman dan tertib didalam kehidupan bermasyarakat. Adanya akta autentik di harapkan dapat meminimalisasi terjadinya sengketa, karena dalam akta sudah disebutkan secara jelas hak dan kewajiban masing-masing pihak 2. Peran notaris dalam memberikan pelayanan jasa yang menghasilkan produk berupa akta autentik sebagai alat bukti, tidak dapat terlepas dari kedudukannya sebagai pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah untuk melayani masyarakat pada bidang perdata. Pengaturan mengenai notaris di Indonesia telah ada sebelum merdeka, yaitu Reglement op het Notarisambt in Nederlands Indie dari tahun 1860 (Stb. 1860 No. 3) untuk menggantikan De Intructie voor de Notarissen, resirende in Nederlands Indie dari tahun 1822. Reglement op het Notarisambt atau peraturan jabatan notaris inilah yang berlaku sebagai perundang-undangan Notariat di Indonesia, yang semenjak berlakunya dari tahun 1860 mengalami beberapa perubahan, terutama dengan Stb. 1907 No. 485. 3 Notaris yang menjalankan tugas sebagai pejabat umum hanyalah mengkonstatir apa yang menjadi keinginan pihak atau para pihak untuk di 2 Abdul Ghofur Anshori, 2010, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, hlm, 112. 3 R. Soegondo Notodisoerjo, 1993, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, Rajawali Pers, Jakarta, hlm, 26.

3 tuangkan kedalam akta, sehingga Notaris bukan merupakan pihak dalam akta. Apabila ada penyangkalan atau pengingkaran terkait akta yang dibuat notaris dalam hal dokumen-dokumen dan/atau keterangan-keterangan yang didapatkan terkait pembuatan akta ternyata palsu, maka hal tersebut menjadi tanggung jawab pihak atau para pihak yang menyerahkan dokumen-dokumen dan/atau memberikan keterangan yang palsu tersebut, bukan tanggungjawab notaris, hal ini karena akta para pihak berisikan keterangan tertulis dari para pihak 4. Pada akta para pihak yang berisikan keterangan para pihak, notaris tidaklah berkewajiban untuk menyelidiki apakah keterangan yang dikemukakan atau yang dituliskan oleh kliennya di dalam akta sesuai dengan kebenaran ataukah tidak 5. Ridwan Susilo dalam A. Kohar menyatakan: tidak benarnya sebuah perjanjian yang dibuat notaris, karena kliennya berbohong atau menipu, bukan tanggung jawab notaris 6. Artinya kalau keterangan-keterangan yang disampaikan dan/atau dokumen-dokumen yang diserahkan kepada notaris dalam rangka pembuatan akta ternyata palsu, misalnya Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Akte Kelahiran, Surat Keterangan Waris, Surat Nikah, Surat Keterangan (SK) dan lain-lain ternyata palsu semuanya atau sebagian, maka yang memalsu adalah para penghadapnya bukan notaris, sehingga dalam hal demikian notaris tidak mungkin dilibatkan menjadi tertuduh 7. 4 A. Pitlo, alih bahasa M. Isa Arief, 1978, Pembuktian dan Daluwarsa Menurut Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Belanda, Intermassa, Jakarta, hlm, 76. 5 Ibid, hlm, 79. 6 A. Kohar, 1984, Notaris Berkomunikasi, hlm, 148. 7 Ibid, hlm, 146.

4 Berdasarkan uraian diatas, apabila ada pihak menggunakan dokumen palsu baik seluruh maupun sebagaian dalam pembuatan akta maka akta yang dibuat dihadapan notaris tidak berarti palsu, apa yang tertulis dalam akta notaris mengandung kebenaran, sedang fakta kebohongan yang disampaikan oleh penghadap bukan kewenangan dan tanggung jawab notaris 8. Menurut peraturan, jika akta dibuat tidak memenuhi persyaratan hukum, maka akta menjadi batal atau dapat dibatalkan. 9 Adanya akta notaris yang penghadapnya memberikan dokumen atau keterangan palsu sehingga tertuang pada akta notaris di karenakan akta notaris tidak menjamin bahwa pihak-pihak berkata benar, tetapi yang dijamin oleh akta notaris adalah pihak-pihak benar berkata seperti yang termuat didalam akta mereka 10. Berbeda halnya menurut M. Yahya Harahap, bahwa kekuatan pembuktian materil akta otentik menyangkut permasalahan benar atau tidak keterangan yang tercantum didalamnya, oleh karena itu, kekuatan pembuktian materiil adalah persoalan pokok akta otentik. 11 Selanjutnya dikatakan demi perlindungan hukum, sudah waktunya para notaris bersungguhsungguh dan seksama dalam membuat akta berdasar fakta atau kebenaran materiil 12. Alasan utama mengapa hendaknya seorang notaris membuat akta berdasarkan kebenaran materil adalah untuk perlindungan hukum kepada semua 8 Sjaifurrachman, 2011, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, Mandar Maju, Bandung, hlm 27. 9 A. Kohar, Loc. Cit. 10 Sjaifurrachman Loc. Cit. 11 M. Yahya Harahap. 2013, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Sinar Grafika, Jakarta, hlm, 568. 12 Ibid, hlm, 569.

5 pihak, akan tetapi meskipun dikatakan demikian, beliau juga mengakui bahwa pada prinsipnya notaris tidak berwenang menyelidiki kebenaran keterangan yang dikemukakan para pihak, hal ini karena notaris hanya mengkonstatir apa yang menjadi keinginan para pihak, selama tidak bertentangan dengan undangundang, kesusilaan dan ketertiban umum 13. Notaris dapat saja lepas dari tanggungjawab dan tanggung gugat hukum yang diakibatkan akta yang dibuatnya cacat, sepanjang cacat hukum tersebut disebabkan oleh kesalahan pihak lain, atau keterangan serta bukti surat yang disampaikan oleh klien dalam pembuatan akta didukung dengan dokumendokumen yang tampaknya asli tetapi kenyataannya adalah palsu 14. Permasalahan berikutnya mengenai dokumen-dokumen yang notabene merupakan produk hukum instansi Negara dapat dengan mudah dipalsukan yang mana hal ini sangat merugikan banyak pihak termasuk profesi jabatan notaris. Semakin mudah dokumen dipalsukan, berarti semakin besar kemungkinan notaris terseret kasus hukum, karena notaris mendasarkan pembuatan akta pada kebenaran dokumen atau kebenaran formal. 15 Dalam kenyataannya pada akhir-akhir ini, banyak notaris yang dipanggil untuk menjadi saksi dihadapan pengadilan karena akta yang dibuatnya tersebut terkait sengketa. Pemanggilan notaris oleh hakim dikarenakan ada dokumen dan/atau keterangan palsu dari pihak atau para pihak di dalam akta sebenarnya kurang diperlukan, karena dalam membuat akte, notaris hanya memeriksa 13 Ibid, hlm, 573. 14 Sjaifurrachman, Op. Cit, hlm, 26. 15 Ibid, hlm, 26.

6 formalnya saja bukan materilnya 16. Pemanggilan terhadap notaris pada awalnya hanya sebagai saksi tetapi tidak sedikit notaris dijadikan turut tergugat, bahkan dijadikan tergugat oleh pihak atau para pihak dalam akta. Oleh karena itulah, penulis hendak mengangkat tema penelitian mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Sebagai Tergugat Atas Dasar Akta Yang dibuatnya. Selain pertimbangan tersebut, mengingat pula konsideran didalam UUJN poin a dan poin c yang menyebutkan Negara Republik Indonesia sebagai Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi setiap warga Negara. Bahwa Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan profesi dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum. 16 A. Kohar, Loc. Cit.

7 B. Perumusan Masalah. Berdasarkan uraian dari latar belakang penelitian tersebut, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum dalam bidang keperdataan terhadap notaris sebagai tergugat atas akta yang dibuatnya? 2. Bagaimanakah tanggung jawab notaris sebagai tergugat terhadap akta yang dibuatnya? C. Keaslian penelitian. Berdasarkan penelusuran yang dilakukan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, ditemukan beberapa tulisan yang serupa membahas mengenai perlindungan hukum terhadap notaris, yaitu: 1. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NOTARIS BERKAITAN AKTA YANG DIBUAT DIHADAPANNYA. (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1860 K/PID/2010) 17 Aloysius Yossi Aribowo. 10/305609/PHK/06285. Tahun 2012. Magister Kenotariatan (MKn). Universitas Gadjah Mada (UGM). Yogyakarta. Rumusan Masalah: 17 Aloysius Yossi Aribowo, 2012, Perlindungan Hukum Bagi Notaris Berkaitan Akta Yang Dibuat Dihadapannya. (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1860 k/pid/2010) Tesis, Magister Kenotariatan (MKn). Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). Yogyakarta.

8 a. Apa yang menjadi dasar pertimbangan hukum bagi hakim yang memutus perkara dugaan pemalsuan akta otentik yang dilakukan oleh Notaris TS pada Pengadilan Negeri Surakarta, Pengadilan Tinggi Semarang dan Mahkamah Agung? b. Bagaimana perlindungan hukum bagi Notaris berkaitan dengan kasus tersebut? Kesimpulan: 1) Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah menimbang bahwa pertanggungjawaban atas isi akta PKR adalah tanggungjawab Notaris sehingga menjadikan Notaris sebagai terdakwa dan dinyatakan bersalah. Pertimbangan Mahkamah Agung menyatakan bahwa akta PKR yang dibuat oleh Notaris adalah berdasarkan kemauan para pihak, oleh karena itu semua isi dan materi dari akta tersebut adalah menjadi tanggungjawab dari para penghadap, sehingga MA menyatakan bahwa Notaris tersebut tidak terbuti melakukan tindak pidana pemalsuan akta otentik seperti yang didakwakan jaksa. Putusan Mahkamah Agung menurut penulis sudah tepat karena akta PKR adalah akta para pihak dimana Notaris tidak dapat diminta pertanggungjawaban atas keterangan para pihak/penghadap. 2) Mengenai perlindungan hukum yang dapat dilakukan oleh Notaris sehubungan kasus tersebut adalah: a) Dapat meminta ganti rugi ke pemerintah, namun hanya Rp. 5.000 sampai dengan setinggi-tingginya Rp. 100.000 dan jika mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan, besarnya ganti rugi setinggi-tingginya Rp. 3.000.000 b) Dapat meminta Rehabilitasi. c) Dapat melaporkan hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi yang memutus perkara tersebut ke Komisi Yudisial.

9 d) Apabila dapat dibuktikan terjadinya suap terhadap penyidik, jaksa atau hakim dalam menangani perkara, maka terhadap oknum yang terbukti menerima suap dapat dituntut pidana. 2. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NOTARIS BERDASARKAN KETENTUAN PASAL 50 KUHP. 18 Andi Setiawan. 11/322382/PHK/06744. Tahun 2013. Magister Kenotariatan (MKn). Universitas Gadjah Mada (UGM). Yogyakarta. Rumusan Masalah: a. Bagaimana perlindungan hukum terhadap Notaris berdasarkan ketentuan Pasal 50 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)? b. Dalam hal apa Notaris dapat diminta pertanggungjawaban pidana sehubungan dengan profesi? Kesimpulan: 1) Ketentuan dari Pasal 50 KUHP dapat saja diterapkan kepada Notaris sebagai bentuk imunitas dalam menjalankan tugas jabatannya sesuai aturan yang berlaku namun bukan berarti dengan adanya ketentuan pasal tersebut membuat notaris bebas dapat melakukan perbuatan yang bertentangan dengan perundang-undangan. 2) Notaris dapat diminta pertanggungjawaban secara pidana apabila notaris mempunyai kesalahan yang dapat dibuktikan secara sengaja (dengan penuh kesadaran dan keinsyafan serta direncanakan oleh Notaris dan para pihak/penghadap yang bersangkutan) dalam pembuatan akta pihak atau akta relaas yang diketahuinya sebagai tindakan yang melanggar hukum maka ketentuan dalam rumusan pasal 50 KUHP tidak dapat diberlakukan. 18 Andi Setiawan, 2013, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Berdasarkan Ketentuan Pasal 50 KUHP, Tesis, Magister Kenotariatan (MKn). Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). Yogyakarta.

10 3. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PROSES PERADILAN PIDANA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 49/PUU-X/2012 19 Friska Novalia Sitorus.11/322411/PHK/06747. Tahun 2013. Magister Kenotariatan (MKn). Universitas Gadjah Mada (UGM). Yogyakarta. Rumusan Masalah: a. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum bagi Notaris dalam proses peradilan pidana sebelum dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012? b. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum bagi Notaris dalam proses peradilan pidana setelah dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012? Kesimpulan: 1) Perlindungan hukum terhadap Notaris sebelum dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012 lebih berfokus pada pemberian perlindungan oleh MPD berdasarkan Pasal 66 ayat (1) UUJN. Pemberian perlindungan hukum tersebut berupa adanya penolakan atau pemberian ijin terhadap permohonan pemanggilan atau pemeriksaan Notaris oleh penyidik. Selain itu kepada notaris yang sedang berperkara diberikan pendampingan dan disediakan saksi ahli apabila memang dibutuhkan dalam proses peradilannya. 2) Pemberian perlindungan hukum terhadap Notaris setelah dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012 yang menyatakan mencabut frasa dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah dalam Pasal 66 ayat (1) UUJN berakibat pada hilangnya kewenangan MPD 19 Friska Novalia Sitorus, 2013, Perlindungan Hukum Bagi Notaris Dalam Proses Peradilan Pidana Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012, Tesis, Magister Kenotariatan (MKn). Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). Yogyakarta.

11 dalam hal memberikan perlindungan kepada Notaris secara langsung, tetapi disisi lain notaris masih mempunyai hak ingkar untuk merahasiakan keterangan apabila berkaitan dengan akta yang dibuatnya, sebagaimana tertuang dalam pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN. Bila notaris diposisikan sebagai terdakwa, maka notaris wajib untuk mendapatkan perlindungan sebagaimana tertuang dalam Pasal 50 KUHP, dan pasal 51 samapi dengan Pasal 68 KUHAP, sedangkan apabila menjadi saksi, Notaris dapat mengajukan permohonan pemberian perlindungan kepada LPSK sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. 4. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NOTARIS DALAM MENJALANKAN TUGASNYA SEBAGAI PEJABAT UMUM. 20 Dhewinta Sanggah Pratiwi. 08/274749/PHK/05518. Tahun 2014. Magister Kenotariatan (MKn). Universitas Gadjah Mada (UGM). Yogyakarta. Rumusan Masalah: a. Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi Notaris sebagai pejabat umum apabila terjadi kesalahan dalam pembuatan akta berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku? b. Bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan dari kesalahan pembuatan akta yang dilakukan oleh Notaris berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku? 20 Dhewinta Sanggah Pratiwi, 2014 Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Dalam Menjalankan Tugasnya Sebagai Pejabat Umum. Tesis, Magister Kenotariatan (MKn). Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). Yogyakarta.

12 Kesimpulan: 1) Bentuk perlindungan hukum terhadap Notaris yang melakukan kesalahan dalam pembuatan akta yaitu terkait dalam pasal 66 ayat (1) Undang- Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris berupa dengan pemberian izin atau tidak memberikan izin kepada penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk mengambil fotocopi minuta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan Notaris dan memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaaan yang berkaitan dengan akta atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris. Izin hanya berlaku jika akta yang dibuat oleh notaris terdapat masalah perkara pidana, sedangkan jika notaris berkedudukan sebagai saksi atau ikut tergugat dalam perkara perdata maka izin dari Majelis Kehormatan Notaris tidak diperlukan dalam pemanggilan. Selain itu adanya hak ingkar, kewajiban ingkar serta kewajiban merahasiakan jabatan dapat digunakan sebagai perlindungan bagi Notaris. 2) Akibat hukum yang timbul dari kesalahan notaris dalam pembuatan akta. Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik harus dapat mempertanggungjawabkan akta yang telah dibuatnya, apabila dikemudian hari timbul kesalahan dari akta otentik tersebut. Bila kesalahan yang terjadi pada pembuatan akta otentik tersebut berasal dari para pihak dengan memberikan keterangan yang tidak jujur dan dokumen yang tidak lengkap maka akta otentik tersebut mengandung cacat hukum. Akibat hukum terhadap akta otentik yang dibuat oleh seorang Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum adalah hilangnya keotentikan akta tersebut dan menjadi akta dibawah tangan sesuai dengan ketentuan pasal 41 undang-undang perubahan atas UUJN serta akta otentik tersebut dapat dibatalkan apabila pihak yang mendalilkan dapat membuktikannya dalam persidangan dipengadilan. Apabila notaris melakukan pelanggaran dalam melakukan tugas notaris dapat dikenakan sanksi yaitu sanksi perdata berupa penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga merupakan akibat yang akan diterima Notaris atas tuntutan para penghadap jika akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau akta batal demi hukum. Selain sanksi perdata juga ditentukan sanksi administrative yaitu berupa teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat sampai pemberhentian dengan tidak hormat.

13 Penulisan yang telah dilakukan sebelumnya menitik beratkan pada perlindungan hukum dalam posisi notaris sebagai terdakwa, pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap notaris, Pertanggung jawaban pidana, serta perlindungan hukum terhadap notaris pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012. Adapun penelitian ini menitik beratkan pada bentuk perlindungan hukum dalam bidang keperdataan terhadap notaris sebagai tergugat, serta pertanggung jawaban notaris sebagai tergugat terhadap akta yang dibuatnya. D. Faedah yang dapat diharapkan. 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi yang bermanfaat sebagai bacaan tambahan kepada mahasiswa fakultas hukum, terutama mahasiswa kenotariatan yang bercita-cita menjadi notaris, maupun kepada masyarakat luas tentang bagaimana perlindungan hukum terhadap notaris. 2. Bagi Pembangunan Negara dan Bangsa Penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran pada penelitian ilmu hukum dan dapat pula di gunakan oleh pengambil keputusan sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan perlindungan hukum bagi setiap warga Negara terlebih bagi seorang notaris sebagai pejabat umum yang di angkat Negara dan di beri wewenang membuat akta otentik sebagai alat

14 bukti tertulis yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna 21 bagi para pihak dan ahli warisnya. E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui dan menganalisis bentuk perlindungan hukum dalam bidang keperdataan terhadap notaris sebagai tergugat atas dasar akta yang dibuatnya. 2. Mengetahui dan menganalisis tanggung jawab notaris dalam kedudukannya sebagai tergugat terhadap akta yang dibuatnya. 21 Sempurna yang dimaksud disini sebagaimana yang terdapat dalam pasal 1870 KUH Perdata yang berbunyi Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya.